Skip to content

Konsultasi

Silahkan anda menuliskan pertanyaan dan permasalahan yang memerlukan jawaban syar’i dalam komentar berikut. Insya Allooh akan dijawab oleh Ustadz.

960 Comments leave one →
  1. abu hafiz permalink
    11 May 2010 7:43 pm

    asswrwb
    menggerak-gerakkan jari telunjuk saat tasyahud dari awal sampe selesai dalilnya shahih apa dhoif? sukron wasswrwb

    • 14 May 2010 8:16 pm

      Dalilnya shohiih, sebagaimana terdapat dalam hadits Waa’il Bin Hujr RA diriwayatkan oleh Imam An Nasaa’i, Imam Ahmad, Ibnu Huzaimah Dan Ad daarimy dimana hadits ini dishohihkan oleh Syekh Naashiruddiin Al Albaany dalam beberapa tempat juga Ahli ilmu lainnya

      • sutris permalink
        6 May 2012 12:00 am

        Assalamu’alaikum ustad, ane mau tanya soal habib…..Apa sih artinya habib dan apa benar habib itu keturunan langsung ROSUULULLOOH Sholalloohu ‘Alaihi Wassalaam? Apa hukumnya mengadakan pengajian di jalan umum, sampai-sampai menutup akses ke jalan tersebut..padahal itu jelas mengganggu pengguna jalan…

      • 7 May 2012 7:55 am

        Wa ‘alaikumussalaam Warohmatulloohi Wabarokaatuh,

        1. “Habib” adalah istilah yang dikenal oleh umumnya bangsa Indonesia terhadap orang yang mengaku turunan Rosuulullooh Sholalloohu ‘alaihi wassallam.
        2. Benar atau tidaknya “yang mengaku Habib” itu turunan Rosuulullooh Sholalloohu ‘alaihi wassallam ataukah tidak, maka itu bukan kapasitas ana untuk memastikannya. Tetapi, merekalah yang mengaku sebagai Habib itu yang seharusnya dapat memastikan jalur nasab mereka, apakah benar-benar sampai pada Rosuulullooh Sholalloohu ‘alaihi wassallam ataukah tidak. Karena, HAROM hukumnya seseorang bernasab pada yang bukan nasabnya. Sebagaiman HAROM pula seseorang mengingkari nasab yang benar tersambung padanya.
        3. Kalau telah mendapat izin dari pemerintah daerah setempat maka penutupan jalan tersebut adalah sudah atas izin pemerintah, dan jika demikian maka rakyat pun patut untuk tidak keberatan. Tetapi, jika tidak mendapatkan atau belum mendapatkan izin tersebut, maka tidak boleh mengadakan acara yang menutupi akses jalan umum, karena sebagaimana disebutkan tadi adalah itu akan mengganggu kepentingan umum. Hanya saja harusnya pemerintah dan panitia memberitahu masyarakat umum sebelumnya, sehingga masyarakat bisa mengantisipasi / mencari jalan alternatif sehingga tidak terjadi kemacetan lalu lintas.

        Barokalloohu fiika….

      • sutris permalink
        11 May 2012 11:08 pm

        Assalamu’alaikum ustadz…gimana menyikapi terhadap orang yang melakukan bid’ah yang sudah di kasih tau klo yang dia lakukan itu tidak ada tuntunan dari rasul maupun sahabtnya…dan dia menganggap yang ia lakukan adalah bid’ah khasanah.. seperti mengadakan maulidan….Jazakumullahu khoiran katsiran.

      • 17 May 2012 9:05 am

        Wa ‘alaikumussalaam Warohmatulloohi Wabarokaatuh,
        Itulah perbedaan antara penyakit syahwat dengan penyakit hawa (nafsu), dimana penyakit syahwat itu jika sudah ditunaikan menjadi reda, sedangkan hawa (nafsu) itu adalah tidak demikian. Penyakit syahwat itu bisa disembuhkan, insya Allooh, sedangkan penyakit hawa (nafsu) sama sekali menjadi autoritas Allooh Subhaanahu Wa Ta’aalaa saja yang dapat menyembuhkannya.
        Penyakit hawa (nafsu) itu diantara uniknya adalah bisa terbalik memandang suatu masalah, seperti baik dikatakannya jelek dan jelek dikatakannya baik. Sunnah dikatakannya Bid’ah, dan Bid’ah dikatakannya Sunnah, seperti apa yang terungkap dalam pertanyaan anda.
        Jika benar landasan suatu perbuatan itu sudah disampaikan, ada atau tidak adanya pada orang tersebut, akan tetapi yang bersangkutan tetap saja bertahan dengan pendiriannya, bahkan bisa jadi yang bertumpu pada dalil yang benar dengan pemahaman yang benar justru disalahkan dan dikecam olehnya. Sedangkan orang yang bersangkutan tersebut walapun tidak bertumpu pada dalil yang benar dan pemahaman yang benar, namun tetap saja dia bertahan bahwa dialah yang benar dan yang berdalil justru disalahkannya maka ini menunjukkan bahwa orang yang bersangkutan tersebut berpegang teguh pada hawa (nafsu) dan bukan pada hidayah.

        Oleh karena itu, yang perlu kita sikapi adalah:
        a) Sadari bahwa kita adalah sekedar menyampaikan kebenaran dengan dilengkapi dalil yang shohiih dan paham yang shohiih.
        b) Sampaikan kebenaran itu dengan cara yang santun, hikmah dan bertahap.
        c) Jika nasehat kita dibantah atau ditolak, maka sadarilah bahwa hidayah itu memang ditangan Allooh Subhaanahu Wa Ta’aalaa dan bukan di tangan kita.
        d) Tidak mengapa upaya kita tidak hanya satu kali, akan tetapi berulang kali disertai do’a, agar yang bersangkutan suatu saat dapat menerimanya dan kembali ke jalan yang benar.
        e) Sadari bahwa para Rosuul pun dahulu tidak luput dari penolakan, bantahan, penentangan, bahkan pengusiran.
        Barokalloohu fiika

      • sutris permalink
        18 May 2012 10:59 pm

        Assalamu’alaikum ustadz…mudah-mudahan ustadz selalu dalam keadaan sehat wal afiat n mudah-mudahan ga bosen dalam menjawab semua pertanyaaan-pertanyaan….mudah-mudahan ummat Islam ini cepat bersatu dalam satu khilafah sehingga tidak terpecah-pecah seperti sekarang ini.. mudah-mudahan juga ane bisa ketemu langsung ama ustadz..semoga ustadz selalu mendapat lindungan dari ALLAH..Aaamiin.

      • 17 January 2013 11:13 am

        Kapan kita mulai mengangkat telunjuk serta menggerak-gerakkannya??

      • 19 January 2013 8:50 pm

        Yang sesuai dengan Sunnah adalah ketika seseorang memulai Tasyahhud (“Attahyaatullilaahi….” dstnya) maka pada saat itu pula orang tersebut mengangkat jari telunjuknya, sembari menggerak-gerakkan jari tersebut dengan GERAKAN RINGAN yang tidak mengganggu kekhusyu’an sholat kita sendiri maupun sholat orang lain disebelah kita. Atau agar lebih jelasnya, antum dapat melihat video youtube berikut ini (silakan antum copy judul video ini ke youtube):

        طريقة تحريك الأصبع في التشهد اتناء الصلاة (( ابو اسحاق الحوي)) (English Subtitles)

        Dan ini adalah nomor kode http URL video youtube tersebut (silakan antum copy):
        http://www.muslimvideo.com/tv/watch/5b2f86a4d4f1be47cb69/%D8%B7%D8%B1%D9%8A%D9%82%D8%A9-%D8%AA%D8%AD%D8%B1%D9%8A%D9%83-%D8%A7%D9%84%D8%A3%D8%B5%D8%A8%D8%B9-%D9%81%D9%8A-%D8%A7%D9%84%D8%AA%D8%B4%D9%87%D8%AF-%D8%A7%D8%AA%D9%86%D8%A7%D8%A1-%D8%A7%D9%84%D8%B5%D9%84%D8%A7%D8%A9-%28%28-%D8%A7%D8%A8%D9%88-%D8%A7%D8%B3%D8%AD%D8%A7%D9%82-%D8%A7%D9%84%D8%AD%D9%88%D9%8A%29%29-%28English-Subtitles%29

        Barokalloohu fiika

      • Naily Infiroha permalink
        31 October 2013 10:35 am

        Assalamu’alaikum Wr. Wb
        Ustadz, saya mau tanya, apa hukumnya jika seorang muslim menghina Nabi Muhammad / Allah SWT (dalam hati)? Sebenarnya dia sudah berusaha untuk tidak melakukannya tapi hal itu sering terjadi. Apakah bisa membatalkan keislamannya? Apakah semua amal ibadah yang dia kerjakan (termasuk infaq / shodaqoh yang dikeluarkannya ikhlas karena Allah) tidak diterima oleh Allah SWT? Apa yang harus dia lakukan. Terima kasih untuk jawabannya.

      • 2 November 2013 11:24 pm

        Wa ‘alaikumussalaam Warohmatulloohi Wabarokaatuh,

        Ingat, bahwa IMAN yang harus kita ketahui adalah MENGANDUNG 3 KOMPONEN PENTING:
        1) Meyakini didalam hati
        2) Berikrar dengan Lisan
        3) Konsekwen dalam Pengamalan.

        Artinya, jika anda beriman, maka tidak patut, tidak boleh ada keyakinan dalam hati anda yang bertentangan atau menyelisihi dengan apa yang seharusnya dan yang semestinya anda yakini tentang Allooh سبحانه وتعالى dan Rosuul-Nya صلى الله عليه وسلم. Jika yang demikian itu ada pada diri anda maka ingatlah itu sangat berbahaya, bahkan dapat membatalkan keimanan anda dan memindahkan anda sehingga keluar dari Islam dan masuk kedalam kekufuran.

        Oleh karena itu, berusahalah untuk:
        1) Menghindari Was-Was yang mungkin muncul seperti itu pada diri anda
        2) Belajarlah ilmu (diin) yang benar tentang keimanan, sehingga dapat menepis rasa was-was yang selama ini menghampiri diri anda.
        3) Katakan “A’uudzubillaahiminasy syaithoonirrojiim”, jika terlintas pada diri anda sesuatu yang seperti itu.
        4) Menyibukkan diri dengan hal-hal yang positif, agar dapat memalingkan ajakan dan rasa was-was itu.

        Barokalloohu fiiki.

    • Lukmanul Hakim permalink
      15 September 2012 9:10 am

      Assalamualaikum,
      Kepada Bapak Ustad yang saya hormati, dalam kesempatan ini saya, mohon bantuannya dalam menentukan masalah yang akan saya kemukakan, sebelum saya melangkah lebih jauh.
      Pada saat ini saya, sedang mempelajari suatu bisnis perdagangan sebagai berikut;
      Komoditi/yang diperjual belikannya adalah:
      • Pertukaran mata uang antar Negara
      • Emas
      • Minyak
      Media yang dipakai untuk bertransaksi saya adalah dunia maya/internet.
      Cara berdagangnya adalah sebagai berikut:
      Pertama kita simpan modal lewat perwakilan dagang/Broker yang kita pilih(dalam atau luar negri) sesuai dengan kemampuan dan keinginan kita. Kemudian kita pilih komoditi yang akan kita perdagangkan. Dalam memilih komoditi ini tentu berdasarkan kemampuan kita dalam menganalisa terhadap respon pasar.
      Kemudian kita mulai bertransaksi dengan cara menjual atau membeli komoditi yg dipasarkan, berdasarkan harga yang disepakati, kemudian dalam menentukan untung dan ruginya tergantung kita yg memutuskan, karena sifat harganya naik turun/fluktuatif.
      Durasi waktu untuk memutuskan untung atau rugi adalah setiap saat/kapan saja. System dagang seperti ini umumnya disebut Trading/Forex.
      Bagaimana hukumnya perdagangan seperti itu, menurut hukum islam?
      Inilah pertanyaan yang ingin saya kemukakan, dan tentunya jawaban Bapak ustad sangat kami nantikan.
      Wassalam,
      Lukmanul Hakim

      • 27 October 2012 7:43 pm

        Wa ‘alaikumussalaam Warohmatulloohi Wabarokaatuh,
        Jual beli dalam Islam adalah harus memenuhi antara lain sebagai berikut:
        1. Ada Penjual yang menjual barangnya dengan KONKRIT, TIDAK FIKTIF dan barang tersebut menjadi miliknya yang bisa diserahterimakan.
        2. Ada Pembeli yang mempunyai kemampuan membayar atas barang yang dibelinya, baik dengan cash atau dengan dibayar berangsur sesuai dengan kesepakatan
        3. Ada aqad jual beli, sebagai praktek serah terima hak dan kepemilikan
        4. Ada barang yang bisa diserahterimakan.

        Sekilas, pertanyaan diatas lurus-lurus saja, sehingga orang umum akan mengatakan bahwa hal itu boleh-boleh saja; akan tetapi jika diamati secara praktek di lapangan maka hal tersebut akan mengalami beberapa kendala antara lain:
        1. Adalah jual beli uang, harus diketahui lebih detail agar tidak terjadi RIBA AL FADHL atau RIBA NASYII’AH
        2. Tentang barang (emas maupun minyak), akan bermasalah dengan serah terima barang, terutama uang. Apakah uang itu sudah masuk kedalam rekening Penjual, sebagaimana dokumen-dokumen itu bisa diterima oleh Pembeli. Karena Broker sebenarnya adalah pihak ke-3. Jadi kemungkinan terjadinya sengketa atau masalah bisa memungkinkan, baik untuk Penjual maupun Pembeli terjadi kerugian. Karena itu hendaknya MENGHINDARI SISTEM DAGANG SEPERTI INI…. Barokalloohu fiika

    • 7 July 2013 8:40 am

      Assalamu ‘alaikum, Ustadz.
      Apakah amil zakat dibedakan atas perolehan bagian zakat dibanding dengan 7 asnaf zakat lainnya? Sebab fenomena saat ini, amil zakat terlihat hidup lebih sejahtera dari 7 golongan lainnya. Bahkan tidak sedikit yang hidup bermewah2an. Na’udzubillaah.
      Terima kasih.
      Wassalamu ‘alaikum

      • 18 July 2013 8:57 pm

        Wa ‘alaikumussalaam Warohmatulloohi Wabarokaatuh,

        Amil itu adalah orang yang bekerja dalam hal ini untuk menjadi “Debt Collector” penghimpun dan pendistributor bagi Zakat.

        Jika memang benar bekerja karena Allooh سبحانه وتعالى atas dasar kemampuan, ketulusan serta ditunjuk oleh Ulil Amri dalam Pemerintahan yang bersyari’at Islam maka ia adalah perkara yang mulia; jadi bukanlah untuk dijadikan sebagai alat untuk memperkaya diri atau bermegah-megahan. Toh dalam prakteknya, adalah kembali kepada pertimbangan dan keputusan Pemerintahan Islam mengenai porsi dan quota bagi 8 asnaf yang dimaksud dalam Al Qur’an Surat At Taubah.

        Kalau ternyata, Amil yang lebih kaya atau menyebabkan cemburu dan ketimpangan bagi pos Zakat lainnya, maka itu bisa jadi karena KESALAHAN PROSEDUR PENUNJUKAN. Seharusnya yang dipilih / ditunjuk adalah orang yang kompeten, tulus serta amanah.

        Padahal kalau saja orang mengetahui bahwa Zakat itu artinya adalah “Pensuci”; atau kalau kita boleh ibaratkan adalah seperti ini: Agar badan manusia itu suci maka suci itu ada 2 yaitu Suci dari Hadats Kecil dan dari Hadats Besar. Walaupun tidak identik dengan kotor, tetapi Zakat itu adalah sesuatu yang dikeluarkan oleh orang yang Wajib Zakat agar harta yang dimilikinya menjadi bersih, suci; artinya: dia mirip kotoran yang mesti dikeluarkan, walaupun tidak sama secara fisik.

        Demikianlah, semoga jelas adanya… Barokalloohu fiika.

  2. usep budiman permalink
    15 May 2010 10:24 am

    Ass.wr.wb. ust.bagaimana pandangan antum tentang ESQ ary ginanjar? dari sisi aqidah dan manhaj?

    – Bagaimana cara kita mendidik Istri agar paham tentang poligami bagian dari sunnah dan kalau istri kita menolak apa hukumnya?

  3. Bunda permalink
    4 June 2010 10:11 am

    Assalamu’alaykum warohmatullahi wabarokatuuh…

    Ustadz, sering sekali ditemukan di mushola-mushola yg terdapat di pusat perbelanjaan/mall yg menyediakan tempat sholat khusus bagi para wanita (terpisah dari tempat sholat laki2).
    Berbeda dg kaum pria yg selalu berjama’ah, sy hampir tdk pernah melihat kaum wanita sholat secara berjama’ah alias sholat sendiri2. Selama ini belum pernah ada seorang wanita yg mengambil inisiatif utk memimpin sholat. Sehingga sholat sendiri2 menjadi pemandangan yg lumrah dikalangan para wanita. Padahal kalau diperhatikan jumlah jama’ah sholat bisa sampai lebih dari sepuluh orang.

    Secara pandangan mata hal ini agak mengusik nurani sy, tp sy blm pernah mengetahui hukum wajib sholat jama’ah bagi para wanita diluar rumahnya, kecuali sholat di masjid dimana ada kaum laki2 sebagai imam sholat tsb. Sepengetahuan sy, memang sebaik-baik tempat sholat bagi wanita adalah di rumahnya sendiri. Tapi ada sa’at bagi para wanita karena keperluan tertentu (utk keperluan keluarga) diluar rumah, hingga tiba masuk waktu sholat dan terpaksa melakukan sholat di mushola terdekat yg dikhususkan utk perempuan.

    Mohon penjelasan bagaimana hukumnya sholat berjama’ah bagi para wanita.

    Jazakumullahu khoiran katsiran….

    • 5 June 2010 11:58 am

      Sholat berjamaah bagi wanita :
      Secara syar’i Wanita memang boleh melakukan sholat berjamaah dan imamnya berdiri ditengah-tengah shof sebagaimana diriwayatkan dari ‘Aa’isyah RA mengimami para wanita dan berdiri ditengah-tengah mereka begitu juga dilakukan oleh Ummu salamah RA akan tetapi hendaknya diperhatikan sebagai berikut :
      1. Tempatnya memang tertutup dari pandangan laki laki yang bukan mahrom
      2. Suara bacaannya juga tidak terdengar oleh laki-laki
      3. Tidak berbarengan dengan pelaksanaan sholat fardhu bersama laki-laki di masjid itu
      Juga demikian halnya dengan berjamaah sholat sunnah sebaiknya dilakukan ditempat khusus yang disepakati khusus untuk para wanita dan oleh wanita itu sendiri dimana hal ini juga terjadi pada ‘Aa’isyah RA ketika beliau mengimami sholat pada bulan romadhon

  4. 5 June 2010 12:30 pm

    Rosuul tidak pernah mengajarkan qunut khusus untuk sholat subuh, yang ada adalah rosuul SAW berqunut pada seluruh sholat lima waktu dan itu hanya berlangsung satu bulan dan kemudian berhenti setelah turunnya QS Aali ‘Imroon ayat 128. Hadits yang mnyatakan berhentinya rosuul dati qunut ini diriwayatkan oleh Al Bukhory dalam shohihnya No4560 dan Imam Muslim dalam Shohihnya No 1572 dari Abi Hurairoh Ra.
    Adapun riwayat yang menyatakan bahwa Rosuul tidak berhenti berqunut hingga meninggal dunia maka hadits itu diriwayatkan oleh antara lain Imam Ahmad dalam Musnadnya no 12679 namun haditsnya adalah dho’iif sebagaimana dikatakan oleh syaikh al Albaany sdalam “Shifat Sholat Nabi” dimana kata beliau haditsnya dho’iif dan tidak shohiih karena ara seorang rowi bernama Abu Ja’far ar Roozy juga didho’iifkan oleh pentahqiq Musnad Imam Ahmad yaitu Syekh Syu’aib Al Arna’uuth dimana kata beliau : sanadnya dho’iif

    • andre permalink
      21 September 2010 4:18 pm

      ustadz..kok selalu menyebut syaikh al albaany, memangnya beliau lebih alim dari imam2 yang lain ya?

      • 23 September 2010 6:58 am

        Perlu diketahui bahwa derajat “Imaam” jauh lebih tinggi ketimbang derajat “Syaikh”. Oleh karena itu Hadits-Hadits yang sudah ditakhrij (dikritisi) oleh para Imaam terlebih lagi seperti Imaam Al Bukhoory dan Imaam Muslim, maka tidak perlu kita berkomentar karena status Haditsnya adalah shohiih sebagaimana hal ini telah disepakati oleh Ahlus Sunnah Wal Jama’ah.

        Tetapi jika tidak melalui para Imaam seperti Imaam Al Bukhoory dan Imaam Muslim dalam kitab Shohiihnya, maka kritisi terhadap Hadits tetap masih terbuka. Dalam hal ini ‘Ulama Ahlus Sunnah Wal Jama’ah yang muktabar ilmunya pada masa kini (Mu’aashir) diantara mereka itu adalah Syaikh Nashiruddin Al Albaany, bahkan beliau rohimahullooh telah membuktikan khidmatnya terhadap Sunnah Rosuul Shollaalloohu ‘alaihi wassalam ini melalui penelitian, pengkajian dan penyimpulan terhadap sekian banyak Hadits, seperti Kitab Sunnan yang empat (Imaam Abu Daawud, Imaam At Turmudzy, Imaam Ibnu Maajah dan Imaam An Nasaa’i), juga Al Jaami’ush Shoghiir karya Al Imaam As Suyuuthy dan Silsilah Hadits Shohiih dan Silsilah Hadits Dho’iif (Lemah) dan Maudhuu’ (Palsu) dll lagi, yang telah mengurus seluruh masa hidup dan kemampuan beliau.

        Karena itu, tidak ada salahnya jika kita mengambil manfaat dari apa yang telah beliau khidmatkan terhadap Sunnah ini, dengan tidak menutup diri dari menerima berbagai kebaikan dan kebenaran ilmiah yang datang dari ‘Ulama-‘Ulama Ahlus Sunnah Wal Jama’ah yang lainnya.

  5. 11 June 2010 9:50 pm

    Assalamu’alaikum ustadz, ta’awudz itu sebenarnaya dibaca hanya pada rakaat pertama saja atau pada setiap rakaat ustadz? Dan tolong ustadz direview ulang tentang bacaan tahiyatul akhir dan do’a yang harus dibacanya.. agar lebih jelas ustadz.. syukron..

  6. 19 June 2010 1:24 pm

    assalamualaikum,
    ustad, mana yang lebih diutamakan anatara solat tahiyatul masjid atau sunnah qobliyah, jika waktu sempit antara adzan dan iqomat?

    • 21 June 2010 1:01 pm

      Dua-duanya sunnah mu’akkadah jadi boleh pilih satu dari keduanya hanya jika hanya cukup untuk duduk setelah sholat maka lakukan sholat tahiyyatul masjid sedang jika cukup untuk empat rokaat lakukan qobliyyah dzuhur. Walloohu a’lam

    • 30 January 2014 10:13 pm

      Assalamu’alaikum Warahmatullaahi Wabarakatuuhu. Lebih utama mana shalat tahiyyatul masjid karena shalat qabliyyah/ ba’diyyah kalau memang darurah bisa diqadha sebagaimana hadits : Dari Quraib, dari Ummu Salamah, dia berkata: “Nabi SAW pernah mengerjakan shalat dua rakaat setelah Ashar, beliau mengatakan, ‘Orang-orang utusan Abdul Qais tadi menyibukkanku, sehingga aku belum mengerjakan (shalat sunnah) dua rakaat setelah dzuhur'” Wassalamu’alaikum Warahmatullaahi Wabarakatuhu.

      • 8 February 2014 5:42 pm

        Wa ‘alaikumussalaam Warohmatulloohi Wabarokaatuh,
        Tergantung sholat sunnahnya. Jika sholatnya ashar, maka dahulukan sholat Tahiyyatul Masjid. Tetapi jika sholatnya misalkan sholat Shubuh, maka dahulukan sholat Qobliyah Shubuh….

        Mengqodho sholat sunnah itu BUKAN UNTUK SEMUA SHOLAT SUNNAH, TETAPI UNTUK SHOLAT-SHOLAT SUNNAH TERTENTU seperti sholat Sunnah Qobliyah Shubuh sebagaimana yang dicontohkan oleh Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم.

        Barokalloohu fiika.

  7. sulis tiyawati permalink
    5 July 2010 7:37 pm

    Assalam’mualaikum ustadz.
    Saya adalah seorang marketing,sulit sekali bagi sy untuk bisa closing (dapat nasabah). Padahal diakui semua pihak,cara presentasi saya sangat bagus. Tapi blm jg closing sementara temen yang lain mudah sekali dalam mencari nasabah padahal mempunyai kemampuan sama bahkan dibawah sy. Hidup kami jadi susah,kami tenggelam dalam hutang. Anak kami harusnya tahun ini sekolah jd tertunda karena blm ada rejeki. Saya selalu berdoa mhn kemudahan oleh Allah,namun blm dikabulkan jg. Saya hampir bunuh diri pak,karena tekanan ekonomi dan suami yang terus menyalahkan saya karena keadaan yang sulit ini. Katanya saya bodoh,tdk bsa dapat nasabah.
    Apa yang harus saya lakukan pak ustadz,agar doa saya diijabah Allah,sehingga dimudahkan dalam mencari rejeki.

    • 8 July 2010 11:05 am

      Wa ‘alaikumussalaam,
      1) Prestasi anda adalah karunia Allooh untuk anda dan hendaknya disyukuri. Dengan bersyukur, insya Allooh anugrah akan bertambah
      2) Seharusnya anda adalah dinafkahi suami, bukan dijadikan target suami, bukan harus disalahkan bahkan dalam Islam anti mempunyai kewajiban besar didalam rumah dalam mendidik anak, membuat suami menjadi betah
      3) Allooh bisa jadi sayang pada anti dan menguji keimanan anti dengan kesulitan, karena itu bersabarlah mudah-mudahan nanti lulus dari ujian ini
      4) Jangan pernah berfikir untuk bunuh diri, atau berbuat maksiat apa pun. Justru yang demikian akan membuat anda terjepit dalam kesulitan yang berlipat, yaitu kesulitan itu sendiri tidak teratasi, sedangkan Allooh pun murka pada anti
      5) Carilah alternatif lain, selain pekerjaan yang digeluti selama ini. Selalu lah berdoa agar ditetapkan dalam Iman, dalam Islam dan dimudahkan dalam hidup dan jalan keluar yang baik dari berbagai masalah
      6) Agar doa mudah dikabulkan Allooh maka coba upayakan untuk bangun di waktu malam, terutama 1/3 malam terakhir; mengeluhlah, mengaduh lah, memohon lah kepada yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, yang Maha Memberi Karunia, yakni Allooh ‘Azza wa Jallaa

      • Naily Infiroha permalink
        8 November 2013 8:20 am

        Assalamualaikum Wr. Wb
        Terimakasih atas jawaban Ustadz. Ustadz, saya ingin menyampaikan beberapa masalah yang sedang saya hadapi, dan tidak mungkin saya tulis di Blog ini. Bagaimana caranya agar saya bisa menyampaikan masalah itu dengan ustadz secara langsung? Terima kasih untuk jawabannya.

      • 8 November 2013 8:43 pm

        Wa ‘alaikumussalaam Warohmatulloohi Wabarokaatuh,
        Boleh saja, apabila anti hendak berkonsultasi secara langsung, maka silakan anti menghubungi Ustadz di nomor telphone yang telah dikirimkan ke email anti… Silakan check email anti… Barokalloohu fiiki.

  8. susanto permalink
    26 July 2010 10:23 pm

    Bagaimana tata cara shholat qobliyah dzuhur yang 4 rokaat. Apakah 2rokaat salam, 2rokaat salam, atau seperti sholat dzuhur.
    terimakasih atas jawabannya. Semoga Allah membalas kebaikan antum

    • 27 July 2010 4:51 pm

      Lakukan lah 4 rokaat dengan 2 X salam. Demikian pula bagi antum, semoga Allooh melimpahkan rahmat-Nya bagi antum dan keluarga antum

  9. Abu Shidqi permalink
    27 July 2010 11:04 pm

    Assalamu’alaikum, Ustadz ana tanya: Bila kita sholat jama’ takhir magrib dan isya, sholat mana yang lebih dulu, magrib atau isya’? Diantara 2 sholat tersebut, boleh disela doa, atau iqomah? Jazakallah

    • 28 July 2010 6:36 am

      Wa ‘alaikumussalaam, dahulukan Maghrib dari Isyaa yang keduanya didahului oleh Iqoomah, tanpa diselangi do’a dan dzikir

  10. Budi S. Ari permalink
    28 July 2010 6:38 pm

    Bismillah.
    Ustadz, apakah hukum asal mendirikan Ormas? Mohon penjelasannya.. Jazakallah khoyron….

    • 29 July 2010 10:29 pm

      Pesantren, Yayasan, Ormas, Majelis Taklim, Televisi, Radio, Majalah, Koran dll tidak dapat disangkal lagi SEMUA ITU TIDAK ADA DI JAMAN ROSUULULLOOH Sholalloohu ‘Alaihi Wassalaam.

      Contoh: Yayasan atau Majelis Taklim atau Ormas bila digunakan untuk menyuburkan kesyirikan, kebid’ahan, hizbiyyah, ashobiyyah dan taqlid maka hukumnya haroom.
      Tetapi kalau Yayasan atau Majelis Taklim atau Ormas digunakan untuk menyebarkan Sunnah Rosuul, menumbuhsuburkan orang yang taat hanya beribadah pada Allooh, menyerukan persatuan ummat dan membenci perpecahan ummat – hizbiyyah – taqlid – ashobiyyah, bertolong-tolongan dalam kebajikan dan taqwa dan menolong orang yang membutuhkan pertolongan maka sesungguhnya itu adalah perkara yang terpuji.

      Jadi itu semua adalah merupakan MEDIA / WASILAH yang berfungsi sebagai alat dan sarana untuk sampainya risalah dakwah pada ummat. Oleh karena itu, selama Tujuan dan Target yang dibidik adalah Syar’ie maka Wasilah-nya adalah menjadi Syar’ie jika tidak ada penyimpangan didalamnya.
      Dan sebagai tolok ukurnya adalah:
      1) Tujuan dan Target-nya harus benar dan sesuai dengan Syar’ie
      2) Cara atau sistem yang dipakai tidak menyalahi Syar’ie
      3) Pedoman dan Ideologi yang bertolak darinya juga Syar’ie
      4) Kegiatan yang dilakukan juga sesuai dengan syar’ie,
      Maka MEDIA / WASILAH itu pun tergolong benar/ syar’ie.

      Para ‘Ulama Ahlus Sunnah Wal Jama’ah telah jauh-jauh hari memberikan fatwa tentang BOLEHNYA ORMAS, contoh: Syaikh Muhammad bin Shoolih Al Utsaimin, Syaikh ‘Abdul Aziiz bin Baaz, Syaikh Nasiruddin al Albaany dan Syaikh ‘Abdullooh bin Jibrin.

      Sangatlah naif, bila seluruh musuh-musuh Islam (Yahudi, Nashroni, Syi’ah, Liberalisme, Sekulerisme dll) bersatupadu untuk menghancurkan Islam dan Sunnah; lantas orang-orang yang mengaku bermanhaj ahlus sunnah wal jama’ah menolak untuk bersatu membentuk suatu bangunan yang kokoh, penuh ukhuwwah, hanya karena alasan MUNGKIN suatu saat bisa berkembang menjadi hizbiyyah/ partai politik. Padahal, secara hukum syar’ie, jika sesuatu itu bernilai KEMUNGKINAN maka kita TIDAK BOLEH BERDALIL DENGANNYA (dengan yang masih bernilai “Kemungkinan” tersebut).

  11. Budi S. Ari permalink
    31 July 2010 9:04 am

    Terima kasih atas penjelasan Ustadz diatas…
    Izin kan bg saya utk mnukil jawaban ini guna mmbri penjelasan kpd teman2 dan kpd yg lainnya..

    Smoga Alloh mmbrikan tambahan ilmu yg brmanfaat bg antum dan kita semua.

  12. Abu Shidqi permalink
    1 August 2010 3:24 pm

    assalamu’alaikum, ustad amad rofii, pada saat puasa romadhon, mana yang lebih baik pada saat ambil wudlu’, disunnahkan berkumur, menghirup air ke hidung dan mengeluarkan kembali, atau tidak melalukan kumur dan istimsar/r , kalo saya lakukan badan jadi seger, rasa hausnya agak hilang, tapi karena takut tertelan atau setitik air tertinggal di mulut sehingga saya sering meludah atau sisi (mengeluarkan udara lewat hidung) beberapa kali, karena takut ada yang tersedot, mohon penjelasan. Wassalam

    • 2 August 2010 10:10 pm

      Wa ‘alaikumussalaam, lakukan lah kumur, istinsyaaq dan istintsaar tetapi dengan cara yang lebih sederhana (tidak terlalu kencang menghirupnya) jika dibanding dengan wudhu di luar bulan Romadhon

  13. Budi S. Ari permalink
    3 August 2010 2:43 pm

    Bismillah.

    Ustadz, apakah ada kitab yg membahas Asbabun Nuzul ?
    kalaupun ada, siapakah pengarangnya?
    syukron.

    • 4 August 2010 8:14 am

      Antara lain Asbaabun Nuzuul karya Imam Al Waahidy dan Lubaabul Nuquul fii Asbaabin Nuzuul karya imam As Suyuuthy

  14. Chairul saleh permalink
    6 August 2010 7:48 pm

    Ustad, ana mau tanya dalil do’a setelah sholat fardu dengan mengangkat kedua tangan.

    • 8 August 2010 11:23 pm

      Tidak ada hadits yang shohiih yang khusus menentukan bahwa ba’da sholat fardhu berdo’a dengan Mengangkat Kedua Tangan. Baarokalloohu fiika (Semoga Allooh memberkatimu).

      • asrul permalink
        27 October 2010 6:38 am

        Assalamualaikum… ustadz ana mau tanya, kenapa setelah shalat orang berdoa sambil mengangkat kedua tangan,ana pernah dengar katanya ada haditsnya,yaitu hadits imam bukhori…..klaupun tidak ada haditsya,lalu bagaimana pendapat ustadz tentang doa setelah shalat dengan mengngkat kedua tangan? …jazakumulloh untk balasannya,tolong di balas ke alamat email saya ustadz…

      • 28 October 2010 8:30 am

        Wa ‘alaikumussalaam Warrohmatulloohi Wabarokaatuh,

        Mengangkat kedua tangan dalam berdoa, menurut hasil penelitian ‘Ulama Ahlil Hadiits dari Ahlus Sunnah Wal Jama’ah adalah tergolong hadits yang muttawatiir secara makna (makna hadits yang telah diriwayatkan oleh banyak perowi hadiits dari generasi ke generasi yang mustahil mereka sepakat untuk mendustakan hal ini), walaupun jika dilakukan studi satu per satu sesuai dengan kasus kapan berdo’a dengan mengangkat tangan tersebut, maka tidak semuanya shohiih. Termasuk tidak adanya riwayat yang shohiih tentang bahwa SETIAP setelah sholat fardhu yang lima waktu disunnahkan untuk berdo’a dengan mengangkat tangan.

        Karena itu, maka jika ada seseorang yang mengharuskan untuk mengangkat kedua tangan SETIAP ba’da sholat fardhu, maka TIDAK ADA DALILNYA.

        Karena itu, yang benar adalah SETIAP ba’da sholat fardhu lima waktu, kita boleh berdo’a sesekali dengan mengangkat tangan, dan kita boleh juga berdo’a dengan sesekali tidak mengangkat tangan. Sebagaimana yang demikian itu telah disimpulkan oleh Syaikh Abdul Aziiz bin Baas rohimahullooh. Walloohu a’lam bishshowaab.

  15. yan permalink
    8 August 2010 9:22 pm

    Assalamu’alaikum,

    Ustadz saya insya Allah banyak pertanyaan. Kita mulai dgn yg kecil dulu.

    Mana yg benar wallahu ‘alam atau wallahu a’lam. Yg dimaksudkan Allah lebih mengetahui.

    Jazakallah

  16. yan permalink
    9 August 2010 9:53 pm

    Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

    Ustadz saya punya masalah harta warisan.

    Disebabkan maraknya kebodohan terhadap agama yg haq ini hanya sedikit muslimin yg tahu mencari jawaban itu tidak boleh kepada sembarang orang yg dianggap pintar atau ustadz. Alhamdulillah saya ketemu dgn anda.

    Kalau bukan karena pendapat Imam Bukhari rahimahullah yg saya dengar 2 bulan yg lalu saya tidak akan menanyakan kasus ini lagi. capek banget berhadapan dgn mereka.

    Singkatnya begini ustadz,

    generasi 1 : kakek & nenek
    generasi ke 2 : 1. t 2. so 3. h 4. b 5. sa ( wanita ) 6. a
    generasi ke 3 : saya & adik wanita + cucu2 yg lain

    so & sa meninggal sebelum kakek
    t, h, b, & a meninggal sesudah kakek

    – Mendiang kakek dulu memiliki 2 kios + lahan tanah ( sawah & kebun ).
    – 1 kios diberikan ke h, bapak saya ( ada surat bukti tulisan kakek ) tapi baru diketahui anak2 yg lain pada hari kakek saya meninggal. Demi Allah bapak saya tidak pernah memaksa kakek saya dan masih ada uak dan cucu2 yg bisa mengkonfirmasi hal ini.
    – Uang sewa 2 kios dipakai uak saya ( istri uak so ) utk biaya hidup & sekolah keponakan2 saya. apakah ini bersifat selamanya atau hanya sampai semua keponakan saya nikah dan hidup mandiri, saya tidak tahu perjanjian mereka (generasi 2) ketika masih hidup.

    Pertanyaan:

    1. Bagaimana menyikapi pendapat Imam Bukhari rahimahullah yg berlawanan dgn mayoritas ulama bahwa org tua harus berlaku adil & tidak boleh menghibahkan hartanya kpd seorang anak saja tanpa melakukan yg sama kpd anak2 yg lain?

    Apakah memang pendapat beliau rahimahullah itu memang pendapat yg lebih kuat atau kami berhak memilih pendapat imam2 yg lain (mayoritas)? mohon penjelasannya.

    Saya jadi resah mengingat ilmu beliau rahimahullah yg luas.

    2. Sah kah pemberian kakek saya kpd bapak saya?

    3. Karena hanya keluarga saya ( mendiang ibu, saya & adik ) yg berani menyatakan secara tegas supaya harta warisan diselesaikan secara hukum Islam dan yg lain tidak mau dan ada juga yg tidak tegas2 mau menggunakannya, maka atas saran saudara kami BS SH supaya kami menghibahkan semua hak kami kepada mereka. Pada saat itu yg masih hidup hanya anak no. 6, om saya a.

    Yg kami minta hanya hak kami: 1. 1 kios yg sudah dihibahkan 2. lahan tanah sesuai hak kami menurut syariat.

    Yg mereka inginkan: jangan pakai hukum Islam sebab effectnya 1 kios akan jatuh ke tangan kami. tentu yg barusan tidak mereka sebutkan secara terang2an.

    Perundingan akhirnya berhenti dan beberapa bulan kemudian om a meninggal.

    Maka utk berlepas diri dari mereka, kami mengeluarkan surat keputusan yg berlaku sampai anak cucu kami dst-nya utk tidak meminta lagi hak2 mereka karena sudah dihibahkan kpd ahli waris yg lain secara tertulis dan ditandatangani kami bertiga. Selanjutnya terserah bagian kami mau mereka apakan.

    Apakah keputusan kami ini ada bertentangan dgn sunnah? Mohon penjelasannya.

    Pertanyaan berikutnya tergantung jawaban2 diatas.

    Semoga ustadz diberikan petunjuk-Nya utk menjawab masalah “warisan kami” dgn seadil2nya.

    Kalau cerita yg lebih detil diperlukan akan saya kirimkan.

    Mohon bantuannya ustadz, jazakallah.

    • 11 August 2010 9:52 am

      Disitulah letak besarnya hikmah dalam Islam, bahwa harta peninggalan waris HARUS SEGERA dibagikan kepada ahli waris, setelah:
      1) Biaya pengurusan mayyit dilunasi,
      2) Membayar hutang si mayyit,
      3) Menunaikan apa yang diwasiatkan si mayyit,
      4) Menunaikan apa yang menjadi tanggungan si mayyit,
      5) Dibagikan untuk ahli waris sesuai dgn hukum faroo’idh yang telah demikian jelas Allooh Subhaanahu Wa Ta’alaa menguraikannya dalam al Qur’an.

      Adapun permasalahan waris keluarga antum sangat kompleks, karena data-data diatas barulah sebatas data dari antum, dan bukan data-data yang dibutuhkan oleh ilmu faroo’idh.

      Oleh karena itu, Ustadz sarankan, sebaiknya antum berkonsultasi dengan Ustadz secara langsung per telephone ( Silakan telephone ke Ustadz kapan saja, hanya saja bila Ustadz tidak mengangkat telephone, itu berarti karena kesibukan Ustadz mengajar, ceramah dll, sehingga cobalah untuk menelphone lagi di waktu lainnya), karena perlu banyak tanya jawab antara Ustadz dengan antum agar data-data ilmu faroo’idh menjadi lengkap, yang dengan demikian baru lah Ustadz dapat memberikan jawaban atas permasalahan waris keluarga antum.

      Semoga Allooh Subhaanahu Wa Ta’alaa menolong urusan antum dan keluarga antum agar tercapai kebaikan didalam permasalahan waris keluarga antum, dan dengannya pula semoga bisa menjadi kebaikan bagi si mayyit.

      • Fitriyani permalink
        22 January 2013 2:42 pm

        Assalamualaikum wr wb pak ustadz, saya mau bertanya mengenai harta warisan.

        Kakak saya (perempuan) meninggal dunia, dengan meninggalkan suami tanpa anak. 3 bulan sebelum meninggal, kami baru saja membagi harta warisan dari kedua orangtua kami. Dari warisan itu almarhumah membeli sebuah rumah, karena atas bujukan suaminya, padahal kami menyarankan lebih baik untuk pergi haji saja, karena kami tahu kakak saya sangat ingin naik haji. Kami juga sudah menawarkan untuk selanjutnya bisa tinggal di rumah kami.

        Tak lama setelah membeli rumah, kakak saya meninggal. Kami tidak mengerti apa yang tersirat di pikiran suami almarhumah, karena ketika kami berniat untuk memba’dal-hajikan kakak saya, dengan memakai uang almarhumah, suaminya awalnya tidak berkenan. Tapi setelah kami jelaskan bahwa biayanya tidak semahal pergi haji, baru dia menyetujui.

        Selama ini suami almharhumah (A) telah berusaha mencari nafkah, namun memang tidak mencukupi untuk penghidupan mereka berdua, sedangkan almarhumah juga tidak bekerja. Hanya kami saudara-saudaranya kadang membantunya. Bahkan sebagian hartanya, baik barang-barang, maupun emas, bukan dari A. Dan untuk pembelian rumah itu, juga masih dibantu oleh saudara almarhumah, ditambah dengan sisa pembagian warisan dari orangtua kami.

        Kami membagi warisan orangtua dengan sama rata, baik laki-laki maupun perempuan. Almarhumah hanya mengeluarkan sebagian kecil dari harga rumah tsb. Namun dalam bersikap, A sangat kurang patut kepada almarhumah; kadang bersikap kasar, baik perkataan maupun perbuatan kepada almarhumah. Almarhumah selama ini sakit jantung bocor, sehingga kadang merasa tertekan dengan sikap A.

        Bahkan ketika kakak saya meninggal, A tidak menunjukan kesedihannya, bahkan dia menelpon / menerima telepon sambil tertawa-tawa, juga ketika almarhumah hendak dimakamkan, A tidak mau turun ke dalam kubur untuk menyambut almarhumah ketika mau diturunkan. Setelah kami suruh / paksa, baru dia mau turun.

        Kami juga agak kecewa dengan sikap A. Selanjutnya mengenai warisan, karena tidak ada harta peninggalan almarhumah yang merupakan pemberian / pembelian dari A, maka kami berpendapat bahwa A tidak berhak mendapat warisan dari harta almarhumah. Seluruh harta peninggalan almarhumah akan kami sedekahkan atas nama almarhumah dan kedua orangtua kami. Mengingat itulah yang akan menjadi amalan yang berkelanjutan untuk almarhumah, insyaa Allah.

        Bagaimana menurut pendapat Pak Ustadz? Terima kasih, Wassalamualaikum wr wb.

  17. Lucky permalink
    13 August 2010 10:44 am

    Asslkm ustad, ana mau nanya klo punya asma trus pas puasa kambuh dan perlu pake obat semprot lewat mulut puasanya batal ga? Trus klo lg puasa boleh ga sekedar mencicipi rasa masakan yg kita masak? Syukron

    • 14 August 2010 10:05 pm

      Wa ‘alaikumussalaam,
      1) Bila sekedar mencicipi rasa masakan di ujung lidah dan tidak ditelan, maka boleh.
      2) Sepengetahuan Ustadz, obat asma tersebut berisi oksigen, bukan makanan/ minuman, dengan demikian maka dibolehkan, insyaa Allooh. Hanya karena Islam itu dien yang mengajarkan kemudahan dan tidak mengajarkan kesulitan, maka bila dirasa perlu, sehubungan dengan penyakit yang anda rasakan maka sebaiknya shoum dibatalkan dan diqodho’ di hari lain. Walloohu a’lam.

  18. Pratomo Wisuda permalink
    14 August 2010 12:02 pm

    Assalamualaikum Ustadz. Saya mau tanya, dalam Al-Qur’an ada ayat-ayat dimana Allah menyebut diriNya dengan Kami, dan ayat-ayat lain menyebut diriNya dengan Aku. Mengapa demikian ? Teman saya yang Nasrani mempersoalkan hal ini dengan menganggap bahwa dengan demikian Allah menyatakan dirinya lebih dari satu. Naudzubillah. Mohon penjelasannya yang rinci, agar saya bisa menjelaskan kepada kawan saya itu. Wasalam

    • 14 August 2010 10:14 pm

      Wa ‘alaikumussalaam, contoh: Allooh menggunakan kata ganti banyak (“Kami”) misalnya dalam Al Qur’an surat Al Qodar ayat 1; dan contoh Allooh menggunakan kata ganti tunggal (“Aku”) misalnya dalam Al Qur’an surat Adz Dzaariyat ayat 56. Adapun maksudnya adalah sama, yaitu Allooh, Robb yang Satu dan tidak berbilang; karena tidak ada seorang pun yang ahli dalam bahasa Arab maupun ahli dalam bidang ilmu dien, menyatakan bahwa Allooh itu lebih dari satu.
      Ada pun penggunaan kata ganti jamak (“Kami”), maka dalam kaidah bahasa Arab artinya adalah untuk mengagungkan dan meninggikan yang memiliki kata ganti itu.
      Contoh mudahnya, dalam bahasa Indonesia pun kadangkala seseorang menyatakan dirinya dengan “Kami” padahal maksudnya adalah dirinya sendiri.

    • Anna Meiser permalink
      24 May 2011 3:35 pm

      Kalo yang saya denger dari pak Qurais Shihab, Allah menggunakan kata “Kami” karena dalam penciptaanNya ada unsur/ campur, misal dalam penciptaan mahluk-makhluk-Nya tumbuh-tumbuhan buah-buahan dll, Allah dalam Qur’an memakai kata “Kami”.
      Lain halnya dengan penciptaan contoh “Langit dan isinya”, Allah menggunakan kata “Aku”, karena tidak ada campur/ unsur keterlibatan lainnya, lain halnya dalam penciptaan Manusia maka harus dari laki-laki dan perempuan maka Allah menggunakan kata “Kami”.
      Hanya 1 manusia saja yang Allah ciptakan tanpa proses tersebut yaitu Nabi Isa untuk menunjukkan kekuasaan bahwa Allah bisa saja menciptakan manusia tanpa proses ilmiah (laki-laki dan perempuan)

      • 13 June 2011 9:56 am

        Wa ‘alaikumussalaam Warohmatulloohi Wabarokaatuh,
        Maaf, baru sempat terbalas konsultasi ini, sehubungan dengan kesibukan dan pertanyaan yang bertumpuk.

        Adapun, menanggapi isi pertanyaan yang diajukan, maka perlu diketahui bahwa penggunaan dhomiir (kata ganti) dalam bahasa Arab bagi ALLOOH, menggunakan tunggal atau jamak itu adalah TIDAK MUTLAK dan TIDAK SELAMANYA.

        Justru bisa dibuktikan dalam banyak ayat bahwa kebalikan daripada paham yang anti sebutkan diatas adalah terbukti adanya dalam Al Qur’an, sebagaimana ayat-ayat berikut ini. Dimana melalui ayat-ayat ini, kita bisa buktikan bahwa pemahaman yang diberikan oleh Quraish Shihab itu adalah keliru.

        Perhatikanlah firman Allooh سبحانه وتعالى dalam QS. Adz Dzaariyat (51) ayat 56:

        وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ

        Artinya:
        Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku.”

        Juga perhatikanlah dalam QS. Al Anbiyaa’ (21) ayat 16:

        وَمَا خَلَقْنَا السَّمَاء وَالْأَرْضَ وَمَا بَيْنَهُمَا لَاعِبِينَ

        Artinya:
        Dan tidaklah Kami ciptakan langit dan bumi dan segala yang ada di antara keduanya dengan bermain-main.”

        Dan dalam QS. Shood (38) ayat 27:

        وَمَا خَلَقْنَا السَّمَاء وَالْأَرْضَ وَمَا بَيْنَهُمَا بَاطِلاً ذَلِكَ ظَنُّ الَّذِينَ كَفَرُوا فَوَيْلٌ لِّلَّذِينَ كَفَرُوا مِنَ النَّارِ

        Artinya:
        Dan Kami tidak menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada antara keduanya tanpa hikmah. Yang demikian itu adalah anggapan orang-orang kafir, maka celakalah orang-orang kafir itu karena mereka akan masuk neraka.”

        Adapun penggunaan kata “KAMI” bagi ALLOOH adalah dalam bahasa Arab dikenal untuk TA’DZHIIM (PENGAGUNGAN TERHADAP ALLOOH سبحانه وتعالى sendiri) dan bukan untuk menyatakan Plural (Jamak) atau banyak atau lebih dari satu. Dan yang demikian itu boleh saja bagi Allooh سبحانه وتعالى, tidak boleh ada yang melarang karena Allooh Maha Agung, dan Allooh سبحانه وتعالى adalah berhak untuk diagungkan.

        Sedangkan penggunaan kata jamak untuk manusia/ makhluk, biasanya difahami tentang jumlah/ kuantitas yang lebih dari satu/ komunitas dan jika bermakna membesarkan diri maka itu bagian dari kesombongan.

        Sedangkan penggunaan kata “AKU” bagi ALLOOH adalah dalam bahasa Arab menunjukkan tunggal sebagaimana juga dalam penggunaan terhadap makhluk. Walaupun “AKU” pada ALLOOH, dan “aku” pada manusia sudah barang tentu berbeda.

        Semoga menjadi jelas adanya…. Barokalloohu fiiki

  19. Budi S. Ari permalink
    21 August 2010 6:18 am

    Assalaamu’alaykum, Ustadz Rofi’i..

    Ustadz, adakah riwayat yg menyebutkan bahwa Imam Mutharrif mengumpulkan/menggerakkan 500 Ulama di zamannya utk menumbangkan rezim al-Hajjaj bin Yusuf ats-Tsaqafi ?

    Semisal ada, riwayat yg demikian ada didalam kitab dan karya siapa, Ustadz?

    Mohon Penjelasannya.
    Jazakumulloh khoyron.

    • 31 August 2010 6:11 pm

      Wa ‘alaikumussalaam, antum bisa cari kisah ini di kitab antara lain: Kitab “Al Bidayah wan Nihayah” karya Imaam Ibnu Katsiir.

  20. susanto permalink
    22 August 2010 9:21 am

    Sebentar lagi insya Alloh saya dapat THR dan bonus dari perusahaan. Apakah harta ini perlu dizakati sebagaimana hadiah? Terimakasih atas jawaban dari ustadz, semoga menjadi ilmu yang bermanfaat.

    • 24 August 2010 5:08 pm

      Tidak harus dizakati. Bila antum ingin berinfaq, maka dibolehkan, sebesar pengorbanan jiwa antum (serelanya)..

  21. Budi S. Ari permalink
    28 August 2010 10:47 pm

    Ustadz Ahmad Rofi’i,

    Saya mohon izinnya utk men-download keseluruhan isi website ustadzrofii.wordpress.com (saya menggunakan Software HTTrack ), guna keperluan da’wah di daerah kami, serta izin tuk menyebarkan isi-y (keseluruhan artikel ustadzrofii.wordpress.com).

    Barokalloh fiykum..

    Your comment is awaiting moderation.

    • 30 August 2010 9:01 am

      Silakan saja, selama menjaga keotentikan naskahnya. Semoga Allooh menjaga niat antum agar senantiasa lurus dalam menyampaikan dakwah di jalan-Nya, memberikan keistiqomahan, dan semoga dakwah tersebut bermanfaat dunia dan akherat bagi kami, antum dan kaum muslimin pada umumnya. Ahsanalloohu ilaikum

  22. yudi cahyono permalink
    8 September 2010 9:34 am

    Assalamu’alakum warahmatullahi wabarakaatuh.
    ana mau tanya ustadz:
    1. bagaimana tinjauan syar’i tentang zakat profesi?
    2. apakah atas harta berupa uang tunai wajib untuk dizakati?
    jazzakumullohu khoir atas penjelasannya.

    • 9 September 2010 6:29 am

      Wa ‘alaikumussalam Warrohmatulloohi Wabarokaatuh,
      1) Sesuai dengan fatwa Komisi Tetap ‘Ulama dan Masyaikh Ahlus Sunnah Wal Jama’ah (Lajnah Daa’imah) di Saudi Arabia no: 1360, bahwa: “Gaji / pemasukan Profesi (Gaji Pekerja / Pegawai) TIDAK WAJIB DIZAKATI SAMPAI BATAS 1 TAHUN.”

      2) Uang tunai termasuk harta yang dizakati dan nishobnya adalah setara dengan nishob emas yaitu 20 dinar (sama dengan 85 gram emas), dan zakatnya adalah sebesar 2,5 % dengan haul 1 tahun, sesuai dengan hadits Rosuul Sholalloohu ‘alaihi wassalam dari ‘Aa’isyah rodhiyalloohu ‘anha, bahwa beliau berkata, “Rosuul tidak pernah mengambil zakat pada emas yang kurang dari 20 mitsqool atau pada dirham yang kurang dari 200 dirham.” ((Hadits ini dishohiihkan oleh Syaikh Nashiruddin Al Albaany dalam kitab “Irwaa’ul Gholiil“)
      Sedangkan 20 mitsqool itu adalah sama dengan 20 dinar. Dan 20 dinar sama dengan 85 gram emas.

      • Ummu Salman permalink
        6 October 2012 7:49 am

        Assalamu’alaikum warrohmatulloohi wabarokaatuh,
        Ustadz, afwan mau tanya, siapakah yang menetapkan hitungan zakat 2,5% itu? Jazakalloh khoir.

      • 27 October 2012 7:39 pm

        Wa ‘alaikumussalaam Warohmatulloohi Wabarokaatuh,
        Allooh سبحانه وتعالى dan Rosuul-Nya صلى الله عليه وسلم…. Barokalloohu fiiki

  23. 14 September 2010 8:32 am

    Assalamu’alakum warahmatullahi wabarakaatuh,,

    1.Di dalam surat al bayyinah/8 “خَالِدِينَ فِيهَا أَبَدًا ” apakah benar makna dari أَبَدًا disini berabad-abad misalnya 100abad,200abad,300abad….dst (sesuai amal kita didunia) dan selanjutnya kita akan musnah(tidak kekal). لTolong penjelasanya ustadz..

    2. Ustad dahulu saya seorang musisi, Alhamdulillah atas karunia ALLOH lama kelamaan bisa meninggalkan musik karena asal dari hukum musik tsb, tapi karena banyaknya media2 sarana musik dimana aja membuat musik ini mendarah daging,sampai dalam beribadah pun masih terngiang-ngiang (mengganggu konsentrasi). Bagaimana cara menghilangkan penyakit tsb Ustadz?

    Barokalloh fiykum,,.

    • 16 September 2010 7:11 pm

      Wa ‘alaikumussalaam warrohmatulloohi wabarokaatuh,

      1) Ayat yang anda maksud adalah QS Al Bayyinah ayat 6, yang lengkapnya adalah:

      إِنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ وَالْمُشْرِكِينَ فِي نَارِ جَهَنَّمَ خَالِدِينَ فِيهَا أُولَئِكَ هُمْ شَرُّ الْبَرِيَّةِ

      Artinya adalah:
      Sesungguhnya orang-orang kaafir dari kalangan ahlul kitaab (Yahudi, Nashroni) dan orang-orang musyrikiin adalah didalam neraka jahannam. Mereka kekal didalamnya. Mereka adalah sejahat-jahat manusia.”

      Ayat ini mengkhobarkan kepada kita bahwa mereka yang tersebut dalam ayat ini, jika mati dalam keadaan kaafir dan menolak Al Islam sebagai pedoman hidup, maka tempat mereka adalah didalam neraka jahannam, kekal selama-lamanya.

      Secara dzoohir, kekal mereka itu ya selama-lamanya. Artinya tidak ada batas dan ujungnya, dan bahkan mereka selalu dalam kungkungan jahannam dan tidak akan pernah bisa keluar darinya. Sebagaimana Allooh berfirman dalam Al Qur’an surat Al Maa’idah ayat 37 sebagai berikut:

      يُرِيدُونَ أَنْ يَخْرُجُوا مِنَ النَّارِ وَمَا هُمْ بِخَارِجِينَ مِنْهَا وَلَهُمْ عَذَابٌ مُقِيمٌ

      Yang artinya:
      Mereka (warga neraka) berkeinginan untuk keluar dari neraka, akan tetapi mereka tidak akan mampu untuk keluar daripadanya, bahkan mereka berhak untuk mendapatkan siksa yang abadi.”

      2) Agar Anda mampu untuk sembuh dari penyakit kecanduan terhadap musik, adalah Ustadz sarankan lakukanlah sebagai berikut:
      a) Renungkanlah berbagai ancaman Allooh Subhaanahu Wa Ta’alaa terhadap mereka orang-orang yang kaafir dan menentang Allooh Subhaanahu wa Ta’alaa, apa yang akan mereka terima sebagai balasan dan adzab, baik di dunia terlebih lagi di akherat; dengan demikian diharapkan pada diri anda akan tumbuh rasa takut pada Allooh lalu akan meninggalkan kecenderungan anda tersebut yang nikmatnya adalah tidak seberapa
      b) Sibukkan diri anda dan palingkanlah perhatian anda pada perkara yang bermanfaat, baik untuk hari ini maupun esok, baik di dunia maupun di akherat, lalu anda akan menimbang bahwa sesungguhnya menggeluti perkara yang bermanfaat untuk hidup setelah mati adalah lebih baik ketimbang sekedar menyibukkan diri dengan perkara yang merugikan anda sendiri seperti melalui musik.
      c) Bacalah Al Qur’an, Hadits dan riwayat-riwayat hidup para Rosuul, para Nabi, para shohabat, dan generasi shoolih setelah mereka yang telah memenuhi seluruh hidup mereka dengan sibuk mengabdi dan berjuang didalam menegakkan kalimah Allooh dan tidak ada satupun yang boleh dijadikan argumentasi bahwa mereka dalam hidupnya memenuhi atau melengkapi hidup mereka dengan musik. Dengan demikian diharapkan anda dapat bercermin bahwa mereka bahkan yang sudah diabsen oleh Allooh untuk masuk surga sekali pun tidak pernah bermain atau menikmati musik, seperti orang-orang yang justru antri tiket masuk surga pun bisa jadi belum mereka lakukan

      Semoga Allooh Subhaanahu wa Ta’alaa senantiasa melimpahkan hidayah dan taufiq agar diri kita, lahir bathin selalu ditunjukkan dan dibimbing untuk senantiasa menepati apa yang menyebabkan Allooh cinta dan ridho kepada kita baik melalui perkataan maupun perbuatan

  24. arif permalink
    21 September 2010 3:38 pm

    Assalamu’alakum warahmatullahi wabarakaatuh,

    ustadz..
    sekarang ini sedang berkembang polemik waktu shubuh di Indonesia, yang katanya terlalu cepat.
    1. apakah benar berita tersebut?

    2. Permasalahannya bagaimana dgn sholat shubuh berjama’ah kita, jika tidak ada masjid yang waktu sholat shubuhnya tepat?
    Jikalaupun benar apa yang harus saya lakukan, karenan otomatis sholat shubuh di masjid tidaklah sah, karena belum masuk waktunya, apakah saya harus sholat sendiri??

    3. jika saya sholat shubuh sendiri, apa saya akan termasuk kedalam golongan orang munafik?
    Bagaimanakah seharusnya saya menyikapinya?

    • 23 September 2010 6:48 am

      Wa ‘alaikumussalaam warrohmatulloohi wabarrokaatuh,

      1. Polemik tersebut benar adanya, walaupun semestinya segera teratasi karena seorang muslim itu dalam menjalankan Al Islam, tidak berpatokan pada polemik, tetapi berpatokan pada kebenaran yang berasal dari Muhammad Rosuulullooh Shollalloohu ‘alaihi wassalaml. Pada hakekatnya, waktu-waktu sholat, khususnya waktu sholat shubuh adalah telah ditentukan oleh Allooh dan Rosuul-Nya. Dan itu yang WAJIB diikuti. Karena masuk waktu sholat adalah merupakan syarat sah (benar dan tidaknya) sholat kita. Artinya, jika ada seseorang yang sholat sebelum waktunya, atau setelah keluar dari waktunya maka sholatnya tidak sah (tidak benar) !!!

      Oleh karena itu penentuan waktu sholat adalah sangat berkaitan dengan perkara ibadah bahkan ibadah mahdhoh yang seluruh perinciannya harus berdasar kepada wahyu dan bukan kepada selain wahyu seperti Hisab Falaki atau perhitungan matematis.
      Dengan demikian, waktu sholat kita, sebagaimana dijelaskan oleh para ‘Ulama adalah terpaku pada gejala alam berupa matahari.

      2. Waktu shubuh, sebagaimana juga waktu-waktu yang lain adalah ditentukan oleh Rosuul dan penjelasannya sangat mudah diamati dan dibuktikan, bukan saja oleh orang yang punya intelektual tinggi saja, tetapi bahkan oleh orang yang biasa saja juga dapat mengetahuinya. Sholat shubuh adalah diawali dengan terbitnya FAJAR SHOODIQ (Fajar yang menjadi gejala awal dari terbitnya matahari) dan bukan Fajar Kaadzib (Fajar yang Dusta karena dia muncul kemudian tidak berlangsung lama lalu tenggelam kembali). Berdasarkan pengamatan dan observasi yang juga telah kami lakukan bersama ratusan jamaah sebanyak tidak kurang dari 3 X di pantai Utara Karawang (tepatnya pantai Samudra), maka didapat bukti bahwa Fajar Kaadzib itu didahului oleh adzan-adzan yang dikumandangkan oleh masjid-masjid yang terpaku pada jadwal-jadwal Hisab bahkan tidak kurang dari 5 menit. Padahal kalau saja sholat shubuh dilakukan setelah Fadjar Kaadzib, maka Sholat Shubuh itu tidaklah sah.
      Maka dari itu, hadits Rosuul terbukti kebenarannya melalui munculnya Fajar Shoodiq yang ditandai dengan antara lain: warna cerah cenderung putih, yang memanjang, melingkar dan menyebar diarah ufuk sebelah timur. Jika diukur dengan waktu terhitung dari adzan-adzan yang dikumandangkan oleh masjid-masjid yang terpaku pada jadwal-jadwal Hisab dengan Fajar Shoodiq sebagaimana yang dimaksud tadi, terdapat perbedaan waktu sekitar 20 menit. Dan itu adalah bukan jarak waktu yang sedikit, dimana hal itu akan mengancam ketidak-sah-an sholat shubuh kita setiap harinya !

      Menanggapi sikap kita terhadap terdapatnya selisih waktu ini adalah sebagai berikut:
      a) Jika masjid itu bersikukuh tidak mau sesuai dengan tanda masuk waktu shubuh yang ditandai dengan Fajar Shoodiq atau sekitar 20 menit sesudah waktu yang terdapat dalam jadwal sholat mereka, maka sholat shubuh kita ditunaikan tidak ikut berjama’ah bersama umumnya mereka yang masih berpatokan pada jadwal sholat yang ada. Tetapi tetap datang ke masjid dan menunaikan sholat shubuh setelah waktu shubuh yang sebenar sudah tiba, baik dengan cara berjama’ah ataupun dengan cara Munfarid (sendirian).
      b) Lakukan sholat shubuh di rumah berjama’ah bersama keluarga atau Munfarid, bila pelaksanaan poin a) diatas masih mendatangkan fitnah.
      c) Upayakan memberitahukan baik kepada DKM Masjid khususnya, maupun jama’ah masjid tentang waktu sholat shubuh yang berbeda ini, dengan membawa dalil atau keterangan Rosuul tentang itu pada mereka (insya Allooh akan Ustadz terbitkan di Blog ini, tentang materi tersebut yang boleh di-prin dan disebar luaskan)
      d) Adakan suatu kegiatan untuk observasi langsung meninjau dan mengajak Fajar Shoodiq bersama orang-orang DKM Masjid dan jama’ah umum dengan didampingin oleh Ahlul ‘Ilmi yang dapat menjelaskan tentang permasalahan ini.

      3) Tidak termasuk golongan Munafiq bagi siapapun yang berusaha menepati dan menetapi Sunnah Rosuul Sholalloohu ‘alaihi wassalam

  25. ahmad permalink
    23 September 2010 7:19 am

    Assalamu’alaykum warohmatulloohi waborakaatuh,

    mau tanya ustadz..arti dari beberapa bacaan dan tulisan dibawah,

    Dlm Bahasa Arab, ada 4 perbedaan kata “AMI…N” yaitu :1. ”AMIN” (alif dan mim sama-sama pendek),artinya AMAN, TENTRAM 2. “AAMIN” (alif panjang & mim pendek),artinya MEMINTA PERLINDUNGAN KEAMANAN 3. ”AMIIN” (alif pendek & mim panjang),artinya JUJUR TERPERCAYA 4. “AAMIIN” (alif & mim sama-sama panjang),artinya YA TUHAN, KABULKANLAH DOA KAMI

    jazaakalloohu khairon

    • 24 September 2010 4:44 pm

      Wa ‘alaikumussalaam Warrohmatulloohi Wabarokaatuh,

      TULISAN — BACAANARTI — PENJELASAN :
      أمن — AmnunAman = Kata kerja yang dibendakan dari kata bahasa Arab “A-mi-na” (fiil maadhi), kemudian “Ya’-ma-nu” (fiil mudhoori’), kemudian “Am-nan” atau “Am-nun”
      آمن — AaminKeadaan yang aman = Sama dengan diatas, hanya kata ini biasa digunakan untuk menerangkan suatu keadaan
      أمين — AmiinOrang yang jujur (terpercaya) = Adalah kata sifat yang menggambarkan karakter dimana orang yang bersangkutan adalah menyebabkan rasa aman ketika dia diberi amanah atau kepercayaan, sehingga memberikan rasa ama pada pihak yang memberi amanah
      آمين — AamiiinYa Allooh, qobulkanlah du’a kami = Kata ini dalam bahasa Arab disebut isim fi’il amr, maknanya: kata benda yang artinya menuntut suatu pekerjaan agar dikerjakan

      Dari perbedaan pengucapan atau pembacaan kata bahasa Arab diatas atau yang lainnya, dapat disimpulkan bahwa bahasa Arab adalah sangat sensitif, yakni pembacaan panjang dan pendek, tipis dan tebal dan sejenisnya (yang tidak dimiliki oleh bahasa Indonesia) itu dapat berpengaruh pada maksud dan makna. Dengan demikian, berhati-hatilah ketika kita berucap bahasa Arab, terlebih membaca Al Qur’an atau Hadiits, karena itu naskah-naskah berbahasa Arab, baik dalam menghafal atau menghafal Hadiits atau bacaan-bacaan redaksi sholat, seharusnya diperdengarkan terlebih dahulu kepada guru yang memahami agar terhindar dari kekeliruan.

  26. 4 October 2010 8:02 pm

    assalamu’alaikum warahmatullohi wabarokatuh,.

    ustad, afwan ini pertanyaannya sedikit menjijikan tetapi menjadi masalah yang besar terutama bagi pemuda yg belum menikah.. saya terbiasa terjerat kebiasaan onani (masturbasi) sejak SMP sampai KULIAH semester akhir sekarang.

    1. Apakah dibenarkan onani? karena dari segi positif setelah melakukan perbuatan tersebut, saya merasa berdosa sehingga taubat, ibadah pun lebih giat (tapi beberapa lama kemudian mengulangi lagi)..
    2. Adakah dalil / fatwa ulama dilarangnya onani..
    3. Solusi apa sebaiknya yang ustad sarankan untuk menahan syahwat & menangkal fitnah wanita di kampus, jalanan, internet, TV..

    • 19 October 2010 5:36 pm

      Wa ‘alaikumussalaam Warrohmatulloohi Wabarokaatuh

      1. Hukum asal onani adalah harom (lihat QS. Al Mu’minun ayat 4 – 6), dimana Imaam Asy Syafi’iy berkata, “... maka tidak halal bagi seorang laki-laki untuk berbuat kecuali pada istrinya, atau hamba sahaya/ budak yang dimilikinya, dan onani adalah tidak halal. Walloohu a’lam

      2. Solusinya adalah:
      – Beriman pada Allooh bahwa perkara itu adalah harom dan mengerjakan yang harom adalah maksiat dan mengerjakan maksiat berarti melawan Allooh. Sedangkan Allooh Maha Berkuasa untuk menghukum hamba-Nya yang melawan syari’at-Nya
      – Hindari pergaulan bebas dan atau bergaul dan bercampur dengan wanita yang bukan mahrom
      – Sibukkan diri dengan sesuatu yang berupa ketaatan atau perkara-perkara yang bermanfaat untuk masa sekarang maupun yang akan datang, dunia maupun akhirat.

      Waffaqokalloohu lithoo’atihi..

  27. Sieta permalink
    18 October 2010 10:50 am

    Ustadz Ahmad Rofi-i, apakah Madzhab Zhahiri itu menghalalkan daging Anjing?

    Mohon pencerahannya. Krn ada teman kami yg menisbatkan pendapat bolehnya makan daging Anjing itu adl berasal dr Madzhab Zhahiri.

    Jazakallahu khairan.

    * Sieta, Ponorogo *

    • 19 October 2010 5:28 pm

      Madzab Dzhoohiri adalah salah satu madzab dalam masalah Fiqh Islam (Khilaafiyyah) yang dimunculkan oleh Imaam Abu Daawud Adz Dzoohiri di Irak pada pertengahan abad ke-3 H, dimana madzab ini berfaham bahwa Landasan Fiqh Islam itu adalah hanya al Qur’an dan Hadits, sedangkan pendapat dan analogi (qiyas) mereka tidak akui dan mereka abaikan. Sehingga berpengaruh pada munculnya berbagai faham yang terkategori menyimpang dan nyeleneh, jika dibanding dengan madzab-madzab Fiqh lainnya.

      Tentang daging anjing, maka peganglah Hadits Rosuululloohu shollalloohu ‘alaihi wassalaam dan bukan mengikuti pendapat atau faham siapa pun, dimana dalam hal ini Rosuul shollalloohu ‘alaihi wassalaam sudah menyatakan bahwa anjing itu najis dan uang hasil penjualan anjing itu harom, bahkan terkategori jahat dan keji, bahkan memeliharanya saja adalah dilarang. Apalagi memakannya?

      Berikut ini adalah dalil-dalilnya:

      إِذَا شَرِبَ الْكَلْبُ فِي إِنَاءِ أَحَدِكُمْ فَلْيَغْسِلْهُ سَبْعًا

      Artinya: “Jika anjing meminum dalam bejana salah seorang dari kalian maka basuhlah tujuh kali” (HR Imaam Al Bukhoory no: 172, dari Abu Hurairoh rhodiyalloohu ‘anhu)

      لَعَنَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْوَاشِمَةَ وَالْمُسْتَوْشِمَةَ وَآكِلَ الرِّبَا وَمُوكِلَهُ وَنَهَى عَنْ ثَمَنِ الْكَلْبِ وَكَسْبِ الْبَغِيِّ وَلَعَنَ الْمُصَوِّرِينَ

      Artinya: “Rosuul mengutuk orang yang mentatto dan yang minta ditatto, yang memakan riba, yang memberi makan dari riba dan melarang dari nilai jual anjing dan usaha germo (jual beli wanita) dan mengutuk orang-orang yang menggambar.” (HR Imaam Al Bukhoory no: 5347 dari Abu Juhaifah rodhiyalloohu ‘anhu)

      « شَرُّ الْكَسْبِ مَهْرُ الْبَغِىِّ وَثَمَنُ الْكَلْبِ وَكَسْبُ الْحَجَّامِ ».
      Artinya: “Sejahat-jahat usaha adalah upah germo, harga/ nilai jual beli anjing dan usaha hijaamah/ bekam.” (HR. Muslim no: 4094, dari Roofi’ bin Hudaiij rhodiyalloohu ‘anhu)

      « ثَمَنُ الْكَلْبِ خَبِيثٌ وَمَهْرُ الْبَغِىِّ خَبِيثٌ وَكَسْبُ الْحَجَّامِ خَبِيثٌ »

      Artinya: “Nilai jual beli anjing adalah keji, upah germo adalah keji dan usaha bekam/ hijaamah adalah keji.” (HR. Muslim no: 4095, dari Roofi’ bin Hudaiij rhodiyalloohu ‘anhu)

      « مَنِ اقْتَنَى كَلْبًا إِلاَّ كَلْبَ صَيْدٍ أَوْ مَاشِيَةٍ نَقَصَ مِنْ أَجْرِهِ كُلَّ يَوْمٍ قِيرَاطَانِ »

      Artinya: “Barangsiapa yang memelihara anjing, kecuali anjing pemburu, anjing penggembala maka pahalanya dikurangi tiap hari dua gunung.” (HR. Imaam Muslim no: 4107 dari Saalim dari ayahnya rhodiyalloohu anhuma)

  28. Abu Shidqi (jamaruddin) permalink
    20 October 2010 1:05 pm

    Assalamu’alaikum ustadz Rofi’i, ana tanya. Menurut hadist bahwa umat nabi Muhammad SAW bakal masuk surga lebih dahulu, dibanding umat-umat nabi sebelumnya, di QS. Al Waqi’ah ayat 10, yang intinya kaum mukminin (umat yang beriman) lebih dulu, bakal masuk surga lebih dulu? Selain hadist tersebut, Quran surat / ayat lain yang mendukung pemahaman hadist tersebut ini. Saya kurang faham Ustadz. Jazakallah. Wassalam

    • 22 October 2010 8:39 am

      Wa ‘alaikumussalaam Warrohmatulloohi Wabarokaatuh,

      Silakan renungkan:

      عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « نَحْنُ الآخِرُونَ الأَوَّلُونَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَنَحْنُ أَوَّلُ مَنْ يَدْخُلُ الْجَنَّةَ بَيْدَ أَنَّهُمْ أُوتُوا الْكِتَابَ مِنْ قَبْلِنَا وَأُوتِينَاهُ مِنْ بَعْدِهِمْ فَاخْتَلَفُوا فَهَدَانَا اللَّهُ لِمَا اخْتَلَفُوا فِيهِ مِنَ الْحَقِّ فَهَذَا يَوْمُهُمُ الَّذِى اخْتَلَفُوا فِيهِ هَدَانَا اللَّهُ لَهُ – قَالَ يَوْمُ الْجُمُعَةِ – فَالْيَوْمُ لَنَا وَغَدًا لِلْيَهُودِ وَبَعْدَ غَدٍ لِلنَّصَارَى »
      ِ
      Artinya:
      Dari Abu Hurairoh رضي الله عنه berkata, telah bersabda Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم, “Kita adalah ummat yang terakhir, namun kita adalah ummat yang terdahulu pada hari Kiamat, dan kita adalah ummat yang pertama kali masuk surga betapapun mereka diberi Kitab sebelum kita dan kita diberi Kitab setelah mereka, namun mereka berselisih dan Allooh tunjukkan kita pada kebenaran dari apa yang mereka perselisihkan, maka ini adalah hari mereka yang mereka perselisihkan dan Allooh سبحانه وتعالى tunjukkan kita padanya – hari Jum’at – hari ini untuk kita, dan besok untuk orang Yahudi (Sabtu) dan lusa (Ahad) untuk orang-orang Nashoro.” (HR Muslim no: 2117)

      Jadi, melalui Ayat QS. Al Waaqi’ah ayat 13-14 dan Hadits diatas, dapat kita landasi aqidah kita bahwa bagian dari keutamaan yang Allooh سبحانه وتعالى berikan kepada ummat ini adalah bahwa betapa pun kemunculan mereka di akhir zaman, namun pada hari Kiamat bahkan masuk surganya adalah menjadi generasi pendahulu. Oleh karena itu, jangan lewatkan kesempatan ini dengan ber-ittiba’ (mengikuti) Sunnah Rosuul صلى الله عليه وسلم dan satu lagi, melalui Hadits tersebut terdapat pelajaran bahwa Hari Jum’at adalah harinya kaum Muslimin, hari Sabtu adalah harinya orang Yahudi dan hari Ahad adalah harinya orang Nashoro; karenanya agungkanlah hari Jum’at dan hendaknya menganggap hari Sabtu dan Ahad adalah hari biasa; dan jangan sebaliknya (sebagaimana yang terjadi di masyarakat umumnya di zaman sekarang) karena yang demikian itu merupakan kejahilan, kekalahan bahkan menyerupai mereka orang-orang kaafir. Laa Hawla wa laa Quwwata Illaa Billaahi.

  29. Imron Bintoro permalink
    21 October 2010 7:59 pm

    Assalamu’alaikum Warahmatullahi wabarakaatuh
    DKM masjid pabrik kita insya’ Allah tahun ini menerima penyembelihan hewan qurban dari udhiyah karyawan. dari jumlah yang terdafatar insya’Allah digandakan jumlahnya oleh Management.
    1. Sumbangan sebagai hadiah biasa
    2. Sumbangan diundi ke nama karyawan,(atas idzin management), supaya daging sumbangan semakin membawa berkah disembelih atas nama karyawan yg dapat undian dengan sumbangan dana dari perusahaan.
    Mohon penjelasannya dari syar’i, dan mungkin bila ada pilihan yang terbaik untuk kondisi tersebut diatas.

    Wassalamu’alaikum
    Imron

    • 22 October 2010 9:07 am

      Wa ‘alaikumussalaam Warrohmatulloohi Wabarokaatuh,

      Qurban itu dari seorang muslim, bukan dari perusahaan dan bukan dari lembaga / perusahaan dan bukan dari sekian ratus orang muslim untuk satu ekor sapi atau satu ekor kambing; kecuali jika perusahaan atau orang memberi atau menghibahkan hewan Qurban kepada orang per orang tertentu sesuai kaidah Syar’i maka itu adalah perkara yang dibolehkan.

      Misalnya: Perusahaan A tahun ini memberikan hibah atau bantuan qurban untuk 15 orang karyawannya; yang mana karyawan dan hewannya terdefinisikan dengan jelas.

      Sementara jika perusahaan memberi 2 ekor sapi untuk karyawannya (yang mana karyawannya tidak terdefinisikan dengan jelas untuk siapanya), maka hal yang seperti ini bukanlah qurban, tetapi adalah shodaqoh dari yang memiliki perusahaan.

      Adapun undian hanyalah merupakan cara saja, boleh dilakukan asal tidak berulang pada karyawan yang sudah pernah mendapatkan, dimana hal ini adalah bermanfaat untuk pemerataan kepada semua karyawan agar setiap orang berkemungkinan mendapat kesempatan dalam memperoleh undian tersebut.

      Dengan kata lain, undian adalah sekedar suatu cara untuk mendapatkan nama yang berhak untuk lebih dahulu memperoleh kesempatan mendapatkan hibah hewan Qurban dari perusahaan.

  30. M. Alkab permalink
    22 October 2010 3:32 am

    assalamu’alaikum warahmatullohi wabarokatuh,.
    Saya telah berkeluarga dan dikarunai 2 anak, saat ini saya tugas jauh dari keluarga, ada kalanya sebagai laki-laki timbul gairah syahwat dan sering saya membayangkan istri saya sendiri, dan sampai saat ini saya belum dan kalau bisa tidak jajan dengan PSK, jadi saya untuk menyalurkan hasrat biologis dengan onani dan itupun selalu membayangkan seolah-olah saya sedang berhubungan intim dengan istri saya; terkadang saya bersalah karena saya egois karena tidak bisa menahan sedangkan istri saya bisa, tapi saya sendiri tidak bisa menahan gairah tersebut, mohon pendapat dan saran ustad terimakasih….

    • 22 October 2010 8:55 am

      Wa ‘alaikumussalaam Warrohmatulloohi Wabarokaatuh,

      Memang semestinya suami istri itu berdekatan, tidak berjauhan karena yang demikian itu adalah makna aplikasi dari Pernikahan yang akan menghasilkan — baik bagi si suami maupun si istri – adalah kemampuan untuk menundukkan pandangan dan mengendalikan kemaluan. Namun jika tidak terjadi, maka olenglah hasilnya, seperti apa yang ditanyakan.

      Solusi yang dikemukakan bisa dimaklumi, jika sekiranya selain cara onani (dengan menggambarkan hubungan intim bersama istri tersebut) tidak bisa lagi meredam gairah syahwat yang anda rasakan, karena hal tersebut bisa dianggap termasuk “mengambil madhorot yang lebih ringan”.

      Adapun, antisipasi lainnya adalah dengan pulang minimal setiap pekan atau maksimal setiap bulan ke istri anda.

      Atau cara lainnya adalah dengan menyibukkan diri dengan hal-hal yang berguna seperti membaca Al Qur’an, berolahraga dsbnya; juga hindarkanlah diri dari banyak berinteraksi dengan kaum wanita yang bukan mahrom bagi anda (termasuk misalnya dengan menonton televisi, dan sejenisnya).

  31. Sieta permalink
    24 October 2010 12:04 pm

    Ustadz Rofi-i,

    1. Jika ada sebuah Hadits yg dianggap oleh sebagian Muhadditsun sbg Hadits Hasan, dan menurut sebagian Muhadditsun yg lain dianggap itu sebagai Hadits Dha-if, manakah pilihan bg ana yg awam ini, mengamalkan Hadits tsbt ataukah tidak?

    2. Misal, jika ada sebuah Hadits dha-if yg ringan (tidak terlalu parah, atau bahkan Maudhu’), dan ada Hadits2 dha-if yg ringan pula dan semakna dg Hadits tsbt tp berasal dr jalur yg lain, maka apakah Hadits Dha-if tsbt bisa terangkat statusnya mjd Hadits Hasan liy ghairihi?

    Mohon penjelasan dari Ustadz Rofi-i…

    Jazakallahu khairan.

    • 28 October 2010 8:36 am

      Wa ‘alaikumussalaam Warrohmatulloohi Wabarokaatuh

      Sesungguhnya, sesuatu Hadits dimasukkan dalam kategori Hasan itu adalah merupakan bab yang sangat luas. Betapa pun Hasan ini kemudian terbagi menjadi dua: Hasan lii dzatiihi dan Hasan lii ghoiirihi.
      Hasan lii ghoiirihi, pada mulanya adalah hadits Dho’iif, hanya karena didukung oleh seperti dia status haditsnya atau yang lebih kuat, maka berubahlah menjadi Hasan lii ghoiirihi.
      Dengan demikian, yang berhak dipilih adalah Hadits Hasan, walaupun lii ghoiirihi dan bukan Hadits Dho’iif. Adapun hasil kesimpulan siapa yang harus diambil dari kalangan ‘Ulama, maka ambillah kesimpulan yang dicetuskan oleh ‘Ulama Ahlus Sunnah Wal Jama’ah yang kompeten, masyhuur, teliti dan hati-hati (waro’).

  32. asrul permalink
    27 October 2010 6:59 am

    Assalamualaikum…ustadz ana masih bingung dengan golongan-golongan yang ada dalam lingkungan islam, kata temen ana kita harus masuk salah satu golongan karena akan dibangkitkan dengan golongan yang kita pilih nantinya, ana masih bingung mau pilih golongan yang mana,karena semuanya bilang ahlussunnah wal jamaah..karena ada dari tiap golongan yang ana tidak setuju dengan ajaran-ajaran dari golongan itu…mohon solusinya ustadz,agar ana tidak bingung menempuh islam secara kaffah…mohon dibalas juga ke email saya ustadz, jazakumulloh khoirun jaza…asrul

    • 28 October 2010 8:06 am

      Wa ‘alaikumussalaam Warrohmatulloohi Wabarokaatuh,

      1) Sungguh Allooh Subhaanahu Wa Ta’alaa Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, yang telah menurunkan tuntunan syari’at Islam untuk ummat manusia dengan sempurna, terang, mudah dan praktis. Tidak untuk membingungkan dan menyulitkan. Oleh karena itu, pahami dan camkan baik-baik walaupun telah muncul banyak golongan dan mungkin besok lusa akan muncul yang baru.. Tetap, yang Allooh Subhaanahu Wa Ta’alaa dan Rosuul-Nya hanyalah satu, yakni Ahlus Sunnah Wal Jama’ah (Golongan yang Selamat) atau Pengikut Pendahulu Ummat (Salaf).

      2) Kita tidak boleh percaya kepada siapapun tentang pemahaman versi Ahlus Sunnah ini. Tetapi hendaknya pegang teguh pemahaman Ahlus Sunnah Wal Jama’ah yang benar-benar Ahlus Sunnah, yaitu seperti apa yang disabdakan Rosuulullooh Shollalloohu ‘Alaihi Wassalam, “Mereka siapa saja yang mengikutiku dan mengikuti jama’ahku (para shohabat).” Inilah definisi Ahlus Sunnah Wal Jama’ah yang Ahlus Sunnah Wal Jama’ah. Artinya jika kita ingin menjadi orang yang dikategorikan Ahlus Sunnah, maka kita harus mengerti dan mempunyai komitmen tinggi untuk senantiasa berpegang teguh dalam mengikuti apa saja yang shohiih yang bersumber dari Rosuul Shollalloohu ‘Alaihi Wassalam dan para shohabat atau yang sefaham dengan para shohabat hingga akhir zaman.

      3) Mengikuti Ahlus Sunnah Wal Jama’ah belum tentu harus sesuai selera, bahkan kita harus siap mengalahkan selera (hawa nafsu) dan budaya yang sudah mentradisi didalam masyarakat dan bukan sebaliknya yakni As Sunnah yang harus tunduk mengikuti hawa nafsu dan budaya masyarakat.

  33. Arie permalink
    31 October 2010 12:47 am

    Bismillah..

    Ustadz,
    1. Apakah boleh memberi nama anak dg nama Habiburrahman ?
    2. Apakah boleh meng-aqiqah-i anak laki2 hny dg 1 ekor kambing krn saya tdk cukup dana utk membeli 2 ekor ?

    Jazakallahu khayran…

    • 5 November 2010 7:55 am

      Wa ‘alaikumussalaam Warrohmatulloohi Wabarokaatuh,

      1. Boleh, “Habiburrohmaan” itu artinya adalah: “Orang yang dicintai Allooh“. Karena itu, insya Allooh nama ini boleh antum gunakan dan mudah-mudahan nama ini bisa bermakna do’a dari orangtuanya agar anak ini nantinya dicintai oleh Allooh Subhaanahu Wa Ta’alaa.

      2. Bertaqwallah kepada Allooh Subhaanahu Wa Ta’alaa sejauh kemampuan antum (QS. At Taghoobun (64) ayat 16). Dan jika sudah berusaha, lalu belum mampu maka Allooh Subhaanahu Wa Ta’alaa tidak akan membebani kecuali sesuai kemampuannya (QS. Al Baqoroh (2) ayat 286).
      Jadi, jika belum mampu membeli 2 ekor kambing, maka antum tidak perlu melaksanakan ‘Aqiiqoh. Antum dapat mengungkapkan rasa syukur antum dalam bentuk yang lain berupa kebaikan.

      Barrokalloohu fiika…

  34. abu faqih permalink
    6 November 2010 8:20 pm

    Assalamualaikum.. afwan ustadz ana mau bertanya
    1.Apakah hukum membuat Ormas / Partai?
    2.Benarkah fitnah antara salafi dengan Ikhwanul Muslimun & harakah lainnya baru timbul pasca Perang Teluk dan ini hanya masalah dalam negri Arab Saudi?
    Mungkin dua saja pertanyaan ana ustadz, afwan ustadz ana sedih melihat perpecahan yang terjadi pada kaum muslimin

    • 9 November 2010 7:09 am

      Wa ‘alaikumussalaam Warrohmatulloohi Wabarokaatuh,

      1. Ormas TIDAK SAMA dengan Partai.
      Tidak semua Partai adalah Ormas. Dan tidak semua Ormas adalah Partai.

      Bisa jadi seseorang merupakan anggota Partai, tapi dia adalah bukan anggota suatu Ormas. Bisa jadi anggota suatu Ormas adalah GolPut dan Non-Partai.

      Partai merupakan kerangka dan komponen Demokrasi, yang sudah dapat dipastikan orientasinya adalah Posisi Politik, baik Legislatif maupun Eksekutif, dimana kesemua itu TIDAK DIKENAL dalam sistem Siyaasah Syari’iyyah Islam.

      Pada dasarnya merintis dan mendirikan Ormas, tidak jauh berbeda dengan mendirikan Yayasan yang hampir semua Ustadz tergabung didalamnya. Bedanya antara lain dalam pengendalian dan pengorganisasian, dimana Ormas adalah dapat menggalang seluruh anggotanya dengan kesepakatan diantara mereka, sedangkan Yayasan tidaklah demikian.

      Baik Ormas maupun Yayasan TIDAK PERNAH ADA pada zaman Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم, hanya dapat dipastikan bahwa KEDUANYA hanyalah merupakan MEDIA (WASIILAH) untuk sesuatu yang bisa terpuji dan bisa pula tercela.

      Jika digunakan untuk mengusung sesuatu yang disyari’atkan maka dia adalah termasuk dibolehkan.
      Dan jika dia mengusung kesalahan dan kesesatan, maka pasti yang seperti ini adalah tidak boleh.

      Oleh karena itu, sebelum kita menghukumi suatu Yayasan atau Ormas sesat atau tidak sesat, menyimpang atau tidak, baik atau buruk, terpuji atau tercela, haruslah diketahui terlebih dahulu apakah:
      – Latar Belakang Pendirian
      – Tujuan dan Target didirikannya
      – Visi dan Misi
      – Program dan Kegiatan
      – Cara dan Media yang dipergunakannya

      Apabila seluruh perkara ini TIDAK MENYALAHI SYARI’AT, maka insya Allooh tidak dilarang, bahkan bisa jadi merupakan tuntutan terlebih lagi pada saat menghadapi berbagai kemungkaran, kefaasikan dan kekufuran seperti yang seolah telah sepakat bersatu untuk menghancurkan Al Islam, sebagaimana didalam Hadits Rosuululloohصلى الله عليه وسلم

      عن ثوبان مولى رسول الله صلى الله عليه و سلم قال قال رسول الله صلى الله عليه و سلم : يوشك ان تداعى عليكم الأمم من كل أفق كما تداعى الآكلة على قصعتها قال قلنا يا رسول الله أمن قلة بنا يومئذ قال أنتم يومئذ كثير ولكن تكونون غثاء كغثاء السيل …

      Artinya:
      Dari Tsauban Maula Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم berkata, “Telah bersabda Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم, ‘Hampir ummat menerkam kalian dari berbagai penjuru, sebagaimana orang lapar mengeroyok nampan mereka.’
      Kami para shohabat bertanya, ‘Ya Rosuulullooh, karena minoritasnya kami saat itu?
      Beliau صلى الله عليه وسلم menjawab, ‘Justru kalian saat itu adalah berjumlah banyak, akan tetapi kalian bagaikan buih di air bah banjir.’…”
      (Hadits Riwayat Imaam Ahmad dalam Musnadnya no: 22450 dan berkata Syaikh Syu’aiib Al Arnaa’uth bahwa Sanad Hadits ini Hasan)

      Namun, Al Islam semakin dianggap aneh ditengah-tengah kaum muslimin, As Sunnah telah dianggap Bid’ah, Bid’ah dianggap Sunnah, keshoolihan diolok-olok, kefaasikan merupakan kebanggaan, saudara seiman semakin langka, musuh semakin bertebaran; maka sudah barang tentu berbagai pengkondisian agar ‘ilmu Islam dipelajari supaya istiqomah sesama kaum muslimin tegak, agar amar ma’ruf nahi munkar berjalan, adalah JUSTRU MENJADI SUATU KEBUTUHAN.

      (Sebagai tambahan, Antum dapat pula membaca Pertanyaan tentang Ormas dari akhi Budi S. Ari pada kolom Konsultasi pada Blog ini diatas dan Jawaban Ustadz terhadap pertanyaan tersebut. Semoga menjadikannya jelas bagi Antum)

      2. Tidak Benar, karena bagi kaum pergerakan, mereka berasumsi bahwa setelah runtuhnya khilaafah Utsmaniyyah hendaknya digalang suatu gerakan untuk mengembalikan khilaafah tersebut ditengah-tengah kaum muslimin, dan itu jauh puluhan tahun sebelum perang Teluk.

      Tentang kesedihan antum melihat kondisi ummat saat ini, maka hal tersebut adalah merupakan ciri hidupnya keimanan didalam diri antum. Semoga Allooh سبحانه وتعالى menganugrahi ana, antum dan kaum muslimin keistiqomahan dijalan yang telah diridhoi Allooh سبحانه وتعالى dan diatas Sunnah Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم.

  35. abu faqih permalink
    10 November 2010 9:04 pm

    Afwan ustadz maksud ana fitnah antara Salafy dgn Ikhwanul Muslimin,…mentadzir,menuduh ahli bid’ah,sesat,khawarij kpd IM,..munculnya pasca perang teluk,…Ana pernah dipinjamkan buku2 IM,dlm rangka tabbayun seprti buku Risalah Pergerakan,.memoar Hasan AlBanna,dll ternyata tuduhan seperti Hasan AlBanna sufi,khawarij,aqidahnya menyimpang tidak benar…walaupun ada kesalahan dlm koridor yg wajar mnurut ana,..IM hanya kumpulan manusia bkn malaikat yg pasti berbuat salah,..afwan ustdz ini pnilaian pribadi ana

  36. ricky permalink
    22 November 2010 2:08 pm

    ass…..wr.wb

    Ustadz, ana mau bertanya mengenai bolehkah kita suami istri melakukan senggama atau berhubungan badan pada malam takbiran, dan apakah ada hari atau waktu dimana suami tidak boleh menggauli dalam islam………mohon penjelasannya berdasarkan hadist atau dalil yg kuat biar ana lebih yakin dan memahami……

    Jazakallahu khayran…

    • 29 November 2010 7:57 pm

      Wa ‘alaikumussalaam Warrohmatulloohi Wabarokaatuh,

      Berdasarkan pada dalil, suami dan istri boleh berjima’ kapan saja, dimana saja, selain pada saat istri sedang Haid atau di siang hari Romadhoon atau pada saat muhrim (ber-ihrom untuk Haji dan Umroh). Berikut ini adalah beberapa dalilnya:

      1)

      وَيَسْأَلُونَكَ عَنِ الْمَحِيضِ قُلْ هُوَ أَذًى فَاعْتَزِلُوا النِّسَاءَ فِي الْمَحِيضِ وَلَا تَقْرَبُوهُنَّ حَتَّى يَطْهُرْنَ فَإِذَا تَطَهَّرْنَ فَأْتُوهُنَّ مِنْ حَيْثُ أَمَرَكُمُ اللَّهُ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ التَّوَّابِينَ وَيُحِبُّ الْمُتَطَهِّرِينَ

      Artinya:
      “Mereka bertanya kepadamu tentang haidh. Katakanlah: “Haidh itu adalah kotoran”. Oleh sebab itu hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita di waktu haidh; dan janganlah kamu mendekati mereka, sebelum mereka suci. Apabila mereka telah suci, maka campurilah mereka itu di tempat yang diperintahkan Allooh kepadamu. Sesungguhnya Allooh menyukai orang-orang yang taubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri.” (QS. Al Baqoroh (2) ayat 222)

      2)

      من أتى حائضا أو امرأة في دبرها أو كاهنا فقد كفر بما أنزل على محمد صلى الله عليه وسلم

      Artinya:
      Barangsiapa yang menggauli istrinya, sedangkan dia dalam keadaan Haid atau pada duburnya, atau mendatangi dukun, maka dianggap telah kaafir terhadap apa yang diturunkan pada Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم.” (Hadits Shohiih Riwayat Imaam At Turmudzy no: 135, Imaam Abu Daawud no: 3904 dan Imaam Ibnu Maajah no: 639, dari shohabat Abu Hurairoh رضي الله عنه

      (3)

      أحل لكم ليلة الصيام الرفث إلى نسائكم هن لباس لكم وأنتم لباس لهن} … {فالآن باشروهن} ـ إلى قوله تعالى: {ثم أتموا الصيام إلى الليل

      Artinya:
      Dihalalkan bagi kamu pada malam hari bulan Puasa bercampur dengan isteri-isteri kamu; mereka itu adalah pakaian bagimu, dan kamu pun adalah pakaian bagi mereka. Allooh mengetahui bahwasanya kamu tidak dapat menahan nafsumu, karena itu Allooh mengampuni kamu dan memberi ma`af kepadamu. Maka sekarang campurilah mereka dan carilah apa yang telah ditetapkan Allooh untukmu, dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai (datang) malam, (tetapi) janganlah kamu campuri mereka itu, sedang kamu beri`tikaf dalam mesjid. Itulah larangan Allooh, maka janganlah kamu mendekatinya. Demikianlah Allooh menerangkan ayat-ayat-Nya kepada manusia, supaya mereka bertakwa.(QS. Al Baqoroh (2) ayat 187)

      4)

      الْحَجُّ أَشْهُرٌ مَعْلُومَاتٌ فَمَنْ فَرَضَ فِيهِنَّ الْحَجَّ فَلَا رَفَثَ وَلَا فُسُوقَ وَلَا جِدَالَ فِي الْحَجِّ وَمَا تَفْعَلُوا مِنْ خَيْرٍ يَعْلَمْهُ اللَّهُ وَتَزَوَّدُوا فَإِنَّ خَيْرَ الزَّادِ التَّقْوَى وَاتَّقُونِ يَا أُولِي الْأَلْبَابِ

      Artinya:
      (Musim) haji adalah beberapa bulan yang dimaklumi, barangsiapa yang menetapkan niatnya dalam bulan itu akan mengerjakan haji, maka tidak boleh rafats, berbuat fasik dan berbantah-bantahan di dalam masa mengerjakan haji. Dan apa yang kamu kerjakan berupa kebaikan, niscaya Allah mengetahuinya. Berbekallah, dan sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa dan bertakwalah kepada-Ku hai orang-orang yang berakal.(QS. Al Baqoroh (2) ayat 197)

  37. octora permalink
    27 November 2010 2:16 pm

    Ustadz, pada kolom HIKMAH mengenai Haq Allooh Azza wa Jalla dalam beribadah pada point 2 disebutkan : “Menasehati Allooh di dalamnya”. Apa maksud hal ini?

    Jazzakallooh khoiron

    • 28 November 2010 5:45 am

      Dalam berbagai literatur yang mengungkapkan tentang penjelasan para ‘Ulama tentang “Menasehati Allooh didalamnya”, dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud adalah :
      1. Mengimani dan membenarkan Allooh Subhaanahu Wa Ta’alaa, baik tentang keberadaan-Nya, Nama-Nama dan Sifat-Sifat-Nya maupun Pekerjaan-Nya.
      2. Mentaati Perintah-Perintah-Nya dan menjauhi Larangan-Larangan-Nya
      3. Membenarkan seluruh apa yang berasal dari Allooh Subhaanahu Wa Ta’alaa berupa Syari’at-Syari’at-Nya
      4. Mencintai dan mengagungkan Allooh Subhaanahu Wa Ta’alaa, bahkan mendahulukan-Nya dari siapa pun
      5. Membela-Nya dengan cara membela Syari’at dan Dienul Islaam dari ulah-ulah dan gangguan para musuh Allooh Subhaanahu Wa Ta’alaa

  38. azammy permalink
    1 December 2010 10:05 pm

    assalamu’alaikum ustadz,,

    ana mau bertanya masalah orang musafir,

    1. mana yang rojih hadist yang menyatakan rosul mengqosor solat dalm batas waktu selama 15hari/18hari/19hari/20hari?
    2. bagaimana pendapat tentang mengqosor solat boleh jika sedang sibuk dan sebaliknya, selama dia tinggal di daerah tsb ?
    3. apakah wajib/boleh:
    -solat berjama’ah di masjid sperti solat yang 4 rokaat?
    – melaksanakan shoum sunnah sperti senin- kamis,pertengahan bulan,puasa nabi daud?
    4.berapa KM kah jarak musafir mendapat keringanan?

    • 8 December 2010 8:27 am

      Wa ‘alaikumussalaam Warrohmatulloohi Wabarokaatuh,

      1. Yang rojih adalah bahwa musafir itu dihukumi safar jika dia berniat melakukan safar. Tentang waktu dan jarak, maka para ‘Ulama berselisih pendapat namun jika dia safar untuk 4 hari atau lebih maka dihukumi sebagai Muqiim, dan karenanya dia tersangkut hukum Muqiim.
      2. Tentang sholat berjama’ah, jika berada di tempat apalagi yang utama seperti Mekkah dan Madinah, maka hendaknya ikut berjama’ah dengan Muqiim, mengingat pahalanya yang sangat berlipat.
      Adapun, tentanga shoum sunnah, maka jika dia menganggap tidak ada satu keberatan apa pun ketika dia melaksanakan shoum tersebut, maka dibolehkan baginya untuk shoum. Tetapi jika menyulitkan baginya, maka jangankan yang sunnah, shoum wajib pun disyari’atkan dibatalkan.
      3. Adapun jarak, maka sebagaimana di-Fatwakan oleh Syaikh Muhammad bin Shoolih Al Utasimin rohimahullooh, adalah 84 Km. Namun dalam Hadits Shohiih diriwayatkan oleh Imaam Al Bukhoory no: 1547 dan Imaam Muslim no: 1613, dari Anas bin Maalik rhodiyalloohu ‘anhu, bahwa Nabi Sholalloohu ‘alaihi wassalam sholat dhuhur di Madinah 4 roka’at dan sholat ashar di Dzul Hulaifah (Biir Ali) 2 roka’at.
      Sedangkan antara Madinah dan Dzul Hulaifah tersebut hanyalah terhitung belasan Km.

      Insya Allooh, perkara Safar ini akan Ustadz bahas secara lebih terperinci dalam suatu makalah khusus. Doakan saja, semoga Allooh Subhaanahu Wa Ta’alaa memudahkan agar hal ini terlaksana… Barrokalloohu fiika.

  39. fajri permalink
    4 December 2010 8:57 am

    Assalamu’alaikum..
    Ustadz saya mau bertanya, boleh kah kita bekerja di perusahaan orang kaafir yang didalamnya ada larangan memakai jilbab sementara saya laki-laki. Bagamana syarat dibolehkannya bekerja di perusahaan orang kaafir?
    Bolehkah kita bekerja di pabrik bulu mata palsu?
    Syukron..

    • 8 December 2010 8:14 am

      Wa ‘alaikumussalaam Warrohmatulloohi Wabarokaatuh,

      Berinteraksi (bermu’amalah) dengan siapapun termasuk orang kaafir dalam perkara-perkara keduniawian, termasuk jual beli dan bekerja, pada hukum awalnya adalah Boleh. Namun, harus diperhatikan beberapa poin berikut ini:
      1. Semata-mata hanyalah dalam urusan duniawi, dan tidak ada konsekwensi untuk menghambat (membatasi) apalagi melarang kita untuk mengamalkan apa saja dari Islam yang kita yakini
      2. Tidak dalam perkara yang melanggar atau menyebabkan dosa atau berupa kema’shiyatan, karena bertolong-tolongan dalam dosa dan permusuhan adalah dilarang dan Harom. Hal itu dengan sesama muslim. Apalagi dengan orang kaafir, terlebih jika pekerjaan itu justru mendatangkan bahaya bagi kaum muslimin, maka lebih tidak boleh lagi.
      3. Sebagai sesama muslim maka tidak boleh dan dilarang tinggal diam ketika saudara kita dicaci maki, dihina atau dilarang ketika dia menjalankan syari’at. Oleh karena itu, kewajiban apalagi pekerja tadi adalah wanita sedang anda adalah laki-laki lebih menguatkan lagi untuk tidak tinggal diam dalam perkara ini. Maka belalah dan bergabunglah dengan muslimin lain agar pekerjaan tidak mengenyampingkan syari’at Allooh Subhaanahu Wa Ta’alaa.
      4. Wanita itu semestinya berada dibawah tanggungjawab Walinya dan tinggal di rumahnya. Keluar untuk kepentingan yang sangat mendesak adalah dibolehkan, jika memenuhi syarat-syaratnya.

      Jadi, kesimpulannya adalah:
      – Jika pekerja wanita itu dilarang menggunakan jilba di perusahaan tersebut, maka bisa jadi TIDAK BOLEH bekerja disana jika perusahaan orang kaafir tadi tetap bersikukuh untuk melarang berjilbab
      – Ustadz sarankan, agar kaum muslimin dimanapun membela syari’at Islam dan para wanita yang menutupi aurotnya dengan jilbab sebagaimana disyari’atkan oleh Allooh Subhaanahu Wa Ta’alaa dan Rosuul-Nya. Apalagi jilbab tidak termasuk penghalang bagi profesionalisme.
      – Tentang pembuatan bulu mata, sesungguhnya itu adalah produk yang penggunaannya TIDAK DIPERUNTUKKAN UNTUK KAUM MUSLIMIN DAN MUSLIMAT. Karena mengganti, menyambung bulu mata untuk menipu dan tidak menerima takdir Allooh Subhaanahu Wa Ta’alaa adalah perkara dosa dan menyerupai (tasyabbuh) dengan orang-orang kaafir.

  40. 'Ammaar permalink
    5 December 2010 11:06 am

    Ustadz Achmad Rofi’i, bagaimana hukum Syari’at dalam menyikapi seseorang yang tidak amanah dan seseorang yang pernah menipu kita, apakah harus kita jauhi? Ataukah kita tetap ber-mu’amalah dengan orang tersebut? Atau bagaimana yang sebenarnya, Ustadz ?

    Mohon pencerahannya, Jazakumullah khayran.

    • 8 December 2010 7:58 am

      Pada prinsipnya, sikap memelihara amanah adalah jati diri seorang mukmin sebagaimana Rosuulullooh Sholalloohu ‘Alaihi Wassalaam bersabda, yang diriwayatkan oleh Imaam At Turmudzy no: 2627 dari Shohabat Abu Hurairoh rhodiyalloohu ‘anhu :

      من سلم المسلمون من لسانه ويده والمؤمن من أمنه الناس على دمائهم وأموالهم

      Muslim adalah orang yang membuat orang-orang muslim selamat dari mulut dan tangannya. Dan mukmin adalah orang yang orang-orang merasa aman terhadapnya dalam perkara darah dan harta mereka.”

      Oleh karena itu, saudara kita tadi berarti memiliki cacat dalam kepribadian akibat keimanannya yang lemah. Sehingga sikap kita hendaknya adalah sebagai berikut:
      1. Mengingatkan antara lain dengan kandungan hadits diatas, agar dia mengerti bahwa Iman dan Islam bukan semata-mata angan-angan dan bualan belaka, melainkan sesuatu yang terwujud dalam amalan-amalan konkrit dan kepribadian yang terpuji
      2. Hendaknya kita berwaspada terhadap orang seperti itu, jangan-jangan dia tidak cocok untuk dipercaya dalam perkara finansial.
      3. Hendaknya kita berbaik sangka dengan cara melakukan suatu pendekatan untuk mengetahui sebab dan latar belakang kenapa dia tidak amanah dalam perkara ini. Apakah karena tabiatnya yang tercela sehingga kita menjaga jarak untuk bekerjasama dalam finansial, ataukah ada sesuatu yang lain yang bisa jadi syar’i bagi kita untuk toleran atau bahkan membantunya dengan cara antara lain memberi tempo atau bentuk kebajikan yang lainnya.

  41. 15 December 2010 6:52 am

    Assalamu’alaikum..
    Ustadz, apakah sholat malam boleh berjama`ah apa tidak ?..
    Mohon penjelasan dalilnya ustadz..
    Syukron.

    • 16 December 2010 8:25 am

      Wa ‘alaikumussalaam Warrohmatulloohi Wabarokaatuh,
      Memang jika sholat malam itu terjadi pada bulan Romadhoon, maka justru itulah contohnya bahwa sholat malam pada bulan Romadhoon sunnahnya adalah dilakukan dengan berjama’ah.
      Adapun diluar bulan Romadhoon, maka memang pernah terjadi pada suatu malam Rosuulullooh Sholalloohu ‘Alaihi Wassalaam, sebagaimana biasanya beliau bangun untuk sholat malam, namun pada malam itu ‘Abdullooh bin Abbas rhodiyalloohu ‘anhu bangun dan ketika melihat Rosuulullooh Sholalloohu ‘Alaihi Wassalaam sedang sholat malam, beliau berwudhu kemudian berma’mum pada Rosuul dengan cara berdiri di sebelah kiri Rosuulullooh Sholalloohu ‘Alaihi Wassalaam; yang kemudian oleh Rosuul dipindahkan / digesernya ke posisi sebelah kanan Rosuul.
      Dari kejadian tersebut, dapatlah kita ambil pelajaran bahwa Rosuulullooh Sholalloohu ‘Alaihi Wassalaam tidak melarang untuk sholat malam berjama’ah.

  42. Octora permalink
    15 December 2010 9:26 am

    Assalamu ‘alaikum

    Ustadz, ana punya seorang teman perempuan di kampus.
    Dia tinggal jauh dari rumahnya (ngekos).

    Lalu dia menceritakan masalahnya kepada ana.
    Tapi ana belum berani memberikan jawaban yang pasti, karena takut menyelisihi sunnah Nabi SAW.

    Dia berkata :
    “Aku mau tanya, apa yang harus aku lakukan kalau ada orang yang memberikan aku makanan banyak?
    Aku takut menerimanya kalau ada apa2, bukan suudzhon loh…. Kalau tidak diterima dibilang blagu (sombong), aku serba salah..”

    Tolong yaa ustadz ana minta jawabannya, disertai dalil Al Qur’an dan atau hadits Nabi SAW beserta perawi dan sanadnya.

    Jazakumullah khoiron katsiron

    • 16 December 2010 8:10 am

      Wa ‘alaikumussalaam Warrohmatulloohi Wabarokaatuh,
      1) Jika pemberian tersebut dapat diamati ketulusan dari pemberinya, maka terima dengan baik-baik, karena yang demikian itu termasuk menyenangkan saudara kita, sebab pemberiannya tidak ditolak.
      Adapun, mau diapakan pemberian itu, maka itu terpulang kepada kita yang telah diberi, dan yang sudah mempunyai hak penuh atas makanan tersebut. Bisa dimakan, atau bisa juga dishodaqohkan.
      2) Akan tetapi jika pemberian itu adalah mencurigakan, atau pamrih misalnya, maka bagi kita boleh untuk menolak dengan cara yang baik. Bahkan jika memaksa atau semi memaksa, maka itu sudah mengganggu kenyamanan hidup, sehingga yang demikian itu bisa kita menghidarinya dengan cara pindah tempat kost atau beritahu, minimal orangtua atau teman.

  43. Abu Fariid Al-Batafiy permalink
    15 December 2010 4:29 pm

    Assalamu’alaikum…

    Ustadz…

    Dari beberapa artikel yang ana temukan di suatu internet yang berjudul “Keistimewaan Seorang Mukmin”, terdapat sebuah hadits yang dicantumkan dalam artikel tsb. Haditsnya : “Orang yang shaleh selalu mendapat tekanan-tekanan. (HR. Al Hakim)”

    Yang ingin ana tanyakan, apakah hadits ini benar ada Ustadz?
    Jika ada, bagaimanakah sanad dan keterangannya Tadz?

    Jazaakallahu khairan, Barakallahu fiik…

    • 15 December 2010 11:59 pm

      Wa ‘alaikumussalaam Warrohmatulloohi Wabarokaatuh,
      Tolong bawakan redaksi Hadits aslinya yang berbahasa Arab, karena Hadits terjemahan itu berkemungkinan keliru / salah dalam menterjemahkannya…. Barrokalloohu fiika…

  44. abu muhammad permalink
    15 December 2010 5:08 pm

    Assalamualaikum ustadz, ana mau bertanya tentang masalah waris.
    Ada sebuah keluarga dengan 6 orang anak :
    1. perempuan, 2. perempuan, 3. laki-laki, 4. laki-laki, 5.laki-laki, 6. perempuan.
    Orang tuanya yang masih ada hanya ibunya.
    Belum lama ini anaknya yang no.5 laki-laki meninggal dan meninggalkan harta sebidang tanah 200 meter persegi.
    Bagaimana pembagian warisnya untuk semua keluarga inti tersebut?
    Syukron, mohon balasannya ustadz

    • 16 December 2010 8:30 am

      Wa ‘alaikumussalaam Warrohmatuloohi Wabarokaatuh,
      Syukron wa jazaakallooh khoyron katsiira atas atensinya…
      Hanya saja afwan, masalah waris adalah masalah yang pelik, dibutuhkan data-data yang lebih lengkap seperti:
      – Apakah anak ke-5 (laki-laki) tersebut telah menikah atau belum?
      – Apakah dia telah berketurunan / belum, dan berbagai data lainnya.
      Sehingga fatwa barulah dapat Ustadz berikan, apabila data-data telah lengkap agar tidak keliru dalam menyikapi persoalan waris keluarga antum.
      Oleh karena itu, sebaiknya untuk masalah waris ini, antum menghubungi Ustadz secara langsung per telphone.
      Barrokalloohu fiika….

      • abu muhammad permalink
        16 December 2010 9:59 am

        Assalamualaikum ustadz, afwan datanya kurang.
        Anak lelaki yang meninggal tersebut belum menikah sehingga belum ada keturunannya.
        yang telah menikah hanya anak nomor 1 sampai 3, untuk nomor 4 sampai 6 belum menikah.
        Syukron atas jawabannya.
        Jazaakallahu khairan, Barakallahu fiik…

        Balas

  45. Rizky Arianto permalink
    20 December 2010 9:20 am

    Ustadz, saya ingin sedikit bercerita…

    Saya mempunyai seorang Papa, yang dahulu sangat zhalim terhadap keluarga, malas bekerja, suka memarahi Mama saya, dan menyepelekan nafkah terhadap keluarga. Mama saya lah yang akhirnya bekerja dengan sekuat tenaga untuk membiayai kehidupan keluarga kami dari kami kecil hingga Kuliah.

    Ketika saya sudah berumah tangga-pun, Papa saya tetap merasa bahwa apa yang dilakukannya selama ini adalah hal yang benar, di usia tua, Papa masih bersikap jahat pada kami.

    Saat ini, Papa saya terbujur kaku, kaki dan tangannya lumpuh akibat stroke.

    Apakah yang harus saya lakukan terhadap Beliau? Jika kami mengingat masa lalu akan zhalimnya Papa terhadap kami, rasanya enggan untuk mengurus Papa yang lumpuh. Rasa benci masih saja melekat pada kami sekeluarga, bahkan adik-adik saya pun sudah cuek terhadap Papa karena dulu merasa di zhalimi bertahun-tahun oleh Beliau.
    Mama saya pun beranggapan bahwa lumpuhnya Papa adalah hukuman Allah akibat dari menyia-nyiakan keluarga selama ini.

    Apa yang harus saya lakukan? Saya mohon solusinya.

    Terima kasih.

    • 23 December 2010 11:17 pm

      Wa ‘alaikumussalaam Warrohmatulloohi Wabarokaatuh,
      1) Harus disadari bahwa bisa jadi Allooh menguji seseorang itu dengan kebaikan atau dengan kejahatan, jadi hendaknya kita selalu sadar. Dan bahwa keadaan Bapak seperti yang diungkapkan maka tidak perlu aneh, justru yang penting adalah sadari bahwa dia adalah orangtua kita yang tidak bisa dipecat dari status itu. Oleh karena itu, baik ataupun buruk, dia tetap orangtua kita dan Wajib atas seluruh anggota keluarga, baik istri maupun anak untuk berbuat baik pada Bapak. Disitulah letak ujian dan lapangan amal shoolih kita
      2) Hilangkan trauma dan kedendaman, jangan-jangan dengan kita mengambil sikap melunak, dan memaklumi berbagai kekurangannya, akan menjadi penyebab tingginya derajad kita disisi Allooh Subhaanahu Wa Ta’alaa

  46. Octora permalink
    22 December 2010 9:26 am

    Assalamu ‘alaikum

    Ustadz,

    1. Adakah perbedaan duduk tasyahud akhir sholat wajib dengan sholat sunnah?
    Kalau ada bagaimana Sunnahnya?

    2. Bacaan dzikir yang disunnahkan setelah sholat dhuha dan doanya?

    Jazakumullooh khoiron

  47. alfian maulana permalink
    1 January 2011 9:49 pm

    Assalamualaikum Ustadz.
    Saya mau bantuan untuk dijelaskan masalah hukum membaca doa Qunut Subuh, karena saya pernah membaca sebuah artikel yang isinya tentang disunahkannya Qunut Subuh, dan itu pun diperkuat pendapat-pendapat para Ulama’ (Imam Syafii, dll). Bahkan ada kutipan dari buku Fathkhul Majid, menerangkan demikian. Tolong penjelasannya agar saya tidak ragu………
    Jazakallah khoir……..

    • 4 January 2011 12:07 pm

      Wa ‘alaikumussalaam Warrohmatulloohi Wabarokaatuh,

      QUNUT SHUBUH arti yang sebenarnya adalah BERDIRI LAMA dalam SHOLAT SHUBUH
      . Demikian itu adalah sebagaimana yang dijelaskan oleh Al Haafidzh Ibnu Hajar Al Asqolaany rohimahulloohu ta’alaa dalam Kitab “Faathul Baari”.

      Adapun Qunut Shubuh yang dilakukan oleh kebanyakan orang yang menisbatkan dirinya pada pengikut madzab Syaafi’iy rohimahullooh ta’alaa maka:

      1. Dari Abu Maalik Al Asyjaa’i rohimahullooh ta’alaa, seorang taabi’iin berkata:

      عن أبي مالك الأشجعي قال قلت لأبي يا أبة إنك قد صليت خلف رسول الله صلى الله عليه وسلم وأبي بكر وعمر وعثمان وعلي بن أبي طالب ها هنا بالكوفة نحوا من خمس سنين أكانوا يقنتون قال أي بني محدث

      “Aku berkata kepada ayahku, ‘Wahai ayahku, sesungguhnya engkau telah sholat dibelakang Rosuul Sholalloohu ‘Alaihi Wassalaam, juga dibelakan Abu Bakar, ‘Umar, ‘Utsman dan ‘Ali bin Thoolib (rodhiyalloohu ‘anhum) disini di Kuffah sekitar 5 tahun. Apakah mereka ber-Qunut?
      Lalu beliau menjawab, “Wahai anakku, sesungguhnya yang demikian itu (Qunut) adalah sesuatu yang baru (Bid’ah).” – Hadits Riwayat Imaam At Turmudzy rohimahullooh ta’alaa dalam Sunannya no: 402, dan beliau katakan Hadits ini Hasan Shohiih. Juga Hadits ini dishohiihkan oleh Syaikh Nashiruddin Al Albaany rohimahullooh ta’alaa)

      Imaam At Turmudzy rohimahullooh ta’alaa berkata, “Kebanyakan ahli ilmu beramal diatas atsar ini.”

      2. Dalam kitab “Al Mughny ‘Anil Hifdzy wal Kitaabi”, Al Imaam Abu Hafs ‘Umar bin Badr bin Sa’iid al Muushily al Warroony rohimahullooh ta’alaa berkata:

      لا يصح في هذا الباب شيء ، عن رسول الله ( صلى الله عليه وسلم ) . وفي ” الصحيحين ” من حديث أنسٍ رضي الله عنه قال : ” قنت رسول الله ( صلى الله عليه وسلم ) شهراً بعد الركوع ، يدعو على أحياء من العرب ، ثم تركه

      Tidak ada yang shohiih dalam bab ini (Qunut Fajar) satu Haditspun dari Rosuul Sholalloohu ‘alaihi wassalaam. Justru didalam Hadits Shohiihainy dari Hadits Anas bin Maalik rodhiyalloohu ‘anhu, bahwa Rosuul Sholalloohu ‘alaihi wassalam ber-Qunut satu bulan penuh setelah ruku’, mengutuki pada beberapa suku-suku Arab, kemudian beliau tinggalkan(Hadits Riwayat Imaam Al Bukhoory no: 3170 dan Imaam Muslim no: 1586).”

      Dengan demikian, tenanglah dan tentramlah bahwa yang benar insyaa Allooh ta’alaa bahwa KITA TIDAK MELAKUKAN QUNUT pada HANYA SETIAP SHOLAT SHUBUH SAJA, sebagaimana telah jelas melalui penjelasan para ‘Ulama Ahlus Sunnah Wal Jamaa’ah diatas.

      Justru yang difahami oleh para ‘Ulama Ahlus Sunnah Wal Jamaa’ah yaitu MEMANJANGKAN BERDIRI (BERDIRI YANG LAMA) DALAM SHOLAT SHUBUH lah yang hendaknya dirutinkan.

  48. anwar permalink
    3 January 2011 2:04 pm

    Assalamu’alaykum warohmatullahi wabarokatuhu,

    Ustadz, afwan ana mau bertanya mengenai pembagian harta warisan,
    Apakah boleh kita membagi harta warisan dengan membagi sama rata diantara anggota keluarga yang ada? Tolong berikan ana penjelasan mengenai hukum membagi harta warisan dengan sama rata kepada masing-masinh anggota keluarga! (kalo bisa berikan juga dalilnya baik dari al-Qur’an maupun dari hadist yang shohih). Sebelumnya jazakumullah khoiron katsir atas penjelasan yang diberikan

    • 4 January 2011 8:07 am

      Wa ‘alaikumussalaam Warrohmatulloohi Wabarokaatuh,

      Tentang warisan dibagi sama rata antara ahli waris, maka :
      1. Pembagian dengan cara seperti itu TIDAK DIKENAL dalam TERMINOLOGI ILMU WARIS DALAM HUKUM ISLAM
      2. Membagi Harta Waris dengan sama rata diantara para ahli waris adalah justru menyelisihi firman Allooh Subhaanahu Wa Ta’alaa, dalam QS. An Nisaa’ (4) ayat 11 – 14:

      يُوصِيكُمُ اللّهُ فِي أَوْلاَدِكُمْ لِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الأُنثَيَيْنِ فَإِن كُنَّ نِسَاء فَوْقَ اثْنَتَيْنِ فَلَهُنَّ ثُلُثَا مَا تَرَكَ وَإِن كَانَتْ وَاحِدَةً فَلَهَا النِّصْفُ وَلأَبَوَيْهِ لِكُلِّ وَاحِدٍ مِّنْهُمَا السُّدُسُ مِمَّا تَرَكَ إِن كَانَ لَهُ وَلَدٌ فَإِن لَّمْ يَكُن لَّهُ وَلَدٌ وَوَرِثَهُ أَبَوَاهُ فَلأُمِّهِ الثُّلُثُ فَإِن كَانَ لَهُ إِخْوَةٌ فَلأُمِّهِ السُّدُسُ مِن بَعْدِ وَصِيَّةٍ يُوصِي بِهَا أَوْ دَيْنٍ آبَآؤُكُمْ وَأَبناؤُكُمْ لاَ تَدْرُونَ أَيُّهُمْ أَقْرَبُ لَكُمْ نَفْعاً فَرِيضَةً مِّنَ اللّهِ إِنَّ اللّهَ كَانَ عَلِيما حَكِيماً
      وَلَكُمْ نِصْفُ مَا تَرَكَ أَزْوَاجُكُمْ إِن لَّمْ يَكُن لَّهُنَّ وَلَدٌ فَإِن كَانَ لَهُنَّ وَلَدٌ فَلَكُمُ الرُّبُعُ مِمَّا تَرَكْنَ مِن بَعْدِ وَصِيَّةٍ يُوصِينَ بِهَا أَوْ دَيْنٍ وَلَهُنَّ الرُّبُعُ مِمَّا تَرَكْتُمْ إِن لَّمْ يَكُن لَّكُمْ وَلَدٌ فَإِن كَانَ لَكُمْ وَلَدٌ فَلَهُنَّ الثُّمُنُ مِمَّا تَرَكْتُم مِّن بَعْدِ وَصِيَّةٍ تُوصُونَ بِهَا أَوْ دَيْنٍ وَإِن كَانَ رَجُلٌ يُورَثُ كَلاَلَةً أَو امْرَأَةٌ وَلَهُ أَخٌ أَوْ أُخْتٌ فَلِكُلِّ وَاحِدٍ مِّنْهُمَا السُّدُسُ فَإِن كَانُوَاْ أَكْثَرَ مِن ذَلِكَ فَهُمْ شُرَكَاء فِي الثُّلُثِ مِن بَعْدِ وَصِيَّةٍ يُوصَى بِهَا أَوْ دَيْنٍ غَيْرَ مُضَآرٍّ وَصِيَّةً مِّنَ اللّهِ وَاللّهُ عَلِيمٌ حَلِيمٌ
      تِلْكَ حُدُودُ اللّهِ وَمَن يُطِعِ اللّهَ وَرَسُولَهُ يُدْخِلْهُ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِن تَحْتِهَا الأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا وَذَلِكَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ
      وَمَن يَعْصِ اللّهَ وَرَسُولَهُ وَيَتَعَدَّ حُدُودَهُ يُدْخِلْهُ نَاراً خَالِداً فِيهَا وَلَهُ عَذَابٌ مُّهِينٌ

      Artinya:
      (11) Allooh mensyari’atkan bagimu tentang (waris untuk) anak-anakmu, yaitu : bagian seorang anak lelaki sama dengan bagian dua orang anak perempuan; dan jika anak itu semuanya perempuan lebih dari dua, maka bagi mereka dua pertiga dari harta yang ditinggalkan; jika anak perempuan itu seorang saja, maka ia memperoleh setengah harta. Dan untuk dua orang ibu-bapa, bagi masing-masingnya seperenam dari harta yang ditinggalkan, jika yang meninggal itu mempunyai anak; jika orang yang meninggal tidak mempunyai anak dan ia diwarisi oleh ibu-bapanya (saja), maka ibunya mendapat sepertiga; jika yang meninggal itu mempunyai beberapa saudara, maka ibunya mendapat seperenam. (Pembagian-pembagian tersebut di atas) sesudah dipenuhi wasiat yang ia buat atau (dan) sesudah dibayar hutangnya. (Tentang) orang tuamu dan anak-anakmu, kamu tidak mengetahui siapa di antara mereka yang lebih dekat (banyak) manfa’atnya bagimu. Ini adalah ketetapan dari Allooh. Sesungguhnya Allooh Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.

      (12) Dan bagimu (suami-suami) seperdua dari harta yang ditinggalkan oleh isteri-isterimu, jika mereka tidak mempunyai anak. Jika isteri-isterimu itu mempunyai anak, maka kamu mendapat seperempat dari harta yang ditinggalkannya sesudah dipenuhi wasiat yang mereka buat atau (dan) seduah dibayar hutangnya. Para isteri memperoleh seperempat harta yang kamu tinggalkan jika kamu tidak mempunyai anak. Jika kamu mempunyai anak, maka para isteri memperoleh seperdelapan dari harta yang kamu tinggalkan sesudah dipenuhi wasiat yang kamu buat atau (dan) sesudah dibayar hutang-hutangmu. Jika seseorang mati, baik laki-laki maupun perempuan yang tidak meninggalkan ayah dan tidak meninggalkan anak, tetapi mempunyai seorang saudara laki-laki (seibu saja) atau seorang saudara perempuan (seibu saja), maka bagi masing-masing dari kedua jenis saudara itu seperenam harta. Tetapi jika saudara-saudara seibu itu lebih dari seorang, maka mereka bersama-sama dalam yang sepertiga itu, sesudah dipenuhi wasiat yang dibuat olehnya atau sesudah dibayar hutangnya dengan tidak memberi mudharat (kepada ahli waris). Allooh menetapkan yang demikian itu sebagai) syariat yang benar-benar dari Allooh, dan Allooh Maha Mengetahui lagi Maha Penyantun.

      (13) (Hukum-hukum tersebut) itu adalah ketentuan-ketentuan dari Allooh. Barangsiapa taat kepada Allooh dan Rasul-Nya, niscaya Allooh memasukkannya kedalam syurga yang mengalir didalamnya sungai-sungai, sedang mereka kekal di dalamnya; dan itulah kemenangan yang besar.

      (14) Dan barangsiapa yang mendurhakai Allooh dan Rasul-Nya dan melanggar ketentuan-ketentuan-Nya, niscaya Allooh memasukkannya ke dalam api neraka sedang ia kekal di dalamnya; dan baginya siksa yang menghinakan.

      3. Ustadz nasehatkan agar puas menerima keputusan Allooh Subhaanahu Wa Ta’alaa melalui tuntunan-Nya tentang warisan ini, dan jangan coba untuk melanggar aturan-Nya, karena ancaman Allooh Subhaanahu Wa Ta’alaa amatlah dahsyat, dimana Allooh Subhaanahu Wa Ta’alaa akan memasukkan orang tersebut kedalam neraka, kekal didalamnya dan berhak untuk mendapatkan adzab yang menghinakan.
      4. Hindarkanlah mengikuti perasaan dalam menegakkan hukum Allooh Subhaanahu Wa Ta’alaa. Sungguh hukum Allooh lah yang pasti Adil, karena Allooh Subhaanahu Wa Ta’alaa tidak punya kepentingan apa pun terhadap hamba-Nya. Justru Allooh Subhaanahu Wa Ta’alaa itu Maha Penyayang.
      5. Adat dan budaya dimanapun dan kapan pun boleh kita anggap bahkan kita gunakan, SELAMA TIDAK MENYELISIHI atau BERTENTANGAN dengan tuntunan Allooh, Penguasa Semesta Alam.

      Semoga ana, antum, dan kaum muslimin pada umumnya dimudahkan oleh Allooh Subhaanahu Wa Ta’alaa untuk menepati hukum-hukum-Nya… Barrokalloohu fiika.

  49. agin permalink
    3 January 2011 4:03 pm

    Assalamu’alaikum Ustadz..
    Saya mau bertanya tentang hukum shaum Rabu Kamis Jum’at..
    Adakah hukum atau hadits yang menerangkan tentang shaum pada hari tersebut ?
    Dan bagaimana hukumnya jika saya mengerjakan shaum sunnah tersebut ?
    Syukron ustadz..
    Wassalamu’alaikum..

    • 4 January 2011 8:19 am

      Wa ‘alaikumussalaam Warrohmatulloohi Wabarokaatuh,

      1. Allooh Subhaanahu Wa Ta’alaa dan Rosuul-Nya Sholalloohu ‘alaihi wassalaam telah memberikan tuntunan yang sebaik-baiknya dan yang sesempurna-sempurnanya, sehingga yang baik adalah yang dianggap baik oleh Allooh Subhaanahu Wa Ta’alaa dan Rosuul-Nya Sholalloohu ‘alaihi wassalaam, dan sesuatu apa saja yang tidak dituntunkan oleh Allooh Subhaanahu Wa Ta’alaa dan Rosuulullooh Sholalloohu ‘alaihi wassalam apalagi menyelisihinya pastilah tidaka akan ada baiknya bahkan yang jelas merupakan kesesatan.

      2. Shoum yang disunnahkan adalah:
      a) Shoum Senin dan Kamis, bukan shoum di hari Rabu, Kamis dan Jum’at
      b) Shoum Daawud, yaitu sehari shoum dan sehari tidak shoum, jadi contohnya: bisa jadi shoum Daawud tersebut jatuh di hari Rabu, kemudian Kamisnya tidak shoum, lalu Jum’atnya shoum lagi
      c) Shoum tengah bulan Hijriyah, yaitu tanggal 13, 14 dan 15 tiap bulan Hijriyah, jadi jika Rabu, Kamis dan Jum’at itu tepat jatuhnya pada pertengahan bulan Hijriyah tadi maka shoumlah

      3. Akan tetapi, jika ada keyakinan atau bahkana mengamalkan shoum “jenis baru” yang dikhususkan pada hari Rabu, Kamis dan Jum’at maka itu adalah jelas-jelas merupakan penyelewengan dan penyelisihan terhadap tuntunan Allooh Subhaanahu Wa Ta’alaa dan Rosuul-Nya Sholalloohu ‘alaihi wassalaam yang sudah ada.

      Semoga Allooh Subhaanahu Wa Ta’alaa senantias membimbing kita di jalan-Nya yang lurus dan istiqomah hingga akhir hayat…. Barrokalloohu fiika

  50. 3 January 2011 6:22 pm

    Assalamu’alaikum Ustadz..

    Apa perbedaan antara manhaj ahli Hadith Mutaqaddimin dan Mutaakhirin didalam menilai hadith? Saya kurang faham apa yang dimaksudkan dengan istilah-istilah tersebut.

    Mohon pencerahan.. Jazakallahu khairan

    • 26 January 2011 5:40 pm

      Wa ‘alaikumussalaam Warohmatulloohi Wabarokaatuh,
      Mohon maaf atas keterlambatan menjawab pertanyaan antum, sehubungan dengan berbagai kesibukan yang ada.

      Adapun perbedaan antara Manhaj Ahli Hadiith Mutaqoddimiin dan Muta’akhiriin adalah antara lain sebagai berikut:

      1. Ditinjau dari sisi zamannya:
      a) Maka pada masa Mutaqoddimiin orangnya adalah pada umumnya hidup dari zaman Rosuulullooh Sholalloohu ‘alaihi wassalaam sampai dengan tahun 300 Hijriyah. Betapa pun, ada beberapa Masyaikh yang memasukkan seperti Imaam An Nasaa’i rohimahullooh (wafat tahun 303 H) dan Imaam Ibnu Hudzaimah rohimahullooh (wafat tahun 311 H), mengingat karya ilmiah beliau dalam masalah Hadiits yang sangat menonjol.

      Sedangkan sejak tahun 300 Hijriyah sampai sekarang, barulah disebut sebagai masa Muta’akhiriin.
      b) Kualitas keilmuan dan keimanan pada zaman Mutaqoddimiin adalah sangat terkenal dengan kekokohannya, kegigihannya, pengorbanannya terhadap Al Islaam, dan keunggulan ilmu dan hafalan mereka yang sangat tajam, dalam dan faaqih. Sehingga tidak aneh jika pada masa mereka seorang ‘aalim mampu menghafal jutaan hadiits seperti Imaam Ahmad bin Hanbal rohimahullooh.

      2. Ditinjau dari sisi Manhaj Haditsnya:

      Masa Mutaqoddimiin adalah masa perintisan dalam berbagai bidang keilmuan, sehingga muncullah cikal bakal dari seluruh cabang ilmu yang akan dikembangkan, dijabarkan, diringkas, disyarahkan oleh Muta’akhiriin, seperti : Ilmu Hadiits dalam berbagai cabangnya, penulisan koedifikasi Hadiits dengan berbagai macamnya (ada Kitab Shohiih, ada Kitab Sunan, ada Kitab Musnad, dstnya).

      Sedangkan pada masa Muta’akhiriin, tidaklah sedemikian. Justru pada masa Muta’akhiriin ini, adalah kualitas ilmu berkurang, ijtihad berkurang bahkan yang tumbuh adalah taqliid terhadap ‘Ulama, mulai dicenderunginya ilmu-ilmu rasional dan filsafat sehingga berakibat pada periwayatan Hadits yang tidak lagi bertumpu kepada kualitas perowi seketat pada masa Mutaqoddimiin misal dalam perkara keadilan (ketaqwaannya) dan dhobt-nya (keakuratan hafalannya) karena pada masa Muta’akhirin jarang meriwayatkan Hadits melalui Kitab yang tersambung dengan Perowi sebelumnya bahkan cenderung duniawi menjadi bagian dari orientasinya.

      Demikianlah, semoga menjadi jelas adanya dan semoga menjadi ilmu yang bermanfaat bagi kita semua…. Barrokalloohu fiika

  51. Abu Zaky permalink
    10 January 2011 2:25 pm

    Assalamu’alaykum Ustadz..

    Beberapa hari ini teman saya di kantor sering diganggu oleh Jin ketika dia berada di tempat kostnya pada saat tidur malam. Kejadian ini sudah berulang beberapa kali dialami oleh teman-teman kostnya yang lain.

    Mohon dijelaskan apakah ada tuntunan dari sunnah Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam untuk menjaga diri kita dari gangguan Jin?

    Jazakallah Khairan.

    • 21 January 2011 7:29 pm

      Wa ‘alaikumussalaam Warrohmatulloohi Wabarokaatuh,

      Pasti ada tuntunannya, baik dalam Al Qur’an maupun dalam Hadits. Oleh karena itu Ustadz berpesan, jika kalian ingin terbebas dari gangguan jin dan syaithoon, maka coba lakukanlah nasehat Ustadz berikut ini:
      1) Bersihkan dan bebaskan tempat tinggal / kost anda dari gambar-gambar atau foto-foto makhluk bernyawa, maupun patung-patung makhluk bernyawa dan sejenisnya
      2) Jangan meninggalkan sholat 5 waktu, minimal
      3) Bacalah Al Qur’an setiap hari dengan kuantitas sejauh kemampuan kalian
      4) Perdengarkan di tempat kost kalian bacaan murottal Al Qur’an
      5) Biasakan dan hidupkan do’a dan dzikir pagi dan petang
      6) Menghafal Al Qur’an sedapat mungkin untuk mengisi hati kalian, sebab syaithoon tidak akan berani pada orang yang didalam hatinya ada Al Qur’an
      7) Tambahkan ‘ilmu dien, agar menguatkan keyakinan bahwa siapapun tidak ada yang mampu memberi manfaat dan menimpakan bahaya (madhorot) tanpa izin Allooh Subhaanahu Wa Ta’alaa, karena itu maka tingkatkanlah upaya pengkajian terhadap Al Islaam.

      Barrokalloohu fiika….

  52. 13 January 2011 6:18 pm

    Assalamu’alaikum warahmatullohi wabarakatuh. Ustadz afwan ada sebuah komunitas radio Islam yang sering mentahdzir / memvonis sebuah tandzim maupun perorangan yang kru radio tersebut belum tabayyun / klarifikasi terhadap tandzim tersebut maupun perorangan, apa tanggapan antum mengenai hal ini?
    Dan salah satu komunitas tandzim yang sering ditahdzir adalah tandzim Islam yang pusatnya di Bogor dan tandzim yang berada di Bekasi yang gigih terhadap pembelaan melawan Pemurtadan dan Kristenisasi!, mohon tanggapan antum,
    Dan anehnya ada sebuah majalah yang mendukung perjuangan terhadap gerakan anti Pemurtadan dan Kristenisasi yang domisili di Malang yang malah isinya lebih bijak dan mumtaz, mohon penjelasan pula ustadz,
    Semoga Alloh meridhoi langkah dakwah antum dan selalu menjaga antum.
    Wassalamu’alaikum warahmatullohi wabarakatuh

    • 21 January 2011 7:19 pm

      Wa’alaikumussalaam Warrohmatulloohi Wabarokaatuh,

      Kalau kita mau bertindak sebagai orang cerdas, maka sadarilah bahwa saat ini kaum muslimiin hendaknya ditambah ilmunya, diperkokoh ukhuwwahnya, diperteguh persatuannya, didamaikan perselisihannya; bukannya justru diperkental taqliidnya, diperapuh ukhuwwahnya, , diperuncing perpecahannya, diprovokasi pertengkarannya.

      Kalau saja kita melihat dari saudara kita kesalahan, maka yang perlu diingat adalah bahwa kita pun tidak luput dari kesalahan, karena itu sikap yang terpuji adalah tutupi aib itu karena dia adalah saudara kita atau sayangi dia dengan cara memberinya nasehat dengan hikmah dan baik, agar dia bersama kita kembali berada di jalan Allooh Subhaanahu Wa Ta’alaa hingga kita diberi husnul khootimah dan dikumpulkan didalam surga-Nya…. Barrokalloohu fiika

  53. Maulana permalink
    14 January 2011 10:28 pm

    Assalamu’alaikum…..
    Ustadz,
    1. Bagaimana hukumnya orang yang tidak mendapati Khotbah Jum’at (terlambat), sah tidak Sholat Jum’atnya….?
    2. Ketika masuk masjid sedang adzan, lebih baik langsung sholat, apa nunggu selasai adzan? Apa ada hubungannya dengan hadits ( إذا قُلت لصاحبك أَنْصِت والإمام يخطبُ فقد لَغَوْت )
    Jazakallah khoir…………

    • 21 January 2011 6:33 pm

      Wa ‘alaikumussalaam Warrohmatulloohi Wabarokaatuh,

      1) Jika dia sempat mendapati Imaam Sholat Jum’at, maka insya Allooh sah; hanya saja sholat Jum’atnya mengalami cacat dan kekurangan
      2) Kalau bisa digabung, maka lakukan; dalam artian dengarkan dan perhatikan Adzan lalu menjawab Adzan karena yang demikian itu adalah Sunnah. Dan lakukan sholat Tahiyyatul Masjid dengan cara mempercepat, kemudian jangan lagi kasus ini terulang agar sholat Jum’at anda sempurna.
      3) Adapun kaitannya dengan Hadits yang anda tanyakan, maka secara langsung tidak berkaitan karena anda tidak bergerak bukan pada yang dimaksud oleh Hadits tersebut. Hadits itu adalah terkait jika anda mengatakan sesuatu atau melakukan sesuatu pada saat Khotib sudah diatas mimbar padahal tidak ada keperluan syar’ie-nya.

      Barrokalloohu fiika…

  54. suryanto permalink
    17 January 2011 6:13 pm

    Assalamu ‘alaikum Warrohmatulloohi Wabarokaatuh,
    Ustadz Achmad Rofi’i Asy Syirbuni, pada kolom Hikmah yaitu “(37) Ciri-ciri Orang ‘Aalim” mohon saya diberi uraian nomor sebagai berikut :
    nomor 8. Bersih hati terhadap harta orang dan
    nomor 10. Meninggalkan pembatas dengan manusia
    (Dinukil dari Kitab “Ghidzaa’ul Albaab”)
    Sebelumnya saya mengucapkan terima kasih atas kesediaannya Ustadz memberikan penjelasan semoga Allooh selalu melimdungi Ustadz sekeluarga, Aamiin.
    Wassalamu’alaikum Warrohmatulloohi Wabarokaatuh.

    • 21 January 2011 6:20 pm

      Wa ‘alaikumussalaam Warrohmatulloohi Wabarokaatuh,

      1) Bersih Hati terhadap Harta Orang:
      Bahasa Arabnya adalah ‘Afiifun, maknanya adalah: Seorang ‘Aalim itu haruslah berusaha membersihkan dirinya dari Cinta terhadap Dunia, Rakus, Berharap dari Manusia; akan tetapi dia berusaha untuk lebih mencintai akherat, apa yang ada disisi Allooh dan bergantung sepenuhnya kepada Allooh Subhaanahu Wa Ta’alaa.

      2) Meninggalkan Pembatas dengan Manusia:
      Artinya sebagai seorang ‘Aalim, dia harus siap untuk menerima keluhan, pengaduan dari ummat dengan tanpa memasang jarak, dan itu diusahakan disetiap saat.

      Zaadakalloohu Hirshon….

  55. Octora permalink
    18 January 2011 7:22 pm

    Assalamu’alaikum

    Ustadz, shahihkah doa ini:

    Robbana afrigh ‘alayna shobron wa tawaffana muslimin

    Bila ya, dimaksudkan untuk apa?
    Syukron,

    Jazakumulloh khoiron

    • 21 January 2011 6:26 pm

      Wa ‘alaikumussalaam Warrohmatulloohi Wabarokaatuh,

      Justru itu adalah doa yang terdapat didalam Al Qur’an Surat Al A’roof (7) ayat 126, tentang kisah Nabi Musa dengan Fir’aun dan doa ini adalah dalam upaya meneguhkan hati agar tetap sabar dan istiqomah sampai mati, betapa pun ujian dahsyat menghadang… Barrokalloohi fiik

  56. Hamzah Fansyury permalink
    20 January 2011 11:13 am

    Assalamualaikum.Wr.Wb

    Ustadz saya sering mendengarkan Ustadz membahas penjelasan di radio Dakta..
    Ustadz saya ISLAM sejak kecil, tapi saya tidak tau apa itu ISLAM sebenarnya, karena saya nakal, umur saya 23 tahun dan saya sudah mempunyai seorang istri dan anak laki laki..
    Ustadz, pertanyaan pertama : Saya menikah di saat istri saya di KUA dan sedang Hamil apakah itu sah atau tidak??? (Sewaktu saya aqiqah, saya sudah dinikahkan lagi tapi tidak lewat KUA)
    Kedua : Saya juga baru mulai menekuni dan mencari jati diri saya dalam hidup, pertanyaannya: Apakah saya telat dalam mencari Jati Diri saya di mata ALLAH SWT???
    Ketiga : Apa yang harus saya lakukan dengan istri saya sekarang karena kami belum pernah Taubat, apakah amal baik kami tidak diterima ALLAH SWT???

    Terima Kasih atas adanya Tanya Jawab ini..

    Wassalamualaikum.Wr.Wb.

    • 21 January 2011 5:30 pm

      Wa ‘alaikumussalaam Warrohmatulloohi Wabarokaatuh,

      1. Insya Allooh prosesi akad anda sekarang sudah sah, karena sudah dinikahkan lagi pada saat aqiqoh
      2. Tidak ada kata terlambat dalam kembalinya seorang hamba kepada Allooh Subhaanahu Wa Ta’alaa selagi nyawa belum sampai ke kerongkongan, dan atau matahari belum terbit dari sebelah Barat; karena itu Ustadz sarankan agar segeralah kalian bertaubat sebaik mungkin dan sesegera mungkin. Sebagai indikator Taubat anda, maka periksalah Taubat anda melalui 4 koridor berikut ini, yakni:
      a) Menyesali atas perbuatan dosa yang telah dilakukan
      b) Meninggalkan perbuatan dosa yang pernah dilakukan
      c) Berniat tidak kembali mengulangi kesalahan anda
      d) Mengganti dengan amal-amal kebajikan
      3. Insya Allooh, jika niat Taubat sudah ada, langkah menuju kesana sudah ada dan kongkrit maka optimislah, mudah-mudahan taubat anda diterima Allooh Subhaanahu Wa Ta’alaa dan demikian pula berbagai kebajikan yang selama ini telah anda lakukan mudah-mudahan diterima pula oleh Allooh Subhaanahu Wa Ta’alaa.

      Barrokalloohu fiika…

  57. aisyah permalink
    22 January 2011 4:09 pm

    Assalamu’alaikum Ustadz,

    Saya nak tanye mengenai kulit babi. Boleh tak Ustaz tengok gambar di sini http://i83.photobucket.com/albums/j281/acaizman/leather.jpg dan identify sama ada ini adalah kulit babi atau pun tidak. Saya agak confuse sebab kulit ni tak de la pulak 3 titik seperti kulit babi yang selalu kite tgk tu. Bile saya tanye tukang jual, dia cakap ni calfskin lining. Saya hanya mau confirmation dari Ustaz sepuya tidak ada kekeliruaan slps ini.

    Terima kasih banyak-banyak Ustadz.

    aisyah

    • 26 January 2011 5:50 pm

      Wa ‘alaikumussalaam Warohmatulloohi Wabarokaatuh,

      Secara kasat mata memang penampakan kulit pada gambar yang anti maksudkan tersebut kurang jelas. Dibutuhkan pembesaran mikroskopik beberapa kali lipat agar dapat terlihat dengan lebih jelas. Bisa jadi bukan merupakan kulit babi kalau tidak ada 3 titiknya. Mungkin saja kulit binatang yang lain. Walloohu a’lam.

      Akan tetapi kalau kita ingin menjaga dien dan iman kita, sebaiknya berhati-hati dan menjauhkan diri dari perkara yang masih meragukan. Sebagaimana Rosuulullooh sholalloohu ‘alaihi wassalaam bersabda yang artinya: “Tinggalkanlah apa-apa yang meragukanmu, pada apa-apa yang tidak meragukanmu.”

      Terlebih lagi bahwa bermewah-mewah dalam hidup adalah menjauhkan diri dari zuhud yang dianjurkan oleh Rosuulullooh sholalloohu ‘alaihi wassalam. Sehebat dan semegah apapun dunia ini tidaklah akan ada seberapanya jika dibanding dengan kemegahan surga serta kenikmatannya.

      Barrokalloohu fiiki…

  58. Hamzah Fansyury permalink
    22 January 2011 8:47 pm

    Assalamualaikum Wr. Wb.

    Ustadz saya mau tanya lagi masalah Sholat :
    1. Terkadang Imam tidak membaca Basmalah ketika membaca Al-Fatihah & Surat yang lain??? ( apakah ada Hadistnya )
    2. Saya juga pernah mendengar membaca doa If’titah itu tidak diwajibkan, apa benar ustadz???
    3. Mengapa ketika Iktidal, makmum bukan menyebut ” Samiallah huliman hamidah ” melainkan ” Rabbana lakal hamdu ”
    4. Dengkul atau tangan yang terlebih dahulu menyentuh tanah saat Sujud???
    5. Cara sholat sunnah??? Apakah sama dengan sholat wajib dengan membaca If’titah dan surat setelah Al-Fatihah???

    Terima kasih..

    Wassallamualaikum Wr. Wb.

  59. umy shofi permalink
    27 January 2011 6:11 pm

    Assalamu’alaikum…

    Ustadz di kamar ana lantainya memakai karpet, pada suatu saat anak ana tidur-tiduran di karpet tersebut dalam keadaan bajunya basah oleh ompol, pertanyaannya: Apakah bila ana sholat di kamar ana yang berkarpet tsb, sholatnya sah atau tidak, walaupun karpetnya sudah kering.
    Jazakallohu khoyron atas jawabannya…

    • 1 February 2011 8:16 am

      Wa ‘alaikumussalam Warohmatulloohi Wabarokaatuh,

      1. Jika anti tidak sengaja sehingga ompol itu menjadi kering
      2. Jika tidak mengganggu kekhusyu’an sholat karena bau ompol
      3. Jika tidak untuk berulang,
      maka insya Allooh tidak mengapa sholatnya.

  60. 6 February 2011 10:35 am

    assalamu’alaikum ustaz..

    Ada ulama hadith yang mengatakan hadith berkaitan larangan menasihati pemerintah secara terang-terangan tidak shahih, seperti yang terdapat di dalam website ni.. http://al-ahkam.net/forum09/viewtopic.php?f=156&t=39762#p157599

    Jadi bagaimana Ustaz? Adakah fiqh nya berubah atau bagaimana? Minta tunjuk ajar..

  61. Maulana permalink
    8 February 2011 8:03 pm

    Assalamualaikum………..
    Ustadz, gimana pendapat Ustadz tentang Syaikh Nashiruddin Albani….?
    sekarang banyak yang mengkritik tentang beliau, mohon penjelasannya….!
    Jazakallah khoir……….

    • 10 February 2011 10:36 pm

      Wa ‘alaikumussalaam Warohmatulloohi Wabarokaatuh,

      Wahai saudaraku, tidak ada di dunia manusia yang ma’shum (terjaga dari salah dan dosa) kecuali Muhammad Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم.

      Hendaknya, kita senantiasa menyibukkan diri terhadap perkara-perkara yang membuat kita beruntung baik di dunia, maupun di hari akhirat; dan tidak ikut-ikutan sibuk menghujat atau menggunjing orang yang jangankan melakukan hal tersebut terhadap orang yang sudah mati, bahkan terhadap orang yang masih hidup pun adalah terlarang didalam dienul Islam.

      Berkenaan dengan Syaikh Nashiruddin Al Albaany رحمه الله, Al Muhaddits, maka tidak perlu kiranya untuk memperkenalkan kepada siapapun dari Ahlus Sunnah Wal Jamaa’ah pada zaman ini tentang sesuatu yang sudah ma’ruuf (diketahui). Karena sebagaimana peribahasa dalam bahasa Arab “Al Ma’ruufu Laa Yu’rof” (Sesuatu yang sudah dikenal, maka tidak perlu diperkenalkan).

      Karena itu, kiranya cukup apa yang saya nukil berikut ini untuk menjadi bukti bagi antum dan kita semua tentang siapakah Al Muhaddits, Syaikh Nashiruddin Al Albaany رحمه الله :

      Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم bersabda:

      إِنَّ اللَّهَ يَبْعَثُ لهذِهِ الأمَّةِ عَلَى رأْسِ كلِّ مائةِ سنةٍ مَنْ يُجَدِّدُ لَهَا دِينَها

      Artinya:
      Sesungguhnya Allooh senantiasa akan membangkitkan untuk umat ini, pada setiap akhir seratus tahun, seorang yang akan mentajdid dien-Nya.”
      [Hadits shohiih riwayat Imaam Abu Daawud, juga dishohiihkan oleh Syaikh Al-Albaany dalam Sunan Abu Dawud no.4291 dan Silsilah Hadits Shohiih no.148]

      Pujian Ulama Kepada Syaikh Al Albaany رحمه الله

      (1 Syaikh ‘Abdul Aziz bin ‘Abdullah bin Baaz رحمه الله mengatakan :
      Saya tidak pernah mengetahui seorang pun di atas bumi ini yang lebih alim dalam bidang hadits pada masa kini yang mengungguli Syaikh Al Albaany رحمه الله”
      (Majalah ash Sholah, Yordania th. 4 Edisi 23/Sya’ban/th. 1420 H., hal. 76)

      (2) Syaikh bin Baaz رحمه الله juga mengatakan :
      Syaikh Muhammad Nashiruddin Al Albaany رحمه الله adalah mujaddid zaman ini dalam dugaanku, walloohu a’lam

      (3) Syaikh Muhammad bin Shoolih Al ‘Utsaimiin رحمه الله berkata mensifati Syaikh Al Albaany رحمه الله :
      “Ahli hadits negeri Syam, pemilik ilmu yang sangat luas tentang hadits secara riwaayat dan dirooyah. Allooh Ta’aala menganugerahkan manfaat yang banyak kepada manusia melalui karya-karya ilmiahnya berupa ilmu dan semangat mempelajari ilmu hadits” (Hayaatul Albaany II/543 oleh Muhammad bin Ibrohim asy Syaibani)

      (4) Syaikh Al ‘Utsaimiin رحمه الله juga berkata :
      Imaam ahli hadits. Saya belum mendapati seorang pun yang menandinginya di zaman ini
      (Kaset Majalis Huda wa Nur Aljazair no. 4 tanggal 9/Rabi’ul Awal 1420 H)

      (5) Pujian Asy Syaikh Muhammad bin Shoolih Al ‘Utsaimin رحمه الله, “Yang saya ketahui tentang Syaikh, dari pertemuan saya dengan beliau – dan itu sangat sedikit – bahwa beliau sangat teguh di dalam mengamalkan As Sunnah dan memerangi bid’ah, baik dalam’ aqiidah maupun amaliyah. Dan dari telaah saya terhadap karya tulis beliau, saya mengetahui bahwa beliau memiliki ilmu yang luas di dalam hadits, riwaayat maupun dirooyah. Dan bahwasannya Allooh memberikan manfaat yang banyak dari karya tulis beliau, baik dari segi ilmu maupun metodologi….”
      (Shohiih At-Targhiib Wa At-Tarhiib” jilid 1)

      (6) Syaikh al ‘Allaamah ‘Abdul Muhsin bin Hamd al ‘Abbad, pengajar di Masjid Nabawy saat ini berkata, “Syaikh Al ‘Allaamah al Muhaddits Muhammad Nashiruddin Al Albaany رحمه الله. Saya tidak menjumpai orang pada abad ini yang menandingi kedalaman penelitian haditsnya” (Rifqon Ahlas Sunnah bi Ahlis Sunnah hal. 35-36)

      (7) Syaikh Humud bin ‘Abdullooh at Tuwaijiri mengatakan, “Sekarang ini Al Albaany menjadi tanda atas sunnah. Mencela beliau berarti mencela sunnah
      (Maqolatul Albaany hal. 224 oleh Nurudin Tholib)

      (8) Syaikh Dr. Bakr bin ‘Abdillah Abu Zaid, anggota Komisi Fatwa Saudi Arabia mengatakan dalam membantah ucapan Muhammad Ali ash Shobuni, “Ini merupakan kejahilan yang sangat dan pelecehan yang keterlaluan, karena kehebatan ilmu Al Albaany dan perjuangannya membela sunnah dan ‘aqiidah salaf sangat populer dalam hati para ahli ilmu. Tidak ada yang mengingkari hal itu kecuali musuh yang jaahil
      (at Tahdzir min Mukhtashorot as Shobuni fi Tafsiir hal. 41)

      (9) Syaikh al Muhaddits Abdush Shomad Syarafuddin, pengedit Kitab Sunan Kubro karya Imaam an Nasaa’i telah menulis surat kepada Al Albaany رحمه الله sebagai berikut, “Telah sampai sepucuk surat kepada Syaikh ‘Ubaidullah ar Rahmany, ketua Jaami’ah as Salafiyah dan penulis Mir’aah al Mafaatih Syarah Misykah al Mashoobih, sebuah pertanyaan dari Lembaga Fatwa Riyadh Saudi Arabia tentang hadits yang sangat aneh lafadznya, agung maknanya dan memiliki korelasi erat dengan zaman kita. Maka, seluruh ulama disini semua bersepakat untuk mengajukan pertanyaan tersebut kepada seorang ahli hadits yang paling besar abad ini, yaitu Syaikh Al Albaani رحمه الله, ‘alim Rabbani
      (Hayaatul Albaany I/67, Majalah at Tauhiid, Mesir th. 28 Edisi 8/Sya’ban/th. 1420 H, hal. 45)

      (10) Ucapan ahli hadits asal India kelahiran Uttar Pradesh Dr. Muhammad al Mushthofa al A’zhomi, “Bila Syaikh (Al Albaany) berbeda hukum denganku dalam masalah shohiih dan dho’iifnya hadits, maka saya menetapkan pendapatnya, karena saya percaya kepadanya, baik dari segi ilmu dan dien
      (Dr. Musthofa al A’zhomi dalam Muqoddimah Shohiih Ibni Khuzaimah I/6, 32)

      (11) Sikap hormat Asy Syaikh al-‘Allamah Muhammad ‘Amiin asy-Syinqithi رحمه الله (ahli Tafsiir yang tidak ada bandingannya di zamannya) yang tak lazim kepada Syaikh Al Albaany, dimana saat beliau melihat Al Albaany berlalu padahal beliau tengah mengajar di Masjid Nabawy, beliau menyempatkan diri berdiri untuk mengucapkan salam kepada Al Albaany demi menghormatinya. (Shohiih At-Targhiib Wa At-Tarhiib” Jilid 1)

      12) Pujian Al-‘Allaamah Muhibbuddin al-Khothib رحمه الله, “Diantara para da’i kepada as-Sunnah, yang menghabiskan hidupnya demi bekerja keras untuk menghidupkannya adalah saudara kami Abu Abdurrohman Muhammad Nashiruddin bin Nuh Najati Al Albaany.” (Shohiih At-Targhiib Wa At-Tarhiib” jilid 1)

      13) Syaikh Muhammad bin Ibrohim Aalu Syaikh رحمه الله pernah menyebut Al Albaany dengan pujian, “Beliau adalah Ahli Sunnah, pembela kebenaran dan musuh yang menghantam para pengikut kebaathilan.” (Shohiih At-Targhib Wa At-Tarhib” jilid 1)

      Sumber :
      Syaikh al Albaany Dihujat, Ustadz Abu Ubaidah, Pustaka Abdullah Jakarta, Cetakan Pertama, 5 Oktober 2005, 1 Ramadhan 1426 H & Kitab “Shohiih At-Targhiib Wa At-Tarhiib” Jilid 1. Penerbit: Pustaka Sahifa Jakarta

  62. suryanto permalink
    12 February 2011 11:28 am

    Assalamu’alaikum Warohmatulloohi Wabarokaatuh,
    Ustadz Achmad Rofi’i Asy Syirbuni, mohon saya diberi penjabaran no. 3 Tidak ada daging yang menempel pada tulangku.” dari kolom HIKMAH (51) dengan judul ” Menjelang Kematian”(Dinukil dari ‘Ihyaa’u ‘Uluumiddiini karya Imaam Al Ghozaaly رحمه الله)
    Atas waktu dan kesediaannya Ustadz saya ucapkan terima kasih, dan semoga Allooh melindungi dan menerima amalan Ustads Achmad Rofi’i sekeluarga, Aamiin.

    • 12 February 2011 8:26 pm

      Wa ‘alaikumussalaam Warohmatulloohi Wabarokaatuh,
      Maksudnya walloohu a’lam adalah:
      1. Memperbanyak ibadah dan mendekatkan diri pada Allooh daripada mempergemuk badan dengan banyak makan dan minum yang dengannya akan memperbanyak tidur, yang akhirnya akan sulit dan berat untuk dipakai beribadah pada Allooh Subhaanahu Wa Ta’aalaa,
      2. Orang-orang shoolih zaman dahulu, demikianlah kebiasaan mereka, jangankan yang makruh atau Harom, yang boleh sekalipun mereka itu membatasi diri darinya; sehingga yang demikian itu berbekas pada “lebih baik kurus kering, daripada banyak makan dan minum yang cenderung lebih menghambat untuk taat pada Allooh Subhaanahu Wa Ta’aalaa” sebagaimana poin diatas.
      3. Gemuknya badan pada saat mati akan memperlama pesta poranya ulat, sedangkan orang shoolih berpikir bagaimana menghadap Allooh Subhaanahu Wa Ta’aalaa dengan gemuk beramal shoolih dan bukan gemuk badannya.

      Demikianlah, semoga bermanfaat…. Zaadakalloohu hirshon

  63. abdul Razzaq permalink
    18 February 2011 10:45 am

    Assalamu’alaikum….
    Ustadz, mohon penjelasannya..
    1. Gimana kalo dalam sholat maktubah 4 rakaat, kemudian imam lupa sehingga menjadi 5 rakaat, dan para makmum ingat setelah selesai sholat, gimana sebaikya kalo begitu, apa diulangi…?
    2. Gimana caranya sholat, 1 orang muqim yang bermakmum dengan leih dari 1 orang musafir yang mana sholatnya di-jama’ qoshor
    Terimakasih jawabannya……

    • 2 March 2011 4:44 pm

      Wa ‘alaikumussalaam Warohmatulloohi Wabarokaatuh,

      1. Tidak perlu diulang sholatnya, akan tetapi si Imam Sholat diberitahu dimana setelah diberitahu dan menyadari, hendaknya Imam memberitahukan dan memerintahkan jamaa’ah untuk Sujud Sahwi yang dipimpin oleh Imaam; yakni: 2 kali Sujud dan setelah itu Salaam, kemudian selesai. Diharapkan Imaam Sholat tidak mengulangi lagi lupanya di kali yang lain.

      2. Jika Muqiim 1 orang tadi menjadi Imaam Sholat, maka dia sholatnya dengan cara Sholat Muqiim, artinya sholatnya sempurna (tidak di-qoshor atau juga dijama’). Dan berarti ma’mum yang musafir, 1 orang ataupun lebih, mengikuti Imaam Sholat dengan cara menyempurnakan roka’at.

      Tetapi, jika Muqiim yang menjadi Ma’mum, maka Musafir mengangkat 1 orang menjadi Imaam dari mereka lalu meng-qoshor dan men-jama’ sholatnya kalau memerlukan; sedangkan Ma’mum yang Muqiim menyempurnakan roka’at setelah Imam yang Musafir tadi melakukan salam.

      Barokalloohu fiika…

  64. yopi wahono permalink
    26 February 2011 10:27 pm

    Assalamu’alaikum warohmatulohi wabarokatuh,

    Ustadz saya mau nanya beberapa hal:
    1. Apakah sah niat hanya didalam hati
    2. Apakah sah bacaan sholat hanya surat Al-Fatehah, Al-An-nas, Al-Falaq, Al-Ikhlas, Ayat kursi ( karena saya baru hapal 4 surat tersebut )
    3. Apakah boleh zikir dalam hati dan itupun hanya La Ilaha Illalloh
    4. Apakah pendapat yang menyatakan bahwa zikir itu lidah harus selalu menyentuh langit-langit mulut adalah benar?

    • 2 March 2011 4:27 pm

      Wa ‘alaikumussalaam Warohmatulloohi Wabarokaatuh,

      1. Justru NIAT yang BENAR adalah DIDALAM HATI. Dan tidak dengan melafadzkannya di lisan (mulut) dengan berkomat-kamit, mengatakan: “Usholli…..” dstnya, karena yang demikian itu faham dan ajaran baru yang tidak akan ditemui dalam pengajaran Rosuulullooh Sholalloohu ‘Alaihi Wassalaam tentang sholat khususnya.

      2. Sah sholat anda, karena yang harus tidak boleh terlewat dalam setiap roka’at sholat adalah Al Faatihah. Jadi surat ini tidak boleh lupa dan tertinggal. Adapun membaca surat atau ayat setelah Al Faatihah ini, adalah hukumnya Sunnah dan seandainya anda baru hafal surat-surat tersebut lalu menggunakannya maka Sah. Hanya saja, Ustadz sarankan agar kualitas maupun kuantitas hafalan anda hendaknya ditambah, karena yang demikian itu merupakan amalan shoolih yang akan mendatangkan keuntungan berlipat di dunia dan di akhirat. Jangan hanya dunia yang harus bertambah, sementara urusan akhirat hanya puas dengan apa adanya.

      3. Perlu diketahui bahwa Sunnah dzikir itu adalah merupakan ibadah yang harus pelaksanaannya melalui mulut, yang sudah barang tentu, namanya juga dzikir, artinya: Mengingat Allooh. Otomatis, hatinya lah yang ingat. Adapun mulut, memang demikian tuntunan Rosuulullooh Sholalloohu ‘Alaihi Wassalaam. Jangan hatinya mengingat Allooh, tetapi mata, mulut dan anggota tubuhnya lalai apalagi ma’shiyat atau jangan mulutnya mengatakan “Laa Illaaha Ilallooh” padahal hatinya melayang kemana-mana. Yang benar adalah keduanya baik hati maupun mulut, paralel untuk mengingat Allooh Subhaanahu Wa Ta’aalaa. Sedangkan anggota tubuh lainnya menselaraskan amalannya sesuai dengan konsekwensi dzikir. Jangan mengatakan “Laa Illaaha Ilallooh” di mulut, termasuk di hati; tetapi kemudian masih saja mendatangi dukun, paranormal, atau sejenisnya.

      4. Islam itu mudah. Islam itu rasional, tetapi Islam itu hanya bertumpu pada Wahyu. Jadi kalau ada yang mengatakan bahwa lidah harus menyentuh langit-langit mulut saat berdzikir, maka mintalah dalilnya kepada pihak yang menyatakan seperti itu. Dan pasti hal itu tidak akan ditemui, karena hanya merupakan pelusuran atau kira-kira atau bahkan was-was. Yang benar, lafadzkanlah dzikir atau bacaan Al Qur’an atau do’a atau yang lainnya sesuai dengan tuntutan makhroj huruf (tempat keluar huruf).

      Barokalloohu fiika….

  65. Suryanto permalink
    27 February 2011 10:29 am

    Assalamu’alaikum Warohmatulloohi Wabarokaatuh,
    Ustadz Achmad Rofi’i Asy Syirbuni, mohon saya diberi penjabaran dari kolom HIKMAH
    (52) Obat Sakit
    Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم bersabda:
    داووا مرضاكم بالصدقة
    Artinya:
    “Obatilah orang sakit dari kalian dengan shodaqoh.”
    (Lihat Shohiih Al Jaami’ush Shoghiir no: 5669 dari Shohabat Abu Umaamah Al Baahily رضي الله عنه)
    Atas waktu dan kesediaannya Ustadz saya ucapkan terima kasih, dan semoga Allooh melindungi dan menerima amalan Ustads Achmad Rofi’i sekeluarga, Aamiin.

    • 1 March 2011 8:57 am

      Wa ‘alaikumussalaam Warohmatulloohi Wabarokaatuh,

      Maksud Hadits ini bisa ditinjau dari 2 sisi:

      1. Secara dhohir, seorang Muslim jika sakit atau ingin terjauhkan dari sakit hendaknya ia bershodaqoh dengan niat yang tulus karena Allooh Subhaanahu Wa Ta’aalaa, insya Allooh hal ini akan memberi hikmah antara lain kesembuhan atau dihindarkan dari sakit

      2. Secara maknawi, artinya sakit itu perlu bahkan butuh adanya suatu kesadaran untuk membersihkan diri dari berbagai kemungkinan harta yang masuk kepada kita yang bisa jadi tidak atau kurang bersih, sehingga menjadi penyebab bagi sakitnya diri kita. Sedangkan, sakit itu beraneka ragam bentuknya. Kikir adalah sakit, Rakus adalah sakit, Iri adalah sakit, Kaya bisa menjadi penyakit. Karena itu dengan bershodaqoh, kita obati kikir kita. Dengan shodaqoh, kita obati rasa sombong yang bisa saja ada pada diri kita. Dengan shodaqoh, kita obati rasa rakus yang bisa jadi ada pada diri kita.

      Barokalloohu fiika…

  66. Abu Fariid permalink
    1 March 2011 7:24 am

    Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakaatuh,

    Ustadz… ,ana mau bertanya mengenai tentang penggunaan nama ‘Kun-yah’ bagi laki-laki yang biasa digunakan adalah dengan diawali oleh ‘Abu’, atau ‘Ibnu’ (lalu nama Ayahnya)… tetapi apakah boleh bagi seorang laki-laki menggunakan nama ‘kun-yah’ dengan nama Kakek nya (dari Ayahnya)? ,tidak mengunakan nama Ayahnya?

    Jazaakallahu khairan…

    • 1 March 2011 8:51 am

      Wa ‘alaikumussalaam Warohmatulloohi Wabarokaatuh, boleh saja menggunakan Kuniyah dari nama bapak atau kakek atau keatasnya (selama bukan Kabilah), ataupun anak laki-laki pertama.
      Dan Kuniyah ini tidak mesti harus dipakai pada saat punya anak. Tetapi, sebelum memiliki anak pun boleh memakainya…. Barokalloohu fiika

  67. Octora permalink
    1 March 2011 8:15 pm

    Assalamu ‘alaikum
    Ustadz,
    ada orang bertanya pada saya,

    Apakah musik itu haram?

    1. Dalil apa yang menguatkan sehingga bisa saya jelaskan kepadanya secara rinci?
    2. Apa saja akibat – akibat yang bisa ditimbulkan berdasarkan dalilnya?

    Hal ini saya tanyakan untuk syiar Islam,

    Jazakumulloh khoiron katsiron

    • 1 March 2011 9:42 pm

      Wa ‘alaikumussalaam Warohmatulloohi Wabarokaatuh,

      Benar, Musik adalah sesuatu yang diharomkan didalam syari’at Islam berdasarkan Al Qur’an dan As Sunnah, yang dalil-dalil shohiihnya telah diuraikan dan dapat anda baca pada transkrip ceramah berjudul “Larangan Bernyanyi dan Berjoget” pada Blog ini.

      Anda dapat meng-“klik” DAFTAR ISI pada bagian Kanan Atas Blog ini, lalu membuka kajian bertema “Larangan Bernyanyi dan Berjoget”. Insya Allooh sudah dijelaskan secara terperinci di makalah tersebut… Barokalloohu fiik

  68. Maulana permalink
    6 March 2011 5:40 am

    Assalamu’alaikum Ustadz….
    1. Ustadz kalo bisa kolom Hikmah diberi kolom sendiri (seperti kolom Beranda, Boigrafi, dsbnya)
    agar membacanya lebih leluasa…..
    2. Ustadz mau tanya, saya pernah tidur siang jam 2-an, kemudian waktu magrib saya baru bagun, gimana hukumnya bagi saya..? Dan gimana sholat saya, apakah di-jama’, padahal setahu saya tidak ada sholat jama’ ashar dengan magrib…? Terimakasih jawabannya…

    • 6 March 2011 9:49 pm

      Wa ‘alaikumussalaam Warohmatulloohi Wabarokaatuh,

      1. Insya Allooh, akan kami pertimbangkan saran antum…. Jazakallooh khoyron katsiira atas masukannya

      2. Laksanakan sholat maghrib pada waktunya. Dan lakukan sholat ashar sesudah sholat maghrib, dengan niat Qodho.

      Atau boleh juga besok, lakukan Qodho untuk sholat ashar yang tertinggal dengan tidak sengaja pada waktu ashar, kemudian laksanakan sholat Ashar pada hari itu (Artinya usahakan jangan lakukan sholat Ashar Qodhonya setelah sholat Ashar yang semestinya pada hari itu).

      Dan jangan ulangi tidur seperti kemarin, jika dikhawatirkan akan terulang kembali tidur terlelap yang menyebabkan sholat Ashar antum menjadi terlalaikan…. Barokalloohu fiika

  69. imron permalink
    8 March 2011 6:09 pm

    Assalamu’alaikum Ustadz…
    Kenalkan saya Imron…
    Saya akan membuat sebuah program yang didasari rasa saling membantu,
    Dengan keikhlasan tentunya… Kelebihan dari program ini adalah InsyaAlloh dapat meningkatkan pendapatan bagi siapa saja yang
    mengikutinya, serta Insya Alloh dapat meningkatkan perekonomian bangsa kita, jika dikelola dengan baik.
    (Afwan) Agar tidak salah persepsi, untuk lebih jelas mengenai konsepnya, silahkan di-download di halaman ini ustadz….
    http://www.contohfile.cjb.net
    Agar lebih sempurna saya akan menambahkan sebuah “sistem” khusus sehingga akan terjadi perputaran secara merata ke seluruh anggota
    maupun siapa saja yang belum mengikuti program ini. Insya Alloh akan tercipta sebuah keadilan dalam memperoleh pendapatan.
    Pertanyaan saya,

    1. Bagaimana hukumnya menurut islam?
    2. Apakah hasilnya nanti halal bagi yang menerimanya?

    Oh iya ustadz, link diatas memuat link download file yang mirip seperti yang akan saya buat, tapi itu hanya contoh saja ustadz…

    Sukron…
    Wassalamu’alaikum…..

    • 13 March 2011 7:39 am

      Wa ‘alaikumussalaam Warohmatulloohi Wabarokaatuh, tolong antum berikan penjelasannya saja tentang sistem yang antum maksud tersebut…

      • imron permalink
        28 March 2011 2:25 pm

        Gambaran programnya seperti ini ustadz..
        Tujuannya : mengentaskan kemiskinan dengan cara Saling Memberi (bersedekah), dan membuka mata dunia bahwa saling memberi dapat mengentaskan kemiskinan…
        Model : Selebaran (Bundel) yang berisi
        • Halaman sampul
        • Kisah nyata keajaiban bersedekah
        • Penjelasan Program Nikmatnya Sedekah
        • 1 lembar halaman KOLOM BUKTI TRANSFER dan KOLOM yang telah bersedekah (yang sudah terisi data sebagai peserta)
        • 1 lembar halaman KOLOM BUKTI TRANSFER dan KOLOM yang telah bersedekah (yang belum terisi data dan akan di isi oleh peserta berikutnya)
        • Semuanya disatukan (distaples) dan peyebaranya dilakukan dengan cara memfotocopy dan diberikan kepada siapa saja yang ingin mengikuti program sedekah (saling memberi) ini.

        Sekilas memang mirip dengan arisan berantai yang mungkin marak akhir-akhir ini, namun tolong di pelajari terlebih dahulu dan jangan keburu skeptis karena TERDAPAT POINT PENTING yang nyata yang dapat membedakan antara arisan berantai dengan program yang murni sedekah ini…
        Langkah-langkah yang di perlukan :
        1. Memiliki rekening Bank, yang otomatis disertai kartu ATM, mentransfer uang melalui ATM kepada peserta lain.
        2. Transfer uang @Rp. 20.000.- (melalui ATM atau stor langsung di Kantor Cab. Bank terdekat) kepada ke empat rekening yang tertulis di halaman 5 – isi Kolom B (data yang ditransfer). Sehingga
        Siapa saja yang ingin bersedekah mengeluarkan uang hanya Rp. 80.000,-. Kemudian Bukti transfer (slip) diambil kemudian disimpan sebagai bukti transfer (jadi ada empat bukti transfer).
        3. Peserta disediakan 2 lembar halaman 5. Hal-5 isi (sudah terisi data) dan hal 5 kosong
        (belum terisi data), peserta disarankan memfotocopy halaman 5 kosong satu kali lagi.
        4. Ambil salah satu lembar hal 5 yang kosong.
        Pada Kolom A: Empat Bukti Transfer peserta Direkatkan sesuai urutannya:
        i. Bukti transfer kepada peserta IV di kotak kiri atas
        ii. Bukti transfer kepada peserta III di kotak kanan atas
        iii. Bukti transfer kepada peserta II di kotak kiri bawah
        iv. Bukti transfer kepada peserta I di kotak kanan bawah
        Pada Kolom B: Peserta IV di Keluarkan dari kolom
        i. Pindahkan data peserta III (dari hal 5 isi) menjadi peserta IV
        ii. Pindahkan data peserta II (dari hal 5 isi) menjadi peserta III
        iii. Pindahkan data peserta I (dari hal 5 isi) menjadi peserta II
        iv. Tulis Nama dan Nomor Rekening Peserta menjadi Peserta I
        Peserta disarankan untuk menGunakan HURUP BALOK! Tujuannya agar tulisan peserta Mudah terbaca dengan jelas. Peraturannya, harus JUJUR DAN berSABAR untuk mengikuti urutan dan tidak boleh curang. Kita berharap rizki dari Allah SWT yang Maha Menyaksikan, Maha Pengasih dan Maha Penyayang.
        5. Sekarang peserta memiliki selebaran baru yang terdiri dari: 4 halaman penjelasan (Hal 1, 2, 3 & 4) 1 halaman 5 isi sebelumnya diambil dan diganti (dengan data yang baru dan terisi data sesuai petunjuk pada Kolom B diatas, dan peserta tersebut sebagai Peserta I), dan 1 hal 5 kosong (yang akan dipakai peserta selanjutnya). Total 5 halaman.
        5 halaman tersebut kemudian disatukan dengan Steples sehingga menjadi 1 bendel.
        Bendel tersebut kemudian diperbanyak dengan fotocopy minimal 25 bundel (karena dalam perhitungan pada poin 6 disumsikan 25 penerima bundel tersebut dapat menduplikasi ke 25 calon peserta lainnya) untuk diberikan kepada siapa saja yang membutuhkan, oleh karena itu lebih banyak bendel lebih besar peruntungan peserta.
        6. Tugas Peserta selesai
        Insya Allah, jumlah tambahan uang peserta sebagai berikut:
        Bulan I : Ada 25 peserta baru, Peserta di Posisi I
        25 x Rp. 20.000,- ……………………………………………………………………………….= Rp. 500.000,-
        Bulan II : Tiap peserta baru dapatkan 25 peserta terbaru (peserta diposisi II)
        25 x 25 x Rp. 20.000,-………………………………………………………………………….= Rp. 12.500.000,-
        Bulan III : Tiap peserta terbaru raih 25 peserta lebih baru lagi (peserta di Posisi III)
        25 x 25 x 25 x Rp 20.000,-…………………………………………………………………….= Rp. 312.500.000,-
        Bulan IV : Tiap peserta terbaru lagi 25 lebih baru lagi (peserta di Posisi IV)
        25 x 25 x 25 x 25 x Rp 20.000,-……………………………….. …………………………= Rp. 7.812.500.000,-
        Total Pendapatan yang peserta peroleh Bulan I s/d IV………………………………….. = Rp. 8.138..000.000,-
        Kalau peserta kurang beruntung, dan hanya meraih 10%, peserta masih mendapat Rp. 813 juta.
        Hanya 1 %? peserta “hanya” meraih Rp 81 juta. Ingat itupun hanya bersedekah Rp 80.000,- saja.
        Tanpa menipu, nodong atau korupsi.
        7. Posisi IV adalah batas akhir kesempatan Peserta. Lalu nama Peserta akan keluar. Nama-nama baru (teman, sanak keluarga dll) meraih kesempatan seperti Peserta. Semakin banyak bendel Peserta sebarkan, semakin besar hasil Peserta. Tidak ada hukum aturan dan UU yang Peserta langgar. Setiap Peserta memiliki kesempatan yang sama.
        8. Agar terjadi pemerataan pendapatan oleh semua orang dan tentunya semua peserta maka setiap peserta yang telah memperoleh uang hasil sedekah ini minimal Rp. 312.500.000,- DIWAJIBKAN untuk membangun usaha yang REAL dan HALAL. Setelah memperoleh hasil dari usaha real tersebut maka peserta WAJIB mengikuti program ini kembali jika memperoleh Bundel yang sama seperti Bundel ini dengan menjadi peserta posisi awal.
        9. Sekali lagi, “ Program Sodaqoh untuk Sesama “ ini MURNI SEDEKAH, bukan penipuan (criminal) atau rekayasa, tidak ada unsur paksaan, tidak ada unsur hipnotis, tidak ada maksud-maksud tertentu dan tentunya TIDAK mengatas namakan SIAPAPUN termasuk nama Ulama, ustadz, petinggi negara atau siapapun. HANYA mengatasnamakan ‘Saling menolong dan membantu sesama’.
        Semua dilakukan atas dasar kesadaran sendiri, ikhlas, ibadah, dan tentunya dengan niat membantu sesama makhluk ciptaan Allah tanpa melihat status sosial. Peserta dapat menganalisis atau teliti dari segala aspek, tidak ada masalah di dalamnya, tidak ada titik jenuh (stagnan point), tidak ada satu pihak pun yang mengeruk keuntungan sendiri, semua berjalan sewajarnya, etis, dan sangat realistis.
        10. Menurut saya Uang yang peserta terima ini halal, karena tidak menipu atau tidak merugikan orang lain. Program ini murni SEDEKAH, bukan arisan berantai, bukan money game, bukan MLM atau sejenisnya, dan sama sekali tidak menjual barang atau produk karena ditujukan HANYA UNTUK SALING MEMBERI dengan dasar KEIKHLASAN walaupun ada patokan nominalnya.
        11. Menurut bukunya Ust. Yusuf Mansyur : The Miracle of Giving : “Semua ibadah termasuk sedekah untuk tujuan dunia adalah dibenarkan” (hal. 72). Selama kita beribadah dan berdoa tujuannya adalah untuk meminta dan memohon dunia dan akhirat kepada Allah SWT. Kita ingin sukses, ingin proyek kita lancar, ingin kaya, ingin sehat, ingin lulus ujian, ingin uang 1 milyar lebih, ingin mobil dan rumah, maka yang kita lakukan adalah ibadah dan berdoa termasuk sedekah, menolong dan membantu makhluk ciptaan Allah dengan ikhlas tanpa pandang bulu.

        tolong balasannya…

      • 31 March 2011 11:12 am

        Wa ‘alaikumussalaam Warohmatulloohi Wabarokaatuh,

        Yaa akhi…. Shodaqoh itu adalah Ibadah berupa harta. Shodaqoh adalah pengabdian seorang hamba kepada Allooh سبحانه وتعالى dengan tulus ikhlas, tanpa pamrih dari karunia kelapangan rizqi yang Allooh سبحانه وتعالى berikan padanya. Dan manfaatnya, antara lain dinikmati oleh Fuqoro dan Masakiin, dan bukan dinikmati oleh Aghniyaa (orang-orang kaya).

        Adapun konsep anta, walaupun sekilas baik, karena mengatasnamakan “Ibadah dan berniat baik”, akan tetapi tidak sesuai dengan apa yang Ustadz kemukakan diatas antara lain:

        1. Orang yang bershodaqoh harus mencantumkan namanya.
        Padahal Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم bersabda didalam Hadits Riwayat Imaam Al Bukhory no: 660, dari Shohabat Abu Hurairoh رضي الله عنه, bahwa “Ada 7 orang yang akan Allooh سبحانه وتعالى naungi pada hari dimana tidak ada naungan kecuali naungan Allooh سبحانه وتعالى …..” (diantaranya Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم menyebutkan, “Dan seseorang yang bershodaqoh, ia sembunyikan shodaqohnya sehingga tangan kirinya (saja) tidak mengetahui apa yang diinfaqkan oleh tangan kanannya”). Kok ini malah harus dicantumkan namanya? Ternyata, karena ada harapan timbal balik setelahnya.

        2. Orang yang bershodaqoh maupun yang mendapatkan shodaqoh harus memiliki rekening Bank ber-ATM, padahal yang demikian itu tidak sedikit termasuk dalam bertolong-tolongan dalam dosa dan permusuhan berupa terjerembab dalam sistem riba.

        3. Ibadah yang mutlak, seperti shodaqoh ini maka harus tetap dalam keadaan mutlak. Tidak boleh ditentukan, sampai dengan ada daliil yang menentukannya. Sedangkan anta menetapkan harus berjumlah Rp 20.000, lalu 4 rekening, lalu harus 25 orang dalam sebulan dan seterusnya, dimana ini adalah hitungan bisnis, sebagaimana yang anta kemukakan diatas.

        4. Shodaqoh itu adalah berpeluang 700 kali lipat, tetapi anta mengkongkritkan hal itu dalam bentuk “Peluang” dari mengeluarkan Rp 80.000 menjadi ratusan juta rupiah. Siapa yang tidak tergiur karenanya? Modal sedikit, untung bertumpuk.

        5. Adapun perkataan Yusuf Mansyur : The Miracle of Giving : “Semua ibadah termasuk sedekah untuk tujuan dunia adalah dibenarkan” (hal. 72)., itu bukanlah daliil, tetapi hanya pandangannya saja.

        Kalau benar perkataan ini darinya, maka ketahuilah bahwa ajaran ini mengajarkan kesyirikan. Dimana seseorang beramal, dengan amalnya dia berharap dunia! Dan ini adalah SYIRIK DALAM MASALAH NIAT.

        Allooh سبحانه وتعالى dan Rosuul-Nya صلى الله عليه وسلم telah berfirman dalam QS. Huud ayat 15 dan 16 :

        { مَنْ كَانَ يُرِيدُ الْحَيَاةَ الدُّنْيَا وَزِينَتَهَا نُوَفِّ إِلَيْهِمْ أَعْمَالَهُمْ فِيهَا وَهُمْ فِيهَا لَا يُبْخَسُونَ أُولَئِكَ الَّذِينَ لَيْسَ لَهُمْ فِي الْآخِرَةِ إِلَّا النَّارُ وَحَبِطَ مَا صَنَعُوا فِيهَا وَبَاطِلٌ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ }

        Artinya:
        Barangsiapa yang menginginkan kehidupan dunia dan perhiasannya, maka Kami (Allooh) penuhi amalan mereka didalamnya, mereka tidak dikurangi. Mereka adalah tidak berhak mendapatkan apa pun di hari akhirat kecuali api neraka, dan gugurlah apa yang telah mereka perbuat, dan tertolaklah apa yang telah mereka kerjakan.”

        Imaam Qotadah رحمه الله berkata, ketika mengomentari ayat diatas, “Barangsiapa yang dunia menjadi kemauannya, niatnya dan yang dicarinya; maka Allooh سبحانه وتعالى akan balas dengan kebaikannya di dunia, dan dia akan kembali ke akherat sedang dia tidak berhak untuk diberi balasan kebajikan (di akherat). Adapun mu’min, maka dia diberi kebaikan di dunia dan diberi pahala karenanya di akherat.”

        Dalam Hadits Riwayat Imaam Ibnu Maajah no: 4105, dari Shohabat Zaid bin Tsaabit رضي الله عنه, bahwa Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم bersabda,

        من كانت الدنيا همه فرق الله عليه أمره وجعل فقره بين عينيه ولم يأته من الدنيا إلا ماكتب له . ومن كانت الآخرة نيته جمع الله له أمره . وجعل غناه في قلبه وأتته الدنيا وهي راغمة

        Artinya:
        Barangsiapa yang kemauannya adalah dunia, maka Allooh سبحانه وتعالى akan robek-robek perkaranya dan Allooh سبحانه وتعالى jadikan kefakirannya dihadapan kedua matanya. Dan dunia tidak mendatanginya, kecuali apa yang Allooh سبحانه وتعالى takdirkan untuknya. Dan barangsiapa yang akhirat menjadi niatnya, Allooh سبحانه وتعالى akan satukan perkaranya dan Allooh سبحانه وتعالى jadikan kecukupannya ada dalam hatinya dan dunia mendatanginya, betapa pun dia tidak menyukainya.”

        Demikianlah hendaknya, semoga Allooh سبحانه وتعالى memberikan rizqi pada kita yang lapang dari jalan yang Allooh سبحانه وتعالى berkahi….

  70. eny fathimah permalink
    9 March 2011 2:12 pm

    Bismillah,
    Assalamu’alakum.

    Ustadz yang semoga senantiasa dirahmati Alloh.
    Ana mengenal manhaj salaf ini 6 tahun terakhir, dan sekarang ana sudah berpakaian syar’i.
    Namun tidak demikian dengan suami, yang hanya sesekali ikut taklim dan menolak jika diajak, tapi tidak melarang, hanya mendiamkan saja.

    Terakhir, ternyata ana terkena penyakit kelamin. Tertular dari suami.
    Hidup rasanya berhenti, marah, benci, sakit badan dan jiwa. Karena jika berobat, betapa malunya berpakaian seperti ini, tapi terkena penyakit kelamin.
    Belum lagi harus membuka aurot kepada dokter.

    Ana pasrah dan menangisi dosa-dosa kemarin.

    Beri nasihat ana ya ustadz.
    Apakah ana harus bercerai, sedang 2 anak-anak kami masih sekolah dan membutuhkan biaya.

    • 11 March 2011 9:17 am

      Wa ‘alaikumussalaam Warohmatulloohi Wabarokaatuh,

      Semoga Allooh Subhaanahu Wa Ta’aalaa memberi kesabaran kepada anti dalam menghadapi ujian yang ada.
      Permasalahan anti cukup kompleks dan rumit, sehingga perlu dikonsultasikan lebih detail. Ustadz sudah memberikan jawaban di email anti (bismillahaja@gmail.com).

  71. Abdullah permalink
    11 March 2011 5:08 pm

    Assalaamualaikum wr.wb.

    Ustadz saya ingin bertanya mengenai:

    1) Apakah boleh berdo’a di dalam sholat (pada waktu sujud dan sebelum salam) dengan bahasa Indonesia?

    2) Apakah dzikir pagi dan petang itu muqoyyad atau mutlaq? Apakah boleh ketika pagi dan petang hanya membaca misalnya “Subhanallah” ,”Alhamdulillah” , “Allahu Akbar” ataukah harus dengan lafazh dzikir pagi dan petang seperti yang tercantum di buku Hishnul Muslim.

    Sebelumnya saya ucapkan terima kasih banyak.

    Wassalaamualaikum wr.wb.

    • 13 March 2011 7:47 am

      Wa ‘alaikumussalaam Warohmatulloohi Wabarokaatuh,

      1) Boleh saja, asalkan tidak dilafadzkan dengan mulut, tetapi cukup di dalam hati
      2) Dzikir pagi dan petang itu Muqoyyad. Kalau sesuai tuntunan Rosuulullooh Sholalloohu ‘Alaihi Wassalaam, maka patuhi lafadz doa dan dzikir pagi dan petang tersebut.
      Sedangkan bila antum sebatas membaca “Subhaanallooh”, “Alhamdulillah”, “Alloohu Akbar”, maka itu dzikir yang Mutlaq.

  72. yopi permalink
    17 March 2011 10:55 pm

    Assallamu’alaikum warohmatulohi wabarokatuh ustadz….
    ( bisa dibilang saya adalah orang yang sedang mencari tuhan yang hilang dan saya sangat bersyukur bisa menemukan blog ini sehingga saya bisa banyak bertanya kepada ustadz, semoga ustadz dapat membantu saya untuk mencari tuhan yang hilang ), saya ingin bertanya beberapa hal Ustadz…. Bukankah kita hanya disuruh memohon dan meminta hanya kepada Alloh Ta’ala.

    Pertanyaannya adalah:
    1. Apakah boleh kita ke kyai untuk minta kesembuhan, keselamatan dengan alasan Kyai do’a nya lebih manjur…….?
    2. Saya pernah melihat di TV dlm suatu acara ada seseorang yang dipanggil ustadz “…..” Beliau bisa berdialog dengan entah setan atau jin melalui mediator, beliau bisa menarik benda2 yang menurut beliau ada kekuatannya dan ada penjaganya….. Pertanyaan saya apakah hal itu diperbolehkan dalam islam?
    3. Saya punya teman yang membanggakan cincin pemberian gurunya seorang kyai yang dapat melindunginya dari marabahaya, yang saya tanyakan apakah memang barang pemberian dari kyai itu berkhasiat. Apakah itu termasuk syirik?….tapi ketika ditanya syirik, dijawab ini hanyalah perantara dari Alloh Ta’ala……ini hasil wirid, zikir dan puasa…… Bagaimana ustadz mohon pencerahannya….. Saya bingung…..!
    4. Bukankah Alloh Ta’ala itu Maha Mendengar, bukankah Alloh Ta’ala lebih dekat dari pada urat leher kita ? Tapi mengapa banyak masjid yang sering membaca Al-Quran, berdoa dengan pengeras suara? Alloh Ta’ala kan tidak tuli….
    5. Alloh Ta’ala itu Maha Tahu, Maha Mendengar….. Bolehkah setelah sholat saya berdoa dengan Bahasa Indonesia….?

    Mohon jawabannya ustadz….

    • 21 March 2011 7:41 am

      Wa ‘alaikumussalaam Warohmatulloohi Wabarokaatuh,

      I. PERTANYAAN: “Apakah boleh kita ke kyai untuk minta kesembuhan, keselamatan dengan alasan Kyai do’a nya lebih manjur……?”

      JAWABAN:
      1. Jangankan Kyai… Rosuulullooh Sholalloohu ‘Alaihi Wassallam saja adalah manusia biasa. Oleh karena itu, hendaknya tidak boleh kultus terhadap siapa pun.. Walau terhadap Rosuulullooh Sholalloohu ‘Alaihi Wassallam sekalipun.
      2. Keyakinan bahwa do’anya Kyai itu mustajab adalah KEYAKINAN YANG TIDAK BERALASAN.
      3. Memohon bantuan agar orang lain mendo’akan kita, secara syar’ie adalah dibolehkan, JIKA memenuhi syarat antara lain:
      a) Orang yang kita minta untuk mendoakan kita itu adalah Orang Shoolih (menganut Ahlus Sunnah Wal Jamaa’ah dan dia patuh serta taat dalam beribadah kepada Allooh Subhaanahu Wa Ta’aalaa sesuai Sunnah)
      b) Orang yang dimintai do’a tadi, adalah MASIH HIDUP, dan tidak mati atau sudah dikubur (walaupun kuburannya tampak megah)
      c) Cara berdo’a yang dilakukan oleh Kyai tersebut, harus TIDAK BOLEH MENYALAHI pedoman Rosuulullooh Sholalloohu ‘Alaihi Wassallam dalam berdo’a.

      II. PERTANYAAN: “Saya pernah melihat di TV dlm suatu acara ada seseorang yang dipanggil ustadz “…..” Beliau bisa berdialog dengan entah setan atau jin melalui mediator, beliau bisa menarik benda-benda yang menurut beliau ada kekuatannya dan ada penjaganya… Pertanyaan saya apakah hal itu diperbolehkan dalam Islam?”

      JAWABAN:
      Jin dengan berbagai bangsa dan golongannya, dan juga Malaikat adalah makhluk Allooh Subhaanahu Wa Ta’aalaa yang ghoib. Tidak bisa diselami oleh manusia, kecuali jika:
      1. Jin atau malaikat tadi menjelma dalam bentuk makhluk yang dzohir, yang dapat ditangkap oleh indra manusia
      2. Manusia tersebut bekerja sama dengan Jin, melalui amalan-amalan yang biasanya BISA DIPASTIKAN TIDAK PERNAH DIAJARKAN, DIAMALKAN dan DIWARISKAN OLEH GENERASI TERBAIK UMMAT ISLAM (Shohabat, Taabi’iin, Taabi’ut Taabi’iin), APALAGI OLEH ROSUULULLOOH Sholalloohu ‘Alaihi Wassallam, walau dalam bentuk dzikir, wirid atau tirakat (– kata orang –) dan yang sejenisnya.

      Jadi JIKA ADA ORANG YANG MENGAKU BAHWA DIA MENGETAHUI PERKARA GHOIB, maka dia adalah satu dari beberapa alternatif berikut ini:
      1. Dia adalah Allooh Subhaanahu Wa Ta’aalaa.
      2. Dia adalah Syaithoon atau Jin yang menjelma dalam wujud manusia.
      3. Dia adalah Manusia, tetapi bekerjasama dengan Jin atau Syaithoon, dalam bentuk PERDUKUNAN, PERSIHIRAN, PARANORMAL, dan sejenisnya
      4. Dia adalah Pendusta Ulung, dan membodoh-bodohi ummat yang berada dalam kejaahilan.

      Karena semua itu adalah tidak mungkin, maka jika terjadi seperti yang anda tanyakan itu, maka ketahuilah bahwa hal itu adalah TIDAK BENAR, bahkan PENDIDIKAN YANG BURUK terhadap ummat Islam, bahkan KESYIRIKAN yang MENYESATKAN. Karena orang yang lebih shoolih, lebih taqwa, bahwa kekasih Allooh Subhaanahu Wa Ta’aalaa sendiri, yakni Rosuulullooh Sholalloohu ‘Alaihi Wassallam, tidak pernah terdapat riwayat tentang ajaran ini darinya.

      II. PERTANYAAN: “Saya punya teman yang membanggakan cincin pemberian gurunya seorang kyai yang dapat melindunginya dari marabahaya, yang saya tanyakan apakah memang barang pemberian dari kyai itu berkhasiat. Apakah itu termasuk syirik?….tapi ketika ditanya syirik,dijawab ini hanyalah perantara dari Alloh Ta’ala……ini hasil wirid, zikir dan puasa…… Bagaimana ustadz mohon pencerahannya….. Saya bingung…!”

      JAWABAN:
      Cincin yang anda maksud itu adalah TIDAK AKAN LEBIH MULIA daripada Hajar Aswad..

      Hajar Aswad saja, Shohabat ‘Umar bin Khoththoob Rhodiyalloohu ‘Anhu berkata, “Sesungguhnya aku tahu bahwa kamu (Hajar Aswad) adalah BATU YANG TIDAK BISA MEMBERI MANFAAT DAN BAHAYA. Seandainya, aku tidak melihat Rosuulullooh Sholalloohu ‘Alaihi Wassallam menciummu, maka aku pun tidak akan menciummu !

      Jadi, jika ada yang meyakini bahwa batu cincin adalah mempunyai manfaat selain membuat benjol jika dipukulkan; seperti mendatangkan keuntungan, menghindarkan marabahaya, mengundang cinta dan sayang orang, menyebabkan orang mengasihi dia, menyebabkan orang sehat dari sakit, dll; maka HENDAKNYA YAKINI LAH BAHWA ORANG ITU ADALAH MUSYRIK. Lebih Musyrik dari orang Arab Jahiliyah.

      Tentang bahwa cincin itu adalah pemberian dari leluhur, atau melalui amalan dan wiridan dan puasa… Maka ketahuilah bahwa itu adalah silsilah keturunan KESESATAN yang melahirkan KESESATAN, dan KESYIRIKAN yang melahirkan KESYIRIKAN.

      II. PERTANYAAN: “Bukankah Alloh Ta’ala itu Maha Mendengar, bukankah Alloh Ta’ala lebih dekat dari pada urat leher kita ? Tapi mengapa banyak masjid yang sering membaca Al-Quran, berdoa dengan pengeras suara? Alloh Ta’ala kan tidak tuli…”

      JAWABAN:
      Anda benar, Allooh Subhaanahu Wa Ta’aalaa adalah Maha Mendengar.
      Berdo’a dan berdzikir dengan teriak-teriak atau dengan suara nyaring atau bahkan bisa menyebabkan bisingnya bagi orang di sekitar masjid adalah:
      1. BERTENTANGAN DENGAN AL QUR’AN
      2. MENYELISIHI SUNNAH ROSUULULLOOH Sholalloohu ‘Alaihi Wassallam
      3. Ajaran, adat, budaya baru yang tidak ada pada zaman Rosuulullooh Sholalloohu ‘Alaihi Wassalam dan orang-orang Shoolih terdahulu yang bahkan mereka itu diabsen masuk surga oleh Allooh Subhaanahu Wa Ta’aalaa
      4. Kurang meyakini dan menyadari bahwa Allooh Subhaanahu Wa Ta’aalaa itu Maha Mendengar dan Maha Mengetahui
      5. Jangan-jangan orang yang mengumandangkan do’a dan dzikir dengan pengeras suara di masjid-masjid tadi, ingin dikategorikan orang yang termasuk Ahli Ibadah (Ahli Dzikir, Ahli Do’a) atau minimal ingin memperdengarkan bahwa suara tembangnya adalah merdu, yang semua itu adalah terkategori Riyaa’ (SYIRIK)

      II. PERTANYAAN: Alloh Ta’ala itu Maha Tahu, Maha Mendengar….. Bolehkah setelah sholat saya berdoa dengan Bahasa Indonesia….?

      JAWABAN:
      Do’a itu ada 2 macam, yakni:
      Do’a Ma’tsuur (Berasal dari Al Qur’an atau dari Sunnah Rosuulullooh Sholalloohu ‘Alaihi Wassallam). Dimana berdoa dengan do’a jenis ini, selain mengandung barokah, juga sangatlah dianjurkan. Bahkan berpeluang besar untuk terkabul.
      Do’a yang tidak Ma’tsuur
      , yaitu Doa yang dirangkai, disusun, dikarang, diajarkan oleh selain Al Qur’an dan As Sunnah.

      Maka, semakin shoolih orang yang mengajarkannya adalah semakin lebih baik do’anya.
      Contoh: Do’a yang dicontohkan para Shohabat Rosuul adalah lebih baik daripada Do’a Wali apalagi Do’a Kyai.
      Namun demikian, jika ada orang yang masih mengalami kesulitan dalam menghafal atau berbahasa Arab, maka yakini bahwa seluruh bahasa yang ada di dunia ini adalah ciptaan Allooh Subhaanahu Wa Ta’aalaa yang bisa dipastikan bahwa Allooh mengerti dan memahaminya. Oleh karena, boleh berdo’a dan dapat berdo’a dengan itu. Semoga Allooh Subhaanahu Wa Ta’aalaa mengabulkannya. Hanya saja, sembari anda menghafal do’a-do’a yang ma’tsuur.

      Dan ketahuilah bahwa didalam ajaran Islam, tidak ada yang disebut dengan JURU DO’A (TUKANG DO’A). Sehingga yang paling banyak hafal do’anya dan yang paling berhak untuk berdo’a adalah Juru Do’a. Adapun kaum muslimin pada umumnya, cukup dengan menghafal kata “Aamiiin… maka itu adalah bentuk dari PEMBODOHAN TERHADAP UMMAT ISLAM. Semestinya ajarilah dan motivasi agar setiap individu dari kaum Muslimin itu memompa dirinya untuk belajar dan menghafal do’a-do’a yang ma’tsuur tersebut.

      Untuk lebih jelasnya, anda dapat membaca transkrip ceramah yang berjudul “AADAB DZIKRI (TATACARA BERDZIKIR” dan “ETIKA BERDO’A KEPADA ALLOOH” yang dapat anda temukan di DAFTAR ISI, pada Blog ini.

      Semoga Allooh Subhaanahu Wa Ta’aalaa menganugrahi anda hidayah dan taufiq untuk berada diatas jalan yang diridhoi-Nya bagi Rosuulullooh Sholalloohu ‘Alaihi Wassallam, keluarganya, para Shohabatnya dan orang-orang shoolih yang mengikutinya dengan benar hingga akhir zaman….

      • yopi permalink
        21 March 2011 11:56 pm

        Terimakasih banyak ustadz atas penjelasannya……, semoga Alloh Subhaanahu Wa Ta’alla melimpahkan sholawat dan salam sebanyak-banyaknya kepada Nabi kita Muhammad Sholalloohu”Alaihi Wassalalm, Keluarganya, para sahabatnya.Amin.

  73. Abdullah permalink
    21 March 2011 10:45 am

    Assalaamu’alaikum warohmatullohi wabarakaatuh,

    Ustadz saya masih bingung mengenai:

    1) Apakah berdo’a itu asalnya “mengangkat tangan” atau “tidak mengangkat tangan”?

    2) Apakah disyari’atkan mengangkat tangan ketika berdo’a dalam keadaan berikut:
    a. antara adzan dan iqomah;
    b. setelah sholat wajib;
    c. ketika berbuka puasa;
    d. ketika hujan;
    c. setelah qiyamul lail?

    3) Apakah boleh melazimkan berdo’a setelah sholat dhuha? apakah boleh dalam berdo’a tsb dengan mengangkat tangan?

    Syukron Jaziilan ustadz,

    Wassalaamu’alaikum warahmatullohi wabarokatuh.

    • 25 March 2011 8:42 am

      Wa ‘alaikumussalaam Warohmatulloohi Wabarokaatuh

      1. Berdo’a dengan mengangkat tangan, haditsnya adalah muttawaatir secara makna.

      2. Adapun, mengangkat tangan pada waktu dan tempat yang anda sebut, maka tidak ada dalil yang shohiih tentangnya. Karena itu, maka: MENGHARUSKAN atau MELADZIMKAN (TERUS MENERUS) MENGANGKAT TANGAN PADA SAAT BERDOA di saat dan tempat yang anda sebut, dengan meyakini bahwa itu adalah contoh Rosuulullooh Sholalloohu ‘Alaihi Wassallam adalah TIDAK DIBENARKAN. Namun, jika sesekali mengangkat tangan, dan sesekali tidak mengangkat tangan, maka itu boleh.

      3. Berdo’a itu adalah ibadah. Boleh saja kita berdoa sebelum atau sesudah beribadah dengan meyakini bahwa do’a itu adalah ibadah, dan bukan terkait dengan ibadah tersebut. Kecuali jika, ada dalil yang menerangkan tentang disunnahkannya berdo’a sebelum atau sesudah ibadah tersebut.
      Contoh:
      Berdo’a ba’da (sesudah) sholat fardhu itu dibolehkan, karena Rosuulullooh Sholalloohu ‘Alaihi Wassallam mengajarkan kita dengan mengatakan Istighfar 3X (dan Istighfar itu juga adalah do’a), atau didalam Riwayat Imaam Abu Daawud bahwa Rosuulullooh Sholalloohu ‘Alaihi Wassallam berwasiat kepada Mu’adz bin Jabbal rhodiyalloohu ‘anhu agar tidak meninggalkan berdoa setiap ba’da sholat (fardhu) dengan “Ya Allooh, tolonglah aku agar senantiasa mengingat-Mu, bersyukur pada-Mu, dan memperbaiki ibadah pada-Mu.“.

      Tetapi, jika tidak ada dalil seperti ini, maka tidak boleh kita mengharuskannya atau meladzimkannya, walaupun boleh untuk melakukannya dengan keyakinan bahwa itu adalah tidak harus.

      Barokalloohu fiika

  74. HARRIS FADILLAH permalink
    21 March 2011 3:41 pm

    Assalamu’alaikum, “wa aymullooh, law anna fatimata binti muhammad syaroqot laqotho’tu yadaha“, Ustadz hadits tersebut riwayat siapa & ada di bab apa? jazakallooh khoiron

    • 25 March 2011 8:10 am

      Wa ‘alaikumussalaam Warohmatulloohi Wabarokaatuh,

      Hadits tersebut ada didalam Kitab-Kitab Hadiits, baik dari Imaam Al Bukhoory, Imaam Muslim, Imaam Abu Daawud, Imaam At Turmudzy, Imaam An Nasaa’i, Imaam Ibnu Maajah dll.
      Dan agar mudah, boleh antum lihat di:
      1. Kitab Shohiih Bukhoory, Kitab Al Huduud, Bab. Menegakkan Huduud baik pada orang bermartabat (mulia), maupun orang biasa (hina), no: 6787
      2. Kitab Shohiih Muslim, Kitab Al Huduud, Bab. Memotong Tangan Pencuri dan lainnya dan Larangan Memberi Keringanan dalam Masalah Huduud, no: 4508

  75. ludy permalink
    22 March 2011 2:18 pm

    Assalamu’alaikum,

    Ustad saya mau menanyakan tentang makanan.
    Bahwa Allah Swt menerangkan bahwa: Makan lah dari makanan yang baik (kulu wasrobu wamiman toyib), maka ketika kita memakan makanan, contoh kecil-nya: ayam yang ada di restoran atau dijual di pasar, yang kita tidak tahu cara pemotongannya apakah mengatasnamakan Allah atau tidak, itu bagaimana?…… Yang saya pahami ketika memakan ayam yang tidak tahu pemotongannya, berarti kita memakan bangkai. Karena di TV atau bukan rahasia umum lagi, banyak ayam yang dipotong tetapi itu sudah mati, atau memotong ayam dengan seenaknya. Itu bagaimana? Mohon dijelaskan

    • 25 March 2011 8:31 am

      Wa ‘alaikumussalaam Warohmatulloohi Wabarokaatuh,

      1. Sebelumnya Ustadz mengkoreksi bahwa lafadz redaksi ayat yang anda bawakan adalah keliru. Yang benar adalah terdapat dalam Surat Al Mu’minuun ayat 51,

      يَا أَيُّهَا الرُّسُلُ كُلُوا مِنَ الطَّيِّبَاتِ وَاعْمَلُوا صَالِحاً إِنِّي بِمَا تَعْمَلُونَ عَلِيمٌ

      Yang artinya:
      Wahai para rosuul, makanlah oleh kalian dari yang baik-baik, dan beramallah amalan yang shoolih. Sesungguhnya Aku (Allooh) Maha Mengetahui atas apa yang kalian kerjakan.”

      2. Jika menurut anda, bahwa BISA DIPASTIKAN TERBESAR DALAM PERKIRAAN bahwa hewan sembelihan yang ada itu adalah tidak disembelih dengan cara syar’ie, maka hukumnya adalah hukum bangkai. Dan itu adalah Harom, atau minimal Syubhat.
      Berarti, dilarang memakan hewan sembelihan yang berada di pasar yang seperti itu.

      Tentang memotong sembelihan, sekedar bahwa anda tidak mengetahuinya saat pemotongan apakah atas nama Allooh atau tidak; maka yang demikian itu tidak bisa menjadi landasan untuk memastikan itu syubhat atau harom. Karena tidak tahunya kita, bukan alasan untuk mengharomkan sembelihan

      Barokalloohu fiika

  76. Abdullah permalink
    24 March 2011 6:06 pm

    Assalamu’alaikum.
    Ustadz, pingin tanya.. Bagaimana hukumnya memakan makanan orang yang penghasilannya 100 % dari hasil kerja sebagai pegawai bank yang menggunakan sistem ribawi. Bagaimana jika orang yang bekerja tersebut adalah kerabat dekat (mis: orang tua/ saudara/ paman) yang tidak mungkin kita berpisah dengannya. Bagaimana hukum meminjam uang dari mereka untuk usaha? Jazakallahu khairan atas balasannya.

    • 25 March 2011 8:20 am

      Wa ‘alaikumussalaam Warohmatulloohi Wabarokaatuh,

      Rosuulullooh Sholalloohu ‘Alaihi Wassalaam, melalui Shohabat Jaabir bin ‘Abdillaah rhodiyalloohu ‘anhu, “MENGUTUK ORANG YANG MEMAKAN RIBA, MENGUTUK ORANG YANG MEMBERI MAKAN DARI HASIL RIBA, MENGUTUK ORANG YANG MENULIS RIBA, MENGUTUK 2 ORANG SAKSI UNTUK PERKARA RIBA. Dan mereka adalah sama (satu derajat).” (Hadits Shohiih Riwayat Imaam Muslim no: 4177)

      Jadi, semua perbuatan dari mulai memakan riba, memberi makan orang lain dari riba, menulis riba, mempersaksikan transaksi riba termasuk perbuatasn DOSA BESAR. Bahkan Rosuulullooh Sholalloohu ‘Alaihi Wassalaam yang mengutuknya.

      Oleh karena itu, hukum HAROM-nya sudah jelas. Bagi Ustadz, tidak berhak untuk menurunkan derajat keharoman ini, sehingga kalau diketahui secara jelas, apalagi kata anda 100 % penghasilannya dari riba. Maka hukumnya adalah Harom. Demikian juga dengan meminjam dari mereka. Hendaknya anda menghindari meminjam dari mereka, dari carilah pintu lain… Semoga Allooh Subhaanahu Wa Ta’aalaa mempermudah urusan kita semua….

  77. alfi permalink
    25 March 2011 1:43 pm

    Assalamu’alaikum ustadz,
    Mau tanya, gimana caranya mengerjakan sujud sahwi, bilamana sholat 4 rakaat, tapi lupa baru mengerjakan 3 rakaat sudah salam, gimana nambahnya….?
    Apakah ditambah dengan mengerjakan sholat 1 rakaat, kemudian di akhir salam ditambah dengan sujud sahwi……..?
    Terimakasih penjelasannya…

    • 31 March 2011 8:50 am

      Wa ‘alaikumussalaam Warohmatulloohi Wabarokaatuh, BENAR, tambahkan satu roka’at dan akhiri dengan sujud sahwi (dua kali sujud, kemudian bangkit untuk duduk seperti duduk tasyahud akhir), dan akhiri dengan salam ke kanan dan ke kiri

  78. Abu Abdillah permalink
    25 March 2011 5:06 pm

    Assalamu’alaikum Ustadz…

    Ana mau bertanya Tadz, seorang teman memiliki permasalahan.. Begini Ustadz, beliau bekerja di salah satu penerbit buku-buku Islami yang menterjemahkan kitab-kitab Ulama’ Besar. Yang menjadi permasalahannya, penerbit tsb. menerjemahkan kitab-kitab tsb. tanpa sepengetahuan penulis/ penerbit aslinya dengan kata lain tidak meminta izin dalam menterjemahkan dan menjual kepada masyarakat umum.

    Apakah ada fatwa Ulama’ yg dapat menjelaskan hukum keadaan ini Ustadz?

    Jazaakallah khayr , Barakallahu fiik Ustadz…

    • 31 March 2011 10:09 am

      Wa ‘alaikumussalaam Warohmatulloohi Wabarokaatuh,

      Didalam Fatwa yang dikeluarkan oleh Al Majma’ Al Fiqhi no: 6080 tertanggal: 16 Shofar 1420 Hijriyah, Syaikh Dr. ‘Abdullooh Al Faqiih, menukil Hasil Muktamar Al Majma Al Fiqhi ke-5 di Kuwait tahun 1988, dimana dalam poin ke-2 menyatakan: “Hak karya tulis dan Hak Cipta adalah terjaga secara Syar’ie, dan bagi pelakunya memiliki kebebasan untuk berbuat, dan dilarang bagi yang lain untuk melanggarnya.”

      Tetapi dalam pandangan Ustadz, bahwa Al Qur’an dan As Sunnah adalah BUKAN UNTUK MENJADI HAK MILIK YANG DIKUASAI SESEORANG ATAU OLEH AHLI WARISNYA. Karena Al Qur’an dan As Sunnah adalah petunjuk, dan Al Islam dengan berbagai penjelasannya yang telah dijabarkan secara panjang lebar oleh ‘Ulama Ahlus Sunnah terdahulu adalah merupakan ‘ILMU YANG TIDAK BOLEH DIPERJUALBELIKAN, yang penting adalah menjaga keotentikan naskah dan amanah secara ‘ilmiyah (menisbatkan perkataan kepada yang mengatakannya).

      Adapun UNTUK DIJADIKAN SEBAGAI PENGHIDUPAN, dimana Penulis hidup dan menafkahi anak istrinya dari berdakwah melalui antara lain karya tulis, maka sesungguhnya adalah merupakan perkara yang tidaklah terpuji, karena Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم, para Shohabat, para Taabi’iin, para Taabi’ut Taabi’iin dan para Imaam yang mu’tabar dari kalangan Ahlil Hadiits dan Fuqoha terdahulu; MEREKA TIDAK PERNAH MENJUAL KITAB ATAU MENCATAT DENGAN TERCATAT “Hak Cipta dilindungi oleh Undang-Undang”. Sehingga mereka (orang-orang shoolih terdahulu) tidak mendapat keuntungan berlipat dari menjual naskah atau dari royalty kitab mereka yang dicetak dan disalin oleh murid-murid dan generasi berikutnya. Karena mereka MELAKUKAN ITU SEMUA DALAM RANGKA BERKHIDMAT KEPADA DIENULLOOH, bukan untuk mencari penghidupan duniawi !!!

      Bahkan jika ada niat duniawi diantara mereka, maka diantara mereka ada yang sampai membakar kembali kitab tulisan mereka karena takutnya terhadap Riya’ atau dunia. Alangkah jauhnya sikap para orang-orang shoolih terdahulu dengan orang-orang di zaman sekarang?!!

      Barangkali kita perlu merenung, mengapa Islam, khususnya dunia ilmu syar’ie berjaya di masa lalu, hal itu antara lain adalah karena pengorbanan mereka yang tak terhingga dan tanpa pamrih.

      Berbeda sekali dengan di zaman kita, dimana tidak sedikit diantara kita yang berbicara agar Islam kembali berjaya, padahal sesungguhnya dia mengambil keuntungan dan penghidupan (baik untuk dirinya maupun keluarganya) dengan cara menjual ilmu yang Allooh سبحانه وتعالى berikan kepadanya.

      Betapa yang paling kaya dan paling menikmati “Hak Cipta” semestinya adalah Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم, para Shohabat, para Taabi’iin, para Taabi’ut Taabi’iin dan para Imaam yang mu’tabar dari kalangan Ahlil Hadiits dan Fuqoha terdahulu?? Karena bukankah semua ilmu kita adalah nukilan, copy-an dan pengambilan dari perkataan mereka???

      Renungkanlah firman Allooh سبحانه وتعالى dalam QS. Asy Syu’aroo’ ayat 106 -180, dimana hampir semua Rosuul sejak Nabi Nuh عليه السلام, Nabi Huud عليه السلام, Nabi Shooleh عليه السلام, Nabi Luuth عليه السلام, Nabi Syu’aib عليه السلام, mereka mengatakan, “Aku tidak meminta pada kalian balasan ganjaran, kecuali balasan dan ganjaranku adalah pada Allooh سبحانه وتعالى.”.

      Bukankah di zaman sekarang; pahala, ganjaran dan balasan yang dimaksud itu justru adalah keuntungan yang diraih dan diperoleh dari keuntungan menulis kitab (buku) atau wara-wiri berdakwah kesana kemari, baik antara lain berupa royalty, jual naskah atau amplop pendapatan?

      Oleh karena itu, perhatikanlah betapa ilmu dien ini pada zaman sekarang cenderung tidak berkah., karena bisa jadi akibat dari para pelaku dakwah itu berharap hidup dari dakwah. Sementara orang-orang shoolih terdahulu, mereka berharap agar Islam berjaya dan ilmu dien maju, dan siap berkorban untuk itu.

      Sebagai contoh:
      Diantara para masyaikh yang berkarya ilmiyyah dan melakukan hal ini adalah Syaikh ‘Abdul Aziiz As Salman رحمه الله (wafat tahun 1422 H), dimana beliau رحمه الله mengatakan dalam salah satu kitabnya yang berjudul Al As-ilah wal ajwibah al Fiqhiyyah, “Hak Terbit terjaga pada penulis dan barangsiapa yang ingin menerbitkannya karena mencari ridho Allooh سبحانه وتعالى, tidak mencari keuntungan duniawi, maka telah diizinkan dan semoga Allooh سبحانه وتعالى memberi balasan kebajikan bagi yang menerbitkannya sebagai wakaf atau menolong untuk menerbitkannya, atau menyebabkan bagi penerbitannya, atau mendistribusikan bagi saudaranya kaum muslimin.”

      Begitu juga hal serupa dilakukan oleh masyaikh yang lain seperti Syaikh Muhammad Shoolih Al ‘Utsaimiin رحمه الله.

  79. Abdulloh permalink
    28 March 2011 4:00 pm

    Assalaamu ‘alaikum warohmatullohi wabarokaatuh.

    Pertama-tama saya ingin mengucapakan: Jazaakallohu khoiron katsiiraa, Barookallohu fiikum kepada ustadz dan admin blog ini untuk jawaban-jawaban atas pertanyaan-pentanyaan saya sebelumnya.

    Kemudian, ustadz saya ingin bertanya adakah redaksi do’a yg shohiih yg isinya “meminta agar kedua orang tua diberikan hidayah taufiq”?

    Baarokallohu fiik ya ustadz..

    • 31 March 2011 8:32 am

      Wa ‘alaikumussalaam Warohmatulloohi Wabarokaatuh,

      SECARA KHUSUS, do’a yang shohiih untuk hal itu, sementara ini belum Ustadz temukan. Akan tetapi, boleh menggunakan do’a UMUM yang lain, seperti ini:
      Alloohumma inni as’aluka al hudaa wat tuqoo wal afaafa wa ghinaa” (Ya Allooh, aku memohon kepada-Mu petunjuk, ketaqwaan, kebersihan hati dan kecukupan”), dimana do’a tersebut berasal dari Hadits sebagai berikut:

      عَنْ عَبْدِ اللَّهِ عَنِ النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- أَنَّهُ كَانَ يَقُولُ « اللَّهُمَّ إِنِّى أَسْأَلُكَ الْهُدَى وَالتُّقَى وَالْعَفَافَ وَالْغِنَى

      Artinya:
      Dari ‘Abdullooh bin Mas’uud rodhiyalloohu’anhu, dari Nabi Sholalloohu ‘Alaihi Wassallam, bahwa beliau berdo’a:
      Ya Allooh, sesungguhnya aku bermohon kepadamu petunjuk, ketaqwaan, kebersihan hati dan kecukupan.” (Hadits Riwayat Muslim no: 7079)

      Kemudian tujukan doa ini untuk orangtua antum, misalnya dengan mengatakan:
      Alloohumma inni as’aluka liwaalidayya al hudaa wat tuqoo wal afaafa wa ghinaa“…

      Demikianlah… Barokalloohu fiika…

  80. Imron permalink
    31 March 2011 8:55 pm

    Astghfirullooh…
    Ternyata seperti itu ya Ustadz…
    Baiklah kalau begitu, Insya ALLOH saya tidak akan meralisasikan ide tersebut…
    Jazakalloh Ustadz…
    Oh iya, saya minta tolong untuk comment pertama saya terdapat alamat email saya, mohon dihapus alamat emailnya.
    Sedangkan isi comment-nya dibiarkan saja agar banyak yang memperoleh manfaat atas penjelasan ustadz..
    Tolong ya Ustadz…
    Jazakalloh…
    Wassalamu’alaikum Wr.Wb…

    • 31 March 2011 10:10 pm

      Wa ‘alaikumussalaam Warohmatulloohi Wabarokaatuh,

      Semoga Allooh Subhaanahu Wa Ta’aalaa memberikan balasan kebaikan bagi antum, atas keteguhan antum untuk meninggalkan perkara yang dilarang begitu daliil (hujjah) telah tiba… Alangkah baiknya seorang mu’min yang bersabar dalam ketaatan kepada Allooh Subhaanahu Wa Ta’aalaa dan bersabar dalam menjauhi perkara-perkara yang dilarang-Nya….

      Insya Allooh, permintaan antum telah dipenuhi, alamat email tersebut telah dihapus, dan isinya tetap dimuat di Blog ini, agar bisa menjadi hikmah bagi kaum muslimin lainnya…. Barokalloohu fiika

  81. Abdulloh permalink
    1 April 2011 8:47 am

    Assalaamu’alaykum warohmatullohi wabarokaatuh.

    Ustadz apakah boleh mengerjakan sholat dhuhaa (pada jam 8 atau 9 an pagi) padahal sebelumnya telah mengerjakan sholat isyraq?

    Maaf terlalu sering bertanya, barokallohu fiik…

    • 7 April 2011 6:37 am

      Wa ‘alaikumussalaam Warohmatulloohi Wabarokaatuh,

      Boleh, karena sholat syuruuq itu ditunaikan tepat setelah matahari terbit, sedangkan sholat dhuhaa itu ditunaikan sejak matahari setinggi tombak. Perbedaan antara kedua waktu itu kurang lebih sekitar satu jam-an… Semoga Allooh Subhaanahu Wa Ta’aalaa menambah kegigihan antum dalam menuntut ilmu dien… Barokalloohu fiika

  82. yopi permalink
    4 April 2011 10:38 pm

    Assalamu’alaikum Warohmatulohi Wabarokatuh Ustadz…..

    Mohon dengan sangat pertanyaan saya dijawab ya ustadz…..
    1. Sholat Shubuh itu sebenarnya jam berapa Ustadz? Karena kalo menggunakan patokan di postingan Ustadz saya tidak paham, apakah batas sholat Shubuh jam 6 pagi?
    2. Bagaimana jika menahan buang air kecil tapi tidak tahan lalu keluar sedikit dan mengenai CD, (kondisi di jalanan) lalu akan menjalankan sholat apa yang harus saya lakukan ustadz…..??? Apakah pendapat dengan mencipratkan air 3X pada CD dengan mengucapkan bismilah 3X itu udah bisa menghilangkan najis ustadz…..?? Mohon pencerahannya.
    3. Apakah sah ustadz jika Sholat Sunah (Dhuha dan Tahajud) hanya membaca surat Al-Fatehah dan surat pendek seperti An-Naas, Al-Falaq, Al-Ikhlas.
    4. Apa yang harus saya lakukan jika masjid yang dekat dengan kantor saya ada makam di dalamnya (Masjid sebelah Hotel Dusit Mangga Dua), karena Rosuulullooh Shollalloohu ‘alaihi Wassalam berkata bahwa tidak boleh sholat di masjid yang didalamnya ada makam, saya sangat bingung terutama saat sholat jum’at, karena masjid yang lain jauh letaknya. MOHON DENGAN SANGAT PENCERAHANNYA USTADZ.
    5. Menurut ustadz buku dengan judul Asli DZIKRUN WA TADZKIIRUN dengan penulis Dr. Shaleh bin Ghanim Al-Sadlan (Guru Besar Ilmu Fiqh di Universitas Islam Imam Muhammad bin Su’ud, Riyad Saudi Arabia) dan diterjemahkan oleh Drs. H. Achmad Suchaimi dengan judul DOA DZIKIR (QOULI dan FI’LI) apakah sudah sesuai dengan ajaran Rosuulullooh Shollalloohu ‘alaihi wassalaml, karena saya sedikit sedikit mulai mengamalkan isi buku tersebut ….

    Terimakasih ustadz.

    • 7 April 2011 8:52 am

      Wa ‘alaikumussalaam Warohmatulloohi Wabarokaatuh,

      1. Ketahuilah bahwa sholat itu bukan bertumpu pada jam, melainkan pada tanda yang Allooh Subhaanahu Wa Ta’aalaa dan Rosuul-Nya Sholalloohu ‘Alaihi Wassallam sudah isyaratkan. Berkenaan dengan sholat shubuh, yang harus dipegang adalah jika Fajar Shoodiq sudah terbit maka laksanakanlah Sholat Shubuh, namun kalau Fajar Shoodiq belum muncul maka berarti belum waktunya untuk Sholat Shubuh. Sebagai ukuran, biasanya adzan yang dikumandangkan di masjid-masjid adalah terlalu cepat 20 menit dari yang semestinya (karena adzan yang umumnya di masyarakat itu ternyata dikumandangkan sebelum munculnya Fajar Shoodiq), oleh karena itu maka laksanakanlah Sholat Shubuh itu 20 menit sesudah adzan umumnya di masyarakat dikumandangkan.

      2. Pendapat dengan mencipratkan air 3X pada celana dengan mengucapkan Bismilah 3X itu tidak ada landasannya dari Sunnah Rosuulullooh Sholalloohu ‘Alaihi Wassallam.

      Jika antum yakin bahwa air kencing telah keluar dan mengenai celana, maka celana antum berarti telah bernajis, dan antum telah berhadats; karena itu tidak sah antum sholat dengan celana tersebut, kecuali celana dicuci terlebih dahulu (walau hanya pada lokasi najisnya saja) atau, sebelum berwudhu anda cuci kemaluan lalu berwudhu’, kemudian sholat tanpa menggunakan celana tersebut.

      3. Boleh dan sah, sholat sunnah Duha dan Tahajjud dengan cara yang antum utarakan.

      4. Jika pekerjaan antum tidak memungkinkan bagi antum untuk meninggalkannya untuk waktu yang relatif lama, sedangkan sholat di masjid yang ada kuburannya juga tidak sah karena harus diulang bila sholat di masjid yang seperti itu, maka sholat lah antum di tempat dimana antum bekerja (yaitu sholat dhuhur) sambil antum berupaya mencari pekerjaan lain yang lebih maslahat, yang memudahkan antum untuk melaksanakan ibadah sholat Jum’at kepada Allooh Subhaanahu Wa Ta’aalaa.

      5. Insya Allooh buku tersebut baik untuk dijadikan rujukan.

      Barokalloohu fiika

      • yopi permalink
        7 April 2011 10:29 pm

        Terimakasih banyak Ustadz atas penjelasannya. Semoga kebaikan Ustadz dibalas oleh Alloh Subhaanahu Wa Ta’aalaa. Amin.

  83. p o y permalink
    7 April 2011 11:20 pm

    Ustadz, bacaan dzikir apa yang selalu dilakukan nabi MUHAMMAD SAW.. Dan kapan waktu-waktunya baiknya yang sunnah dilakukan nabiyyina MUHAMMAD SAW ??
    Jazakallooh khoir..

    • 15 April 2011 5:00 pm

      Wa ‘alaikumussalaam Warohmatulloohi Wabarokaatuh,

      Ustadz sarankan agar antum mencari buku yang antara lain berjudul berkenaan dengan DO’A & DZIKIR, termasuk misalnya DO’A & DZIKIR PAGI & PETANG yang sesuai tuntunan Rosuulullooh Sholalloohu ‘Alaihi Wassallam.
      Bahkan dalam Blog ini, bisa dicari di Daftar Isi dan dibuka serta dibaca materi kajian tentang “AADAAB DZIKRI” (Tatacara Berdzikir) dan “AADAABUD DU’A” (Tatacara Berdo’a)…. Semoga bermanfaat…. Barokalloohu fiika

  84. hamba ALLAH permalink
    11 April 2011 8:13 pm

    Assalamu’alaikum Wr.Wb.

    Salam kenal Ustadz, sebelumnya saya mohon maaf karena tidak mencantumkan nama yang sebenarnya. Saya mendengar ceramah ustadz dari kajian.net. Ada beberapa hal yang ingin saya tanyakan Ustadz yang pertanyaan ini sangat mengganggu perasaan saya.

    Begini Ustadz, jujur saja saya seorang anak yang merasa tidak pernah diperhatikan orang tua atau ini hanya perasaan saya saja. Umur saya 23 tahun S1 IT dan belum bekerja, saya sendiri berencana mendirikan Software House akan tetapi masih dalam proses 75% yang intinya saya belum berani membuka usaha saya, karena persiapan yang kurang sempurna. Sementara itu, Ayah saya (PNS) seorang pekerja keras dan sekarang sudah pensiun 2 tahun ini. Disisi lain ibu saya hanya “ibu rumah tangga”. Jujur saja ketika ayah masih bekerja, keluarga tidak mengalamai kesulitan ekonomi, sehingga hanya senang yang dirasakan. Akan tetapi sejak ayah saya pensiun, ekonomi keluarga menjadi sulit. Karena orang tua saya seorang pekerja keras, maka beliau (ibu saya) berusaha untuk jualan. Akan tetapi, saya tidak setuju karena terus terang saja, saya merasa malu sekali dengan tetangga dengan umur saya yang terus bertambah, tanpa bisa menghasilkan apa2 untuk orang tua saya.

    Disinilah letak permasalahannya, karena saya sudah tidak setuju orang tua saya untuk bekerja dan memberikan kesempatan kepada saya untuk menyelesaikan project yang sedang saya kerjakan. Akan tetapi orang tua saya terus saja menjalankan usahanya tanpa memperdulikan saya. Jujur saja Ustadz saya merasa sangat malu sekali, sehingga saya tidak bisa berfikir dengan jernih, akhirnya yang saya lakukan adalah berdiam diri dikamar tanpa keluar rumah selama 1 tahun, dan meninggalkan project yang sudah saya rancang sebelumnya.

    Mungkin iman saya lemah, saya akui itu. Melihat adik teman saya yang baru saja lulus SMA dan bekerja baru beberapa bulan saja, sudah bisa membeli motor. Bukan hartanya(motor) yang saya irikan Ustadz, akan tetapi saya iri kepada individu tersebut yang lebih muda dari saya yang bisa membanggakan kedua orang tuanya. Yang saya sesalkan Ustadz, orang tua saya tidak pernah melihat diamnya saya selama satu tahun tersebut (tanpa keluar rumah) sebagai masalah. Akan tetapi saya berusaha untuk ikhlas, karena mungkin ini memang takdir saya.

    Mohon sarannya Ustadz bagaimana caranya untuk mengendalikan perasaan saya ini, agar apa yang saya kerjakan dan apa yang dikerjakan oleh kedua orang tua saya tidak menjadikan saya sebagai orang yang lupa dan lemah iman. Karena pada saat-saat tertentu, sering terlintas rasa benci, jengkel dan menyalahkan saya pribadi dan kedua orang tua saya.

    Demikian uneg-uneg saya, adapun ada kata-kata diatas yang menyinggung para pembaca lain, saya mohon maaf, karena kesalahan pada diri saya dan iblis.

    • 15 April 2011 4:56 pm

      Wa ‘alaikumussalaam Warohmatulloohi Wabarokaatuh,

      Dari isi curhat anda, nampaknya anda tidak bermasalah… Anda wajar-wajar saja, karena anda punya rasa malu, punya rasa penyesalan, punya keinginan untuk berbakti pada kedua orangtua, bahkan anda bercermin diri pada orang lain yang sudah secara kasat mata lebih beruntung dari diri anda… Disamping itu anda pun punya rasa tanggungjawab, suatu keinginan agar orangtua anda hendaknya tidak bekerja lain, dan anda pun punya rasa belas kasihan terhadap mereka.

      Oleh karena itu, menurut Ustadz, hanya sedikit yang perlu dirubah dari sikap hidup anda… antara lain adalah:
      1. Lakukan uji coba untuk menghadapi tantangan hidup, seperti misalnya melamar kerja ke perusahaan-perusahaan yang sesuai dengan keahlian anda. Adik teman anda tadi, selain Takdir, juga adalah adanya Usaha dari dirinya dan keberanian untuk mencoba menghadapi tantangan hidup. Secara dzohir, dalam hal ini anda lebih baik, karena anda seorang S1 dalam IT, yang saat ini sangatlah relevan dengan dunia kehidupan yang tidak pernah sarat dari IT. Jadi, kalau anda mau mencoba, maka peluang pekerjaan di bidang anda itu sangatlah besar, mengingat bidang IT ini adalah menjadi kebutuhan masyarakat umum, bahkan sudah menjadi gaya hidup. Jadi cobalah wahai saudaraku, dan janganlah minder…

      2. Lakukan silaturahmi langsung dengan kawan-kawan, yang mungkin saja teman kuliah, teman pergaulan yang bisa jadi silaturahmi ini akan membuka peluang jaringan bagi komunikasi yang dari sana dapat diharapkan terbuka keran-keran peluang bagi profesi anda, karena bisa jadi diantara teman-teman anda, ada yang sudah duduk di jabatan tertentu / usaha tertentu, yang bila anda sharing dengannya, maka akan muncul inspirasi menuju langkah maju anda di masa depan.

      3. Perbaiki hubungan anda dengan Allooh Subhaanahu Wa Ta’aalaa melalui antara lain:
      – Sholat 5 waktu di masjid, dengan berjamaa’ah bersama kaum muslimin lainnya, karena bagi laki-laki maka sholat fardhu itu haruslah di masjid.
      – Ditambah sholat malam (Tahajjud), walaupun dengan roka’at yang relatif sedikit sekalipun.
      Lalu melalui sholat itu, anda bertaubat, mengadu, mengeluh, memohon agar ditunjukkan pada jalan yang benar, ditunjukkan pada pintu rizqy yang barokah, diberikan jalan keluar yang mudah dll oleh Allooh Subhaanahu Wa Ta’aalaa. Sebab, Allooh Maha Berkuasa, sebagaimana Dia lah yang Memberi hidup kepada anda, maka Allooh pula lah yang Maha Tahu bagi solusi problematika hidup anda.

      4. Jangan ragu, jangan canggung dengan orangtua anda sendiri. Lakukan perbaikan komunikasi, adakan “sharing” dan keterbukaan sebagai anak terhadap orangtuanya. Ingat, bahwa kasih sayang orangtua itu “sepanjang jalan”, artinya: tidak ada putus-putusnya…. Oleh karena itu, berbaik sangkalah kepada mereka, sebab sampai saat yang anda keluhkan adalah dari sisi PERHATIAN… Padahal sesungguhnya, kedua orangtua anda nampaknya sangat begitu sayang pada anda… Kalau lah membenci, tentunya mereka sudah memarahi anda ketika anda mengurung diri di kamar selama setahun.

      5. Goreskanlah apa yang menjadi cita-cita, harapan, visi dan misi hidup anda; lalu berencana lah dengan sebaik mungkin, dibarengi dengan mengawali langkah-langkah kongkrit dengan gigih dan ulet untuk menggapainya. Ingat, bahwa hidup adalah resiko. Tidak ada kehidupan bagi orang yang tidak mau menghadapi resiko.

      Selamat mencoba… Semoga Allooh Subhaanahu Wa Ta’aalaa memberi jalan keluar yang terbaik bagi Anda… Barokalloohu fiika

  85. Abdulloh permalink
    12 April 2011 6:44 am

    Assalaamu’alaykum Warohmatullohi Wabarokaatuh.

    Ustadz bagaimanakah cara pelaku syirik akbar bertobat? Apakah ia harus kembali mengucapkan syahadat dan mandi junub?

    Kepada Ustadz dan Admin, saya ucapkan Baarokallohu fiikum…

    • 15 April 2011 5:36 pm

      Wa ‘alaikumussalaam Warohmatulloohi Wabarokaatuh,

      Sebagimana kita ketahui bahwa Syirik Akbar adalah Dosa Besar yang Paling Besar. Namun demikian, karena Syirik ini adalah kedzoliman yang dilakukan manusia terhadap Allooh Subhaanahu Wa Ta’aalaa, maka dengan shifat Kasih Sayang-Nya, Allooh akan mengampuni kita jika kita bertaubat dengan Taubatan Nasuuha.

      Berkenaan dengan teknis dan langkah taubatnya adalah:
      1. Sesali perbuatan Syirik Akbar yang telah dilakukan tersebut.
      2. Berniat dengan sungguh-sungguh untuk tidak mengulangi perbuatan tersebut.
      3. Mengganti perbuatan tersebut dengan ber-Tauhid dan beramal shoolih

      Jika seseorang melakukan Syirik Akbar atas dasar ketidaktahuan, maka tidak perlu bersyahadat kembali dan mandi junub. Akan tetapi, jika Syirik Akbar itu dilakukan atas dasar kesadaran dan pembangkangan, maka dia harus mengulang syahadatnya kembali dan mandi junub.

      Semoga kita terjauhkan dari Syirik, baik yang Akbar (Besar) maupun yang Asghor (Kecil)… Barokalloohu fiika

  86. octora permalink
    15 April 2011 3:52 pm

    Ustadz,
    ada beberapa pertanyaan,
    Bila adzan shubuh lebih cepat 20 menit dari keluarnya fajar shodiq, jarak antara adzan dan iqomah di masjid dekat rumah saya kira – kira selisihnya 10 menit, bila harus menunggu 20 menit berarti saya tidak mendapat keutamaan sholat shubuh berjamaah,
    Bagaimana solusinya ?

    • 15 April 2011 5:46 pm

      Wa’alaikumussalaam Warohmatulloohi Wabarokaatuh,

      Bagaimana antum mendapat pahala Sholat Berjamaa’ah, sedangkan Sholat yang dilakukan sebelum waktu Sholat tiba adalah TIDAK SAH?
      Bukankah masuk waktu Sholat, adalah merupakan SYARAT SAH-nya Sholat. Padahal awal waktu shubuh adalah ditandai oleh Fajar Shodiq, bukan oleh Jam seperti pukul 4.15 atau 4.30 atau yang seperti demikian.

      Solusinya adalah:
      1. Antum yakini bahwa AWAL MASUK WAKTU SHOLAT SHUBUH adalah Terbitnya FAJAR SHODIQ, atau Adzan yang dilakukan di masyarakat umum ditambah dengan sekitar 20 menit.
      2. Antum melakukan sholat shubuh, hanya apabila waktu shubuh sudah tiba, walaupun tidak mengikuti berjamaa’ah. Adapun pahala, maka ketika perginya antum dari rumah ke masjid untuk sholat berjamaa’ah, adalah sudah merupakan usaha kongkrit, yang mudah-mudahan Allooh Subhaanahu Wa Ta’aalaa lah yang membalasnya. Adapun tidak mendapat pahala sholat berjamaa’ah adalah lebih baik, dibandingkan dengan tidak sahnya sholat antum.
      3. Jangan rendah diri, untuk menyampaikan hujjah dan beramar ma’ruf nahi munkar dalam menyampaikan kebenaran berupa memberikan penjelasan bahwa waktu sholat yang sebenarnya adalah 20 menit setelah adzan yang dilakukan kebanyakan masjid di masyarakat kita saat ini.

      Barokalloohu fiika….

  87. Abdulloh permalink
    15 April 2011 7:04 pm

    Assalaamu’alaykum Warohmatullohi Wabarokatuh.

    Ustadz saya ingin bertanya:

    1) Saya memiliki kerabat (sepupu) yang suka berprilaku dan berkata kasar, dan sampai sekarang belum berubah. Terkadang ketika kita ingin beramah-tamah ditanggapi dengan kasar, terus-terang pernah terbersit di hati saya do’a yang jelek dan kecelakaan untuknya. Sikap saya sejauh ini adalah berusaha menghindarinya dan kalaupun bertemu hanya berprilaku dan berbicara seperlunya (lebih jelasnya: saya hanya mengucap salam dan tidak berbicara kepadanya kecuali dia mengajak bicara). Ini saya lakukan untuk menghindari perlakuan kasar dari yang bersangkutan dan rasa marah di hati saya yang ditimbulkan oleh sikapnya. Menurut Ustadz salahkah sikap saya ini? Dan bagaimana sikap yang seharusnya?

    2) Berikanlah nasehat dan tips kepada saya agar saya mudah memaafkan kesalahan orang dan tidak mendendam (dua perkara ini sangat berat bagi saya pribadi), dan agar saya senantiasa menjadi penyambung silaturahmi dan benar-benar bisa mengaplikasikan firman ALLAH Subhanahu wa Ta’ala: “Khudzil ‘afwa, wa’mur bil ‘urfi, wa a’ridh ‘anil jaahiliin”

    Kepada Ustadz dan Admin saya ucapkan Jazaakumulloh khoir dan Baarokallohu fiikum…

    • 21 April 2011 7:03 pm

      Wa ‘alaikumussalaam Warohmatulloohi Wabarokaatuh,

      1. Terhadap saudara anda tersebut, hendaknya tidak berdekatan dengannya kecuali dalam batasan seperlunya saja. Dan jangan memutuskan silaturahmi, karena memutuskan silaturahmi itu tercela dan bahkan menghalangi seseorang untuk masuk ke surga. Jangan putus upaya untuk menjadi penyampai kebaikan kepadanya, walaupun melalui orang lain.

      2. Yakini dan ketahuilah bahwa mengalah ketika bergaul dengan manusia dengan berharap yang lebih baik dari Allooh Subhaanahu Wa Ta’aalaa adalah sikap dewasa. Karena itu, selama dia dalam batasan yang wajar, tidak ma’shiyat pada Allooh Subhaanahu Wa Ta’aalaa apalagi Faasiq, Musyrik dan Kaafir; maka hendaknya bijak lah dan doakanlah dia agar orang tersebut sesegera mungkin diberi hidayah oleh Allooh Subhaanahu Wa Ta’aalaa agar menjadi orang yang lebih baik.

      Barokalloohu fiika

  88. elhamsyah permalink
    17 April 2011 8:57 pm

    Assalamu’alaikum warohmatullahi wabarokatuh.
    Ustadz saya ingin bertanya, bagaimana kita dapat mengetahui hadist shahih dan tidak, karena banyak hadist asli tapi palsu, mohon penjelasannya.

    • 21 April 2011 5:54 pm

      Wa ‘alaikumussalaam Warohmatulloohi Wabarokaatuh,
      Untuk menjawab pertanyaan anda, perlu dikaji dan digali ilmu khusus untuk hal ini, yang disebut dengan ILMU HADIITS atau MUSTHOLAHUL HADIITS. Disana terdapat kaidah dan koridor bagaimana kita bisa mengendus dan memvonis bahwa suatu Hadits itu Dho’iif ataukah Shohiih.

      Adapun kata-kata “Hadits Asli tapi Palsu“, itu tidak dikenal. Yang ada adalah “Hadits Palsu”, itu pun sebenarnya bukanlah Hadits, karena merupakan Pemalsuan atas nama Rosuulullooh Sholalloohu ‘Alaihi Wassallam. Hanya saja pencetusnya atau orang-orang berikutnya mengatakan itu adalah Hadits, sehingga menjadi populer lah istilah Hadits Palsu.

      Hadits Palsu ini bukan Hadits. Jadi tidak patut untuk disebut “Asli tapi Palsu”, lha wong dia sebenarnya Palsu. Bahkan, orang yang meriwayatkan Hadits Palsu ini sama dosanya dengan pencetus awalnya, kecuali jika dalam rangka menjelaskan pada ummat tentang kepalsuannya… Barokalloohu fiika

  89. yopi permalink
    17 April 2011 11:07 pm

    Assalammu’alaikum warrohmatullohi wabarokatuh ustadz…
    Begini ustadz, jujur setelah saya mengikuti blog ustadz ini saya baru mulai beribadah kepada Alloh Ta’alla, walaupun kadang masih bolong tapi saya niat ikhlas berusaha untuk melakukan kewajiban seorang muslim kepada sang Penciptanya. Yang saya ingin pertanyakan adalah:
    1. Apakah dosa-dosa saya sebelumnya masih bisa dimaafkan oleh Alloh Subhanahu Wa Ta’ alla, ustadz?
    2. Mengapa saat saya melakukan sholat akhir-akhir ini perasaan saya jadi gelisah, takut, dan ada saja permasalahan yang terjadi baik di rumah maupun di kerjaan, padahal sebelum saya melakukan sholat semuanya terasa baik-baik saja? MOHON PENCERAHANNYA USTADZ, APA YANG HARUS SAYA LAKUKAN?
    3. Bolehkah berdo’a setelah sholat dengan bacaan “Robbighfirlii, Warhamnii, Wajburnii, Warfa’nii, Warzuqnii, Wahdinii, Wa’aafinii Wa’fuaAnni“?
    4. Mengenai tidak sah sholat yang didalamnya ada kuburan, ada teman saya yang mengatakan jika didalamnya ada makam, maka sholat aja di bagian depan makam itu karena Makam itu tadinya di depan (halaman) masjid karena alasan agar masjid bisa menampung lebih banyak jama’ah maka dibangunlah (diperluas) bagian makam itu menjadi bagian dalam dari masjid, bagaimana menurut pendapat ustadz? Apakah teman saya ini mengambil contoh dari masjid Nabawi tempat makam Rosulloloh Shollalohu Alaihi Wassallam?
    5.Apakah pendapat yang menyatakan bahwa darah orang Nasrani atau non-muslim itu halal hukumya adalah benar ustadz?
    6. Apakah boleh mendoakan jelek kepada orang Nasrani / Non Muslim, ustadz?
    Atas jawaban dan pencerahan dari ustadz saya ucapkan terimakasih yang sebanyak-banyaknya. Semoga Alloh Ta’alla mambalas kebaikan ustadz. Amin.

    • 21 April 2011 5:29 pm

      Wa ‘alaikumussalaam Warohmatulloohi Wabarokaatuh,

      1. Jika Taubat anda dari dosa yang lalu itu adalah Taubatan Nasuuha, maka sesuai dengan berita gembira dari Rosuulullooh Sholalloohu ‘Alaihi Wassallam bahwa Orang yang bertaubat dari dosa, adalah bagaikan orang yang tidak berdosa.

      2. Sadari bahwa setiap cita-cita menuntut kegigihan dan setiap tekad mesti ada ujian. Sedangkan iblis, dia sudah bersumpah dihadapan Allooh Subhaanahu Wa Ta’aalaa bahwa semua manusia adalah menjadi targetnya untuk disesatkan dari jalan Allooh Subhaanahu Wa Ta’aalaa. Jadi ketika seseorang berusaha berada diatas kebenaran, maka syaithoon akan berdiri menghadang dihadapannya dengan berbagai cara, seperti: memberi was-was dalam dirinya, memberi kesulitan yang intinya adalah agar orang itu tidak berhasil jadi orang shoolih. Kalau orang tersebut malah merasa mudah, dan tanpa gangguan atau hambatan ketika dia bergelimang dalam kema’shiyatan; memang dia sudah jadi temannya syaithoon sehingga tidak lagi perlu dihalangi. Malah bila perlu di-support (disokong) untuk dapat mengajak orang lain untuk sesat bersama orang tersebut.

      3. Sesungguhnya Rosuulullooh Sholalloohu ‘Alaihi Wassallam telah mencontohkan berbagai do’a untuk berbagai orang, tempat, waktu, kondisi dll. Do’a yang anda baca itu adalah do’a duduk diantara dua sujud. Sedangkan do’a yan diperlukan sekarang adalah do’a ba’da (sesudah) sholat. Karena itu Ustadz sarankan agar anda belajar lagi tentang DO’A / DZIKIR SETELAH SHOLAT. Dan dalam Blog ini (pada Daftar Isi) dapat anda temukan materi kajian tentang hal tersebut, insyaa Allooh. Walaupun kalau belum bisa, kecuali yang sudah anda hafal maka boleh dipakai sebagai sementara; karena maknanya memang kita butuhkan dari Allooh Subhaanahu Wa Ta’aalaa.

      4. Yang benar, jika kuburan lebih dahulu ada, maka masjid yang harus dipindah lokasinya. Tetapi, jika masjid yang dahulu ada, maka kuburan lah yang harus dipindah lokasinya. Kecuali, jika ahli waris menyadari dan siap untuk memindahkan kuburan itu keluar kawasan masjid, maka masalahnya menjadi selesai. Adapun tentang apa yang terjadi di masjid Nabawy maka dalam hal ini, bukanlah merupakan Contoh; karena Rosuulullooh Sholalloohu ‘Alaihi Wassallam menjelang meninggal berwasiat agar hal ini tidak terjadi dan memang pada mulanya kuburan Rosuul adalah di kamar ‘Aa’isyah rhodiyallohu ‘anha (istrinya), yang sudah barang tentu bukan merupakan bagian dari masjid.

      5. Memang Jika seorang kaafir masuk kedalam Islam, mengucapkan dua kalimat syahadat, apalagi sudah menjalankan sholat, shoum, zakat dll, maka darahnya, hartanya dan harga dirinya adalah haroom. Walau demikian, di saat kaum Muslimin berada pada fase dakwah, tentu PERKARA ITU adalah BELUM PATUT UNTUK DISENTUH, karena YANG MELAKSANAKAN HAL ITU HARUSLAH ATAS DASAR KOMANDO AMIRUL MUKMINIIN (PEMIMPIN KAUM MUSLIMIN), BUKAN MERUPAKAN KEBIJAKAN DAN KEPUTUSAN PERORANGAN.

      6. Kalau orang Nasrani / Kaafir itu masih hidup, maka semestinya kita dakwahi agar dia menjadi Muslim seperti kita. Bahkan kita mendo’akan mereka agar mereka diberi Hidayah oleh Allooh Subhaanahu Wa Ta’aalaa agar mereka masuk Islam. Akan tetapi jika mereka sudah mati, dan mati dalam keadaan kufur, maka mereka malah berhak untuk mendapatkan kutukan sesuai dengan Hadits Rosuulullooh Sholalloohu ‘Alaihi Wassallam: Jika orang kaafir mati, sedangkan dia tidak beriman kepada ajaran yang Rosuul ajarkan maka dia adalah termasuk penghuni neraka, kekal didalamnya. Artinya adalah terkutuk.

      Semoga kita dilimpahi taufiq dan hidayah sehingga kita tetap berada diatas Sunnah Muhammad Rosuulullooh Sholalloohu ‘Alaihi Wassallam hingga akhir hayat…

      • yopi permalink
        22 April 2011 10:21 am

        Alhamdullilah, Amin Ya Robball Alammin. terimakasih ustadz.

  90. octora permalink
    18 April 2011 1:57 pm

    Ustadz,
    Jika azan shubuh yang dikumandangkan di masyarakat lebih cepat 20 menit dari fajar shodiq, apakah sholat sunnah fajar dilakukan setelah azan atau menunggu 20 menit setelahnya? Syukron. Jazakalloh khoiron

    • 21 April 2011 5:13 pm

      Sholat sunnah Fajar itu adalah satu paket dengan rangkaian sholat shubuh. Jadi, disebut Sholat sunnah Fajar, atau Qobliyah Shubuh itu jika Fajar Shodiq sudah terbit. Kalau belum muncul Fajar Shodiq, maka bukan Sholat Sunnah Fajar namanya.

  91. alfian permalink
    21 April 2011 4:45 pm

    Assalamualaikum……
    Ustadz, mau tanya….
    1. Apakah filsafat dalam Islam itu ada….?
    2. Apa itu “Ilmu Kalam”?
    3. Apakah boleh kita mengambil pendapat dari seorang yang jelas-jelas dia kafir / sesat (pegikut Syiah) dalam hal agama / muamalah dan lainnya..?

    • 21 April 2011 5:10 pm

      Wa ‘alaikumussalaam Warohmatulloohi Wabarokaatuh,
      1. Justru Islam itu membantah Filsafat. Para ‘Ulama Ahlus Sunnah dari zaman dahulu kala hingga hari ini mengkategorikan Filsafat itu BUKAN BAGIAN DARI ISLAM.
      2. Ilmu Kalam itu adalah istilah lain dari Filsafat
      3. Ahlul Bid’ah adalah orang yang berhaq mendapat Baro’ (artinya adalah: “Kita berbebas diri dari mereka”). Jangankan mengambil ‘ilmu dien, bergaul bersama mereka, mendengar perkataan mereka, membaca kitab dan makalah mereka adalah DILARANG MENURUT PARA ‘ULAMA AHLUS SUNNAH, karena dikhawatirkan kesesatannya akan menular. Adapun tentang perkara keduniawian, maka hukum asalnya adalah Boleh, selama tidak berbentur apalagi menentang Syari’at Islam.

  92. alfian permalink
    23 April 2011 3:39 pm

    Assalamualaikum,
    Ustadz, saya alfian yang bertanya pada (21 april 2011)
    Ustadz, bisa tunjukkan dalilnya pada pertanyaan nomer (1 dan 3)
    Jazaakallah….

    • 30 April 2011 6:38 am

      Wa ‘alaikumussalaam Warohmatulloohi Wabarokaatuh,

      Silakan antum membaca makalah pada Blog ini (dapat dicari di Daftar Isi) yang berjudul “Mengapa Saya Memilih Manhaj Salaf” dan “Bahaya Jaringan Islam Liberal (Bagian-3)“.

      Beberapa perkataan para ‘Ulama Ahlus Sunnah Wal Jamaa’ah tentang celaan terhadap Ilmu Kalam / Filsafat :

      1) Imaam Maalik bin Anas رحمه الله, guru dari Imaam Asy-Syaafi’i رحمه الله berkata, “Seandainya ilmu Kalam itu merupakan ilmu, niscaya para Shohabat dan Taabi’iin berbicara tentang hal itu sebagaimana mereka berbicara tentang hukum dan Syari’at; akan tetapi ilmu Kalam itu baathil yang menunjukkan kepada kebaathilan.” (dinukil dari kitab Imaam Al Baghowy رحمه الله yang berjudul “Syarhus Sunnah”)

      2) Imaam Asy Syaafi’iy رحمه الله berkata:
      – “Ketetapanku (vonisku) terhadap para Ahli Kalam (Filsafat) agar mereka dipukul dengan pelepah kurma, lalu diarak keliling kampung dan suku diatas unta, sembari diumumkan pada khalayak “Ini adalah hukuman bagi orang yang meninggalkan Al Qur’an dan As Sunnah dan mengambil Filsafat.
      – “Larilah kamu dari Filsafat, sebagaimana kamu lari dari singa.”
      – “Mengetahui Filsafat adalah sama dengan bodoh dengan Filsafat.”
      – “Tidak ada seorang yang berbaju Filsafat, lalu dia beruntung (selamat).”
      (Dinukil dari Kitab “Al Hujjah Fii Bayaanil Mahajjah Wa Syarhu ‘Aqiidati Ahlis Sunnah” karya Imaam Ismaa’iil Al Asbahaany رحمه الله)

      3) Dari Nuh al-Jaami’ berkata, “Aku bertanya kepada Abu Haniifah رحمه الله : “Apakah yang engkau katakan terhadap perkataan yang dibuat-buat oleh orang-orang seperti A’radh dan Ajsam?”
      Beliau رحمه الله menjawab,”Itu adalah perkataan orang-orang Ahli Filsafat. Berpegangteguhlah pada atsar dan jalan orang Salaf. Dan waspadalah terhadap segala sesuatu yang diada-adakan, karena hal tersebut adalah Bid’ah!” (dinukil dari kitab Imaam Al Khatib رحمه الله yang berjudul “Al Faqih wal Mutafaqqih”)

  93. 25 April 2011 11:42 pm

    In reply to: Amatullah, tertanggal 2011/04/24 pukul 11:59 pm

    Wa ‘alaikumussalaam Warohmatulloohi Wabarokaatuh,

    Wahai Ukhti:

    1) Kalau kita berbicara Obat, maka Obat itu selain dari terbukti secara klinis bahwa dia bisa menjadi penyebab kesembuhan, maka Obat tersebut juga TIDAK BOLEH NAJIS dan TIDAK BOLEH BERASAL DARI YANG HAROM. Berikutnya dia harus yakin dan penuh ketergantungan kepada Allooh سبحانه وتعالى saja, bahwa Dia lah satu-satunya yang bisa menyembuhkan dan membebaskan kita dari penyakit.

    2) Benar bahwa kesulitan mendatangkan kemudahan, sebagaimana dalam kaidah Al Masyaqqotu Tajlibut Taisiir (Kesulitan Mendatangkan Kemudahan) atau Ad Daruurotu Tubiihul Mahdzuurot (Perkara Darurot / Emergency itu Membolehkan Perkara yang Diharomkan), tapi Kesulitan dan Darurat TIDAK BISA DIGENERALISIR WAJIB DIBERLAKUKAN UNTUK SEMUA ORANG.
    Contoh: Imunisasi harus diterapkan pada semua orang yang akan menunaikan ibadah Umroh atau Haji. Toh tidak terbukti pula bahwa orang yang tidak imunisasi, mereka semua itu mati.

    3) Kalau saja seorang yang akan pergi menunaikan sholat berjamaa’ah dengan kehendak Allooh سبحانه وتعالى , lalu baru 5 langkah menuju masjid lalu ia mati, maka sakit yang dibawa dia menuju masjid dan berakhir dengan kematian itu, kita akan katakan bahwa orang tersebut mudah-mudahan Husnul Khootimah. Begitu pula orang yang berpuluh-puluh juta uang dikeluarkan, nyawa yang dengan penuh kesiapan siap menanggung resiko bisa saja mati, keluarga yang dicintai, kampung halaman yang dicintai bahkan pekerjaan yang digeluti, semuanya ditinggal hanya karena bertekad kuat untuk memenuhi panggilan Allooh dan mengatakan “Labbaika Alloohumma Labbaik” (Ya Allooh, dengan senang hati kupenuhi panggilan-Mu); semua itu insya Allooh di jalan Allooh سبحانه وتعالى dalam kepatuhan terhadap Allooh سبحانه وتعالى, sehingga kalau saja harus berakhir dengan mati, maka itu akan Husnul Khootimah. Adapun, asumsi bahwa imunisasi menjamin selamat dari Bala’ itu adalah jaminan yang tidak terjamin, kecuali sekedar prasangka yang bisa terjadi dan bisa tidak terjadi. Sedangkan sesuatu yang masih mengandung nilai kemungkinan TIDAK BISA DIJADIKAN LANDASAN UNTUK DALIL DARUROT BAGI SEMUA ORANG.

    4) Sampai kapan kita harus mengatakan bahwa suatu barang / makanan / obat dikatakan DARUROT, lalu kita mengkonsumsinya padahal hal itu bisa jadi adalah karena keterbelakangan Muslimin dan upaya pihak orang-orang kaafir untuk sengaja membuat kaum Muslimin menjadi terdesak, lalu akhirnya mengatakan “Darurot“. Padahal kaum Muslimin memiliki Yang Maha Kuat, Yang Maha Menolong, Yang Maha Kaya, Yang Maha Perkasa, dstnya…. dstnya… Pasti jika kita bersungguh-sungguh, maka Allooh سبحانه وتعالى akan beri jalan keluar.

    Allooh سبحانه وتعالى berfirman: “.. Dan orang-orang yang berjihad di jalan Kami, Kami sungguh akan beri mereka jalan-jalan Kami…” (QS. Al Ankabut ayat 69).

    Tapi kualitas kaum Muslimin di zaman sekarang adalah cenderung konsumtif, maunya “terima jadi”, manja, dan suka bertengkar dan bercerai-berai; yang pada akhirnya bukan kuat, malah lemah dan gagal.

    Renungkanlah firman Allooh سبحانه وتعالى, “Dan taatlah kalian pada Allooh dan Rosuul-Nya, dan jangan saling bertentangan sehingga kalian gagal dan kalian kehilangan pengaruh.” (QS. Al Anfaal ayat 46)

    5) Perhatikan bahwa musuh-musuh Allooh سبحانه وتعالى bukan saja dengan militer mereka itu menyerang kaum Muslimin, tetapi bisa jadi dengan cara imunisasi, atau apa lah namanya… Mengapa kita tidak waspada??

  94. dedi permalink
    29 April 2011 10:19 pm

    Afwan mau tanya nich ustadz, apa bener malaikat tutup catatannya saat khatib naik mimbar shalat Jum’at??? Lalu bagaimana dengan orang yang terlambat shalat tahiyatul masjid, apakah dicatat amalannya oleh malaikat??? Syukron

    • 2 May 2011 9:44 am

      Benar, sebagaimana terdapat dalam Hadits Shohiih diriwayatkan oleh Imaam Al Bukhoory no: 881, dan Imaam Muslim no: 2001 dari Abu Hurairoh رضي الله عنه, bahwa Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم bersabda:

      مَنْ اغْتَسَلَ يَوْمَ الْجُمُعَةِ غُسْلَ الْجَنَابَةِ ثُمَّ رَاحَ فَكَأَنَّمَا قَرَّبَ بَدَنَةً وَمَنْ رَاحَ فِي السَّاعَةِ الثَّانِيَةِ فَكَأَنَّمَا قَرَّبَ بَقَرَةً وَمَنْ رَاحَ فِي السَّاعَةِ الثَّالِثَةِ فَكَأَنَّمَا قَرَّبَ كَبْشًا أَقْرَنَ وَمَنْ رَاحَ فِي السَّاعَةِ الرَّابِعَةِ فَكَأَنَّمَا قَرَّبَ دَجَاجَةً وَمَنْ رَاحَ فِي السَّاعَةِ الْخَامِسَةِ فَكَأَنَّمَا قَرَّبَ بَيْضَةً فَإِذَا خَرَجَ الْإِمَامُ حَضَرَتْ الْمَلَائِكَةُ يَسْتَمِعُونَ الذِّكْرَ

      Artinya:
      Barangsiapa yang mandi Hari Jum’at dengan mandi Junub, kemudian pergi (ke masjid) untuk Sholat Jum’at maka seolah dia berkurban dengan unta. Dan barangsiapa yang pergi pada saat kedua, maka seolah dia berkurban dengan sapi. Dan barangsiapa pergi pada saat ketiga, seolah dia berkurban dengan kambing qibas bertanduk. Dan barangsiapa pergi pada saat keempat, seolah dia berkurban dengan ayam. Dan barangsiapa pergi pada saat kelima, maka seolah dia berkurban dengan telur. Dan jika Imaam keluar (Khotib sudah menuju mimbar – pent.) maka malaikat pun hadir untuk mendengarkan peringatan / khutbah.

      Dan dalam riwayat yang lain, diriwayatkan oleh Al Imaam Al Bukhoory no: 929, masih dari Abu Hurairoh رضي الله عنه, bahwa Nabi صلى الله عليه وسلم bersabda:

      إِذَا كَانَ يَوْمُ الْجُمُعَةِ وَقَفَتْ الْمَلَائِكَةُ عَلَى بَابِ الْمَسْجِدِ يَكْتُبُونَ الْأَوَّلَ فَالْأَوَّلَ وَمَثَلُ الْمُهَجِّرِ كَمَثَلِ الَّذِي يُهْدِي بَدَنَةً ثُمَّ كَالَّذِي يُهْدِي بَقَرَةً ثُمَّ كَبْشًا ثُمَّ دَجَاجَةً ثُمَّ بَيْضَةً فَإِذَا خَرَجَ الْإِمَامُ طَوَوْا صُحُفَهُمْ وَيَسْتَمِعُونَ الذِّكْرَ

      Artinya:
      Jika Hari Jum’at, malaikat berdiri di pintu masjid, menulis satu demi satu (orang yang hadir – pent.). Dan perumpamaan orang yang dating sepagi mungkin, adalah seperti orang yang berkurban unta. Kemudian bagaikan orang yang berkurban sapi, kemudian kambing qibas, kemudian ayam, kemudian telur. Dan jika Imaam keluar (maksudnya menuju mimbar – pent.) maka malaikat pun menutup lembaran pencatatannya (absen – pent.) dan mendengarkan peringatan (khutbah).”

      Dengan demikian jelaslah bahwa, dengan kekuasaan Allooh سبحانه وتعالى, Allooh سبحانه وتعالى mengutus malaikat khusus untuk mengabsen siapa saja dari kaum muslimin yang berlomba hadir dan siapa yang paling duluan datang ke masjid pada hari Jum’at untuk mengikuti sholat Jum’at. Dan disinilah letak kasih sayang Allooh سبحانه وتعالى yang sangat besar untuk memberi manusia pahala sesuai dengan prestasinya masing-masing bagi yang berkurban untuk meninggalkan berbagai bentuk kesibukan dunia, dan hadir memenuhi undangan Allooh سبحانه وتعالى, baginya berhak mendapatkan pahala sebesar mungkin.

      Berbeda halnya dengan orang yang sekedar hadir, atau “kalau hadir juga sudah lumayan”, maka orang seperti ini adalah hanya berhak mendapatkan pahala sebesar telur ayam. Bahkan bisa jadi mereka tidak akan mendapat catatan pahala apa pun, karena Imaam sudah naik keatas mimbar dan cukup mengikuti sholat Jum’at berjamaa’ahnya saja, apalagi masbuk lagi sholatnya. Maka orang itu, Laa haula walaa quwwata illaa billaah, tidak berhak atas apa pun kecuali kewajiban sholat Jum’at-nya sudah tertunaikan, dan selebihnya adalah panas, atau gerah atau tempat yang kurang layak karena akibat keterlambatannya.

      Padahal ketika dia masuk kantor, dia antisipasi 5 -10 menit, dia berusaha untuk sudah harus berada di kawasan kantornya, karena khawatir dipotong uang kehadirannya atau konditenya menjadi buruk.

      Mana kata kita “Alloohu Akbar” yang artinya : “Allooh Maha Besar” itu??
      Yang banyak dilakukan oleh kebanyakan kaum Muslimin yang seperti itu adalah “Ad Dunya Akbar” (“Dunia Lebih Besar“) baginya.

      Padahal Allooh سبحانه وتعالى berfirman dalam QS. Al Hadiid (57) ayat 20 :

      وَمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا إِلَّا مَتَاعُ الْغُرُورِ

      Artinya:
      Dan kehidupan dunia ini tidak lain adalah kesenangan yang menipu.”

  95. 30 April 2011 11:00 am

    In reply to: Amatullah, ter-tanggal 2011/04/26 pukul 2:41 am

    Wa ‘alaikumussalaam Warohmatulloohi Wabarokaatuh,

    Sebelum Ustadz menjawab, ketahuilah oleh kita sekalian ummat Muhammad Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم, bahwa:

    1) Islam adalah ajaran paripurna untuk ummat akhir zaman hingga alam semesta ini Allooh سبحانه وتعالى musnahkan, oleh karena itu dia bahkan menantang segala konsep manusia untuk atas nama pemalsuan dan penolakan terhadap Al Qur’an dan Al Islam. Lihat Firman Allooh dalam QS. Al Isroo’ ayat 88 :

    قُل لَّئِنِ اجْتَمَعَتِ الإِنسُ وَالْجِنُّ عَلَى أَن يَأْتُواْ بِمِثْلِ هَـذَا الْقُرْآنِ لاَ يَأْتُونَ بِمِثْلِهِ وَلَوْ كَانَ بَعْضُهُمْ لِبَعْضٍ ظَهِيراً

    Artinya:
    Katakanlah: “Sesungguhnya jika manusia dan jin berkumpul untuk membuat yang serupa Al Qur’an ini, niscaya mereka tidak akan dapat membuat yang serupa dengan dia, sekalipun sebagian mereka menjadi pembantu bagi sebagian yang lain”.”

    Karena itu demikian pula, berkaitan dengan perkara Imunisasi. Mustahil, Islam sebagai ajaran yang lengkap, tidak bisa menjawab tantangan yang berkenaan dengan tuntutan imunisasi. Apa pun alasannya.

    2) Berobat dengan menggunakan Pedoman Nabi adalah dia bersifat Illaahi dan alami.
    Artinya, Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم tidak memberi petunjuk tentang pengobatan dari sekedar budaya, atau hasil riset, melainkan dari sisi kenabian, yang itu berarti adalah identik dengan Wahyu.

    Terlebih, pada masa sekarang, ketika manusia menyadari akan bahaya penggunaan unsur kimia, atau unsur buatan manusia, lalu mereka menyadari pentingnya untuk “Kembali kepada Alam” (Back to Nature), ini semakin mengukuhkan bahwa kesadaran (terbelakang) yang baru disadari manusia akhir-akhir ini, sebenarnya Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم sudah mempeloporinya sejak 1432 tahun yang lalu.

    Tentang, imunisasi misalnya, dalam Sunnah Rosuul, seorang muslim mendapati tuntunan imunisasi ini bukan semata-mata imunisasi fisik saja, melainkan juga imunisasi non-fisik. Perhatikanlah:

    a) Imunisasi dari Syaithoon yang terkutuk dari upaya penyelewengan dari Al Islaam dan fitrohnya yang suci, contoh Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم mengajarkan :

    عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « لَوْ أَنَّ أَحَدَهُمْ إِذَا أَرَادَ أَنْ يَأْتِىَ أَهْلَهُ قَالَ بِاسْمِ اللَّهِ اللَّهُمَّ جَنِّبْنَا الشَّيْطَانَ وَجَنِّبِ الشَّيْطَانَ مَا رَزَقْتَنَا فَإِنَّهُ إِنْ يُقَدَّرْ بَيْنَهُمَا وَلَدٌ فِى ذَلِكَ لَمْ يَضُرَّهُ شَيْطَانٌ أَبَدًا

    Artinya:
    Dari Ibnu Abbas رضي الله عنه, beliau berkata bahwa Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم bersabda:
    Seandainya seorang dari kalian ketika hendak mendatangi (berjima’) dengan istrinya, lalu berdoa sebelumnya “Bismillaah Alloohumma jannibnaasy syaithoona wa jannisbisy syaithoona maa rozaqtanaa” (Dengan nama Allooh, ya Allooh, jauhkanlah kami dari syaithoon dan jauhkan syaithoon dari apa yang Engkau karuniakan pada kami) Maka sesungguhnya, jika ditakdirkan dari keduanya itu anak maka syaithoon tidak bisa membahayakannya selamanya.”
    (Hadits Riwayat Imaam Al Bukhoory no: 7396 dan Imaam Muslim no: 3606)

    b) Imunisasi dari Pola Pikir yang sesat, ‘aqiidah yang sesat, agama yang sesat, akhlak yang tercela dan lain-lain.

    Dari Abu Hurairoh رضي الله عنه, bahwa Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم bersabda:

    مَا مِنْ مَوْلُودٍ إِلاَّ يُولَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ وَيُنَصِّرَانِهِ وَيُمَجِّسَانِهِ

    Artinya:
    Tidaklah bayi yang dilahirkan, kecuali dia dilahirkan diatas fitroh (Islam, suci dari dosa). Kedua orangtuanyalah yang menjadikan dia sebagai Yahudi, Nasroni dan Majusi.”
    (Hadits Riwayat Imaam Muslim no: 2926)

    c) Imunisasi Fisik:
    – Dianjurkannya untuk mengkonsumsi Kurma Ajwa di pagi hari / petang hari sebanyak 7 butir.

    Dari Saa’ad bin Abi Waqqosh رضي الله عنه, dari Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم bersabda:

    مَنْ أَكَلَ سَبْعَ تَمَرَاتٍ مِمَّا بَيْنَ لاَبَتَيْهَا حِينَ يُصْبِحُ لَمْ يَضُرَّهُ سُمٌّ حَتَّى يُمْسِىَ

    Artinya:
    Barangsiapa memakan 7 butir kurma Madinah (Ajwa) di pagi hari maka racun tidak akan dapat membahayakannya hingga petang hari.”
    (Hadits Riwayat Imaam Al Bukhoory no: 5445 dan Imaam Muslim no: 5459)

    – Berobat dengan Habbatus Sauda

    Dari Abu Hurairoh رضي الله عنه, bahwa Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم bersabda:

    مَا مِنْ دَاءٍ إِلاَّ فِى الْحَبَّةِ السَّوْدَاءِ مِنْهُ شِفَاءٌ إِلاَّ السَّامَ

    Artinya:
    Tidak ada suatu penyakit kecuali dalam Jintan Hitam (Habbatus Sauda) terdapat obatnya, kecuali kematian.” (Hadits Riwayat Imaam Al Bukhoory no: 5688 dan Imaam Muslim no: 5899)

    Berarti mencegah penyakit dan berobat dari penyakit menggunakan cara Rosuul dan menggunakan apa yang ada di alam adalah bersifat Illaahi dan alami (kauni); yang disamping duniawi, maka jika kita menggunakannya juga bermakna sebagai Ittiba’ (mengikuti) Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم yang sekaligus bermakna sebagai Ibadah.

    3) Hendaknya kaum Muslimin berhati-hati, waspada dan penuh kesadaran, bahkan bila perlu kaum Muslimin itu adalah mandiri, dan tidak menggunakan obat yang disisipi makna “politis” oleh orang-orang kaafir. Karena memang sesuai dengan apa yang diberitakan oleh Allooh سبحانه وتعالى, orang-orang kaafir itu pada dasarnya adalah musuh Allooh سبحانه وتعالى dan musuh orang-orang mukmin yang tidak akan henti-hentinya berusaha mencampakkan berbagai madhorot / bahaya untuk kaum Muslimin sehingga kaum Muslimin musnah atau mengikuti ajaran mereka.

    Perhatikan firman Allooh سبحانه وتعالى dalam QS. Al Baqoroh ayat 120 :

    وَلَن تَرْضَى عَنكَ الْيَهُودُ وَلاَ النَّصَارَى حَتَّى تَتَّبِعَ مِلَّتَهُمْ قُلْ إِنَّ هُدَى اللّهِ هُوَ الْهُدَى وَلَئِنِ اتَّبَعْتَ أَهْوَاءهُم بَعْدَ الَّذِي جَاءكَ مِنَ الْعِلْمِ مَا لَكَ مِنَ اللّهِ مِن وَلِيٍّ وَلاَ نَصِيرٍ

    Artinya:
    Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepada kamu hingga kamu mengikuti dien mereka. Katakanlah: “Sesungguhnya petunjuk Allooh itulah petunjuk (yang benar)”. Dan sesungguhnya jika kamu mengikuti kemauan mereka setelah pengetahuan datang kepadamu, maka Allooh tidak lagi menjadi pelindung dan penolong bagimu.”

    Juga dalam QS. Aali ‘Imroon ayat 100 :

    يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوَاْ إِن تُطِيعُواْ فَرِيقاً مِّنَ الَّذِينَ أُوتُواْ الْكِتَابَ يَرُدُّوكُم بَعْدَ إِيمَانِكُمْ كَافِرِينَ

    Artinya:
    Hai orang-orang yang beriman, jika kamu mengikuti sebahagian dari orang-orang yang diberi Al Kitab, niscaya mereka akan mengembalikan kamu menjadi orang kafir sesudah kamu beriman.”

    Juga dalam QS. Al Baqoroh ayat 217 :

    وَلاَ يَزَالُونَ يُقَاتِلُونَكُمْ حَتَّىَ يَرُدُّوكُمْ عَن دِينِكُمْ إِنِ اسْتَطَاعُواْ وَمَن يَرْتَدِدْ مِنكُمْ عَن دِينِهِ فَيَمُتْ وَهُوَ كَافِرٌ فَأُوْلَـئِكَ حَبِطَتْ أَعْمَالُهُمْ فِي الدُّنْيَا وَالآخِرَةِ وَأُوْلَـئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ

    Artinya:
    “… Mereka tidak henti-hentinya memerangi kamu sampai mereka (dapat) mengembalikan kamu dari dien-mu (kepada kekafiran), seandainya mereka sanggup. Barangsiapa yang murtad di antara kamu dari dien-nya, lalu dia mati dalam kekafiran, maka mereka itulah yang sia-sia amalannya di dunia dan di akhirat, dan mereka itulah penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya.”

    Juga dalam QS. Aali ‘Imroon ayat 120 :

    إِن تَمْسَسْكُمْ حَسَنَةٌ تَسُؤْهُمْ وَإِن تُصِبْكُمْ سَيِّئَةٌ يَفْرَحُواْ بِهَا وَإِن تَصْبِرُواْ وَتَتَّقُواْ لاَ يَضُرُّكُمْ كَيْدُهُمْ شَيْئاً إِنَّ اللّهَ بِمَا يَعْمَلُونَ مُحِيطٌ

    Artinya:
    Jika kamu memperoleh kebaikan, niscaya mereka bersedih hati, tetapi Jika kamu mendapat bencana, mereka bergembira karenanya. Jika kamu bersabar dan bertakwa, niscaya tipu daya mereka sedikitpun tidak mendatangkan kemudharatan kepadamu. Sesungguhnya Allooh mengetahui segala apa yang mereka kerjakan.”

    Jangankan ummatnya, Rosuulnya sendiri saja disihir dan diracuni oleh orang Yahudi. Mengapa kaum Muslimin tidak mengambil pelajaran?

    Karena itu, jangan merasa lega, puas, apalagi bangga, jika kita bisa mengkonsumsi hasil prestasi orang Kaafir. Bukankah kita adalah ummat yang Allooh سبحانه وتعالى nyatakan sebagai “khoiru ummah”, sebagaimana Allooh سبحانه وتعالى berfirman dalam QS. Aali ‘Imroon ayat 110 :

    كُنتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنكَرِ وَتُؤْمِنُونَ بِاللّهِ وَلَوْ آمَنَ أَهْلُ الْكِتَابِ لَكَانَ خَيْراً لَّهُم مِّنْهُمُ الْمُؤْمِنُونَ وَأَكْثَرُهُمُ الْفَاسِقُونَ

    Artinya:
    Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allooh. Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang faasiq.”

    Karena itu semestinya kaum Muslimin tertantang untuk ajeg, mandiri melakukan upaya nyata yang gigih, tanpa lepas bergantung dari Allooh سبحانه وتعالى untuk pemenuhan kebutuhan-kebutuhan kaum Muslimin di berbagai sektor (antara lain adalah dalam perkara imunisasi); tanpa harus bergantung pada orang Kaafir, dan menjadi orang yang konsumtif, malas yang pada akhirnya jika sudah terbiasa dengan hal itu maka kaum Muslimin akan memudah-mudahkan diri bergantung pada orang kaafir dan selalu berdalih dengan kata-kata “Darurot”. Padahal kaum Muslimin pasti mampu, jika ia memang mau mengerahkan segala daya upayanya untuk berikhtiar.

    4) Bagian dari moralitas orang Kaafir adalah melakukan penyembelihan massal. Bayangkan dunia ini harus berisi 500 juta manusia saja, lalu mau dikemanakan milyaran orang manusia (anti boleh pelajari makalah “10 Program Internasional Freemasonry” yang insya Allooh dapat anti cari dari Daftar isi Blog ini. Dan perhatikan “Program ke-6”-nya). Bukankah itu adalah desain intelektual dalam rangka pemusnahan manusia secara massal. Adapun imunisasi, bisa jadi hanya merupakan secuil dari strategi / “grand design” jahat mereka.

    Tentang apabila ada orang yang menjadi korban, hanya beberapa kepala saja, lalu kemudian kebanyakan adalah selamat, maka pemikiran ini adalah NAMPAK CENDERUNG PADA STANDAR MATERIALIS, karena bagi seorang muslim, membunuh satu orang adalah sama dengan membunuh manusia semuanya.

    Perhatikan firman Allooh سبحانه وتعالى dalam QS. Al Maa’idah ayat 32 :

    مِنْ أَجْلِ ذَلِكَ كَتَبْنَا عَلَى بَنِي إِسْرَائِيلَ أَنَّهُ مَن قَتَلَ نَفْساً بِغَيْرِ نَفْسٍ أَوْ فَسَادٍ فِي الأَرْضِ فَكَأَنَّمَا قَتَلَ النَّاسَ جَمِيعاً وَمَنْ أَحْيَاهَا فَكَأَنَّمَا أَحْيَا النَّاسَ جَمِيعاً وَلَقَدْ جَاءتْهُمْ رُسُلُنَا بِالبَيِّنَاتِ ثُمَّ إِنَّ كَثِيراً مِّنْهُم بَعْدَ ذَلِكَ فِي الأَرْضِ لَمُسْرِفُونَ

    Artinya:
    Oleh karena itu Kami tetapkan (suatu hukum) bagi Bani Israil, bahwa: barangsiapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu (membunuh) orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan dimuka bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya. Dan barangsiapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolah-olah dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya. Dan sesungguhnya telah datang kepada mereka rosuul-rosuul Kami dengan (membawa) keterangan-keterangan yang jelas, kemudian banyak diantara mereka sesudah itu sungguh-sungguh melampaui batas dalam berbuat kerusakan dimuka bumi.”

    Jadi tidak boleh sembarang menggunakan kata “daripada / mendingan”, jika kita sebenarnya sudah terjebak dalam grand design jahat orang Yahudi. Karena semakin selalu menggunakan kaidah tersebut, maka akan semakin menancap pula strategi Yahudi dalam melemahkan kaum muslimin.

    Satu hal penting yang biasanya merekat dalam budaya kaum Muslimin selama ini adalah HANYA BERPIKIR JANGKA PENDEK saja. Ketika ada kasus, baru mereka berpikir bagaimana solusinya. Padahal musuh-musuh Allooh سبحانه وتعالى, terutama Yahudi telah berpikir jika kaum Muslimin melangkah A, maka bagaimana mereka menyikapinya, kalau Muslimin melangkah B bagaimana mereka menyikapinya dan seterusnya; jadi bukan lagi berpikir kasus per kasus, tetapi mereka telah berpikir dalam jangka panjang, bahkan dalam skala ratusan tahun ke depan untuk senantiasa berusaha melemahkan kaum Muslimin.

    Jadi jangan berpikir jangka pendek saja, sebatas keberhasilan Yahudi melemahkan kaum Muslimin berupa: jika 2 – 3 bulan pasca imunisasi balita menjadi lebih parah sakitnya atau mati, atau semasa dan sepulang Haji maka langsung terkena akibat berupa penyakit / mati, dan sejenisnya; akan tetapi Yahudi telah mendesain bagaimana caranya agar jika manusia tengah mencapai masa-masa jayanya atau dalam produktivitas kerja yang penuh vitalitas (misalnya pada usia berkisar antara 35-40 tahun), lalu justru pada saat itulah kaum Muslimin semua menjadi lemah, kropos, sakit dan mati. Jadi usaha orang Yahudi tersebut, dilakukan dengan cara-cara halus dan bertahap; dimana hal ini tidak disadari oleh kebanyakan kaum Muslimin (yang berpikirnya hanya sebatas jangka pendek saja).

    5) Adapun kenapa tidak dikeluarkan Fatwa tentang Haromnya imunisasi, itu adalah bisa jadi dikarenakan berbagai hal sebagai berikut:
    a) Bisa jadi imunisasi yang dikeluarkan di negara tempat tinggal anti telah terbebas dari masalah berkaitan dengan harom atau najis.
    b) Mereka kurang meneliti terhadap akibat yang akan ditimbulkan oleh Imunisasi ini. Akan tetapi mencukupkan kepercayaan dan keyakinan mereka tentang amannya imunisasi ini pada para pemegang kebijakan.
    c) Kurang adanya keberanian untuk menyatakan “Tidak” pada perkara yang tidak boleh mengatakan “Ya”. Sehingga terjadilah apa yang terjadi, yaitu adanya suatu sikap datar terhadap “perkara yang penuh krikil”.
    d) Bisa jadi mereka mengetahui tentang bahayanya imunisasi, akan tetapi mereka mentolerir hal ini dan mengedepankan wajibnya taat ‘Ulil Amri.
    Walloohu a’lam.

    Untuk Indonesia, MUI dalam Fatwa no: 5 tahun 2009 menyatakan keharoman vaksin meningitis yang mengandung unsur babi (lihat: http://masrip.sarumpaet.net/wp-content/uploads/2010/03/fatwa-MUI-ttg-Vaksin-MM.pdf)

    Oleh karena itu, jika kita mengetahui bahwa Imunisasi itu membahayakan, jika produk imunisasi yang benar-benar terbebas dari bahan harom dan najis belum ada, jika kaum muslimin tidak memproduksi dzat-dzat imunisasi sendiri melainkan masih tergantung kepada orang kaafir; maka yakini lah bahwa mustahil Allooh سبحانه وتعالى memberi kesembuhan kepada hamba-Nya dengan cara berma’shiyat kepada-Nya. Dengan demikian, seharusnya seorang muslim yakin dan bertawakkul kepada Allooh سبحانه وتعالى, berdo’a memohon kepada Allooh سبحانه وتعالى, tidak menggunakan cara tersebut sembari berusaha dengan gigih mencari obat yang cocok. Karena itu, amannya adalah kalau masih bisa menghindari imunisasi, maka hindarkanlah saja.

    Semoga Allooh سبحانه وتعالى memberikan kemudahan bagi kita semua untuk senantiasa istiqomah dijalan-Nya…. Barokalloohu fiiki

    • Amatullah permalink
      1 May 2011 11:36 pm

      Jazaakumullahu khairan atas penjelasannya.

  96. p o y permalink
    30 April 2011 11:38 pm

    Assalamu ‘alaikum…

    Apakah batal wudhu saya ketika bersentuhan dengan istri atau wanita lain tanpa disengaja ???
    Dan sebutkan hadits shahihnya,

    Jazakallooh khoir…

  97. maulaana permalink
    16 May 2011 8:57 pm

    Assalamualaikum…..
    Ustadz, apakah benar membaca surah Al Waaqiah akan memdatangkan rizki…?
    Minta penjelasannya dan dalilnya tenteng fadhilah surah Al Waaqiah, bila ada…
    Jazakumullah …

    • 22 May 2011 7:58 am

      Wa ‘alaikumussalaam Warohmatulloohi Wabarokaatuh,
      Memang ada riwayat yang mengatakan bahwa “Barangsiapa yang membaca Surat Al Waaqi’ah setiap malam, maka tidak akan ditimpa kemiskinan“, diriwayatkan oleh Imaam Al Baihaqy dalam Kitab “Syu’abul ‘Imaan”, dari Shohabat ‘Abdullooh bin Mas’uud rhodiyalloohu ‘anhu, hanya saja Haditsnya Lemah, sebagaimana terdapat dalam Dho’iif Al Jaami’ush Shoghiir karya Syaikh Nashiruddin Al Albaany rohimahullooh

      • maulaanaa permalink
        2 June 2011 7:34 pm

        Ustadz, bisa tunjukkan tulisan Arabnya…..?
        dan boleh tidak kita mengamalkannya…?

  98. abu muhammad permalink
    19 May 2011 9:49 pm

    Assalamualaikum ustadz,
    Saya mau tanya tentang hadits yang artinya “Barangsiapa yang dikehendaki kebaikan oleh Allooh, maka Allooh akan membuat dia fakih dalam dien”
    Tafsir atau penjelasan fakih itu seperti apa ya? Apakah ada tingkatan – tingkatannya.
    Jazaakumullahu khairan atas penjelasannya ustadz dan jawabannya ditunggu.

  99. Abdulloh permalink
    25 May 2011 11:33 am

    Assalaamu’alaykum warohmatullohi wabarokatuh.

    Ustadz saya ingin bertanya:

    1) Apakah hikmah berwudhu sebelum membaca Al-Qur’an?
    2) Apakah boleh menyentuh dan membaca mushaf Al-Qur’an terjemah tanpa wudhu?
    3) Apakah boleh menyentuh kitab tafsir Al-Qur’an tanpa wudhu?
    4) Kalau sudah pegal membaca sambil duduk saya sering membaca buku-buku agama sambil tiduran. Apakah boleh saya membaca mushaf terjemah dan kitab tafsir sambil tiduran? Bagaimanakah adab dalam membaca mushaf terjemah dan kitab tafsir Al-Qur’an, apakah sama dengan adab membaca Al-Qur’an?

    Baarokallohu fiikum…

    • 7 June 2011 6:05 am

      Wa ‘alaikumussalaam Warohmatulloohi Wabarokaatuh,

      1. Sebagaimana kita ketahui bersama, bahwa Al Qur’an adalah firman Allooh Subhaanahu Wa Ta’aalaa… Allooh Maha Mulia dan firman-Nya juga sudah pasti merupakan perkataan yang mulia. Sering kita menghormati selain Al Qur’an, berupa perkataan manusia atau apa yang dihasilkan oleh manusia melebihi dari semestinya, dengan alasan penghormatan misalnya: menghormati bendera pusaka dll sehingga menggunakan ritual atau upacara tertentu.

      Keyakinan kita terhadap Al Qur’an yang menjadi aqidah, pembacaan dan pengamalan isinya adalah bagian dari bentuk penghambaan dan ketunduk patuhan kita kepada Allooh Subhaanahu Wa Ta’aalaa. Oleh karena itu, wajarlah ketika kita akan membaca Al Qur’an, maka kita dianjurkan untuk berwudhu, dan hal itu telah dipelopori oleh para ‘Ulama Ahlus Sunnah dan orang-orang shoolih sebelum kita, seperti misalnya Al Imaam An Nawawy rohimahullooh telah menjelaskan hal itu dalam Kitabnya yang khas bernama “At Tibyaan fii ‘Aadaabii Hamalatil Qur’an“. Jangankan Al Qur’an, maka Hadits sekalipun para ‘Ulama jika hendak menulisnya, mereka berusaha untuk bersuci dari Hadats kecil seperti yang dilakukan oleh Al Imaam Maalik rohimahullooh dan Imaam Al Bukhoory rohimahullooh. Hal ini dilakukan sebagai bentuk penghormatan dan pengagungan terhadap Al Qur’an.

      2 & 3. Boleh menyentuh dan membaca Al Qur’an dalam bentuk tarjamah / tafsiir dengan tanpa berwudhu; walaupun kalau diyakini bahwa Al Qur’an dan Hadits adalah Wahyu, maka hendaknya kita agungkan dan kita hormati juga sebagaimana orang-orang shoolih sebelum kita melakukannya yaitu dengan berwudhu.

      4. Seperti terdapat didalam biografi para ‘Ulama Ahlus Sunnah seperti Al Imaam Asy Syaafi’iy rohimahullooh diriwayatkan bahwa beliau berkhidmat terhadap ilmu dien dengan tidak meluruskan pinggangnya (maksudnya: tidur / berbaring) selama 40 tahun. Kalau kita tidak duduk selama 40 menit untuk membaca Al Qur’an atau Hadits. Hal ini menunjukkan bahwa semangat umumnya kaum Muslimin terhadap keseriusan dalam bidang ilmu dien adalah kurang dibandingkan orang-orang shoolih terdahulu. Duduk itu adalah simbol keseriusan, sementara Tiduran itu adalah simbol ke-rileks-an. Jadi masalahnya terpulang kembali kepada diri masing-masing, apabila ingin sering dalam menuntut ilmu dien, hendaknya duduk sebaik mungkin. Bahkan bila perlu berwudhu sebagaimana dianjurkan dan dicontohkan oleh para Imaam Ahlus Sunnah terdahulu.

      Barokalloohu fiikum.

  100. Ayuni permalink
    26 May 2011 12:24 pm

    Assalamu’alaikum warohmatullohi wabarokatuuh,

    Ustadz saya mo tanya, apa yang harus saya lakukan terhadap orang – orang yang kurang ajar (mengangkat kerudung saya dari belakang, dan lain-lain) / pernah kurang ajar / pegang tangan saya ?
    Saya sudah pernah coba tegur pelan-pelan tapi tetap gak berpengaruh, kalau saya tegur dengan keras saya takut nanti timbul permusuhan.

    syukron..

    • 7 June 2011 6:52 am

      Wa ‘alaikumussalaam Warohmatulloohi Wabarokaatuh,
      Ketahuilah bahwa Wanita Muslimah, bahkan juga orang yang menjalankan Sunnah, pada zaman sekarang ini sudah mulai tidak aman; sebab mereka tidak jarang mengalami berbagai rintangan dari mulai olok-olok, gangguan, maupun teror; sehingga hal ini seharusnya disikapi dengan:
      1. Keteguhan Hati
      2. Tidak banyak pergi keluar rumah, kecuali bila perlu saja
      3. Mengupayakan untuk hidup di lingkungan yang seaqidah, sependirian
      4. Bila perlu, teriak yang kencang bahwa ada penjahat mengganggu, sehingga orang akan mengetahui bahwa orang yang berlaku jahat tadi telah mengganggu anti, dan bahwa orang-orang berkerudung telah diganggunya.
      5. Bila perlu, tidak mengapa akhwat pun belajar bela diri, sehingga tidak semena-mena direndahkan oleh laki-laki.
      6. Bila perlu, cari data orang yang mengganggu tersebut, identitasnya dengan jelas, lalu laporkan ke komunitas ikhwan agar mereka ikut membela kaum wanita Muslimah yang dilecehkan; atau laporkan ke Komisi Perempuan apakah mereka peka terhadap hal ini ataukah tidak, sebagaimana pekanya mereka terhadap pelecehan seksual terhadap anak-anak / remaja

      Perkara menegur, meluruskan dan menasehati adalah suatu hal yang tidak boleh ditangguhkan. Adapun permusuhan / perkiraan lain yang negatif, maka jangan terlalu banyak diperhitungkan dengan ruwet, karena keyakinan dan pelaksanaan Islam sampai kapanpun akan ber-resiko dan selalu diperangi oleh orang-orang kaafir dan orang-orang musyrikin.

      Semoga Allooh Subhaanahu Wa Ta’aalaa melimpahkan padamu istiqomah…. Barokalloohu fiiki

  101. Abdulloh permalink
    3 June 2011 1:26 pm

    Assalamu’alykum

    1) Ustadz saya pernah mendengar do’a:

    اللهم لا تجعل الدنيا أكبر همنا، ولا مبلغ علمنا، ولا تجعل إلى النار مصيرنا، واجعل الجنة هي دارنا

    Apakah redaksi do’a ini tsabit dari Nabi shollallohu alayhi wa sallam.

    2) Kemudian saya juga pernah mendengar do’a:

    … أللهم لاتجعل مصيباتنا في ديننا

    Bagaimanakah redaksi lengkap dari do’a ini?

    Baarokallohu fiikum..

  102. elhamsyah permalink
    3 June 2011 11:24 pm

    Assalamualaikum ustatzrofii. saya ingin bertanya bagaimana hukumnya menurut Islam:
    1. Menikahi wanita sedang hamil (kecelakaan), bagaimana status anak tsb dan apakah ijabnya sah.
    2. Dan apa status anak ke-2 dan ke-3 bila mereka hanya melakukan akad nikah disaat keadaan hamil pertama tsb.
    3. Apa yang harus dilakukan bila masih kurang dengan syariat perkawinan secara islam yang halal. Apakah Allah mengapuni dosa zina tsb bila sudah bertobat nasuha. Mohon ustadz memberi penjelasannya dan petunjuknya.

    wassamu’alaikum warahmatullahi wabarkhatu./

  103. 6 June 2011 1:57 pm

    Assalamu’alaikum wr. wb.

    Saya bekerja di sebuah pabrik bulumata palsu dengan owner Korean
    sebagai document controller. Ada suatu kebimbangan dalam diri saya
    mengenai hukum bekerja di pabrik bulumata palsu. Karena saya pernah
    mendengar bahwasanya memakai bulumata palsu saja sudah haram apalagi
    yang membuatnya (apakah ini termasuk orang-orang yang bekerja
    didalamnya juga??? walaupun tidak terlibat secara langsung dalam
    pembuatan produknya???).

    Mohon penjelasanya mengenai hukum bekerja di pabrik bulumata palsu dan
    rezeki yang saya peroleh selama ini apakah haram juga ???

    Terima kasih.
    Wassalam

    • 13 June 2011 10:08 am

      Wa ‘alaikumussalaam Warohmatulloohi Wabarokaatuh,

      Pertanyaan anda berkenaan erat dengan berhias. Dan jika berhias itu bagi seorang kaafir, maka tidak perlu lagi dibahas karena didalam keyakinan orang kaafir itu tidak ada Halaal dan Harom sebagaimana menurut versi yang diyakini oleh kaum Muslimin, sehingga bagi mereka untuk mencapai target cantik, ganteng dan sejenisnya adalah bisa melalui apa saja dan bagi mereka semuanya adalah boleh-boleh saja, seperti orang berobat dengan meminum urine atau mempercantik diri dengan lemak babi/ operasi plastik.

      Sedangkan bagi seorang Muslim/ Muslimah, ia dihadapkan pada norma Halaal dan Harom. Yang Harom harus ditinggalkan dan dijauhi, dan jika dilanggar maka berarti dosa, berkonsekuensi pada sanksi di dunia maupun adzab di hari Akhir. Sedangkan yang Halaal, bagi seorang Muslim/ Muslimah maka boleh untuk dinikmati selama tidak melalaikan dan tidak berlebihan.

      Dan jika barang Halaal tersebut digunakan pada perkara yang taat pada Allooh سبحانه وتعالى, maka Allooh سبحانه وتعالى justru memberi pahala dan ganjaran berlipat ganda, bahkan surga di hari Akhir, sedang di dunia antara lain berupa keberkahan hidup/ rizqi yang melimpah atau yang lainnya, dan mematuhi koridor ini adalah terkategorikan Ibadah.

      Oleh karena itu, maka sehubungan dengan berhias dengan merubah ciptaan Allooh سبحانه وتعالى terhadap Bulu Mata, dengan cara mengganti atau menyambung/ menempel itu adalah perbuatan yang mempercantik diri tetapi dengan cara mengelabui, menipu, mendustai dan yang lebih penting dari itu adalah berburuk sangka terhadap Allooh سبحانه وتعالى dan tidak menerima bahkan malu terhadap ciptaan Allooh سبحانه وتعالى bagi dirinya.

      Yang demikian itu bertentangan dengan keyakinan ummat Muhammad صلى الله عليه وسلم, dan karena itu maka Harom hukumnya. Dan jika kita ketahui statusnya, maka menolong orang untuk melakukan perkara yang Harom adalah Harom juga, karena terhitung tolong-menolong dalam dosa dan permusuhan dan itu dilarang oleh Allooh سبحانه وتعالى sebagaimana dalam firman-Nya dalam QS. Al Maa’idah (5) ayat 2:

      … وَتَعَاوَنُواْ عَلَى الْبرِّ وَالتَّقْوَى وَلاَ تَعَاوَنُواْ عَلَى الإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ وَاتَّقُواْ اللّهَ إِنَّ اللّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ

      Artinya:
      “… Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allooh, sesungguhnya Allooh amat berat siksa-Nya.”

      Oleh karena itu dalam tinjauan Syari’at, profesi yang anda geluti bersinggungan persis dengan ayat ini. Sebaiknya bergantunglah pada Allooh سبحانه وتعالى, bermohonlah pada Allooh سبحانه وتعالى agar dibukakan pintu rizqi yang berkah, halaal, lapang dari pekerjaan yang lain.

      Semoga Allooh سبحانه وتعالى memudahkan urusan kita semua… Barokalloohu fiika

  104. ABDUL GHANY permalink
    11 June 2011 10:37 pm

    Assalamu’alaikum warohmatullohi wabarokatuhu,
    Salam ukhuwah ustadz,
    Ada seorang saudara saya menjadi HUMAS di Rukun Tetangga disalah satu wilayah di Bekasi.
    APA HUKUMNYA menjadi seorang HUMAS, RT, RW dan semisalnya ustadz ?Apakah dapat MELUNTURKAN AQIDAH orang itu? Mohon jawabannya, Jazakalloh

    • 13 June 2011 6:19 am

      Wa ‘alaikumussalaam Warohmatulloohi Wabarokaatuh,
      Humas biasanya adalah singkatan dari “Hubungan Masyarakat”. Jadi kalau fungsi, peran dan tanggung jawab Humas ini adalah berkaitan / berhubungan dengan masyarakat, atau menghubungkan masyarakat dengan masyarakat, berkenaan dengan perkara-perkara yang dibolehkan oleh Syari’at atau tidak bertentangan dengan Syari’at; maka tidak mengapa.

      Bahkan tidak menjadi pengurus pun, kita dapat berperan sebagai Humas. Artinya: Sebagai pengikut Rosuulullooh Sholalloohu ‘Alaihi Wassallam TIDAK BOLEH EKSKLUSIF, MENYENDIRI, MENGANGGAP DIRI PALING BENAR, MENGANGGAP ORANG DILUAR KITA SALAH SEMUANYA, akan tetapi justru perbaiki hubungan, persejuk interaksi, perkokoh ukhuwwah Islamiyyah, ramah dan menjadikan orang yang ada di sekitar kita sebagai lahan untuk berdakwah dan amar ma’ruf nahi munkar dengan cara yang hikmah dan bijaksana.

      Akan tetapi,jika fungsi Humas tersebut menyalahi atau bertentangan dengan Syari’at, atau menolong dan mendukung perkara-perkara yang munkar, bid’ah, ma’shiyat apalagi kekufuran, maka tidak boleh memerankan semua itu. Karena jika terjadi, maka yang demikian itu merupakan bukti menolong kemunkaran dan kekufuran dan mengubur dakwah dan amar ma’ruf nahi munkar, yang semua itu adalah sudah barang tentu merupakan dosa.

      Barokalloohu fiika…

  105. 30 June 2011 9:36 am

    Assalamualaikum, apa sama dosa orang yang tidak pernah sholat sama orang yang sholat lima waktunya tidak lengkap?

    • 30 June 2011 5:48 pm

      Wa ‘alaikumussalaam Warohmatulloohi Wabarokaatuh,
      Rosuulullooh Sholalloohu ‘Alaihi Wassallam bersabda, sebagaimana kita temui dalam Hadits-Hadits berikut ini:

      1) Dari Buraidah rhodiyalloohu ‘anhu, bahwa Rosuulullooh Sholalloohu ‘Alaihi Wassallam bersabda,
      مَنْ تَرَكَ صَلَاةَ الْعَصْرِ فَقَدْ حَبِطَ عَمَلُهُ
      “Barangsiapa yang meninggalkan sholat ashar maka telah gugur amalannya.” (Hadits Riwayat Imaam Al Bukhoory no: 553)

      2) Juga dari Buraidah rhodiyalloohu ‘anhu, bahwa Rosuulullooh Sholalloohu ‘Alaihi Wassallam bersabda,
      العهد الذي بيننا وبينهم الصلاة فمن تركها فقد كفر
      “Ikatan antara kita dengan mereka (– orang kaafir –) adalah Sholat. Maka barangsiapa yang meninggalkan Sholat, maka sungguh dia telah kaafir.” (Hadits Riwayat Imaam At Turmudzy no: 2621, dishohiihkan oleh Syaikh Nashiruddin Al Albaany)

      Melalui dua Hadits diatas, dapat kita ambil pelajaran bahwa jangankan meninggalkan sholat selamanya, bahkan meninggalkan sholat ashar saja adalah sedemikian besar ancamannya seperti disebutkan dalam hadits diatas.

  106. Hj. Febriyanti L. Yusif permalink
    9 July 2011 11:01 pm

    Assalamualaikum wr.wb…ustad.. saya sedang bingung…suami mendapat warisan yang lumayan sehingga kami berencana umroh ramadhan yang akan datang… padahal saat ini ada kakak saya yang sedang terbaring sakit karena mengidap kanker dan dokter sudah angkat tangan.. saya inginnya membantu kakak saya “sampai titik darah penghabisan” dan menunda umroh…tapi suami tidak setuju dengan alasan penyakit kakak yang sudah sangat berat itu…benarkah pendapat suami saya? Berdosakah kami jika tetap umroh dan bukannya membiayai kakak? Dan harus bagaimana saya sebagai istri? Tetap mengikuti ajakan suami umroh atau menolak karena kondisi ini? Tolong ya ustad..saya sangat bingung…terima kasih sebelumnya.. wassalamualaikum wrwb…

    • 11 July 2011 7:14 am

      Wa ‘alaikumussalaam Warohmatulloohi Wabarokaatuh,
      Kalau kakak dimaksud adalah kakak dari pihak istri, sedangkan warisan yang diperoleh adalah warisan untuk pihak suami; maka secara syar’ie Suami jika ingin membantu maka membantu kakak dari pihak keluarga Suami saja itu adalah merupakan KEBAJIKAN dan BUKAN MERUPAKAN KEWAJIBAN, kecuali jika saudaranya itu perempuan apalagi belum berkeluarga.
      Akan tetapi jika kakak itu adalah dari pihak istri maka bagi Suami TIDAK WAJIB MEMBANTU, kecuali sekedar kebajikan… Barokalloohu fiiki

      • Hj. Febriyanti L. Yusif permalink
        12 July 2011 10:53 pm

        Terima kasih ustad..:)

  107. Seth permalink
    10 July 2011 10:49 pm

    Assalamu’alaykum wr.wb.. Ustadz, ana mau tanya.. Terlepas dari haram hukumnya melakukan onani.. jika melakukan onani pada malam hari tapi tidak sampai terpuaskan karena teringat besok hendak melakukan puasa sunnah senin-kamis.. apakah harus mandi junub, atau tetap melakukan puasa..
    Terima kasih atas jawabannya.. jazakallah khairan..

    • 11 July 2011 7:05 am

      Wa ‘alaikumussalaam Warohmatulloohi Wabarokaatuh,
      Kalau tidak keluar mani, maka tidak wajib mandi junub… Barokalloohu fiika

  108. 12 July 2011 6:33 am

    Assalaamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh
    Mau tanya ustadz,
    Makanan dari acara bid’ah (terutama yang mengandung syirik), menurut ulama diantaranya Syaikh Bin Baaz, jika daging tidak boleh dimakan.
    Pertanyaan ana, bagaimana sikap kita jika ada tetangga yang memberi makanan tersebut, apakah kita buang saja, atau diberikan pada orang lain?
    Di tempat ana masih banyak acara seperti itu, apalagi di desa sudah jelas acara kenduren tersebut yang mendo’akan adalah dukun-dukun.
    Jazakalloohu khair.

    • 19 July 2011 8:43 pm

      Wa ‘alaikumussalaam Warohmatulloohi Wabarokaatuh,
      Jika demikian halnya, maka makanan itu TIDAK DIMAKAN dan TIDAK DIBERIKAN PADA ORANG LAIN, TETAPI JIKA DIBERIKAN PADA HEWAN MAKA LEBIH RINGAN MASALAHNYA.

  109. Abu Naufal permalink
    13 July 2011 6:18 am

    Bismillah;
    Dakwah salafi har-kehari makin banyak pengikutnya. Di kemudian hari akankah dakwah ini akan seperti salafiyun di Mesir. Dimana pemuda-pemuda yang mengatasnamakan salfiyun ikut dalam perpolitikan di negaranya.
    Mohon bahasan dari ustadz, Semoga Alloh menjaga ustadz.

    • 19 July 2011 9:04 pm

      Wa ‘alaikumussalaam Warohmatulloohi Wabarokaatuh,

      Walaupun berikut ini bukan berupa suatu bahasan, tetapi mudah-mudahan menjadi jawaban, yaitu bahwa:
      1. Ajaran Islam telah mengatur tentang tatanegara, dikatakan sebagai istilah politik ataupun bukan.
      2. Para pimpinan, bahkan puncak pimpinan dalam Islam, telah ditetapkan kriterianya, antara lain bahwa mereka adalah Hufaadz Al Qur’an (para Penghafal Al Qur’an), bahkan Shoolih, bahkan manusia terbaik dan paling taqwa dari yang ada.
      3. Jangan aneh jika kaum muslimin ikut berpartisipasi dalam pengaturan negara, terlepas yang demikian itu disebut dunia politik atau bukan, karena bagaimana mau menjalankan Islam dengan utuh kalau pengikutnya tidak pro-aktif agar Syari’at ini bergulir dalam dunia kehidupan.
      4. POLITIK YANG MENGGUNAKAN SUARA HASIL PEMILU, TIDAK ADA KONSEPNYA YANG SEPERTI ITU DALAM ISLAM.
      5. DEMOKRASI MAUPUN DEMONSTRASI, sebagaimana yang akhir-akhir ini memasyarakat, TIDAK MENJADI TOLAK UKUR TERHADAP SUATU KEBENARAN, KARENA HAL ITU TIDAK BERASAL DARI ISLAM.

  110. hadi w permalink
    15 July 2011 5:57 pm

    Assalamualaikum ustadz,dari hadist yang ustadz tulis di atas
    “1) Dari Buraidah rhodiyalloohu ‘anhu, bahwa Rosuulullooh Sholalloohu ‘Alaihi Wassallam bersabda,
    مَنْ تَرَكَ صَلَاةَ الْعَصْرِ فَقَدْ حَبِطَ عَمَلُهُ
    “Barangsiapa yang meninggalkan sholat ashar maka telah gugur amalannya.” (Hadits Riwayat Imaam Al Bukhoory no: 553)”

    Yang menjadi pertanyaan ana ini, amalan seperti apa ustadz..?? Amalan-amalan apa saja yang gugur terkait hadist di atas? Syukron katsir.

    • 19 July 2011 8:40 pm

      Wa ‘alaikumussalaam Warohmatulloohi Wabarokaatuh,

      Telah berkata Ibnu Abdis Salaam, bahwa “Yang dimaksud dengan ini (– Hadits Buraidah diatas — pent.) adalah membesarkan makna ma’shiyat, bukan hakekat yang tersurat, jadi termasuk dalam kategori kiasan (lihat Kitab “Haasyiyat As Suyuuthy was Sindy ‘Alaa Sunnan An Nasaa’i” Jilid I hal. 332.

      Jadi, mudah-mudahan tidak gugur sesungguhnya, akan tetapi dia dengan itu telah melakukan dosa besar.

  111. ridho permalink
    18 July 2011 9:38 pm

    Assalamualaikum wr.wb…ustad.. Benarkah Ihya’ Ulumuddin bathil sebagaimana dalam tulisan:
    “IHYA’ ULUMUDDIN DALAM PANDANGAN PARA ULAMA
    Penulis: Abul Harits ‘Ali bin Hasan bin ‘Abdul Hamid
    Penyusun : Syaikh Ali Hasan Ali Abdul Hamid”
    yang mana penulis mengutip pendapat Ibnu Jauzi
    (Ibnul Jauzi) berkata:
    “Saya melihat hal-hal yang membingungkan dalam kitab Ihya’ Ulumudin karya Al Ghazali yaitu percampuran antara hadits-hadits dan sejarah-sejarah, maka saya kumpulkan kesalahan-kesalahannya di dalam suatu kitab.”
    Beliau (Ibnul Jauzi) berkata dalam (kitab) Talbis Iblis (hal 186):
    “Abu Hamid Al Ghazali datang (kepada suatu kaum), kemudian menulis Kitab Al-Ihya bagi mereka berdasarkan metode kaum Sufi dan memenuhiniya dengan hadits-hadits yang bathil yang ia tidak mengetahui kebathilannya.” Pendapat Ath Thurthusi.

    Benarkah pernyataan itu? Mohon balsannya lewat email saya. Jazakalloh.

    • 10 September 2011 8:07 am

      Wa ‘alaikumussalaam Warohmatulloohi Wabarokaatuh,
      Benar sekali… Bahkan para ‘Ulama Maroko menamakannya bukan Kitab “Ihyaa ‘Ulumuddiin” yang artinya: “Menghidupkan Ilmu-Ilmu Diin”; akan tetapi mereka menamakannya IMAATATU ‘ULUMUDDIIN, yang artinya “Mematikan Ilmu-Ilmu Diin”, karena ‘Aqiidah yang disebar oleh Kitab tersebut adalah SHUFI dan BUKAN AHLUS SUNNAH. Hadits-hadits didalamnya tidak sedikit yang terkategori Lemah dan Palsu. Cerita-ceritanya tidak teliti dan tidak selektif ditebar dalam berbagai tempat dalam Kitab tersebut.
      Akan tetapi, antum boleh membaca INTISARI KITAB IHYAA ‘ULUMUDDIIN YANG SUDAH DIKOREKSI & DISELEKSI, yaitu dengan nama KITAB MUKHTASHOOR MINHAJ AL QOOSHIDIIN yang ditulis oleh IBNU QUDAAMAH AL MAQDISY rohimahullooh sebagai ringkasan dari ringkasan Kitab Ihyaa ‘Ulumuddiin yang diringkas sebelumnya oleh Ibnul Jauzy dalam Kitab Minhaajul Qooshidiin.
      Barokalloohu fiika.

  112. Abdulloh permalink
    20 July 2011 7:24 am

    Assalaamu’alaykum warohmatullohi wabarokaatuh

    Ustadz masjid di dekat rumah saya mengadakan sholat tarawiih 11 rakaat: 4 rakaat (1 tahiyat dan 1 salam), 4 rakaat (1 tahiyat dan 1 salam), dan witir 3 rakaat (1 tahiyat dan 1 salam). Pertanyaan:
    1) Apakah tata cara pelaksanaan tarawiih seperti ini sesuai sunnah?
    2) Jika iya apakah saya masih boleh menambah jumlah raka’at trawiih saya?
    3) Jika tidak apakah boleh saya melaksanakan sholat tarawiih sendiri di rumah?

    Baarokallohu fiikum…

    • 10 September 2011 8:18 am

      Wa ‘alaikumussalaam Warohmatulloohi Wabarokaatuh,
      1) Yang tepat sesuai Sunnah adalah Dua Roka’at 1 Salam, Dua Roka’at 1 Salam, kemudian istirahat. Lalu sambung dengan Dua Roka’at 1 Salam, Dua Roka’at 1 Salam, lalu istirahat lagi. Kemudian baru tutup dengan Witir 3 Roka’at 1 Salam.
      2) Tidak boleh. Yang sesuai Sunnah adalah maksimal 11 Roka’at.
      3) Boleh saja melaksanakan sholat taroowih sendiri di rumah, hanya saja Rosuulullooh Sholalloohu ‘Alaihi Wassallam mencontohkannya berjamaa’ah selama 3 malam.
      Barokalloohu fiika….

  113. amalia permalink
    21 July 2011 10:07 pm

    Assalaamu’alaikum Ustadz afwan ana pengen konsul, bila kita melanggar sumpah. MISAL kita bersumpah tidak akan mendengarkan musik, terus kita melanggarnya, apakah membayar kafaratnya 1x saja untuk membatalkan atau setiap kali kita melanggar sumpah tsb (setiap kali setelah mendengarkan musik), kita wajib membayar kafaratnya terus? Jazaakallahu khoir katsiir…..

    • 5 August 2011 11:10 am

      Wa ‘alaikumussalaam Warohmatulloohi Wabarokaatuh,
      Pembayaran Kafarot dilakukan SETIAP KALI MELANGGAR, hanya saja harus ada upaya sungguh-sungguh agar tidak melanggar lagi dengan cara:
      1) Menjauhkan alat atau diri dari media ma’shiyat tersebut
      2) Menghindari teman / pergaulan yang menyebabkan kembali kepada pelanggaran
      3) Adanya kesungguhan dalam diri untuk tidak mau mengulangi kesalahan tersebut
      4) Jangan lupa berdo’a memohon pertolongan Allooh Subhaanahu Wa Ta’aalaa agar dijauhkan dari perkara yang mengundang murka-Nya dan sebaliknya diberi kecenderungan agar melakukan perkara yang mengundang cinta dan ridho-Nya.
      Barokalloohu fiiki

  114. buyung permalink
    22 July 2011 11:14 pm

    Assalamulaikum wr.wb.. saya mengikuti pengajian seorang ustad, beliau mengatakan tidaklah Islam seseorang tanpa memiliki imam / pemimpin (Islam harus berjamaah), dan kafirlah orang-orang yang tidak menjadikan Al Qur’an sebagai sumber hukum…. dan semua ibadahnya tertolak bagai debu yang berterbangan… dari semua itu ada dalilnya di Al Qur’an dan saya yang membaca sendiri.. bagaimana ya Ustadz?

    • 5 August 2011 11:01 am

      Wa ‘alaikumussalaam Warohmatulloohi Wabarokaatuh,
      Jangan gundah wahai saudaraku yang dirahmati Allooh Subhaanahu Wa Ta’aalaa.
      Benar, memang setiap kita harus ber-Imam dan tidak boleh tidak ber-Imam, karena kalau tidak ber-Imam maka mati kita jahiliyyah. NAMUN, IMAM KITA ITU ROSUULULLOOH SHOLALLOOHU ‘ALAIHI WASSALLAM, BERIKUT SESUDAHNYA PARA AL KHULAFAA’UR ROOSYIDUUN.
      Dan SETELAH JATUHNYA KEKHILAFAHAN ISLAM melalui Khilafah masa Turki Utsmaniy, maka kaum Muslimin BELUM MEMILIKI LAGI KHOOLIFAH / IMAAM yang memenuhi kriteria diatas, kecuali Imam-Imam yang gadungan (palsu), mengaku sebagai Imam tetapi dia TIDAK BERHAK mendapatkan perlakuan sebagaimana Imam yang semestinya.

  115. 1 August 2011 3:04 pm

    Assalamu’alaikum ustadz…
    Saya ingin lebih tahu tentang kajian dzikir Imam Al-Ghazaly, termasuk dalam sunnah Rasulullah SAW atau tidak…

    • 5 August 2011 10:15 am

      Wa ‘alaikumussalaam Warohmatulloohi Wabarokaatuh,
      Jika dzikir yang dimaksud adalah dzikir yang diajarkan dan ditulis oleh Imaam Al Ghodzaly, PADA MASA IHYA ‘ULUMUDDIN DITULIS, maka Beliau masih terpengaruh kuat oleh SEKTE SHUFI, bahkan HADITS-HADITS YANG DIPAKAI, HUJJAH YANG DIPAKAI OLEH BELIAU DI SAAT ITU KERAPKALI DHO’IIF (LEMAH) DAN PALSU. Oleh karena itu hendaknya, kita teliti dengan jeli tentang dzikir beliau, apakah sesuai atau menyalahi Sunnah Muhammad Rosuulullooh Sholalloohu ‘Alaihi Wassallam. Tetapi, karena dzikir adalah Ibadah dan Ibadah hukumnya terlarang hingga datang hujjah (dalil) yang shohiih; demikian pula dengan dzikir adalah dilarang mengada-ada dengan mengatasnamakan dzikir padahal tidak sesuai dengan pedoman Rosuulullooh Sholalloohu ‘Alaihi Wassallam, apalagi menyalahinya… Barokalloohu fiika.

  116. Hadi W permalink
    2 August 2011 7:08 pm

    Assalamualaikum Ustadz,
    Mengenai hadist di bawah ini :
    Rosululloh shollallohu ‘alaihi wasallam juga bersabda, “Di antara sebab kebahagiaan anak-cucu Adam itu ada tiga, dan termasuk kecelakaan bagi anak-cucu Adam itu ada tiga. Dan di antara kebahagiaan itu adalah wanita yang sholihah, rumah yang baik, dan kendaraan yang baik. Dan termasuk kecelakaan atau kerugiaan atau kesengsaraan bagi anak-cucu Adam pun ada tiga, yaitu: wanita yang jelek atau wanita yang jahat, rumah yang tidak baik, dan kendaraan yang tidak baik.”

    Bisa dijelaskan Ustad wanita seperti apa yang baik / jelek,rumah yang baik /jelek dan kendaraan yg baik / jelek..??
    Syukron Ustadz atas pencerahannya…

    • 5 August 2011 9:59 am

      Wa ‘alaikumussalaam Warohmatulloohi Wabarokaatuh,
      Wanita yang baik adalah wanita yang beriman, beramal shoolih, patuh pada Allooh Subhaanahu Wa Ta’aalaa, kemudian patuh pada suaminya dalam perkara yang ma’ruf, Berkhidmat pada anak dan keluarganya.
      Wanita yang jelek adalah kebalikannya.
      Rumah yang baik adalah rumah yang dibangun dengan harta yang halal, terletak di lingkungan (tetangga) yang baik, cukup untuk memenuhi kebutuhan (dari sisi kesehatan, jumlah ruangan dll).
      Rumah yang jelek adalah kebalikannya.
      Kendaraan yang baik adalah kendaraan yang didapat dari harta yang halal, bisa membantu dalam kebutuhan transportasi kita dan keluarga, layak atau bagus.
      Kendaraan yang jelek adalah kebalikannya.
      Barokalloohu fiika.

  117. 10 August 2011 4:24 pm

    Assalammualaikum Ustadz..
    Ustadz mau tanya, kalo tidak berpuasa dengan sengaja (tanpa ada udzur syar’i) itu apakah ada Qodho-nya diluar bulan Ramadhan atau bagaimana Ustadz?… Terus bagaimana hukumnya?

    • 9 September 2011 9:57 pm

      Wa ‘alaikumussalaam Warohmatulloohi Wabarokaatuh,
      1) Tidak ada Qodho’ bagi orang yang meninggalkan shoum dengan sengaja di bulan Romadhon, padahal dia Muslim, sudah baligh, berakal sehat dan mampu untuk shoum.
      2) Hukumnya adalah Dosa Besar. Tidak ter-qodho’-kan kecuali dengan Taubatan Nasuha.
      Barokalloohu fiika

  118. 10 August 2011 9:36 pm

    Assalamu’alaikum warohmatuLlohi wabarokatuh.
    Bolehkah seorang yang sedang mendengarkan khutbah Jum’at dia bertanya kepada Khotib tentang apa-apa yang sedang diterangkannya karena kurang jelas dan atau menyanggah atau mengoreksi apa-apa yang sedang diterangkannya karena (salah ucap), karena (maaf menurut saya) Mimbar Jum’at juga di katakan sebagai Sidang Jum’at.
    JazaakumuLlohu khoiron jaza wassalamu’alaikum WarohmatuLlohi wabarokatuh.

    • 9 September 2011 10:01 pm

      Wa ‘alaikumussalaam Warohmatulloohi Wabarokaatuh,
      Seorang yang sedang mendengarkan Khutbah Jum’at TIDAK BOLEH mengajukan pertanyaan/ mengoreksi/ menyanggah kepada Khotib disaat Khotib sedang berkhutbah; kecuali jika Khotib dengan sengaja menyampaikan Hadits Palsu kepada Jamaa’ah.
      Barokalloohu fiika.

  119. Sri permalink
    11 August 2011 3:46 pm

    Assalamu’alaikum.

    Ustadz, sunnahnya pembacaan surat Al Kahfi pada hari Jum’at di waktu pagi, siang atau sore? Terimaksih

    • 10 September 2011 7:51 am

      Wa ‘alaikumussalaam Warohmatulloohi Wabarokaatuh,
      Dari mulai (terbenamnya matahari), Maghrib pada Kamis malam (atau malam Jum’at), hingga terbenamnya matahari, Maghrib pada Jum’at malam (atau malam Sabtu)-nya….
      Barokalloohu fiiki

  120. purnomo shodiq permalink
    15 August 2011 8:43 am

    Assalamulaikum…ustadz ana mau nanya : pada waktu hari perhitungan, misalnya amal sholeh kita lebih banyak dari amal buruk kita..berarti timbangan kita lebih berat kebaikannya..kan kita akan masuk jannah…Apakah kita langsung dimasukkan jannah atau kah dicuci dulu di neraka..sebab kita kan juga punya kesalahan..
    Tolong ana dikasih penjelasan dan sertakan pula dalil (haditsnya)…syukron

    • 20 August 2011 5:50 pm

      Wa ‘alaikumussalaam Warohmatulloohi Wabarokaatuh,
      Sesuai dengan hadits Rosuulullooh Sholalloohu ‘alaihi wassallam, bahwa siapa yang dihisab, maka dia mesti mengalami siksa neraka, walaupun dia tidak abadi atau bisa jadi menjadi ringan siksanya karena syafaat Rosuulullooh Sholalloohu ‘alaihi wassallam. Perhatikan hadits berikut ini:
      عن عَائِشَةَ زَوْجِ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم أَنَّ النَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم قَالَ : مَنْ حُوسِبَ عُذِّبَ
      Artinya:
      Dari ‘Aa’isya rhodiyalloohu ‘anha bahwa Rosuulullooh Sholalloohu ‘alaihi wassallam bersabda, “Barangsiapa yang dihisab maka dia akan diadzab…” (Hadits Riwayat Imaam Al Bukhoory no: 103)

      • purnomo shodiq permalink
        22 August 2011 9:49 am

        Terima kasih banyak atas penjelasannya…semoga Alloh membalas kebaikan Ustadz

  121. agus permalink
    23 August 2011 9:04 pm

    Assalamu’alaikum Ustadz..
    Disaat kita sedang shalat taraweh berjamaah, kita berkeinginan untuk buang air kecil, dan meninggalkan beberapa rakaat, haruskah kita melakukan sholat yang tertinggal, atau terus bermakmum dengan imam?

    • 28 August 2011 7:33 pm

      Wa ‘alaikumussalaam Warohmatulloohi Wabarokaatuh,
      a) Boleh meneruskan sholat bersama Imaam, bahkan mengakhiri sholat bersama Imaam… Hanya saja, berarti kita tidak sempurna 11 rokaat.
      b) Atau meneruskan sholat taroowih berjamaa’ah bersama Imaam, akan tetapi ketika Imaam melakukan Salam dari Witir-nya maka kita bangun untuk menggenapkan rokaat, kemudian Salam lalu bangkit lagi untuk melakukan 1 rokaat Witir sebagai penutup.
      Barokalloohu fiika…

  122. 26 August 2011 1:59 am

    Assalaamu’alaikum Ustadz. Saya bertanya… saya seorang suami.. apa hukumnya kalo sudah berhubungan intim pada malam bulan Ramadhan… apa harus mandi wajib sebelum sahur.. atau bolehkah kita mandi pada pagi hari jam 7-8 pagi.. karena daerah saya pegunungan jadi tidak memungkinkan mandi pada subuh hari.. Apakah masih sah puasa kita kalo kita tak mandi wajib? Terimakasih Ustadz

    • 28 August 2011 7:23 pm

      Wa ‘alaikumussalaam Warohmatulloohi Wabarokaatuh,
      Junub itu WAJIB mandi karena dia dalah Hadats Besar:
      a) Untuk sholat, maka Wajib Mandi maksimal sebelum waktu shubuh berakhir, jika itu memungkinkan. Tetapi jika tidak memungkinkan, karena cuaca sangat dingin dan tidak ada pemanas, atau kalau lah dipaksa Mandi maka akan semakin parah sakitnya / semakin bertambah lama sembuhnya… Maka cukup dengan BERTAYAMUM, dan TIDAK BOLEH MENANGGUHKAN hingga jam 7 atau lebih, karena itu sudah diluar waktu shubuh.
      b) Tentang shoum maka Boleh mandi Junub setelah masuk waktu shubuh. Tidak mesti sebelum sahur. Dan jika berhalangan mandi sebagaimana alasan tertera pada poin a} diatas maka cukup dengan bertayamum.
      Barokalloohu fiika

  123. lukman hakim permalink
    3 September 2011 6:26 pm

    Assalamualaikum ww, ustadz, bagaimana sebaiknya memulai shaf sholat berjamaah, dari tengah sebelah kanan imam atau dari sebelah kanan masjid, apabila :
    1.Shaf pertama tidak terisi penuh
    2.Shaf pertama terisi penuh, shaf kedua tidak terisi penuh
    Mohon penjelasan ustadz disertai dasar hukum dan sketsa shaf. Terima kasih…

    • 9 September 2011 6:59 pm

      Wa ‘alaikumussalaam Warohmatulloohi Wabarokaatuh,
      1) Sempurnakan shaf terdepan tersebut, DENGAN MENDAHULUKAN BAGIAN SEBELAH KANAN IMAAM TERLEBIH DAHULU, BARULAH SEBELAH KIRI IMAAM.
      2) Jika Shaf yang lebih depan sudah sempurna, lalu datang orang baru di belakang shaf tersebut, maka hendaknya dia memulai shaf berikutnya DARI BELAKANG IMAAM KE ARAH KANAN SAMPAI PENUH, BARU KEARAH SEBELAH KIRI IMAAM.
      Barokalloohu fiika

  124. Ummu Abdurrahman permalink
    11 September 2011 3:22 pm

    Assalamu’alaukum,,,
    Ustad… ada yang ingin ana konsultasikan atas permasalahan teman ana (dengan izin yang bersangkutan).
    sebut saja teman ana adalah A.
    A adalah orang yang shaliha (insyaAllooh), namun ia mempunyai masalalu yang buruk. Waktu SD/SMP ia pernah mencuri sejumlah uang bibinya. Perbuatannya sangat ia sesali dan telah bertaubat. namun ia belum berterus terang kepada bibinya. Karena ibunya telah memiliki masalah dan hutang terhadap bibinya, sampai-sampai rumahnya telah menjadi jaminan. Ia ingin mengganti uang yang telah diambilnya dan mengakui kesalahannya waktu dulu. Tapi ia khawatir setelahnya hubungan keluarga antara ibu dan bibinya menjadi semakin buruk. Bahkan ia khawatir ibunya akan diperlakukan tidak baik.
    Mohon solusinya ustadz… Jazakumullooh khoir…

    • 11 September 2011 4:15 pm

      Wa ‘alaikumussalaam Warohmatulloohi Wabarokaatuh,

      Kalau si A pada saat melakukan kesalahan tersebut, ia belum baligh, maka dia belum berdosa. Tetapi, kalau dia sudah baligh, maka itu bagian dari dosa pada sesama. Yang taubatnya antara lain adalah setelah menyesali, tidak mau mengulangi lagi perbuatan tersebut, dan menggantinya dengan amalan yang lebih baik; maka yang terpenting adalah mengembalikan harta yang pernah diambilnya kepada yang bersangkutan. Karena itu, dalam hal ini Ustadz anjurkan, canangkan sejak sekarang seberapa besar uang yang pernah diambilnya tersebut, kemudian kembalikan kepada si bibinya. Hanya saja, cari waktu yang tepat, sehingga hati si bibi tidak mempercuram permasalahan keluarga yang sedang terjadi itu beserta meminta maaf pada si bibi atas perlakuan yang pernah dilakukannya di masa lalu tersebut.

      Mudah-mudahan justru dengan tindakan seperti ini, akan mempersejuk hubungan keluarga yang tidak nyaman.
      Adapun permasalahan ibu si A, maka kita doakan semoga Allooh Subhaanahu Wa Ta’aalaa memberikan kemudahan terhadap masalah yang sedang dialaminya…. Barokalloohu fiiki

  125. Abu Alfath permalink
    16 September 2011 7:49 am

    Assalamu’alaikum Warohmatulloohi Wabarokaatuh,
    Ustadz, bagaimanakah hukumnya mengangkat petugas KUA sebagai wali nikah?
    Syukron.
    Wassalamu’alaikum Warohmatulloohi Wabarokaatuh,

    • 24 September 2011 5:58 am

      Wa ‘alaikumussalaam Warohmatulloohi Wabarokaatuh,
      Apabila Wali yang lebih berhak untuk menikahkannya masih ada, maka sebaiknya tidak mengangkat KUA sebagai Wali Nikah. Adapun orang yang lebih berhak adalah:
      1. Bapak,
      2. Kalau tidak ada maka Kakek dari pihak Bapak,
      3. Kalau tidak ada, maka kakak/ adik laki-laki,
      4. Lalu kalau tidak ada juga, maka Paman dari pihak Bapak.
      Barokalloohu fiika

  126. 28 September 2011 1:34 pm

    Assalamu’alaikum..

    Ustadz saya mau bertanya tentang masalah dalam keluarga saya, mungkin agak kepanjangan ceritanya jadi mohon maaf sebelumnya.

    Sudah hampir 18 tahun, ayah saya bekerja serabutan. Untuk memenuhi ekonomi keluarga ibu lah yang bekerja menggantikan posisi ayah, dari urusan dapur, biaya sekolah anak-anaknya, sampe membeli rumah yang kami tinggali sekarang.

    Perilaku ayah di mata kami anak-anaknya, dan sodara kurang baik, beliau tidak suka mabuk-mabukan, tapi suka berlaku seenaknya sendiri dan marah kalo ada orang yang mengingatkan, beliau selalu merasa dirinya lah yang paling benar.

    Belum lama ini ibu meninggal. Pada malam hari meninggalnya ibu, ayah malah main ke rumah tetangga, kami sampai dibuat malu waktu itu.

    Sekarang urusan membiayai rumah, sekolah adik dsb di tanggung saya dan kakak saya, masing-masing sudah berkeluarga.

    Baru-baru ini ayah meminta anak-anaknya merestui agar beliau menikah lagi. Kami sempet shock waktu mendengarnya, padahal untuk makan dan keperluan sehari-hari saja beliau selalu meminta uang pada anak-anaknya. Belum lagi permintaan beliau sering gak masuk akal dan kalo gak dituruti malah berhutang, kemudian membebankan hutang itu agar dibayar anak-anaknya. Ayah gak pernah berpikir apa anak-anaknya sanggup membayar hutang itu atau tidak. Padahal kami sudah bekerluarga dan mempunyai beban tanggungan masing-masing. Jika diingatkan pasti dengan gampang menjawab itu wujud bakti anak kepada orang tua, dan kamipun sudah tak bisa berkata-kata lagi, padahal hati rasanya kesal dan sedih sekali.

    Yang jadi pertanyaan kami, jika ayah kami menikah lagi siapa yang akan menafkahi anak dan istrinya nanti, sedang uang pun beliau tidak punya, apa nanti harus kami lagi yang membiayai anak-anak dan istrinya.

    Untuk rumah sendiri itu dibeli 100% dari uang ibu kami, dan kami sama sekali gak berniat untuk menjualnya sebagai kenang-kenangan, sedang jika ayah menikah lagi apakah rumah itu akan jadi hak dari istri barunya, padahal kami anak-anaknya tidak ada yang mengikhlaskan. Karena dulu sewaktu ibu masih ada disia-siakan, sekarang setelah meninggal juga mau diperlakukan sama oleh ayah.

    Saya sebenernya ingin marah dengan perilaku ayah saya, tapi saya takut durhaka. Ustadz mohon penjelasannya, bagaimana menyikapi dan membuat ayah saya sadar bahwa perilakunya selama ini sangat salah, segala media pernah kami lakukan, termasuk mempertemukan ayah dengan salah seorang Ustadz kenalan kakak saya, tapi hasilnya sia-sia dan bagaimana jadinya hak waris rumah itu jika ayah saya nekat kawin lagi.

    Terimakasih sebelum dan sesudahnya….

    • 1 October 2011 8:01 am

      Wa ‘alaikumussalaam Warohmatulloohi Wabarokaatuh,

      Jika benar berita dan data yang anda kemukakan, maka:
      1. Bapak anda adalah tipe Bapak dan Suami yang tidak bertanggungjawab, tidak pada istrinya, tidak pada anak-anaknya, sepertinya apalagi terhadap Allooh Subhaanahu Wa Ta’aalaa.
      2. Seharusnya, rumah tinggal sekarang adalah dijual, kemudian ¼ dari nilainya diserahkan kepada Bapak, karena itu adalah haknya dari peninggalan tersebut, jika dia masih Muslim. Sisanya dibagi untuk anak-anaknya; laki-laki bagiannya adalah 2 kali bagiannya perempuan. Karena kalau tidak dilakukan, maka bisa dimungkinkan, anak akan teraniaya dari haknya; selain itu juga menyalahi syar’ie. Dan tidak ada rumah “kenangan”, apalagi ketika Ahli Waris sangat membutuhkan haknya.
      3. Urusan Bapak hendak menikah lagi, maka itu adalah urusan Bapak. Tidak berhak anak untuk melarang ataupun menyuruh dalam hal ini, tetapi tentu saja hendaknya sesuai dengan kemampuan Bapak.
      4. Urusan berhutang, maka sampaikan kepada Pihak yang memberikan Hutang bahwa kalian sebagai anak-anaknya TIDAK BERTANGGUNGJAWAB kepada Bapaknya, kecuali sesuai dengan kemampuan optimal anak-anaknya, dan sampai saat ini kalian sebagai anak-anaknya adalah tidak mampu untuk menanggung Hutang yang telah Bapak lakukan tanpa sepengetahuan anak-anaknya dan tanpa pertimbangan yang matang. Sedangkan rumah peninggalan Ibu pun bukan milik Bapak, kecuali bagiannya hanyalah ¼-nya saja bila dia Muslim.

      Semoga Allooh Subhaanahu Wa Ta’aalaa memberi jalan keluar yang terbaik bagi anda semua.

  127. abdullah permalink
    30 September 2011 7:44 pm

    Assalamualaikum..

    Ustad saya ada beberapa pertanyaan:

    1. Bagaimana bila kita bekerja di negara yang mayoritasnya non muslim (jepang) selama 3 tahun, apakah boleh? Jika boleh, tolong Ustadz sebutkan syarat-syaratnya. Apakah ada batas waktunya?

    2. Mengenai bersalaman ustadz,
    a. apakah diperbolehkan bersalaman/ permisi lewat sambil membungkukkan badan seperti rukuk kepada orang tua, rekan, guru/dosen dengan niat untuk penghormatan?
    b. bagaimana memberikan penghormatan setiap pertemuan rukuk seperti adat orang jepang? apa hukumnya ada ustadz?
    c. apakah diperbolehkan bersalaman dengan guru/dosen ibu-ibu yang kita tidak memiliki syahwat dengannya?

    3. Saya dahulu terjerumus dalam kesyrikan sebut saja tarekot “Syeikh Abdul Qodir Jaelani” selama 1 tahun, akan tetapi saya tahu bahwa itu adalah kesyirikan namun tetap dijalankan. Sampai saya diwejangi ilmu tenaga dalam oleh dukun tersebut. Setelah 1 tahun saya berkata ke dukun itu bahwa ilmu tenaga dalam dan ilmu-ilmu lainnya tidak ada dalam Al-Qur’an dan Hadist dan saya pun ingin dikembalikan normal (diambil ilmu tenaga dalam tsb). Dukun itu berkata “Memang tidak ada dalam al-quran dan hadist, dan tenaga dalam itu asal tidak digunakan maka akan hilang dengan sendirinya”. Tidak lama kemudian dukun itu meninggal dunia. Saya pun menyesal dan berjanji tidak mengulanginya.
    A. Ustadz apakah taubat saya sudah memenuhi syarat-syarat taubat ?
    B. Apakah ilmu tenaga dalam itu masih ada pada diri saya, dan apakah perlu diruqyah syarie untuk membuktikanya?

    • 1 October 2011 8:03 am

      Wa ‘alaikumussalaam Warohmatulloohi Wabarokaatuh,

      1) Hukum asal pergi dan menetap ke negara kaafir adalah Harom, kecuali jika memenuhi syarat:
      a) Tidak untuk selamanya, melainkan sesuai dengan keperluan atau hajat yang harus didapat di negara tersebut sedangkan di negara sendiri adalah tidak ada atau masih kekurangan.
      b) Memiliki iman yang teguh untuk dapat istiqomah ber-Islam dan menjalankan syari’at
      c) Tidak dilarang untuk menjalankan ajaran atau syari’at Islam di negara tersebut

      2) Mengenai bersalaman:
      Bersalaman boleh, dengan catatan :
      – Bukan dengan lawan jenis,
      -Tidak boleh dengan membungkukkan badan
      – Tidak boleh memulai mengucapkan salam, apalagi yang bermakna mendoakan “Selamat”, karena mereka orang kaafir

      3) Jika taubat anda sudah memenuhi syarat, yaitu antara lain:
      a) Menyesali perbuatan salah (syirik, dsbnya) yang pernah dilakukan
      b) Meninggalkan dan tidak mengulangi lagi perbuatan tersebut
      c) Mengganti perbuatan buruk yang pernah dilakukan dengan perbuatan-perbuatan baik
      d) Apabila pernah mendzolimi orang, maka kembalikan hak orang yang terdzolimi tersebut.

      Jika semua poin tersebut sudah dilakukan, maka insya Allooh taubat tersebut diterima oleh Allooh Subhaanahu Wa Ta’aalaa.

      Adapun tentang tenaga dalam yang ditanyakan, maka jika tenaga dalam itu bisa muncul oleh ucapan / perbuatan tertentu sebagai pemanggilnya, maka tinggalkanlah dan buanglah hal tersebut.

      Ruqyah lakukan sendiri dengan banyak membaca Al Qur’an dan tidak perlu diruqyah oleh orang lain.

      Demikianlah, semoga Allooh Subhaanahu Wa Ta’aalaa member kemudahan bagi anda untuk berada diatas jalan-Nya yang lurus dan istiqomah hingga akhir hayat… Barokalloohu fiika.

  128. Abu Alfath permalink
    4 October 2011 5:44 am

    Bismillah,
    Jazaakalloh khoiron atas jawaban pertanyaan sebelumnya,
    Ustadz, Saya mau tanya lagi, ada seorang ustadz yang mengatakan bahwa duduk terbaik dalam berbagai macam kegiatan bagi seorang muslim adalah dengan cara duduk tawarruk atau iftirosy dan kita dilarang duduk bersila (menyilangkan kaki) karena dianggap tasyabbuh (menurut beliau Nabi Muhammad Sholallahu ‘alaihi wasallam tidak pernah duduk bersila sebagaimamna duduknya raja-raja romawi). Betulkah pendapat tersebut? Syukron

  129. Ahmad Jeffrie permalink
    17 October 2011 8:30 am

    Assalamualaikum Ustadz.
    Ana mohon penjelasan, benarkah keyakinan hadirnya setan saat kita sekarat dengan menyerupai orangtua kita, menawarkan agar kita masuk Yahudi atau Nasrani? Jazakumullah khair Ustadz

    • 10 November 2011 10:14 am

      Wa ‘alaikumussalaam Warohmatulloohi Wabarokaatuh,
      Keyakinan seperti itu SAMA SEKALI TIDAK ADA KEBENARANNYA…. Harap antum jangan mempercayainya, karena itu khurofat…. Barokalloohu fiika

  130. hadi permalink
    10 November 2011 10:36 am

    Assalamualaikum Ustad,
    mohon penjelasannya tentang hadist berikut:

    ~Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam bersabda :
    “Keluar dari neraka setiap orang yang mengucapkan “LAA ILAAHA ILLALLAAH” dan di dalam hatinya ada kebaikan seberat kacang.

    “Dan akan keluar dari neraka orang yang mengucapkan “LAA ILAAHA ILLALLAAH” dan di dalam hatinya terdapat kebaikan seberat gandum.

    “Dan akan keluar dari neraka orang yang mengucapkan “LAA ILAAHA ILLALLAAH” dan di dalam hatinya ada kebaikan seberat debu.
    @HR. Bukhari dan Muslim dari Anas.

    Apakah setiap muslim akan pasti masuk surga?? Walaupun kesalahannya begitu bnyak..? Mengingat adanya hadist diatas..
    Jazakallohu khair atas penjelasannya

    • 12 November 2011 5:36 am

      Wa ‘alaikumussalaam Warohmatulloohi Wabarokaatuh,

      Menurut ‘aqidah Ahlus Sunnah Wal Jamaa’ah bahwa seorang Muslim, Mukmin jika dia berbuat dosa besar maka di Hari Akhir, orang tersebut SESUAI DENGAN KEHENDAK ALLOOH, jika Allooh Subhaanahu Wa Ta’aalaa menghendaki ia diampuni maka ia akan masuk surga. Dan jika Allooh Subhaanahu Wa Ta’aalaa menghendaki ia diadzab, maka ia akan diadzab di neraka terlebih dahalu baru pada akhirnya ia akan dimasukkan kedalam surga karena adanya iman didalam dadanya walau seberat debu.

      Barokalloohu fiika

  131. 11 November 2011 6:17 am

    Assalamu’alaikum.. maaf sebelumnya ustazd, teman saya pernah bertanya ke saya.tapi saya jawab tidak tahu… bagaimana caranya tobat orang yang pernah melakukan maksiat. sewaktu kecil?? Di masa ia tak tahu dan tak paham tentang agama??

    • 12 November 2011 5:30 am

      Wa ‘alaikumussalaam Warohmatulloohi Wabarokaatuh,

      Apabila ketika seseorang melakukan ma’shiyat tersebut dikala ia tidak tahu dan tidak paham tentang dien, maka insya Allooh tidak berdosa… Hanya, dia berdosa dari sisi kenapa dia sampai tidak tahu, padahal mempelajari ilmu dien tentang apa yang diperintah dan dilarang Allooh Subhaanahu Wa Ta’aalaa adalah Fardhu ‘Ain… Karena itu bertaubatnya adalah dengan cara:
      1) Menyesali perbuatan tersebut, setelah ia sekarang tahu
      2) Tidak mengulang perbuatan ma’shiyat itu lagi
      3) Mengganti perbuatan buruk tersebut dengan amalan-amalan shoolih
      4) Mempelajari dien dengan sesungguhnya agar menjadi tahu tentang apa yang semestinya ia tahu terhadap dien ini
      5) Menjauhi lingkungan / teman yang buruk yang dapat mempengaruhinya ke perbuatan ma’shiyat itu lagi

      Barokalloohu fiik..

  132. zulkifli permalink
    26 November 2011 11:53 pm

    Assalamu’alaikum.. Ustadz, ini adalah pertanyaan titipan teman ana. Pertanyaannya adalah bagaimana hukumnya jualan obat kuat seperti viagra, cialis, dll. Kebetulan beliau jualan seperti itu tapi hanya obat kuat saja. Jika tidak dibolehkan dalam syariat, maka dia akan meninggalkannya. Namun jika diperbolehkan, dia akan tetap melanjutkan jualannya itu walaupun hanya kerjaan sampingannya saja.
    Syukron ustadz.

    • 29 November 2011 9:36 am

      Wa ‘alaikumussalaam Warohmatulloohi Wabarokaatuh,

      1. Jika dia adalah obat dan obat itu adalah syar’ie maka Boleh mencari nafkah dengan sesuatu yang tidak menyalahi syar’ie.
      2. Jika obat yang teman antum jual itu:
      a) Tidak menolong orang terhadap perkara kemungkaran, seperti: diketahui atau terindikasi bahwa obat yang dibeli dari teman antum itu untuk agar kuat untuk berzina maka Harom menjualnya. Tetapi jika untuk memenuhi kebutuhan dan tuntutan didalam rumahtangganya, maka itu adalah dibolehkan.
      b) Jika obat itu tidak Najis
      c) Jika obat itu tidak membahayakan kesehatan, baik sekarang maupun di masa yang akan datang, yang terbukti melalui penelitian klinis dan medis.
      d) Jika obat tersebut terbukti secara eksperimen dan experience (pengalaman) bahwa obat itu memberi terapi maka dibolehkan

      Barokalloohu fiika

      • zulkifli permalink
        30 November 2011 1:06 pm

        Jazakumullah khoir ustadz.. InsyaAllah akan ana sampaikan ke teman ana..

  133. Hamzah Fansyury permalink
    28 November 2011 8:44 pm

    Assallamullaikum wr.wb.

    Ustadz saya mau bertanya lagi sekalian curhat sedikit.
    Setelah saya banyak mengambil ilmu/ contoh/ garis besar kajian & ceramah ustad saya mempraktekannya terhadap keluarga saya terlebih dahulu.
    Pertama Istri, Ibu & ade perempuan saya. Ustad pernah bilang melalui Sabda Rosulullooh Saw bahwasannya wanita itu akan menjadi Ahlun Naar apabila tidak menjaga auratnya tetapi setiap saya mendakwahkan kepada keluarga saya, cobaan datang bertubi tubi seperti contohnya saya di bilang Munafik ( memang sih saya masih Munafik, saya akui itu tetapi saya sudah berusaha untuk menjadi lebih baik lagi dalam menjalankan ibadah dan kewajiban saya ) dan pernah juga di bilang ” mulai lagi deh ” di setiap saya mendakwahkan apa ajaran Roslullooh Saw.
    memang sih saya agak keras dalam mendakwahkan apa yang saya pernah dengar dari kajian & ceramah ustad kepada keluarga saya
    1. Apa saya salah apabila saya mendidik secara keras kepada keluarga saya?
    2. Apakah paksaan ( saya sering paksa dia tuk menjaga auratnya ) saya terhadap istri saya tuk memakai Jilbab itu salah, dia selalu bilang blm siap terus dan apabila di paksa juga hasilnya tidak baik.
    3. pertanyaan ini agak melenceng dari yang tadi saya bekerja di tempat yang tidak bisa tuk memakai celana agar tidak Isbal apakah hukumnya saya termasuk Munafik?

    Wassallamualaikum wr.wb

    • 29 November 2011 9:30 am

      Wa ‘alaikumussalaam Warohmatulloohi Wabarokaatuh,
      Jazaakalloohu khoiro wa saddadalloohu huthooka (Semoga Allooh Subhaanahu Wa Ta’aalaa membalasmu dan memberimu istiqoomah).

      1. Apa yang telah antum lakukan adalah sangat benar, karena sesuai firman Allooh Subhaanahu Wa Ta’aalaa : “Wahai orang beriman, jagalah dirimu dan keluargamu dari api neraka“. Jadi begitu antum tahu ada suatu kebenaran lalu harus ditegakkan, dan ada suatu kemungkaran dan harus dicegah, maka terutama pada diri sendiri dan keluarga antum; berarti antum telah beramal shoolih melalui mengamalkan apa yang Allooh Subhaanahu Wa Ta’aalaa perintahkan. Jadi teguhlah ya akhi! Dan jangan gentar….

      2. Tanggapan minor terhadap tindakan baik yang antum lakukan tidak perlu disikapi dengan kaget dan aneh, karena bukankah Rosuulullooh Sholalloohu ‘Alaihi Wassallam lebih dahsyat rintangannya dari apa yang kita rasakan. Jadi masa kita ingin bersama Rosuul di surga, tapi ingin berlepas diri dari resikonya? Itu tidak mungkin !

      3. Menurut pengamatan Ustadz dari apa yang antum utarakan, antum tidaklah termasuk “keras”, karena belum sampai bahka pada ancaman apalagi hukuman. Jadi masih dalam koridor bijak. Jadi teruskan dan jangan bosan. Bila perlu berganti cara agar berhasil.

      4. Katakan pada siapa pun termasuk keluarga antum, “Takutlah pada Allooh Subhaanahu Wa Ta’aalaa !“, “Khawatirlah pada murka Allooh Subhaanahu Wa Ta’aalaa!“, “Dan berharaplah pada Allooh Subhaanahu Wa Ta’aalaa“.
      Bukankah yang memiliki nyawa adalah Allooh Subhaanahu Wa Ta’aalaa? Padahal kita tidak pernah tahu, kapan nyawa kita dicabut oleh-Nya. Mengapa orang sekeliling bahkan kebahagiaan semu berupa harta dan pergaulan, termasuk takut ditinggal teman selalu menjadi kekhawatiran jika kita konsekwen dengan syari’at Allooh Subhaanahu Wa Ta’aalaa? Padahal kalau kita pergi meninggalkan dunia ini, tidak akan ada yang siap menemani kecuali ilmu dan amalan kita sendiri. Maka mengapa kita harus menunda?

      5. Orang yang membiarkan keluarganya berada dalam melakukan kema’shiyatan terhadap Allooh Subhaanahu Wa Ta’aalaa dan Rosuulullooh Sholalloohu ‘Alaihi Wassallam, maka oleh Rosuulullooh Sholalloohu ‘Alaihi Wassallam dijuluki “dayyuuts“, dimana dia dijamin tidak akan masuk surga Allooh Subhaanahu Wa Ta’aalaa. Siapa yang mau menerima tawaran tidak akan masuk surga?

      6. Berusahalah sejauh kemampuan antum karena itulah yang Allooh Subhaanahu Wa Ta’aalaa perintahkan.
      Nifaaq itu adalah menampakkan kebaikan, memendam keburukan. Nifaaq itu adalah menyatakan keislaman, tetapi merahasiakan kekufuran.

  134. M.syukron permalink
    1 December 2011 12:58 pm

    Ustad, apakah ada sebab lain yang diperbolehkannya menjama’ sholat, selain bepergian?

    • 16 December 2011 9:53 pm

      Wa ‘alaikumussalaam Warohmatulloohi Wabarokaatuh,
      Yang diperbolehkan adalah sebab suatu HAJAT / KEPERLUAN, apa saja yang diperkirakan akan mengganggu atau mengakhirkan waktu sholat; selama yang demikian itu tidak dilakukan dengan sadar, sengaja dan rutin atau selalu. Barokalloohu fiika

  135. Hamzah Fansyury permalink
    8 December 2011 10:38 am

    Assallamuallaikum ustadz
    Ustadz saya mohon buatkan Transkip Ceramah mengenai tuntunan Sholat secara Khusyuk soalnya bisa di bilang selama ini ya saya akui saya masih lalai dari khusyuk dan apa apa saya yang mengenai masalah pakaian tuk Sholat sekiranya yang pantas secara As Sunnah yang di ajarkan Rosululloh Saw kepada kita umat muslim.

    Wassallamualaikum

    • 16 December 2011 10:13 pm

      Wa ‘alaikumussalaam Warohmatulloohi Wabarokaatuh,
      1. Tidak mengkonsumsi barang, makanan dan minuman yang harom.
      2. Sediakan waktu khusus untuk sholat, yang pada waktu itu antum harus menyadarinya sehingga antum tidak menyibukkan diri dengan sesuatu diluar sholat.
      3. Paham terjemahan bacaan sholatnya.
      4. Berkonsentrasi penuh.
      5. Tidak melakukan perkataan dan gerakan diluar perkataan dan gerakan sholat.
      6. Jangan menggunakan sajadah yang bergambar.
      7. Hendaknya Masjid tidak diberi hiasan / dekor yang diluar kepentingan Masjid
      8. Gunakan pakaian sholat yang tidak bergambar makhluk bernyawa (untuk pakaian sholat, lebih jelasnya antum dapat merujuk pada ceramah “Panduan Praktis Pakaian Muslim dan Muslimah” yang pernah dimuat di Blog ini)
      Barokalloohu fiika

  136. Sularso permalink
    11 December 2011 11:27 am

    Assalamu’alaikum pak ustad. Saya punya saudara, ia tiap pagi dan sore harus minum obat tepat waktu tiap jam 6. Pertanyaan saya wajibkah dia berpuasa, karena dia harus minum obat tiap jam 6, jika berubah waktu minum obat dia terus lemas lalu pingsan?
    2. Bagamana hukumnya kalo dia tidak puasa romadhon, terus apa untuk menggantinya?

    • 16 December 2011 9:46 pm

      Wa ‘alaikumussalaam Warohmatulloohi Wabarokaatuh,
      Dia tidak wajib shoum karena sakit, bahkan nampaknya sakitnya permanen. Karena itu, orang yang demikian tidak wajib shoum, karena udzurnya, akan tetapi dia membayar fidyah sebanyak hari shoum yang ditinggalkan… Barokalloohu fiika

  137. Ummu Abdurrahman permalink
    12 December 2011 9:35 am

    Assalamu’alaikum…
    Ustad,saya baru mengenal sunnah. Sehingga banyak sekali hal-hal yang ingin saya ketahui. Salah satu yang mengusik saya adalah mengenai pembelajaran di SD. Saya adalah seorang guru di SD Negeri. Inilah beberapa pertanyaan yang saya berharap Ustad berkenan menjelaskan sejelas-jelasnya, agar saya faham.

    1. Hampir semua SD (Negeri) setiap akan memulai belajar, pasti diawali dengan membaca surat al-Fatihah dan akan pulang sekolah membaca surat al-Ashr. Sebenarnya adakah bacaan yang disunnahkan untuk memulai belajar dan akhir belajar?

    2. Bolehkah menghafal materi dengan metode menyanyi, terutama dengan anak2 kelas 1 dan 2? Karena mereka senang jika belajar diselingi dengan nyanyian anak-anak, seperti: balonku, pelangi, bintang kecil (tentunya tanpa musik).

    3. Bolehkah menggunakan media gambar makhluk untuk media belajar?

    4. Saya pernah membaca beberapa buku mengenai pendekatan, metode belajar. Namun disana hanyalah teori-teori yang dikemukakan oleh orang-orang kafir. Yang ingin saya tanyakan, berikanlah saya saran buku-buku yang bisa dijadikan referensi mengenai proses belajar di kelas secara Islami.

    5. Bagaimana dengan upacara yang dilakukan setiap hahi Senin? Saya pernah meninggalkan kegiatan tersebut, namun saya sampai ditegur oleh kepala sekolah dan pengawas. Bahkan anak-anak bertanya kepada saya, “Ibu kenapa ga ikut upacara?”, maka saya pun sangat bingung menyikapinya. Berikanlah saya nasihat Ustad.

    Saya ucapkan jazakallah khair.
    Barokallahu fiik….

    • 16 December 2011 9:24 pm

      Wa ‘alaikumussalaam Warohmatulloohi Wabarokaatuh,
      1. Tidak ada. Hanya boleh kita gunakan doa seperti yang terdapat dalam Al Qur’an Surat Thohaa (20) ayat 114, yang artinya, “Ya Allooh, tambahkanlah padaku ilmu.”
      2. Tidak boleh. Karena dulu, orang-orang yang lebih baik daripada kita baik dalam ilmu dan keshoolihannya, serta ketaqwaan-Nya, mereka belajar dan menghafal tanpa menyanyi.
      3. Boleh, selama itu berupa:
      a) Alat peraga / media pendidikan
      b) Terbukti dapat mempermudah dan mempercepat pemahaman
      c) Anak-anak yang mendapatkan pengajaran media gambar ini adalah BELUM BALIGH.
      4. Tentu tentang hal itu didalam Sunnah Rosuulullooh Sholalloohu ‘alaihi wassallam, tidak sedikit bahkan kita temui beratus judul tentang pendidikan. Hanya saja buku-buku yang Ustadz miliki tersebut adalah berbahasa Arab semuanya.
      5.Selama acara itu bermakna pendisiplinan anak-anak dan bukan bermakna mengkultuskan suatu benda mati, maka insya Allooh tidak menyelisihi. Tetapi apabila sudah bermakna mengkultuskan benda mati, maka tidak boleh.
      Barokalloohu fiiki

  138. 14 December 2011 6:15 am

    Assalamu’alaikum Ustaz.

    Seperti sedia maklum, Allah SWT dan Nabi SAW menyuruh kita menutup aib diri sendiri. Tetapi apakah boleh membuka aib diri sendiri untuk tujuan dakwah?
    Contohnya dia memberitahu bahawa dia seorang penzina atau pernah berpacaran untuk tujuan sebagai contoh dalam menyedarkan orang lain yang turut melakukan perbuatan seperti itu?

    Bolehkah untuk tujuan dakwah, menulis aib2 diri sendiri di dalam blog dimana sesiapa pun boleh membacanya?
    Jadi apakah untuk tujuan dakwah dibenarkan? Mohon pencerahan Ustadz..
    Jazakallahu khairan..

    • 15 December 2011 6:50 am

      Wa ‘alaikumussalaam Warohmatulloohi Wabarokaatuh,
      Tetap tidak boleh, karena jika seseorang telah melakukan perbuatan ma’shiyat lalu tidak ada yang tahu kecuali dirinya sendiri atau terbatas pada orang tertentu maka bukan merupakan sunnah Rosuulullooh Sholalloohu ‘Alaihi Wassallam untuk mengungkap dan menceritakannya kepada khalayak.

      Sebagaimana tersirat dalam Hadits Riwayat Imaam Muslim no: 7676, dari Shohabat Abu Hurairoh rhodiyalloohu ‘anhu, bahwa Rosuulullooh Sholalloohu ‘Alaihi Wassallam bersabda:

      كُلُّ أُمَّتِى مُعَافَاةٌ إِلاَّ الْمُجَاهِرِينَ وَإِنَّ مِنَ الإِجْهَارِ أَنْ يَعْمَلَ الْعَبْدُ بِاللَّيْلِ عَمَلاً ثُمَّ يُصْبِحُ قَدْ سَتَرَهُ رَبُّهُ فَيَقُولُ يَا فُلاَنُ قَدْ عَمِلْتُ الْبَارِحَةَ كَذَا وَكَذَا وَقَدْ بَاتَ يَسْتُرُهُ رَبُّهُ فَيَبِيتُ يَسْتُرُهُ رَبُّهُ وَيُصْبِحُ يَكْشِفُ سِتْرَ اللَّهِ عَنْهُ

      Artinya:
      Setiap ummatku terbebas kecuali orang yang “mujaahirin” (orang yang membeberkan kema’shiyatan yang dilakukannya pada orang lain — pent.) dan merupakan bagian daripada menjaharkan adalah seseorang berbuat ma’shiyat di malam hari hingga waktu pagi Allooh tutupi, tetapi kemudian dia mengatakan, ‘Ya Fulan, tadi malam dia berbuat begini dan begitu’. Dia telah ditutupi Allooh sehingga tertidur dalam keadaan terselimuti aibnya, kemudian di pagi hari dia singkap apa yang Allooh tutupi.”

      Demikianlah semoga Allooh Subhaanahu Wa Ta’aalaa menutupi aib-aib kita, mengampuni kesalahan-kesalahan kita dan mengganti kesalahan tersebut dengan kebajikan-kebajikan sesudahnya… Barokalloohu fiika

  139. ramadhan permalink
    24 December 2011 9:25 am

    Assalamu’alaikum ustadz.
    Ana mw bertanya…kalo ada orang yang lalai sholat subuhnya apa ia biisa mengqodho sholatnya pada waktu dzhuhur ? Atau melaksanakannya ktika waktu dhuha….???

    Atas ksediaan antum saya ucapkan jazakumullah…

    • 5 January 2012 8:00 am

      Wa ‘alaikumussalaam Warohmatulloohi Wabarokaatuh,
      Kalau lalainya itu tidak disengaja maka sholatlah dia pada saat dia ingat dan sadar, walaupun sudah masuk waktu dhuha. Akan tetapi jika lalainya sudah terlewat atau tidak ada yang mengingatkan sehingga melampaui batas waktu kewajaran, maka lakukan qodho tidak dengan niat sengaja, tidak diulang lagi kesalahannya dan lakukan qodho pada waktu Shubuh keesokan harinya.

      Sedangkan kalau lalainya itu karena suatu kesengajaan, maka itu bukan perkara kecil. Segeralah anda bertaubat dan jangan coba mengulangi lagi kesalahan tersebut.

      Barokalloohu fiika…

    • 5 January 2012 8:00 am

      Wa ‘alaikumussalaam Warohmatulloohi Wabarokaatuh,
      Kalau lalainya itu tidak disengaja maka sholatlah dia pada saat dia ingat dan sadar, walaupun sudah masuk waktu dhuha. Akan tetapi jika lalainya sudah terlewat atau tidak ada yang mengingatkan sehingga melampaui batas waktu kewajaran, maka lakukan qodho tidak dengan niat sengaja, tidak diulang lagi kesalahannya dan lakukan qodho pada waktu Shubuh keesokan harinya.

      Sedangkan kalau lalainya itu karena suatu kesengajaan, maka itu bukan perkara kecil. Segeralah anda bertaubat dan jangan coba mengulangi lagi kesalahan tersebut.

      Barokalloohu fiika…

  140. 24 December 2011 11:36 am

    Assalamulaikum Pak Ustad?
    Nama Saya Wahyudin
    Kelas 1 SMK
    Alamat:Jalan Mandor Hasan Rt004/06 Cipayung Jakarta Timur
    saya ingin bertanya pak ustad?
    Kenapa setiap saya Menjadi ketua(Pemimpin) di dalam kelas saya hati saya merasa tidak enak sesama teman teman dalam setiap kegiatan ada yang bilang saya kurang bijak dan gagal menjadi ketua sehingga hati saya Galau(Gelisah).saya meminta Konsultasi kepada pak ustad Bagaimana menjadi Pemimpin yang bijak dan santun menurut Al-Qur’an dan Al-Hadist?

    Saya ucapakan

    Terima Kasih

    Wassallamulaikum.wr.wb

    Nb:Saya meminta izin situs ini untuk menjadi Tautan saya di Facebook Boleh apa Tidak?

    • 26 December 2011 11:07 am

      Wa ‘alaikumussalaam Warohmatulloohi wabarokaatuh,
      1. Janganlah sekali-sekali kamu ambisi menjadi Pemimpin, apalagi dengan cara kasak-kusuk sehingga memaksakan diri menjadi Pemimpin padahal orang-orang tidak suka.
      2. Jika, kamu diangkat atau dipilih menjadi Pemimpin oleh orang banyak, maka bekalilah dirimu dalam memimpin itu sebagai berikut:
      a) Iman yang tertancap dalam hati, sehingga melahirkan kesadaran bahwa kepemimpinanmu adalah amanah yang harus ditunaikan; sehingga akan memotivasi dirimu untuk berkhidmat kepada ummat dengan rasa tanggungjawab dan penuh pengabdian kepada Allooh Subhaanahu Wa Ta’aalaa.
      b) Bekalilah dirimu dengan ilmu antara lain:
      – Ilmu ke-Islaman
      – Ilmu kepemimpinan
      – Ilmu tentang tabi’at dan watak manusia
      – Ilmu komunikasi
      – Ilmu Manajemen, dll
      Dengan demikian kamu akan bisa membaca, menganalisa dan memutuskan perkara setelah mempertimbangkan masalah itu dari berbagai sudut.
      3. Berakhlaq yang mulia, misalnya: adil, bijaksana, aspiratif, komunikatif, kasihsayang dll.

      Jika perkara diatas secara prinsip kamu kerjakan, maka insya Allooh kamu akan bisa memimpin dengan baik. Adapun orang yang kontra atau tidak suka, maka tidak perlu aneh, karena kalaupun kamu ikuti aspirasi yang mereka inginkan, tetap saja ada orang yang tidak suka padamu atau pada keputusanmu. Ketahuilah bahwa Rosuulullooh Sholalloohu ‘Alaihi Wassallam adalah manusia pilihan Allooh Subhaanahu Wa Ta’aalaa, manusia yang terjaga dari dosa, manusia yang berakhlaq paling mulia, manusia yang paling tekun beribadah, manusia yang paling sederhana; tetapi tetap saja Rosuulullooh Sholalloohu ‘Alaihi Wassallam malah tidak disukai, dibenci, dimusuhi bahkan diperangi oleh orang yang tidak beriman. Tetapi bagi para Shohabatnya yang sudah barang tentu beriman dan beramal shoolih, maka Rosuulullooh Sholalloohu ‘Alaihi Wassallam adalah paling mereka cintai lebih daripada jiwa, harta mereka.

      Boleh saja bila engkau ingin menaruh tautan Blog ini di facebookmu, bahkan sebarkan semua makalah dan seluruh isi Blog Ustadz ini sebagai da’wah Lillaahi Ta’aalaa asalkan tetap menjaga keotentikan isinya dan sebutkan sumbernya….. Barokalloohu fiika

  141. bintu muhammad permalink
    24 December 2011 10:37 pm

    Assalaamu’alaikum warohmatulloohi wabarokaatuh.. afwan ustadz ana ada beberapa pertanyaan :
    1. Bagaimana hukumnya memanjangkan bacaan huruf yang cuma 2 harakat menjadi 4 atau 6 harakat bahkan lebih seperti suara adzan di beberapa mesjid ataupun sebagian imam disaat sholat berjamaah ?
    2. Ana menggunakan buku Hisnul Muslim sbgai buku panduan ana dalam doa/dzikir, apakh sudah tepat ?
    3. Bolekah duduk bersila untuk muslimah pada saat dzikir atau saat makan ?
    4. Bolekah membaca basmalahnya di luar pintu kamar mandi pada saat ingin berwudhu ?
    itu saja dulu ustadz,
    jazaakalloohu khoir..

    • 5 January 2012 7:40 am

      Wa ‘alaikumussalaam Warohmatulloohi Wabarokaatuh,
      1. Memang penerapan hukum tajwid dalam hal ini MAD (Memanjangkan Suara) adalah hanya pada Al Qur’an, namun demikian seperti adzan adalah tidak boleh terlalu panjang. Yang Ustadz tahu, batas toleransi panjang MAD pada Adzan adalah 9-12 harokat. Kemudian tidak bernuansa Menyanyi dan harus sesuai dengan waktu adzan.
      2. Insya Allooh tepat.
      3. Boleh, karena tidak ada larangan dan aturan tentang hal ini.
      4. Boleh.

      Barokalloohu fiiki…

  142. 28 December 2011 8:40 pm

    Assalamu’alaikum Wr Wb, Ustadz ana mau tanya ana lagi dakwah di internet tapi ana gak punya guru ulama gitu, ya paling waktu kecil ana punya guru ngaji 🙂 tapi sekarang jarang ketemu… apa ana gak boleh dakwah sebelum ada guru atau tempat berguru? Coba Ustadz liat blog ana di http://www.berdakwahdiinternet.blogspot.com, apakah ini salah ya???? Apa ana gak boleh seperti ini? Ana bingung….. selalu aja ada yang melarang dan terjadi perdebatan… akhirnya ana gak bisa apa-apa, karena ana juga asal ngomoong.

    • 5 January 2012 7:55 am

      Wa ‘alaikumussalaam Warohmatulloohi Wabarokaatuh,
      Ya, Ustadz sudah menengok Blog Anda. Cukup bagus secara kreativitas, hanya ada beberapa catatan:
      1. Motivasi yang ada dalam diri anda untuk berdakwah adalah sangat bagus, dan perlu terus untuk ditingkatkan agar anda istiqomah.
      2. Berdakwah itu artinya melakukan upaya untuk menyeru orang lain agar berada di jalan Allooh Subhaanahu Wa Ta’aalaa, bisa dia itu Muslim dan bisa dia itu Kaafir, bisa anda sendiri yang melakukan dakwahnya, bisa juga orang lain yang melakukannya dan anda berperan serta dalam hal misalnya menyampaikan, mengajak orang lain agar cenderung, mengikuti, mempelajari Islam dengan benar untuk berikutnya mengamalkannya dalam kehidupan. Jadi dakwah itu bisa merupakan hanya alat atau media sebagai jembatan orang yang berilmu yang berdakwah, lalu anda yang memfasilitasi dakwahnya. Itu pun sudah terhitung dakwah bagi anda dan pahalanya adalah sama. Sedangkan anda tidak perlu memaksakan diri untuk memposisikan diri anda sebagai orang yang berilmu, yang dituntut untuk berdakwah secara langsung.
      3. Memang, dakwah adalah amal shoolih. Dia adalah pekerjaan Rosuulullooh sholalloohu ‘alaihi wassallam dan para pewarisnya. Dia harus berbekal ilmu (dien) yang cukup, karena kalau tidak benar maka bisa jadi akan malah menyeru pada kesesatan. Kalau anda tidak bisa, maka akan MERUSAK lebih berpeluang daripada MEMPERBAIKI.
      4. Berilmu (dien) itu harus berguru. Tidak mungkin tanpa guru. Dan guru haruslah manusia yang shoolih dan ‘aalim, bukan sembarang orang. Jika seseorang memahami ilmu (dien) tanpa guru, maka yang mengatakan ke-alimannya adalah dirinya sendiri. Bahkan bisa jadi akan lebih sesat dan menyesatkan.
      5. Jangan bingung, tetapi Ustadz sarankan agar teruslah anda mencari ilmu (dien) dan belajar pada orang yang ‘aalim, shoolih, berpegang teguh pada Ahlus Sunnah Wal Jamaa’ah sesuai dengan pemahaman para Shohabat, Taabi’iin, Taabi’ut Taabi’iin, dan para Imam yang mu’tabar dan siapa saja yang setia berpegangteguh pada jalan mereka, dimana saja dan kapan saja. Disamping itu anda tetap memerankan diri setahap demi setahap dalam dunia dakwah ini.

      Barokalloohu fiika…

  143. ayu permalink
    1 January 2012 10:34 pm

    Assalamu’alaikum…
    Ustadz…saya mau tanya, apakah benar ada hadits yang menjelaskan jika awal dan pertengahan ramadhan bertepatan dengan hari jum’at, akan terjadi huru hara (musibah, pertumpahan darah, dan lain-lain) ?
    Kalau ada, bagaimana status hadits tersebut apakah lemah / kuat ?

    • 5 January 2012 8:10 am

      Wa ‘alaikumussalaam Warohmatulloohi Wabarokaatuh,
      Walloohu a’lam, sebelumnya tolong sebutkan sumber berita itu dan kalau belum dapat dipastikan kebenarannya maka tidak perlu dibahas apa yang menjadi isi beritanya.
      Yang jelas bahwa semua hari adalah baik, kecuali hari-hari yang Allooh Subhaanahu Wa Ta’aalaa sudah tentukan pada hari-hari tersebut terjadi sesuatu baik kecil maupun besar, dan sesungguhnya semua akan terpulang kepada kebaikan. Karena semua kebaikan adalah milik Allooh, semua keburukan adalah dibenci Allooh, semua kebaikan yang dilakukan manusia adalah dicintai Allooh, semua kemungkaran dan kema’shiyatan yang dilakukan oleh manusia adalah dibenci Allooh. Allooh Subhaanahu Wa Ta’aalaa tidak mendzolimi makhluk-Nya. Kalaupun Allooh tentukan hari Jum’at adalah hari dimana hari Kiamat akan terjadi, itu pun bukanlah suatu keburukan melainkan kebaikan yang Allooh tawarkan dan kesempatan yang Allooh sudah aba-abakan jauh sebelumnya.

      Barokalloohu fiiki..

  144. ISTRI MINTA CERAI, ISTRI MENGHINA MAHAR. permalink
    2 January 2012 7:26 am

    Assalamualaikum Warrahmatullahi Wabarakatuh pak ustadz,

    Mohon bimbingannya…

    Saya sudah menikah, dan istri saya sedang mengandung.
    Saya awalnya menikah, masih bekerja freelancer, lalu setealah hamil saya bekerja kantoran, namun setelah bekerja kantoran, istri saya mengatakan pada saya, saya suami yang gak bertanggung jawab, gak sayang istri, dan menuduh saya aneh-aneh diluar sana, ini disebabkan saya masih kuliah dan kerja kantoran, serta masih ada beberapa krjaan freelancer yang sudah tenggat waktu. Istri saya tahu pekerjaan saya tersebut. 2 pekerjaan saya freelancer dan kantoran dihinanya. Karena jengkel saya berhenti bekerja dan fokus membuka suatu usaha.

    Suatu malam istri saya menolak untuk tidur bersamaku, dengan alasan ingin tidur dengan mamanya, saya sih tidak masalah dan melarang istri saya untuk bersama ortunya, tapi kalo malam bersamaku, akhirnya kami bertengkar hebat, dia berkata, bahwa aku tidak pernah dianggap suami, dia gak pernah cinta padaku. Akhirnya saya mencoba ke mama-nya agar menengahi permasalahan kami, tapi yang saya dapat adalah orangtuanya membela istri saya dengan mengatakan saya tidak boleh menuntut apa-apa kpd istri saya karena saya belum mampu memberikan kehidupan yang layak, kehidupan yang nyaman pada istri saya. Hingga pada akhirnya mama-nya menyarankan saya untuk memilih hidup dimana, apa bersama mertua saya, atau keluar dari rumah, dan saya memutuskan keluar dari rumah.

    Namun beberapa hari kemudian saya mendengar kabar dari beberapa teman istri saya bahwa saya dikatakan tidak bertanggung jawab dengan istri, keluar dari rumah, dan tidak memberikan nafkah. Padahal bulan 9 saya masih memberikan nafkah.

    Saya mencoba mengajak istri saya untuk ikut dengan saya, namun yang terjadi adalah istri saya meminta cerai, namun saya tidak menanggapinya.
    Beberapa hari saya terus mencoba mengajaknya, dan pada suatu hari istri saya menghina mahar saya dan menghina orang tua saya.

    Saya merasa kesal, marah dan banyak hal di kepala saya yang membuat saya terganggu untuk tidur. Saya merasa istri saya ini kelewatan, saya mencoba mnghubungi ayah istri saya untuk bermaksud mencari jalan keluar namun tidak disangka, ayah-nya tidak sedikitpun merespon masalah kami ini. Saya merasa istri saya tidak pantas mendapatkan mahar yang saya usahakan sendiri, dengan penghinaan tersebut. Saya ingin mengambil
    mahar saya, namun saya tahu mengambil mahar adalah dosa kecuali dengan adanya khuluk istri. Akhirnya setelah membaca An-Nisa:19 yang memperbolehkan untuk mengambil mahar jika istri berbuat keji. Namun saya mengambil bukan untuk menceraikannya, tapi karena merasa terhina, dan dengan bermaksud supaya istri saya menyadari bahwa maharku tidak pantas dia hina, karena dengan ijab dan maharku, kami berdua menjadi halal. Pada
    saat saya mengambil mahar saya mengucapkan pada istri saya kurang lebih sperti ini, “Saya ambil mahar ini dan akan kukembalikan jika kamu meminta maaf dan menarik permintaan ceraimu, kalo kamu benar-benar menggugat cerai, maka mahar ini bukan milikmu lagi”.

    Baru saya ketahui bahwa ayah-nya berkata bahwa, mengambil mahar, suami menjatuhkan talak 3 pada istri. Saya menanyakan istri saya dalil ayah kamu apa?? Menurut istri saya ayahnya memiliki dalil, namun hingga bulan ini saya tidak mendapatkan dalil tersebut, sayapun mencari-cari dalil tersebut, namun saya tidak menemukan dalil yang berkata bahwa suami mengambil mahar jatuhnya talak 3. Yang saya dapati adalah Khuluk
    adalah talak ba’in Shugra, bukan Ba’in Khubra, bukan talak 3, didalam hadis Rasulullah SAW tentang istri Tsabit yang meminta cerai, Tsabit menyetujuinya, sedangkan saya tidak pernah mengiyakan permintaan cerai istri saya tersebut. Saya akan mengiyakan jika ada gugatan cerai.

    Bulan 12-2011, istri saya berubah pikiran untuk tidak cerai, namun ayahnya tetap bersihkeras itu sudah cerai dan jatuh talak 3, sedangkan kedua mertua saya tidak mau membahas ini secara kekeluargaan dan menutup diri serta tidak tahu menahu dengan urusan saya. Kami pun jadi bingung, sudah jalan 4 bulan kami hidup terpisah, pertanyaan saya :

    1. Apakah benar saya mengambil mahar tersebut saya telah menceraikan istri saya dengan jatuhnya seluruh talak saya?

    2. Apakah saya wajib memberikan nafkah untuk istri saya yang sedang kondisi hamil, sedangkan istri saya tidak mau hidup serumah dengan saya dengan alasan pertama dia tidak cinta, lalu setelah cinta dia beralasan karena menurut ayahnya sudah jatuh talak 3?

    3. Hukumnya apa jika istri saya menghina mahar saya? Apakah saya berdosa mengambil mahar tersebut dengan niatan yang seperti saya utarakan diatas tersebut?

    4. Apakah benar saya mengambil mahar tersebut telah dinyatakan bahwa saya telah menyetujui permintaan khuluk istri saya tersebut? Padahal sebelum saya mengambil, saya sudah mengatakan ini itu kepada istri saya, bahwa saya menyetujui kalo dia menggugat cerai di pengadilan dan adapun saya ambil mahar karena persaan kesal dan berniat agar istri menyadari bahwa dia tidak pantas berlaku sperti itu.

    5. Jika benar diambilnya mahar sudah jatuh talak 3, apakah kami berdosa telah melakukan hubungan suami-istri 2 bulan terakhir, karena ketidak tahuan kami, yang saya tahu adalah ambil mahar dosa, dan ambil mahar boleh jika istri melakukan perbuatan keji?

    6. Apakah perbuatan istri saya itu termasuk perbuatan nusyuz kepada suami?

    Terimakasih pak ustadz, Assalamualaikum Wr Wb.

    • 5 January 2012 7:29 am

      Wa ‘alaikumussalaam Warohmatulloohi Wabarokaatuh,

      1. Tidak
      2. Wajib
      3. Istri anda berdosa, dan anda pun bersalah.
      4. Benar semua juga tidak, dan salah semua pun juga tidak.
      5. Tidak berdosa.
      6. Ya.

      Kesalahan Istri Anda:
      Dari apa yang anda ceritakan, terlihat jelas bahwa istri anda kurang dewasa. Istri anda tidak berilmu terutama dalam hukum pernikahan. Istri anda adalah emosional dan tidak bisa mengendalikan emosinya sehingga lebih bergantung kepada emosi dan keputusan pihak keluarganya.

      Kesalahan Anda:
      a) Nampaknya anda cinta pada istri anda sedemikian rupa sehingga mengikuti apa yang menjadi alur emosi istri anda, karena pekerjaan yang lama (freelancer dan kantoran) sampai anda lepas dan beralih pada usaha yang anda rintis, sekedar hanya memenuhi alur emosi istri anda.
      b) Anda memutuskan untuk mengambil mahar karena anda emosi, merasa tersinggung mahar anda tidak dihargai atau karena emosinya istri.

      Kesalahan Orangtua Istri Anda:
      Bisa jadi karena sayangnya pada anak sehingga terlalu dini ikut campur tangan sehingga memperkeruh solusi yang dimunculkan

      Kesalahan Orangtua Anda:
      Orangtua apriori, mendiamkan atau dingin terhadap permasalahan keluarga anaknya adalah merupakan kekeliruan yang lain.

      Kesimpulannya:
      Keempat pihak yang terlibat dalam kasus anda ini adalah tidak luput dari kekeliruan. Ada hal lain yang bisa jadi, merupakan pemicu, yaitu keadaan istri anda yang sedang hamil muda, dimana bisa jadi emosi pada usia kehamilan muda adalah sangat rentan dimana hal ini dipengaruhi oleh pengaruh hormon dan pembentukan janin dalam rahim sang ibu.
      Kalau hal ini tidak disadari oleh semua pihak, maka memungkinkan munculnya salah paham, bahkan bisa berkelanjutan pada perkara yang lebih fatal, antara lain adalah apa yang anda alami.

      Syubhat(Perkara yang Meragukan)dan Jawabannya:
      Orangtua pihak Istri mengatakan bahwa dengan diambilnya mahar maka anda telah jatuh talak tiga.
      Padahal jika seorang suami mengambil mahar yang sudah diberikan pada istrinya adalah sama dengan menyerobot harta orang, bukan perkara cerai. Adapun cerai adalah akan jatuh manakala si suami berniat dengan sadar dan sengaja menjatuhkannya, dan hal itu tidak terjadi sekaligus 3 kali dalam satu waktu, apalagi anda menjelaskan bahwa anda tidak bermaksud menceraikan istri anda. Bahkan anda berulang kali menyatakan hal ini.

      Solusi:
      Solusi yang terhitung keliru adalah:
      1. Anda mengikuti kecenderungan dan pola pikir istri dan emosinya, dengan alasan bisa jadi cinta dan sayang, akan tetapi mengakibatkan perkara yang tidak nyaman.
      2. Mengambil mahar dengan maksud apa pun adalah salah, karena mahar bukan lagi menjadi milik anda, tetapi sudah menjadi milik istri sepenuhnya.

      Solusi yang semestinya:
      1. Upayakan ajak istri untuk duduk dengan jernih lalu berikan padanya pengarahan berdasarkan pendekatan ilmu yang syar’ie, yaitu: Bahwa sebagai istri, tidak boleh membantah suami (dalam perkara yang ma’ruf) apalagi suami adalah sudah berusaha untuk memperjuangkan keutuhan keluarga.
      2. Pahami emosional istri yang bisa jadi terpengaruh oleh kehamilannya, sehingga suami harus lebih banyak memaklumi, mengasuh, membimbing dan lapang dada dalam menghadapinya. Tidak setiap perkara yang mengesalkan dari istri harus disikapi dan tidak setiap permintaan istri harus dipenuhi.
      3. Hendaknya mahar yang sudah diambil, anda kembalikan ke istri anda lagi, sambil meminta maaf padanya bahwa anda keliru mengambilnya tetapi itu anda lakukan karena anda kesal terhadap penghinaannya dan itu bukan karena anda berniat menceraikannya.
      4. Minta maaflah pada mertua, atas kekurangtanggungjawaban atas anaknya selama ini. Hal ini adalah semata-mata bukan atas kesengajaan, tetapi karena keluarga muda yang masih perlu banyak belajar dalam berumahtangga dan itu adalah perlu bimbingan termasuk kurangnya finansial yang memang masih sebagai keluarga muda tentulah yang harus membina bangunan finansialnya hari demi hari.
      5. Anda mantapkan dan matangkan usaha ma’isyah anda agar anda bisa hidup mandiri terpisah dari membebani kedua orangtua baik orangtua anda sendiri maupun mertua anda. Dan mengajak istri untuk hidup mandiri.
      6. Anda jangan lupa memohon pada Allooh Subhaanahu Wa Ta’aalaa yang telah memberi anda jodoh, untuk memecahkan masalah ini dengan mudah dan penuh taufiq serta bimbingan-Nya agar keluarga anda dilimpahi barokah dan rahmat-Nya.
      7. Jika semua upaya ini adalah gagal (mudah-mudahan tidak terjadi), maka jangan anda membuang umur sia-sia, beri nafaqoh terhadap istri dalam waktu yang anda beri batasan toleransinya sembari mengajak terus untuk kembali hidup berumahtangga bersama anda. Dan dalam waktu tersebut anda haruslah sabar, berdoa dan berusaha. Tetapi jika, itu tetap juga gagal, maka anda boleh jatuhkan cerai pada istri anda talaknya satu persatu, sampai batas dimana anda selesai dari urusan cerai, anda cari lagi wanita lain yang shoolihah yang sesuai dengan visi dan misi hidup anda. Dan ingat bahwa hidup ini adalah untuk mengabdi pada Allooh Subhaanahu Wa Ta’aalaa, dan bukan pada hawa nafsu, bukan pada dunia, bukan pada istri atau yang selainnya.

      Barokalloohu fiika…

      • ISTRI MINTA CERAI, ISTRI MENGHINA MAHAR. permalink
        8 January 2012 8:03 am

        Assalamualaikum ustadz, alhamdulillah, terimakasih pak ustadz, melalui ustadz Allah telah memberikan hidayahnya pada saya,

        Pak ustadz, menurut istri saya, bahwa ortu istri saya tidak lagi ingin bertemu dengan saya, bahkan saya juga sempat ke rumah istri saya bermaksud menjalaskan pada ayahnya mngnai pendapat ayahnya, namun yang terjadi saya di usir, bahkan ayah istri saya mengajak saya berkelahi,namun saya membiarkan ayah istri saya memukul saya tanpa perlawanan sama sekali dariku, ayah istri saya tetap berkeputusan bahwa saya menjatuhkan talak 3 pada istri saya, namun ayah istri saya juga tidak mau mendengarkan penjelasan saya. Kata ayah istri saya, bahwa ayahnya tidak ada urusan dengan rumahtangga saya. Saya disuruh menyelesaikannya sendiri bersama istri saya. Namun istri saya juga selalu ngotot pada pendirian ayahnya, wallahu alam pak ustadz, mngkn krn saya yg belum mampu memberikan nafkah yang layak padanya, seperti yg ayahnya berikan kepada dia, sehingga istri saya masih menurut pada ayahnya.

        Pertanyaan saya :

        1. Bagaimana saya harus bersikap,jika kedua mertua saya sudah menyatakan bahwa mereka tidak ada urusan dengan rumahtangga saya maupun anaknya sedang istri saya juga tidak dapat berbuat apa-apa?

        2. Pak Ustadz, beberapa kali keluarga istri saya beprasangka buruk pada saya, bahwa saya menikahi anaknya, dan ada beberapa hal lain lagi yang seakan-akan saya ingin berniat buruk pada keluarganya, dalam hal ini mengenai harta keluarga istri saya, pak ustadz,dalam hati kecil ini kadang saya ingin membuktikan kepada mereka, bahwa saya tidak berniat buruk pada mereka, dengan jalan mengakhiri rumahtangga saya, namun beberapa kali juga, hati kecil saya berkata tidak demikian cara membuktikannya kepada keluarga istri saya, yang jadi pertanyaan saya, apakah saya ini sudah termasuk talak walau dalam hati saja, apa ini tidak termasuk dalam pertimbangan2 bagi seorang suami yang mengalami masalah rumahtangga, dengan niatan menjaga, agar saya tidak terus dihina, n menghentikan segala tuduhan-tuduhan yang di tujukan kepada saya?

        Terimakasih pak ustadz, mohon bimbingannya lagi, sebagai hamba Allah, saya sangat sedikit pengetahuannya, terutama usia pernikahan saya yg masih muda.

        Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.

  145. Abu Alfath permalink
    2 January 2012 12:08 pm

    Assalamu’alaikum Warohmatullohi Wabarokatuh,
    Ustadz, bolehkah orang tua menunda aqiqah anaknya padahal dia mampu?
    Jazakalloh khoir.

    • 5 January 2012 6:50 am

      Wa ‘alaikumussalaam Warohmatulloohi Wabarokaatuh,
      Tidak boleh, walaupun aqiqah adalah ibadah yang hukumnya Sunnah Muakkadaah, tetapi dia adalah mendekati Wajib. Artinya, jika seseorang punya kemampuan maka hendaknya dia melaksanakannya. Dan hendaknya untuk diketahui, Aqiqah ini adalah termasuk Ibadah yang ber-waktu, yaitu sesuai dengan hadits yang shohiih bahwa Aqiqah itu dilaksanakan pada hari ke-7 dari kelahiran sang bayi. Adapun pelaksanaan Aqiqah diwaktu melewati batas itu maka riwayatnya adalah lemah.

      Barokalloohu fiika

      • Abu Alfath permalink
        28 February 2012 2:24 am

        Jazaakalloh khoir atas jawabannya, afwan mau tanya lagi Ustadz, bagaimana sebaiknya bila ada orang tua yang baru mempunyai dana untuk aqiqah lewat hari ke tujuh dari kelahiran anaknya? Bolehkah dana aqiqah diganti untuk infaq pembangunan masjid? Jazaakalloh khoir.

      • 28 February 2012 8:01 am

        Wa ‘alaikumussalaam Warohmatulloohi Wabarokaatuh,
        Boleh saja… Jika kita alpa atau terlambat dari beramal shoolih yang satu, jangan kembali terulang dalam beramal shoolih yang lain… Barokalloohu fiika.

  146. yusup permalink
    4 January 2012 4:48 pm

    Assalamu’alaikum ustadz…
    Ada pertanyaan yang ingin saya utarakan, apakah hubungannya antara haram dan najis. Apakah yang haram itu najis, seperti babi itu haram, apakah dagingnya najis?
    Terima kasih atas penjelasannya… Wassalam Wr.Wb..

    • 5 January 2012 5:51 am

      Wa ‘alaikumussalaam Warohmatulloohi Wabarokaatuh,
      Setiap Najis itu adalah Harom. Tetapi tidak setiap Harom itu adalah Najis.
      Yang tadi anda tanyakan yakni Daging Babi, maka dagingnya, kulitnya, tulangnya, lemaknya dll dari Babi, hukumnya adalah Harom dan Najis.

      Contoh berkaitan dengan yang Harom tetapi tidak Najis, adalah Alkohol. Alkohol pada minuman (Khomr) adalah Harom untuk dikonsumsi, padahal dia tidak Najis.

      Barokalloohu fiika.

  147. arwan permalink
    10 January 2012 10:23 pm

    Assalamu’alaikum Ustadz,

    Maaf ustad, saya ada 2 pertanyaan;

    1. Bolehkah Shalat Dhuha dilakukan secara berjama’ah?
    2. Jika seorang suami menjatuhkan talaq pada istrinya tidak disampaikan langsung ke istri tetapi melalui orang lain. Apakah talaq tersebut sah?

    Jazaakallah khoir

    • 19 January 2012 7:21 am

      Wa ‘alaikumussalaam Warohmatulloohi Wabarokaatuh,
      1. Tidak, karena tidak ada satupun riwayat (Walloohu a’lam) yang meriwayatkan pernah terjadinya Rosuulullooh Sholalloohu ‘Alaihi Wassallam berjamaa’ah dalam Sholat Dhuha.
      2. Sah, jika:
      a) Lafadznya memang Lafadz Talaq (Cerai) dan dengan sadar dan sengaja dipesankannya.
      b) Orang yang dipesani cerai ini adalah orang yang TERPERCAYA (TSIIQOH)
      Barokalloohu fiika

  148. 15 January 2012 11:57 pm

    Assalamualaikum Ustadz.. ana mau bertanya,,

    1. Apakah sah solat di masjid yang di pekarangan masjid itu ada kuburan, letak kuburan di belakang masjid (masih di dalam pekarangan), apakah ana harus mencari masjid lain? Sedangkan masjid lain jauh ustadz..

    2. Bagaimana dengan berwudhu dalam keadaan tidak mengenakan busana (habis mandi), dan bolehkah wudhu di kamar mandi karena sebelum berwudhu kita membaca bismillah, sedangkan di dalam kamar mandi tidak boleh berkata sperti itu,,

    3. Apa hukumnya bertransaksi di bank ustadz karena mengambil dari kemudahannya itu sperti, menabung, mentransfer?

    4. Ustadz bolehkah membantu dana untuk menghajikan orangtua kita? Apakah termasuk birulwalidain & hajinya sah..

    Syukron ustadz, wassalamu’alaikum

    • 19 January 2012 7:11 am

      Wa ‘alaikumussalaam Warohmatulloohi Wabarokaatuh,

      1. Seandainya kuburan itu berada di posisi belakang masjid dan di posisi belakang orang sholat, terlebih jika tidak ada masjid lain kecuali masjid itu, maka Boleh.

      2.Sebaiknya kita lengkap berbusana ketika berwudhu dan sebaiknya berwudhu itu tidak dilakukan didalam kamar mandi atau WC.

      3.Jika tidak ada instansi lain yang membebaskan kita dengan mata rantai riba, maka Boleh (SELAMA HANYA SEKEDAR UNTUK mengambil kemaslahatan berupa mentransfer uang dengan aman). Adapun menabung hendaknya di instansi yang bebas riba, kecuali jika semuanya adalah berbau riba maka Boleh MENABUNG DENGAN CATATAN sebagai berikut:
      a) Menyimpan uang di rumah tidak aman / tidak terkendali
      b) Tidak ada instansi lain untuk menyimpan / menabung uang kecuali hanya Bank
      c) Tidak mengambil atau memanfaatkan bunga riba-nya untuk kepentingan pribadi
      Hal ini diupayakan agar kita tidak melanggaar isi kandungan firman Allooh Subhaanahu Wa Ta’aalaa, “Janganlah kalian bertolong-tolongan dalam DOSA DAN PERMUSUHAN.”

      4) Pasti, karena bukan hanya birrul walidain tetapi juga menjalankan apa yang Allooh Subhaanahu Wa Taa’aalaa firmankan, “Bertolong-tolonganlah kalian dalam kebajikan dan taqwa.”

      Barokalloohu fiika

  149. Abu Alfath permalink
    27 January 2012 7:14 pm

    Assalamu’alaikum Warohmatullohi Wabarokatuh,
    Ustadz, apakah hukum meminum kopi luwak?
    Jazaakalloh khoir.

  150. Endi permalink
    13 February 2012 10:05 am

    Assalamualaikum Ustadz.. saya mau bertanya,,

    Apakah do’a makan yang sering saya ucapkan yaitu Allohuma bariklana fiima rozaktana waqina adzabannar, termasuk amalan bid’ah dan hadistnya lemah?

    Syukron ustadz, wassalamu’alaikum

    • 14 February 2012 9:05 am

      Wa ‘alaikumussalaam Warohmatulloohi Wabarokaatuh,

      Hadits mengenai do’a seperti yang antum utarakan (Alloohumma bariklanaa fiima rozaqtanaa waqina adzabannaar) diriwayatkan oleh Imaam Ibnu Maajah, Imaam Ahmad dan Imaam Ibnu Hibban adalah LEMAH, bahkan LEMAH SEKALI.

      Yang seharusnya kita pakai adalah Hadits yang diriwayatkan oleh Imaam Al Bukhoory no: 5458, juga oleh Imaam Abu Daawud no: 3849 dan Imaam Ibnu Maajah no: 3284 yaitu sebagai berikut:

      الْحَمْدُ لِلَّهِ كَثِيرًا طَيِّبًا مُبَارَكًا فِيهِ غَيْرَ مَكْفِيٍّ ، وَلاَ مُوَدَّعٍ ، وَلاَ مُسْتَغْنًى عَنْهُ رَبَّنَا

      (“Alhamdulillaahi katsiiron thoyyiban mubaarokan fiihi ghoiro makfiyyin, wa laa muwadda’in, wa laa mustaghnin ‘anhu robbanaa”)

      Artinya:
      Segala puji bagi Allooh sebanyak-banyaknya, sebaik-baiknya yang penuh dengan keberkahan didalamnya. Ya Allooh, aku tidak bisa dicukupi, tidak bisa ditinggalkan serta tidak bisa berdiri sendiri tanpa-Mu.”

      Demikianlah semoga jelas adanya, barokalloohu fiika…

  151. arwan permalink
    17 February 2012 8:32 am

    Assalamu’alaikum wr. wb.,
    Usul buat admin, untuk lebih mudah membaca postingan terbaru, alangkah baiknya jika diurut dari atas untuk postingan terbaru / terakhir.
    Semoga memudahkan bagi para pembaca.
    Jazaakumullah khoir

    • 17 February 2012 11:48 pm

      Wa ‘alaikumussalaam Warohmatulloohi Wabarokaatuh,
      Syukron wa jazaakallooh khoyron katsiira atas masukan antum. Alhamdulillah, memang postingan terbaru secara otomatis sudah diletakkan dalam posisi teratas, dalam sistem blog yang menggunakan wordpress ini… Barokalloohu fiika

  152. 22 February 2012 10:23 pm

    Assalamu’alaykum, ustadz ana mau nanya……………….
    Kalau kita sholat sendiri atau berjama’ah tapi saat itu kita mungkin sedang pilek hingga sering cairan hidung keluar kemudian dilap pake tangan apakah batal sholatnya???? Syukron ustadz

    • 1 March 2012 8:21 am

      Wa ‘alaikumussalaam Warohmatulloohi Wabarokaatuh,

      Tidak. Cairan yang keluar dari hidung (ingus) atau ludah atau air mata TIDAK NAJIS. Bahkan kalau mengganggu kekhusyu’an sholat, maka boleh kita membersihkannya dengan tissue atau sejenisnya… Barokalloohu fiika

  153. maulanaa permalink
    24 February 2012 4:30 pm

    Assalamualaikum ustad….
    Ketika saya sholat jama’ah ashar, saya terlambat 3 rakaat, setelah imam salam, saya berdiri untuk menyempurnakan sholat, tapi ketika rakaat yang ke-2 saya lupa tidak duduk tahiyat awal (langsung berdiri), baru saya ingat ketika ruku’……
    Sikap saya yang benar harus bagaimana Ustad?….
    Terimkasih ….

    • 1 March 2012 8:26 am

      Wa ‘alaikumussalaam Warohmatulloohi Wabarokaatuh,

      Teruskan sholat antum sampai dengan roka’at yang terakhir, dan sebelum salam maka lakukanlah SUJUD SAHWI (sujud dua kali, membaca bacaan sujud seperti biasanya) setelah itu barulah Salam. Hanya saja untuk lain kali, upayakan jangan masbuk lagi dan jangan lalai… Barokalloohu fiika

  154. Abdulloh permalink
    26 February 2012 7:45 am

    Assalaamu’alaykum warohmatullohi wabarokatuh..

    Ustadz beberapa waktu yang lalu di sebuah toko kitab ana mendapati sebuah kitab tafsir dengan judul “Shofwatut Tafasiir” karangan “Syeikh Muhammad Ali Ash-Shobuni”. Setelah membaca sepintas, saya merasa tertarik dengan kitab tersebut. Menurut saya kelebihan kitab ini (1) metode penjelasannya ringkas dan (2) terlebih lagi ada penjelasan mengenai unsur balaghoh lafazh-lafazh Al-Qur’an. Akan tetapi kemudian saya mendengar bahwa kitab ini mengandung banyak kesalahan.

    Pertanyaan saya:
    (1) Bagaimana pendapat ustadz mengenai kitab tersebut?
    (2) Kitab tafsir (khususnya tafsir bil lughoh) apakah yang ustadz rekomendasikan untuk dibaca?

    Sebelumnya saya ucapkan Baarokallohu fiik..

    • 1 March 2012 8:15 am

      Wa ‘alaikumussalaam Warohmatulloohi Wabarokaatuh,

      Sebaiknya antum membaca Al Qur’an yang ditafsirkan oleh Syaikh ‘Aburrohmaan bin Naashir As Sa’dy rohimahullooh, yang bernama “Taisiir Kalimir Rohmaan Fi Tafsiir Kalamil Mannaan” karena sangat sederhana, jelas serta mudah difahami.

      Adapun Kitab “Shofwatut Tafasiir” betapapun bisa membantu dari sisi bahasa, tetapi harus waspada dari sisi ‘Aqiidahnya, karena NUANSA ‘AQIIDDAH ASY-‘AARIYYAH NYA KENTAL.

      Barokalloohu fiika

  155. Tribowo permalink
    26 February 2012 6:55 pm

    Asalamu’alaikum wr.wb.. Afwan ustadz ana mau tanya tentang hukum menggerakan jari telunjuk pada saat tahiyat, apakah dari awal tahiyat hingga akhir atau pada saat tertentu saja, atau bahkn tidak digerak-gerakkan sama sekali? Jazakallohu khoiron atas jawabannya.. Wasalamu’alaikum wr.wb..

  156. Ibnu Mustamar Al balitari permalink
    28 February 2012 1:02 pm

    Ustadz,
    Kitab ‘Umdatul Ahkam ada tiga kitab syarhnya ;
    1. Ikhkamul ahkam oleh Imam Daqi’q al ‘ied
    2. Tanbihul ahkam Al Imam As Syaikh Utsaimin
    3. Umdatul Ahkam Syaikh Al Bassam
    Dari ketiganya, manakah yang mudah dan enak untuk para pemula tollabul ‘ilmi
    Jazaakumulloh

    • 1 March 2012 7:37 am

      Wa ‘alaikumussalaam Warohmatulloohi Wabarokaatuh,
      Bagi pemula, gunakan ‘Umdahtul Ahkam Syaikh Al Bassam (no:3)… Barokalloohu fiika

      • Ibnu Mustamar Al balitari permalink
        1 March 2012 10:47 am

        Syukron Ustadz atas jawabannya
        kemudian mengenai Kitab Bulughul Maram dimana banyak dikaji di kajian umum , memang kitabnya kecil, namun ketika dibahas dan dirajihkan sudah begitu pelik
        Maka seyogyanya bagaimanakah dalam hal ini
        Mohon penjelasan dan pencerahnnya
        Jazaakumulloh

  157. Ahmad Junaidi permalink
    29 February 2012 4:36 am

    Assalamu’alaikum Ustadz, apa hukumnya membaca Al Qur’an dengan meniru murattal Syaikh Misyari Rasyid, Sa’ad Al Ghamidi, dll..?
    Mohon penjelasannya..
    Jazakallahu khair

    • 1 March 2012 8:08 am

      Wa ‘alaikumussalaam Warohmatulloohi Wabarokaatuh,

      Bisa termasuk Bid’ah jika membebani diri si pembaca Al Qur’an agar persis sama dengan orang yang ditirunya dalam ketukan, nada, dan sejenisnya, karena membaca Al Qur’an itu adalah seindah mungkin menurut apa yang Allooh Subhaanahu Wa Ta’aalaa berikan bagi dirinya.

      Jangan sampai menjadi pola ibadah tertentu dalam pembacaan Al Qur’an, karena ada perkataan salah seorang Shohabat bernama Hudzaifah Ibnul Yaman rodhiyalloohu ‘anhu sebagai berikut:

      كل عبادة لم يتعبد بها أصحاب رسول الله – صلى الله عليه وسلم – فلا تعبدوها, فإن الأول لم يدع للآخر مقالاً, فاتقوا الله معشر القراء, وخذوا بطريق من كان قبلكم

      Artinya:
      Setiap ibadah yang para Shohabat Rosuulullooh Sholalloohu ‘Alaihi Wassallam tidak melakukannya, maka tinggalkanlah, karena generasi pertama tidak memberi kesempatan pada generasi berikutnya dalam hal ini. Mereka mengatakan, ‘Wahai para pembaca ambillah jalan orang sebelum kalian (– para Shohabat — pent.).”

      Tetapi jika meniru bacaan murottal Syaikh-Syaikh tersebut mengalir bagaikan air apa adanya, maka yang demikian itu adalah boleh, dan termasuk menghiasi Al Qur’an ketika membacanya. Bahkan jika dia seorang Imaam Sholat maka terbaik bagi bacaannya adalah bacaan yang menunjukkan kekhusyu’an terhadap Allooh Subhaanahu Wa Ta’aalaa sebagaimana Imaam Thoowuus rohimahullooh berkata,

      أحسن الناس صوتاً بالقرآن: أخشاهم لله

      Artinya: “Sebaik-baik bacaan adalah bacaan yang paling khusyu’ karena Allooh Subhaanahu Wa Ta’aalaa.”

      Barokalloohu fiika

  158. Ibnu Mustamar Al balitari permalink
    1 March 2012 9:45 am

    Assalaamualaikum Ustadz,
    Bahwa banyak penulisan risalah, penyusunan karya tulis yang dibukukan dan diterbitkan, bukan karya tarjamah, yang sebenarnya para ‘ulama yang lebih ‘alim telah menulis dan menjelaskannya.
    Dan menurut hemat ana sendiri, karya tarjamah yang amanah dan tsiqah lebih afdhal dan ahsan. Karena karya aslinya adalah buah pena para ‘ulama ahlussunnah yang lebih ‘alim.
    Mohon pendapat dan pandangan ustadz,
    Syukron wa jazaakumulloh

  159. 3 March 2012 10:23 pm

    Assalamu’alaykum ustadz ana mau tanya , apakah ada puasa putih???? ana baru denger dari teman, mohon penjelasannya ya ustadz. syukron….

    • 7 March 2012 7:14 am

      Wa ‘alaikumussalaam Warohmatulloohi Wabarokaatuh,
      TIDAK ADA “puasa putih” dalam sunnah Muhammad Sholalloohu ‘Alaihi Wassallam.

  160. Marwah permalink
    4 March 2012 10:17 pm

    Assalamualaikum ustad, saya seorang istri dengan 2 orang anak. Tahun lalu suami saya pernah melakukan hubungan yang jauh dengan seorang wanita. Posisi kami pada saat itu lagi renggang, kemudian dia minta maaf ke saya dan kami mencoba kembali. Tetapi perasaan saya sampai dengan sekarang menjadi berkurang terhadapnya… Saya sudah 3 bulan ini pisah ranjang karena saya tidak mampu ketika akan berhubungan suami istri. Saya merasa sakit dan terpaksa pak. Perasaan saya sudah hilang kepada dia.. Saya khawatir jika terus dilanjutkan, saya terus menjadi nusyuz pak… Apa yang harus saya lakukan? Saya ingin mengajukan khuluk, apakah diperbolehkan atau tidak?
    Kemudian apa yang dimaksud dengan Allah akan menurunkan cinta dan kasih sayang di antara ke-2nya? Karena selama menikah, saya tidak bisa benar-benar mencintai?
    Jazzakumullah khairan

    • 7 March 2012 7:37 am

      Wa ‘alaikumussalaam Warohmatulloohi Wabarokaatuh,
      Pertanyaan anda ini telah dijawab melalui email… Silakan check email anda… Barokalloohu fiiki

  161. Ibnu Mustamar Al balitari permalink
    14 March 2012 7:51 am

    Assalaamualaikum Ustadz,
    Kitab Al Muwatha’ nya Al Imam Malik, dari pandangan ana yang masih dha’if ini sepertinya jarang dibahas dan jarang dijadikan rujukan padahal kitab itu dihafal oleh Al Imam Syafi’i sebelum beliau ke Madinah.
    Mengenai kitab syarahnya, manakah yang terbaik.
    Mohon penjelasannya
    Jazaakumulloh

    • 27 March 2012 7:28 am

      Wa ‘alaikumussalaam Warohmatulloohi Wabarokaatuh,
      Kitab Al Muwaththo’ adalah termasuk Kitab Hadits di fase penghulu dan isinya tidak hanya Maqthu’, Mauquuf dan Marfuu’. Hadits-Hadits didalamnya berisi tentang bukan saja Hadits, tetapi kiat masuk surga.
      Diantara syarah yang sangat mu’tabar dan terkenal adalah kitab At Tamhiid karya Ibnu Abdil Barr rohimahullooh.

      Sebagai catatan:
      Maqthu’ = riwayatnya adalah terputus dari Rosuulullooh Sholalloohu ‘alaihi Wassallam, atau hanya sampai pada Taabi’iin.
      Mauquuf = riwayatnya adalah sampai hanya pada Shohabat Rosuulullooh Sholalloohu ‘alaihi wassallam
      Marfuu’ = riwayatnya adalah sampai pada Rosuulullooh sholalloohu ‘alaihi wassallam

      Barokalloohu fiika…

  162. wiwin permalink
    20 March 2012 10:14 am

    Assalamualaikum wr.wb….
    Nama saya Wiwin
    Di – Bogor, Jawa Barat
    Sebelumnya saya ucapkan terima kasih dan ingin konsultasi mengenai hal berikut.
    1). “Maaf…” Apakah benar berdosa, kalau celana dalam seorang anak perempuan yang sudah dapat haid (sudah dewasa) dicuci oleh ibu kandungnya sendiri? Karena saya kenal seorang Ustad di tempat kerja saya dan kata Ustad tersebut “kita BerDosa, kalau ibu kita mencuci celana dalam kita.”
    2). Apakah ada dalil dalam Al-Quran maupun Sunnah atau Firman Allah yang menyebutkan hal ini?
    3). Kalau berDosa. Dosanya seperti apa?
    Terima kasih…
    Wasalamualaikum wr.wb.

    • 27 March 2012 7:16 am

      Wa ‘alaikumussalaam Warohmatulloohi Wabarokaatuh,

      1) Sebenarnya, tidak mengapa secara syar’ie. Hanya saja, semestinya anak tersebut sudah dapat mencucinya sendiri dan tidak membebani orangtuanya.
      2) Tidak berdosa jika ibunya rela.

      Barokalloohu fiiki…

  163. 21 March 2012 10:16 am

    Assalamualaikum..

    Ustadz ana mau bertanya:

    Setiap pagi saya memimpin meeting di tempat kerja ana, dan dihadiri orang muslim dan non muslim. Setelah selesai saya memimpin do’a sebagai rangkaian acara penutup meeting tersebut dengan berkata “Sebelum memulai pekerjaan, mari kita berdo’a sesuai agama dan kepercayaan masing-masing agar dimudahkan dan diberi keselamatan dalam bekerja”. Apakah hal tersebut dibolehkan ustadz? Dan sebaiknya bagaimana apakah ada kalimat lain?

    Wassalamualaikum..

    • 27 March 2012 7:13 am

      Wa ‘alaikumussalaam Warohmatulloohi Wabarokaatuh,

      Sebaiknya antum berkata, “Sebelum memulai pekerjaan, marilah kita berdo’a kepada Allooh.”

      Barokalloohu fiika…

  164. Hamzah Fansyury permalink
    25 March 2012 4:36 pm

    Assallamuallaikum….

    Ustadz saya mau tanya beberapa pertanyaan.

    1. Bagaimana caranya agar Sholat kita Khusyuk? Terkadang di saat Sholat sempat terlintas pikiran-pikiran yang sekiranya kita lupa atau apa yang akan kita kerjakan nanti.
    2. Solusi untuk apabila maaf ( kentut / buang angin ) ditengah-tengah sholat tapi posisi shaf kita berada di depan atau di tengah-tengah jama’ah sholat.

    Terima kasih.

    Wassallam….

    • 27 March 2012 6:53 am

      Wa ‘alaikumussalaam Warohmatulloohi Wabarokaatuh,

      1. Kiat khusyu’ itu:
      – Hindari sedapat mungkin ma’shiyat, sehingga sesedikit mungkin memori kemungkaran tertanam dalam benak kita.
      – Makanan dan minuman hendaknya Halal karena apa yang kita konsumsi bisa menyebabkan kita berpotensi sulit beribadah pada Allooh Subhaanahu Wa Ta’aalaa karena energi yang dipakainya berasal dari yang Harom. Termasuk pakaian, janganlah memakai pakaian yang berasal dari asal yang Harom.
      – Sempatkan waktu khusus untuk sholat dan bekukan segala perkara yang bertalian diluar sholat, sehingga memungkinkan untuk berkonsentrasi penuh, seperti misalnya: jam 11.45 sampai jam 12.15 siang adalah waktu untuk sholat dhuhur, maka pada saat itu pisahkan diri dari hiruk pikuk hidup dan kehidupan, bahkan bila perlu handphone pun dimatikan.
      – Pelajari bahasa yang kita ucapkan dalam sholat. Pahami terjemahan, isi dan maksudnya. Yang demikian itu sangat membantu khusyu’nya sholat kita. Jangan sampai badan kita menghadap kiblat, mulut kita komat-kamit, tetapi sebenarnya tidak sadar sedang menghadap Siapa dan apa yang dibaca.
      – Usahakan tidak banyak bergerak dan usahakan pandangan tertuju pada titik sujud dan tidak “jelalatan” ke kanan, ke kiri, keatas, kebawah.
      – Sedapat mungkin menghindar dari kegaduhan dan kebisingan yang memperbising pendengaran. Juga hindari perkara yang mengganggu dan menyibukkan pandangan. Karena jika itu terjadi, maka pikiran kita akan tersibukkan dengan apa yang terlihat oleh mata.

      2. Sutroh (Tabir / Pembatas) ketika kita sholat berjama’ah adalah Sutrohnya Imaam Sholat. Berarti, jika seseorang batal / terputus Hadatsnya, maka baginya boleh keluar dari shaf, dari arah manapun, walaupun harus melalui shaf jamaa’ah lainnya. Karena yang demikian itu adalah sesuai dengan konsekwensi dalil tadi (bahwa Sutrohnya Imaam Solat adalah Sutrohnya Ma’mum). Juga tidak memungkinkan dan tidak patut bagi orang yang sudah batal sholatnya, tetapi dia tetap di tempatnya semula. Sholat juga tidak, pergi juga tidak. Tentu yang demikian itu adalah kekeliruan.

      Dan bagi jamaa’ah sholat lainnya yang melihat kekosongan akibat ditinggalkan oleh orang yang batal sholatnya tadi, hendaknya merapatkan kembali shafnya (bergeser merapat ke kanan atau ke kiri, atau salah seorang yang berdiri di shaf dibelakangnya maju kedepan mengisi kekosongan tersebut, tanpa harus dipaksa atau disuruh).

      Adapun orang yang tadi meninggalkan shaf, maka baginya jika telah mengambil air wudhu kembali, ia dapat kembali mengikuti sholat berjamaa’ah tersebut di shaf belakang, dan mengikuti gerakan Imaam Sholat sebagaimana mestinya, dan menambahkan kekurangan raka’at jika Imaam-nya sudah Salam.

      Barokalloohu fiika…

  165. umu nissa permalink
    25 March 2012 8:26 pm

    Assalamualaikum Ustadz, saya umu Nissa. Bertahun-tahun yang lalu saya pernah mengikuti dirosah ustadz, sampai anak laki-laki saya, saya kasih nama Ahmad Rofii juga. Saya mau minta tolong, dulu saya,dan putri-putri saya memakai hijab (dan saya pernah memakai cadar segala), tapi sekarang semua itu sudah tidak lagi… saya ingin kembali ustadz, saya tidak tau caranya gimana. Saya tidak tau mau konsul sama siapa. Banyak yang ingin saya sampaikan.. tapi tidak tau mau mulai dari mana…. (dulu saya pernah tinggal di Tambun Bekasi…)

    • 27 March 2012 7:30 am

      Wa ‘alaikumussalaam Warohmatulloohi Wabarokaatuh,
      Jawaban telah dikirim melalui email anti… Silakan mengecheck emailnya… Barokalloohu fiiki

  166. Ibnu Mustamar Al balitari permalink
    28 March 2012 4:58 pm

    Assalaamualaikum
    Ustadz, ana sangat mencintai Al Imam Bukhari beserta kitab Shahihnya
    Dari Syarh Shahih Bukhari berikut, mohon bisa arahannya, mana yang mudah untuk diikuti dan difahami bagi pemula / pelajar dalam menuntut ilmu :
    1. Fathul Bari – Al Hafidz Ibnu Hajar
    2. Umdatul qari’ – Imam Ibnu ‘aini
    3. At Tawassikh – Imam Suyuthi
    4. Syarh Shahih Bukhari – Imam Ibnu Ustaimin

    Jazaakumulloh khair atas nasehat dan arahannya

    • 29 March 2012 9:49 am

      Wa ‘alaikumussalaam Warohmatulloohi Wabarokaatuh,
      Bacalah terlebih dahulu Syarh Shohiih Al Imaam Al Bukhoory yang ditulis oleh Syaikh ‘Utsaimiin rohimahullooh…. Barokalloohu fiika

  167. Ibnu Mustamar Al balitari permalink
    30 March 2012 11:05 am

    Assalaamualaikum
    Ustadz, mengenai kitab Tarikh dan siyar yang di dalamnya juga sarat akan nasehat dan teladan para salafunas shaalih, dengan keterbatasan waktu dan dana , manakah dari kitab tarikh/siyar berikut yang minimal perlu untuk saya/kami miliki untuk dijadikan rujukan .
    Mohon nasehat dan irsyadnya.

    1. Tarikh Umam wal Mulk – Imam At Thabari
    2. Tarikh Ad Dimasqi – Imam Ibnu Asakir
    3. Al Bidayah Wa nihayah – Al Hafidz Ibnu Katsir
    4. Tarikh An Naisaburi – Imam Hakim
    5. Al Ishobah fii Tamyiiziz shohaabah – Al Hafidz Ibnu Hajar
    6. Tarikh Al Kabir – Al Imam Bukhari
    7. Siyar ‘allam wannubalaa – Al mam Adz dzahabi

    Jazaakumullohu khairan

    • 31 March 2012 7:32 am

      Wa ‘alaikumussalaam Warohmatulloohi Wabarokaatuh,

      Sebenarnya dari 7 Kitab yang anta sebutkan tersebut adalah Kitab yang tergolong “besar” (berjilid-jilid dan cukup mahal), walau demikian bila harus memilih 1 dari 7 judul tersebut, maka ana sarankan yang nomor 7 “Siyar a’laamun Nubalaa” karya Al Imaam Adz Dzahaby rohimahullooh. Kitab ini ada siroh nabinya dan ada siroh shohabatnya, bahkan siroh para ‘Ulama dan para Imaam hingga zaman Al Imaam Adz Dzahaby rohimahullooh.

      Tapi kalau diluar ke-7 judul yang anta sebutkan tadi, maka Ustadz sarankan Kitab bernama “At Taariikh Al Islaamy” karya Syaikh Ahmad Sakir. Karena Kitab ini relatif lengkap, ringkas, padat dan cukup untuk dibaca bagi orang yang memiliki keterbatasan waktu dan dana. Hanya saja, Kitab ini susah dicari di Indonesia, bahkan beberapa jilidnya tidak diterbitkan ulang. Kalau antum mau mencarinya, antum dapat menitip Kitab tersebut kepada para ikhwan yang tinggal atau akan pergi ke Mesir.

      Barokalloohu fiika…

  168. Abu Alfath permalink
    7 April 2012 1:51 am

    Assalaamu’alaikum warohmatullohi wabarakaatuh,
    Ustadz, benarkah ada ucapan atau perbuatan nabi yang tidak dikategorikan sebagai hadits?
    Jazaakalloh khoir

    • 12 April 2012 11:07 pm

      Wa ‘alaikumussalaam Warohmatulloohi Wabarokaatuh,
      Tidak Benar….
      Barokalloohu fiika

  169. Ibnu Mustamar Al balitari permalink
    9 April 2012 11:17 am

    Assalaamualaikum warohmatulloohi wabarokaatuh

    Ustadz, dari Kutubut Tafsir yang telah disusun oleh para imam mufassirin ahlussunnah berikut , mohon saran dan penjelasannya , dalam kami memilihnya sebagai rujukan yang tidak terlalu rumit dan panjang, namun kami juga mendapatkan asbabun nuzul dan riwayat /hadits pendukungnya.

    1. Tafsir At Thabari – Al Imam Ibnu Jarir At Thabari
    2. Tafsir Al Qurtubi – Al Imam Al Qurtubi
    3. Tafsir Ibnu Katsir – AL Hafidz Al Imam Ibnu Katsir
    4. Tafsir Durur Mansur – Al Imam Suyuthi
    5. Tafsir Fathul Qadir – Al Imam Assyaukani
    6. Tafsir Adwaul Bayan – Al Imam Asysyinqithi
    7. Tafsir Karimir Rahman – Al Imam Nashr As sa’di
    8. Tafsir Tematik per surat oleh Al Imam Syaikh utsaimin

    Syukron wa jazaakumullohukhairan sebelumnya.

    • 12 April 2012 11:03 pm

      Wa ‘alaikumussalaam Warohmatulloohi Wabarokaatuh,

      Ana sarankan antum mencari seperti:
      1. “Tafsiir Taisiir Al Kalimirrohmaan fi Tafsiir Kalaamil Mannaan” karya Syaikh ‘Abdurrohmaan bin Naasir As Sa’di rohimahullooh
      2. “Aisar At Tafaasiir” karya Syaikh Abubakar Al Jazaa’iry rohimahullooh
      3. “Zubdatut Tafsiir” karya Syaikh Muhammad bin Sulaiman Al Asyqor rohimahullooh

      Barokalloohu fiika

  170. Ibnu Mustamar Al balitari permalink
    10 April 2012 10:59 am

    Asssalaamu’alaikum warohmatullohi wabarokaatuh
    Ustadz, apakah benar bahwa sebagian dari para ahlul’ilmi dari kalangan muhadits memberikan syarat untuk hadist shahih selain dari syarat yang dibawah ini :
    1. Ruwaatu ‘uduulun
    2. Tammudzabhti
    3. Ittishaalussanadi
    4. Ghairu syadz
    5. Ghairu mu’allal

    Mohon penjelasannya
    Jazaakumullohu khairan

  171. 13 April 2012 6:46 pm

    Assalamualaikum..
    Pak ustadz, suami saya Islam tapi dia tak pernah mengerjakan sholat. Saya sering kali mengingatkan dengan halus untuk sholat karena memang sudah kewajiban seorang muslim. Ucapan saya tak pernah dihiraukan, kami sering bertengkar karena selalu mempermasalahkan hal ini.
    Yang ingin saya tanyakan “Saya harus bersikap bagaimana?”
    sukron, wasalamualaikum..

    • 19 April 2012 8:50 am

      Wa ‘alaikumussalaam Warohmatulloohi Wabarokaatuh,

      Sebelumnya mohon maaf, karena kesibukan Ustadz, maka pertanyaan ini baru dapat terjawab sekarang.

      Orang yang tidak menjalankan sholat DENGAN SENGAJA, setelah dia tahu bahwa sholat itu adalah Wajib (fardhu ‘ain), maka dia berpindah dari Muslim MENJADI MURTAD (KAAFIR SETELAH ISLAM). Yang demikian ini, seperti yang Rosuulullooh Sholalloohu ‘Alaihi Wassallam hukumi sendiri.

      Dan jika seseorang telah bersuami istri / berkeluarga, maka hukumnya menjadi CERAI. Dan bagi seorang wanita yang bersuami demikian, boleh dia pulang ke rumah orangtuanya. Dan suami yang demikian itu, jika dia mati sedangkan dia belum bertaubat, maka dia tidak berhak disholati, tidak berhak dikuburkan di kuburan kaum muslimin, tidak berhak menerima waris dan tidak mewariskan.

      Semoga Allooh Subhaanahu Wa Ta’aalaa memberikan hidayah padanya…

  172. maulana permalink
    16 April 2012 11:08 am

    Assalamualaikum Ustd….
    mohon penjelasannya tentang Qs. Al Hadid:11,tentang Meminjamkan Kepada Allah..
    jazakumullah…

  173. 16 April 2012 9:53 pm

    Assalamualaikum… Ustadz, ini ada pertanyaan dari seorang ibu Linda Oktaria di fb :
    Saya mau tanya gimana sikap saya terhadap suami yang tidak melaksanakan sholat, saya seringkali mengingatkannya untuk sholat karena itu memang kewajiban kita sebagai muslim.. Tapi dia selalu saja ada jawaban. Dulu saya sering bertengkar karena selalu mempermasalahkan masalah ini…
    Sekarang kami berjauhan, saya di Sukabumi di rumah mertua; suami saya di Jambi. Saya disini ngurus anak, putra saya 1 umur 5 tahun kata dokter. Autis hiferaktif, jadi disini ngurus anak sekalian bawa terapi anak saya.
    Jd saya; suami cuma bisa komunikasi lewat telpon 1 atau 2 bulan sekali dia ke Sukabumi. Tetapi juga sampe sekarang dia belum juga belum menjalankan sholat. Bagaimana cara saya bersikap sama suami.. Terimakasih,
    Ibu ini bertanya pada saya tapi saya masih kuliah jadi belum mantap ilmu, takutnya salah jawab, ustadz… wassalamualaikum.

    • 19 April 2012 8:49 am

      Wa ‘alaikumussalaam Warohmatulloohi Wabarokaatuh,

      Sebelumnya mohon maaf, karena kesibukan Ustadz, maka pertanyaan ini baru dapat terjawab sekarang.

      Orang yang tidak menjalankan sholat DENGAN SENGAJA, setelah dia tahu bahwa sholat itu adalah Wajib (fardhu ‘ain), maka dia berpindah dari Muslim MENJADI MURTAD (KAAFIR SETELAH ISLAM). Yang demikian ini, seperti yang Rosuulullooh Sholalloohu ‘Alaihi Wassallam hukumi sendiri.

      Dan jika seseorang telah bersuami istri / berkeluarga, maka hukumnya menjadi CERAI. Dan bagi seorang wanita yang bersuami demikian, boleh dia pulang ke rumah orangtuanya. Dan suami yang demikian itu, jika dia mati sedangkan dia belum bertaubat, maka dia tidak berhak disholati, tidak berhak dikuburkan di kuburan kaum muslimin, tidak berhak menerima waris dan tidak mewariskan.

      Semoga Allooh Subhaanahu Wa Ta’aalaa memberikan hidayah padanya…

      • agung permalink
        21 April 2012 1:10 pm

        Syukron ustadz jawabannya, beliau sudah baca. Namun ini apa ada haditsnya, ana pengen tahu haditsnya…

  174. Ibnu Mustamar Al balitari permalink
    18 April 2012 4:04 pm

    Assalaamualaikum
    Ustadz, Urutan peringkat hadits shahih sebagaimana yang dijelaskan oleh As Syaikh Muhammad Fuad Abdul Baqi’ di Muqaddimah Kitab Allu’lu’u wal Marjaanu adalah :
    1. Hadits Riwayat Bukhari-Muslim
    2. Hadits Riwayat Bukhari
    3. Hadits Riwayat Muslim
    4. Hadits atas Syarat Bukhari-Muslim
    5. Hadist atas Syarat Bukhari
    6. Hadist atas Syarat Muslim
    7. Hadist atas syarat hadist shahih

    Mohon penjelasannya , bahwa hadits yang masuk kategori no.4 sampai no.7 ada di kitab hadist apa saja ?
    Jazaakumulloh sebelumnya
    Barokallohuufiikum

    • 3 May 2012 9:13 am

      Wa ‘alaikumussalaam Warohmatulloohi Wabarokaatuh,
      Afwan.. karena kesibukan yang ada, maka pertanyaan antum baru dapat terjawab sekarang.
      Hadits no: 4-7, terdapatnya antara lain di:
      – Kitab Al Mustadrok Imaam Al Hakim
      – Kitab Shohiih Imaam Ibnu Hibaan
      – Kitab Shohiih Imaam Ibnu Hudzaimah
      dan lain-lain…. Barokalloohu fiika

  175. Ibnu Mustamar Al balitari permalink
    19 April 2012 3:09 pm

    Assalaamualaikum
    Ustadz, Urutan tingkatan dalam pengkhabaran hadits yang telah ana fahami adalah sbb.
    Mohon koreksi dan pelurusannya jika ada yang khatta’.
    Jazaakumullohu khairan

    1. Haddatsanaa
    2. Haddatsanii
    3. Akhbaranaa
    4. Akhbaranii
    5. Anba ana
    6. Sami’tu
    7. Wajadtu

    Syukron katsiiron

    • 3 May 2012 8:55 am

      Wa ‘alaikumussalaam Warohmatulloohi Wabarokaatuh,
      Urutan diatas sudah benar… Barokalloohu fiika

  176. ridha permalink
    19 April 2012 8:41 pm

    Ustad yang dirahmati Allah, saya ingin bertanya, akhir-akhir ini banyak penjual kue dengan tema kartun, apa boleh membuat boneka dari gula untuk hiasan kue tart ulang tahun anak kecil? Apa hukumnya sama dengan membuat patung?
    Bagaimana juga hukum melukis diatas kue kering? Saya sangat membutuhkan jawaban ustad.. Syukron atas jawabannya.

    • 21 April 2012 8:55 am

      1. Perlu diketahui bahwa MERAYAKAN ULANG TAHUN termasuk perilaku yang menyerupai perbuatan orang-orang kaafir atau didalam Syari’at Islam dikenal dengan istilah TASYABBUH, dimana hal ini adalah Harom hukumnya.

      Dengan demikian, dilarang bagi setiap kita kaum Muslimin untuk bertolong-tolongan dalam memakmurkan dan menyemarakkan hal ini. Karena dia adalah dosa.

      2. Melukis dan menggambar MAKHLUK HIDUP/ BERNYAWA hukum asalnya adalah Harom; walaupun ‘Aa’isyah rhodiyalloohu ‘anha semasa kecilnya bermain dengan sejenis boneka, sehingga para Ulama membolehkan seperti sebagai pengenalan makhluk hidup bagi anak-anak yang belum baligh.

      Karena itu, maka Ustadz sarankan:
      a) Selama menggambar / melukis itu berupa pengenalan makhluk untuk anak-anak yang belum baligh, maka insya Allooh yang demikian itu adalah Boleh.
      b) Hendaknya mencari pangsa pasar yang tidak menjerumuskan kita pada perkara-perkara yang bersinggungan dengan perkara yang diharomkan Syari’at agar hidup kita berkah, setelah mati kita mendapat jannah (surga).

      Barokalloohu fiik.

      • ridha permalink
        4 May 2012 4:21 pm

        Jazakumullah Ustadz atas jawabannya…

  177. mashuri permalink
    27 April 2012 10:10 am

    Assalamu’alaikum ustadz,
    saya ada beberapa pertanyaan yang masih mengganjal di hati nih
    1. Saya pernah dengar kalau rejeki, jodoh dan mati sudah diatur Allah, bahkan sebelum kita lahir ke bumi ini rejeki dan jodoh selain sudah ditentukan kita juga harus berusaha/ mencari, sedangkan mati hanya Allah yang tau kapan dan dimananya. Kalau orang yang bunuh diri itu apakah memang caranya itu sudah takdir Allah atau bukan ustadz?

    2. Saya pernah dengar kalau rangkaian gempa yang terjadi di dunia ini adalah dalam menyambut kedatangan Imam Mahdi dan begitu Imam Mahdi muncul seluruh umat Islam harus berbaiat kepadanya. Yang jadi pertanyaan saya:
    – Imam Mahdi itu muncul dimana ustadz? Apa di negara Arab atau di negara yang minoritas muslimnya atau juga bukan negara Islam tapi muslimnya mayoritas?
    – Apakah semua umat Islam sadar akan kehadiran Imam Mahdi atau hanya yang dikehendaki Allah saja?
    – Bagaimana caranya berbaiat kepada Imam Mahdi seandainya berada di negara yang jauh disana?

    Jazaakumullahu khairan sebelumnya.

    • 7 May 2012 7:43 am

      Wa ‘alaikumussalaam Warohmatulloohi Wabarokaatuh,

      1. Kalau bunuh diri itu sudah terjadi, maka itu adalah takdir Allooh Subhaanahu Wa Ta’aalaa. Tetapi, kalau bunuh diri itu belum terjadi, maka jauh-jauh hari Allooh Subhaanahu Wa Ta’aalaa dan Rosuul-Nya Sholalloohu ‘alaihi wassallam TELAH MELARANG BUNUH DIRI, bahkan mengancam keras orang yang bunuh diri, dan itu termasuk DOSA BESAR. Sementara Allooh Subhaanahu Wa Ta’aalaa sudah membekali manusia dengan dien, dengan akal, dengan diutusnya Nabi dll; yang dengannya seseorang tahu bahwa bunuh diri adalah tercela dan dilarang, bahkan merugikan bukan saja pelakunya tetapi juga orang lain, bukan saja merugikan di dunia tetapi juga di akherat nanti. Sehingga jika seseorang bunuh diri, maka dia telah mengikuti ajakan Iblis yang menyesatkan dan hawa nafsu Syaithoon. Maka tidak aneh kalau pedang memang bisa menyebabkan terpisahnya leher dan tubuh manusia jika ditebaskan padanya. Itu adalah disebut Takdir Kauni. Tetapi untuk diketahui bahwa ketika larangan Bunuh Diri dilanggar, maka adil jika Allooh Subhaanahu Wa Ta’aalaa menjadi murka dan mengadzabnya, dimana yang demikian itu disebut dengan Takdir Syar’ie.

      2. Untuk pertanyaan tentang Imam Mahdi, silakan anda membaca ceramah berkaitan dengan Imam Mahdi yang telah kami muat dalam Blog ini: “Al Mahdi (Imaam Mahdi)
      ( Silakan klik/ buka: https://ustadzrofii.wordpress.com/2011/05/10/al-mahdi-imaam-mahdi/ )

      Barokalloohu fiika..

  178. ridha permalink
    4 May 2012 3:32 pm

    Assalamualaikum. Ustadz yg dirahmati Allah, saya ingin bertanya :
    1.Bagaimana hukumnya membuatkan bekal anak (bento) dengan berbagai macam bentuk, misalnya boneka, bintang dengan motif yg lucu sehingga anak tertarik untuk memakannya
    2. Hukum membuat hiasan kue tart anak2 yang berupa boneka/tokoh kartun dimana hiasan ini dibuat sendiri dari gula dan dapat dimakan. (seperti fondant cake) apakah sama seperti hukum membuat patung/lukisan?
    3. Hukum jika membuat kue pesanan org kristen untuk merayakan natal dan semacamnya.
    Jazzakillah ustadz, jawaban ustadz saya sangat harapkan..

    • 7 May 2012 8:14 am

      Wa ‘alaikumussalaam Warohmatulloohi Wabarokaatuh,

      1. Berfikir tentang:
      a) Bagaimana membuat makanan yang enak dan menarik
      b) Menjadikan anak suka dan tertarik untuk makan,
      adalah kesadaran orangtua yang positif. Akan tetapi, lagi-lagi Syari’at Islam yang harus didahulukan dari sekedar selera anggota tubuh yang panjangnya tidak lebih dari 10 cm saja (maksudnya: mulut dan kerongkongan manusia).
      Jika, makanan itu menarik, tetapi juga Syar’ie maka itu adalah keluhuran. Tetapi, jika seandainya tidak ada jalan lain kecuali makanan itu kurang menarik bagi anak, maka disini peran orangtua untuk menanamkan hakekat pendidikan dalam Islam. Misalnya:
      a) Qona’ah, dalam artian: Tanamkan pada anak kita untuk menerima apa adanya, dan tidak boleh Tamak apalagi mengikuti hawa nafsu.
      b) Tanamkan bahwa ketaqwaan dan konsekwen mendahulukan syari’at harus diutamakan daripada sekedar SELERA.
      c) Hendaknya kita sangat selektif terhadap budaya dan peradaban. Terkadang, kita pusing dibuatnya akibat berfikir dan berkreasi tentang makanan dan sejenisnya yang variatif, padahal TAQWA kepada Allooh Subhaanahu Wa Ta’aalaa tidak ditumbuhkan gairah dan semangatnya. Semestinya seseorang lebih sibuk memperbanyak macam, ragam, jumlah ibadah sesuai Syari’at agar meraih surga yang didalamnya apa saja ada, dan tidak sebaliknya yakni berpandai-pandai berkreasi dalam makanan sementara berbagai ma’ruf luput, berbagai mungkar liar.

      2. Adapun berkenaan dengan membuat hiasan kartun / boneka diatas kue tart, maka:

      Jika pembuatan itu dimaksudkan sebagai:
      a) Pengenalan bentuk makhluk ciptaan Allooh,
      b) Mainan untuk anak-anak yang BELUM BALIGH,
      maka yang demikian itu tidak mengapa.

      Akan tetapi, jika:
      a) Berbentuk kartun yang pasti adalah kurofat, dan takhayul
      b) Bentuk-bentuk yang mengenalkan peradaban orang-orang kaafir dan fasiq yang dilarang Syar’ie, dengan tujuan untuk menyerupai mereka,
      maka yang demikian itu Tidak diperbolehkan.

      Contoh: membuat makanan / kue / apa saja dalam bentuk misalnya kucing / ayam / harimau biasa dll untuk anak yang BELUM BALIGH tadi untuk sekedar pengenalan bentuk, adalah boleh. Tetapi kalau makanan / kue / apa saja itu berbentuk SINTERKLAS, SALIB, KAKI MANUSIA YANG DIBENTUK PERMEN, BABI, SINCHAN, BARBIE dll maka yang demikian itu Tidak boleh.

      3. Tidak boleh membuat pesanan kue untuk hari raya orang-orang kaafir, karena Tidak boleh mendukung kemungkaran / kekufuran.

      Barokalloohu fiik…

  179. Ibnu Mustamar Al balitari permalink
    8 May 2012 4:30 pm

    Assalaamualaikum warohmatullohi wabarokaatuh
    Ustadz, Saat kita minum air zam zam sambil memohon sesuatu yang kita inginkan kepada Alloh, saat meminumnya apakah saat di masjidil haram ? ataukah bisa di rumah ?
    Mohon penjelasannya jazaakumullohu khairan
    Ibnu Mustamar Al Balitari

    • 17 May 2012 8:51 am

      Wa ‘alaikumussalaam Warohmatulloohi Wabarokaatuh,
      Dimana saja, kapan saja jika kita hendak meminum air zam-zam hendaknya sempatkan berdoa, baik do’a sesuai tuntunan Rosuulullooh Sholalloohu ‘Alaihi Wassallam tentang meminum air zam-zam, maupun do’a sesuai kebutuhan antum.
      Barokalloohu fiika…

  180. Ibnu Mustamar Al balitari permalink
    15 May 2012 8:38 am

    Diriwayatkan Ibnul Mubarak dalam kitab “az-Zuhd” : Bahwa apabila PENGHUNI SYURGA telah MASUK ke dalam SURGA, lalu mereka tidak menemukan SAHABAT2 mereka yang selalu bersama mereka dahulu di dunia. Mereka lalu bertanya tentang sahabat-sahabat mereka kepada ‎​​اَللّهُ … :
    “Yaa Rabb, kami tidak melihat saudara-saudara kami yang sewaktu di dunia SHOLAT bersama kami, PUASA bersama kami…”
    “Maka ‎​​اَللّهُ berfirman: “Pergilah ke NERAKA, lalu keluarkanlah sahabat-sahabatmu yang di hatinya ada iman walaupun hanya sebesar zarrah..!!”

    Al-Hasan Al-Bashri berkata: “PERBANYAKLAH sahabat-sahabat mukminmu, karena mereka MEMILIKI SYAFAAT pada hari kiamat”.

    Ibnul Jauzi pernah berpesan kepada sahabat-sahabatnya sambil menangis: “Jika kalian tidak menemukan aku nanti di surga bersama kalian, maka tolonglah bertanya kepada ‎​​اَللّهُ tentang aku: “Wahai Rabb kami, hambamu fulan, sewaktu di dunia SELALU MENGINGATKAN kami tentang Engkau, maka masukkanlah dia bersama kami di surgaMu…”

    Mohon penjelasannya apakah shahih riwayat tersebut .
    jazaakumullohu khairan
    Ibnu Mustamar Al Balitari

  181. Lucky permalink
    15 May 2012 10:53 am

    Assalmualaikum ustad, ana mau nanya bila ada ayah meninggal dunia, punya ana laki laki 2, usia 16 dan 8 tahun, dan 1 istri, bagaimna dengan perhitungan hak warisnya?
    Yang kedua ustad, bagaimna memperlakukan jenazah korban kecelakaan pesawat terbang yang sudah tidak utuh dan hangus terbakar, bagaimana cara memandikannya? Bagaimana cara pemakamannya?
    Jazakalloh ustad

    • 17 May 2012 8:41 am

      Wa ‘alaikumussalaam Warohmatulloohi Wabarokaatuh,
      1. Data yang antum berikan masih belum lengkap, sehingga Ustadz belum bisa memberikan jawaban terhadap pertanyaan antum berkaitan dengan maslah hak waris. Hendaknya antum melengkapi data lain misalnya: apakah si Ayah yang meninggal dunia tersebut memiliki kakak / adik, apakah Bapak dan Ibu dari si Ayah yang meninggal dunia tersebut masih ada / tidak. Karena hal tersebut menjadi faktor pendukung terhadap jawaban pertanyaan antum.
      2. Jika:
      – Jenazah termasuk udzur untuk diperlakukan secara sempurna menurut hukum Jenazah, maka diperlakukan hukum darurot. Misalnya:
      a) Ketika jasad jenazah sudah hancur berantakan, tidak mungkin dimandikan, maka tidak perlu dimandikan.
      b) Untuk mengkafani pun demikian, jika tidak mungkin dikafani seperti petunjuk pelaksanaan normalnya jenazah, maka dikafani semampunya saja.
      c) Adapun disholatkan dan dikuburkan, maka hendaknya diberlakukan hukum normal sebagaimana mestinya, karena yang demikian itu adalah memungkinkan.
      Barokalloohu fiika..

  182. 15 May 2012 9:34 pm

    Assalamualaikum…
    Pa ustad yang terhormat, saya mau bertanya tentang bab nikah terutama masalah wali dalam nikah.
    Pa ustad yang terhormat,
    saya menikahi seorang wanita belum lama ini, karena posisi kita jauh banget dengan keluarga istri maupun saya karena saya ada di Saudi Arabia.
    Saya bertanya apakah sah hukumnya, kita nikah tanpa ada seorang wali karena dia seorang JANDA,
    jawabanya saya tunggu ya

    • 17 May 2012 8:48 am

      Wa ‘alaikumussalaam Warohmatulloohi Wabarokaatuh,
      Sah hukumnya jika:
      1. Kedua belah pihak, baik calon suami maupun calon istri, setuju – sepakat dan saling menerima untuk menjadi suami istri yang baik.
      2. Ada wali na’ib (wakil yang bertindak untuk melakukan prosesi aqad pernikahan) antara kalian berdua, walaupun bukan wali si wanita; selama:
      a) Dapat dipastikan bahwa Janda ini telah bercerai dengan suaminya yang lalu, dan sudah selesai masa iddahnya.
      b) Sudah memberitahu / lebih baik lagi meminta izin pada walinya di tanah air.
      c) Janda tadi boleh menunjuk seseorang yang dianggap shoolih dan adil dalam diennya untuk bertindak sebagai penanggung jawab prosesi aqad nikah.
      3. Hendaknya disaksikan minimal oleh 2 orang saksi (laki-laki, Muslim)
      4. Melengkapi perlengkapan nikah lainnya, antara lain adalah mahar.
      Barokalloohu fiika

  183. Hamzah Fansyury permalink
    18 May 2012 10:06 pm

    Assallamuallaikum…
    Ustadz saya mau cerita masalah apa yang saya hadapi, saya punya sahabat..
    Intinya apabila saya mengingatkan mereka dalam ibadah, ada saja yang ditepis, sampai-sampai mereka ada yang bilang kalo saya mengingatkan
    “Lho jam itu yahudi, jeans yahudi, dsb ” dan semisalnya lagi “Jalan kaki aja, naik unta aja ”
    ya mungkin saya emang salah, karena tidak konsekuen dalam mengingatkan sahabat-sahabat saya.
    Semisalnya ustadz jadi saya trus Islam dihina. Apa tanggapan ustadz?

    Jazzakalloohu Khoiron Ustadz

  184. ibnu atta permalink
    26 May 2012 1:25 am

    Assalamu’alaikum.
    Ustadz ana mau tanya bagaimana hukumnya sah atau tidak ijab qobul yang dilakukan, yang mana nama bin… laki-laki menggunakan nama bapak tiri sebab telah dibuat kartu keluarga baru.
    Syukron

  185. Ibnu Mustamar Al balitari permalink
    31 May 2012 4:35 pm

    Assalaamualaikum
    Ustadz,mohon dijelaskan secara ringkas tentang kitab Muhktashar Shahih Muslim oleh Al Imam Al Mundziri.
    Jazaakumullohu khairan
    Ibnu Mustamar Al Balitari

  186. 1 June 2012 11:10 pm

    Assalamualaikum….pak ustad..aku mau bertanya tentang haknya seorang istri terhadap suami

  187. maulana permalink
    3 June 2012 12:40 pm

    Assalamualaikum ustad, mau tanya, bolehkah ketika sujud kita membaca doa-doa dari ayat Al Quran…?

  188. Ibnu Mustamar Al balitari permalink
    5 June 2012 3:02 pm

    Assalaamualaikum
    Ustadz, tentang sahabat Rasululloh Jarir bin Abdillah dan Jabir bin Abdillah radiyallohu’anhumaa, pertanyaan ana :
    Keduanya adalah nama untuk satu orang yang sama atau dua orang yang berbeda ?
    Kemudian siapakah sahabat yang paling akhir wafat ? Anas bin Malik atau jabir bin Abdillah radiyallohu’anhumaa.
    Jazaakumulloh atas jawabannya
    Ibnu Mustamar al balitari

    • 9 June 2012 6:51 am

      Wa ‘alaikumussalaam Warohmatulloohi Wabarokaatuh,
      1. Itu adalah nama untuk dua orang yang berbeda.
      2. Anas bin Maalik rhodiyalloohu ‘anhum.

      Barokalloohu fiika

  189. Lucky permalink
    12 June 2012 12:23 pm

    Assalamualaikum.ustad,
    Menyambung pertanyaan ana dulu tentang hak waris jika keluarga yang ditinggal seorang istri, 2 anak laki-laki, kedua orangtua masih hidup, saudara kandung 6 orang masih hidup dengan 2 perempuan, 4 laki-laki, saudara kandung perempuan 1 sudah meninggal.
    Pertanyaan selanjutnya ustad bagaimana tatacara membayar fidyah bagi seorang ibu yang meninggalkan puasa ramadhan karena melahirkan dan menyusui.
    Jazakalloh ustad

  190. 14 June 2012 9:03 am

    Assalamualaykum Ustadz,

    Ustadz, ana mau tanya apakah ” senyum itu adalah ibadah” itu haditsnya shohih atau bukan?
    Jazaakumullahu khairan Ustadz.

    Abu Khansa

    • 12 July 2012 8:55 pm

      Wa ‘alaikumussalaam Warohmatulloohi Wabarokaatuh,
      Yang benar: “Senyum itu adalah shodaqoh”… Barokalloohu fiika

  191. 16 June 2012 6:13 am

    Mau tanya pa ustad..
    Saya ini baru saja ikut investasi online setelah saya tanamkan modal, saya baru tahu kalo itu hasilnya itu termasuk riba ..
    Pertanyaannya …kata teman saya riba itu boleh saja digunakan asalkan tidak dimakan, apa benar ?
    Yang kedua apa boleh saya mengambil kembali uang modal saya itu ?

    • 12 July 2012 8:54 pm

      1. Tidak benar perkataan teman anda itu
      2. Boleh saja bila anda hendak mengambil kembali uang modal tersebut
      Barokalloohu fiika

  192. afismg permalink
    18 June 2012 10:31 am

    Bismillah
    Assalamu’alaikum warohmatullohi wabarokatuhu,
    Ustadz, ana mau tanya tentang hukum bekerja dan mengambil gaji di sebuah lembaga bernama R***H Z***T ? Agar saya juga bisa menyampaikan hal ini pada saudara saya.
    Syukron, jazzakalloh khoiron katsiro

    • 12 July 2012 9:01 pm

      Wa ‘alaikumussalaam Warohmatulloohi Wabarokaatuh,
      Sebenarnya jika saudara anda disitu bekerja untuk bagaimana mengumpulkan, memelihara, menjaga dan menunaikan pada yang berhak menerima zakat, maka saudara anda adalah termasuk dalam golongan Amilin (Pekerja) dimana Amilin ini berhak untuk mendapatkan bagian dari Zakat. Jadi bukan gaji, tetapi memang saudara anda itu berhak karena sebagai pekerja di bidang itu.
      Barokalloohu fiika

  193. Alam Saputra permalink
    21 June 2012 9:22 pm

    Assalamualaikum warohmatullohi wabarokatuh
    1. Bagaimanakah islam memandang pemilu (pilkada/pilpres) di alam demokrasi? Bolehkah kita ikut mencoblos didalam pemilu ?
    2. Jika tidak boleh, bgaimanakah kita menyikapi pemilu? Lantas bagaimana hukum syariat Islam dalam memilih/mngangkat pemimpin?
    3. Jika kita tidak ikut pemilu, maka suara kita akan hilang kemudian terpilihlah pemimpin yang dzalim. Bagaimanakah sikap kita?
    4. Bukankah ikut nyoblos didalam pemilu merupakan wujud “taat kepada pemimpin” ?
    5. Lalu bagaimana kesimpulan & saran ustadz dari kajian tentang pemilu tsb ?
    Jazzakallohu khoiron

    • 12 July 2012 8:48 pm

      Wa ‘alaikumussalaam Warohmatulloohi Wabarokaatuh,
      1. Demokrasi adalah BUKAN BERASAL DARI ISLAM. Demokrasi BUKAN CARA YANG BENAR dalam memilih seorang Pemimpin menurut Islam. Partai Politik adalah BUKAN JALAN MENUJU MENGUSUNG MELAHIRKAN SEORANG PEMIMPIN MENURUT ISLAM. Namun demikian, jika kita dihadapkan pada suatu pemilihan untuk memilih seorang yang konon dianggap pemimpin, maka bagi kita hendaknya berikutserta meringankan kemungkaran yang mungkin terjadi atau kekufuran / kema’shiyatan yang mungkin akan hidup dan berjaya jika masyarakat dipimpin oleh orang yang memusuhi Islam dan kaum Muslimin melalui memilih seseorang yang menurut kita bisa memperingan kekufuran / kemungkaran yang dimaksud. Terlebih lagi jika orang tersebut diharapkan dapat lebih memihak pada Islam dan Muslimin. Walloohu a’lam.
      2. Untuk mengetahui tentang hukum Syariat Islam dalam memilih / mengangkat pemimpin, silakan antum dengarkan audio ceramah yang pernah dimuat di Blog ini berjudul:
      – “Bayang-Bayang Suksesi” (https://ustadzrofii.wordpress.com/2010/07/02/bayang-bayang-suksesi/)
      – “Politik dan Syari’at Islam” (https://ustadzrofii.wordpress.com/2010/07/02/politik-dan-syariat-islam/)
      Barokalloohu fiika

  194. zulkifli permalink
    22 June 2012 3:44 pm

    Assalamu’alaikum ustadz, ane mau tanya ni.. pertanyaan ini titipan teman.
    Berhubungan dengan masalah nikah..

    Kira-kira silsilahnya teman saya ini satu uyut (orang tua dari kakek dan nenek mereka) seperti ini ustadz.. Mohon penjelasannya, contoh gambarnya dibawah ini..

    Jazakallah ustadz

  195. yopi permalink
    26 June 2012 2:11 am

    Asallamualikum Warohmatulohi Wabarokatuh ustad, saya mau nanya tentang seputar BERSHODAQOH, MOHON DENGAN SANGAT PENCERAHAN DARI USTADZ

    1. bagaimana cara yang benar jika ingin bershodaqoh sesuai tuntunan Rosuulullooh
    Sholalloohu ‘Alahi Wassalllam dijaman sekarang,ini ustadz?( JAMAN YANG
    MENGHALALKAN SEGALA CARA UNTUK MENDAPATKAN MATERI )
    karena :
    a. bershodaqoh ke pengemis dijalanan pertama tidak mendidik, terus banyak
    pengemis gadungan
    b. banyak oknum yang menggunakan modus dengan mengatas namakan yayasan
    yatim piatu dan Dhuafa
    c. dan jika merunut dari jawaban ustad tgl 31 Maret 2011/11:12 am, dari
    pertanyaan imron 28 Maret 2011/ 2:25 pm, MOHON MAAF JIKA SAYA SALAH,
    berarti yayasan yatim piatu, rumah yatim dan sejenisnya itu dalam hal menerima
    shodaqoh tidak sesuai dengan tuntunan Rosuulullooh Sholalloohu ‘Alahi
    Wassalllam

    2. Apakah hukumnya jika saya shodaqoh melalui transfer via ATM misalkan ke
    rekening Rumah Yatim yang disponsori MUI bandung( http://rumah-yatim.org/ind/?
    /mediadonasi/ ), atau ke yayasan daarul mutaqien pimp. Ustd. mansur
    ( http://www.pppa.or.id/daqu/rekening-sedekah ) atau ke yayasan yatim piatu lainnya
    menggunakan ATM/ transfer antar Bank.apakah hukumnya? boleh atau tidak, jika
    tidak boleh mohon saran dari ustadz yang baik bagaimana.

    3. sebelumnya saya mohon maaf yang sebesar-besarnya jika salah, berarti baik
    yayasan rumah yatim ( http://rumah-yatim.org ), yayasan daarul mutaqien pimp. Ustd.
    mansur ( http://www.pppa.or.id/daqu/rekening-sedekah ), ataupun yayasan yatim
    piatu dan dhuafa lainnya yang beredar di internet tidak sesuai dengan tuntunan dari
    Rosuulullooh Sholalloohu ‘Alahi Wassalllam? karena :
    a. mencantumkan nama ( biasanya di link donatur )
    b. bertolong-tolongan dalam dosa dan permusuhan berupa
    terjerembab dalam sistem riba.karena menngunakan ATM/bank
    c. menentukan jumlah minimal shodaqoh
    ( karena jujur saya menjadi bingung setelah membaca jawaban ustad tgl 31 Maret
    2011 / 11:12 am, dari pertanyaan imron 28 Maret 2011 / 2:25 pm.)

    4.lalu bagaimana agar saya bisa bershodaqoh atau menyantuni anak yatim dengan
    mudah dan simple ( karena mohon maaf….sampai saat ini saya melihat cara yang
    mudah dan simple adalah melalaui ATM/bank )

    5.MOHON KIRANYA USTADZ MEMBERIKAN SARAN DAN ARAHAN BAGAIMANA
    BAIKNYA.( dan sekali lagi saya mohon maaf jika saya salah dalam mengartikan dari
    jawaban ustadz tgl 31 Maret 2011 11:12 am, dari pertanyaan imron 28 Maret 2011
    2:25 pm diatas )

    6.Bagaimanakah menurut ustadz, saya ada masalah, begini ustadz… saya membantu
    anak- anak dari adik perempuan saya yang sudah cerai ( suaminya entah kemana )
    dan ibu saya yang sudah cerai juga dengan mengirimi mereka kiriman uang tiap
    bulan sesuai kemampuan saya dan itupun jika mereka minta lagi kalau saya ada saya
    kirim lagi, kalo tidak ada ya tidak saya kirimi lagi….tapi bagi mereka itu tidak cukup jika
    hanya dikirimi uang segitu setiap bulannya, sedangkan kemampuan saya hanya
    segitu, karena saya juga harus menghidupi keluarga saya,dan kadang harus
    mengirimi uang ayah saya juga!!apakah saya berdosa ustadz? yang tidak bisa
    mencukupi kebutuhan ibu saya?saya takut ustadz karena ada yang bilang jika
    kata-kata ibu adalah sebagian dari do’a, sedang do’a seorang ibu itu manjur, lalu,
    saya takut ibu saya kecewa ustadz, lalu apa yang harus saya lakukan ustadz?mohon
    sarannya ustadz.

    Mohon kiranya dengan sangat ustadz dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan saya diatas yang mungkin bagi ustadz tidak penting untuk dijawab, tetapi sangat penting bagi saya jawabannya..
    mohon jawabannya ya ustadz…
    terimakasih

    ( Mengutip dari tulisan ustadz )
    Demikianlah hendaknya, semoga Allooh سبحانه وتعالى memberikan rizqi pada kita yang lapang dari jalan yang Allooh سبحانه وتعالى berkahi….

    Wa ‘alaikumussalaam Warohmatulloohi Wabarokaatuh,

    • 29 June 2012 11:24 pm

      Wa ‘alaikumussalaam Warohmatulloohi Wabarokaatuh,
      1. Harap memperhatikan jawaban terhadap suatu permasalahan dan tidak mengeneralisir jawaban tersebut terhadap kasus lain, yang bisa jadi tidak bisa dikategorikan sama.
      2. Sesuai dengan Hadits Rosuulullooh Sholalloohu ‘Alaihi Wassallam, memang sebaiknya orang yang berinfaq (siapapun dia) menyembunyikan infaq-nya dan tidak merasa bangga dan puas jika dirinya disebut sebagai orang yang berinfaq; karena yang demikian itu adalah Riya’
      3. Menggunakan rekening (ATM) hendaknya tidak dibiasakan, melainkan sesuai dengan kadar kebutuhannya saja. Sebab memberi sumbangan dengan TUNAI adalah banyak sekali mengandung hikmah, antara lain:
      – Silaturohmi, baik kepada Fuqoro maupun pengurusnya
      – Mendidik diri kita untuk melihat orang yang tidak seberuntung kita kondisinya; dimana yang demikian itu akan menambah kasih sayang kita kepada orang lemah dan menambah rasa syukur kita kepada Allooh Subhaanahu Wa Ta’aalaa
      – Memberi sumbangan secara TUNAI / secara langsung, adalah dapat memperkokoh ukhuwah Islamiyyah dll.

      4. Betapapun demikian, jika telah terjadi kesepahaman lisan antara penyumbang dengan pihak yang disumbang, maka itu lebih baik (maksudnya: Kita tahu betul bahwa kualitas orang yang kita salurkan infaq itu adalah orang yang amanah)

      5. Jika diberikan Tanda Terima oleh pihak penerima amanah santunan maka tidak mengapa diterima, selama yang demikian itu semata-mata untuk kepentingan administratif; sehingga sekedar hanya untuk tahu siapa yang berinfaq, berapa jumlah infaq-nya, kapan waktu pemberian infaqnya sebagai bukti transparansi keuangan instansi. Bukan untuk kepuasan diri (sifat Riya’)

      6. Hendaknya tidak mudah untuk mengeluarkan uang atas nama infaq pada orang yang tidak kita ketahui, baik kesholiihannya maupun keamanahannya (sebagaimana yang anda utarakan sendiri dalam pertanyaan, yakni antara lain: para pengemis gadungan)

      7. Apa yang telah anda lakukan terhadap adik perempuan, ibu dan bapak anda adalah suatu kebaikan. Teruskan dan tingkatkan, JIKA MAMPU. Tetapi jika anda harus menelantarkan kewajiban anda baik terhadap istri dan anak-anak anda maka itu tidak baik.

      Demikianlah… semoga jawaban ini dapat melegakan hati anda… Barokalloohu fiika

      • yopi permalink
        5 July 2012 10:18 pm

        Jazaakumullahu khairan atas penjelasannya Ustad

  196. yopi permalink
    26 June 2012 8:53 pm

    Asallamuallaikum Warohmatulloohi Wabarokaatuh ustadz….
    mohon pencerahan dari ustadz mengenai bershodaqoh ….
    1. apa hukumnya jika saya bershodaqoh dengan cara mentransfer uang ke yayasan yatim dan dhuafa melalui ATM/bank?
    2. Terus bagaimana dengan seruan atau iklan yang menyebutkan bahwa ” SALURKAN AMAL SHODAQOH ANDA MELALUI BANK QQQ dengan No REK: XXXXX ” dan yang semacamnya ustadz? apalagi ini sudah akan memasuki bulan romadhon.mohon penjelasannya ustadz?
    3. bagaimana cara kita menyikapi dan bersikap tentang banyaknya pengemis yang menjadikan mengemis sebagai pekerjaan (pengemis gadungan ), OKNUM yang mengatas namakan yayasan yatim piatu dan dhuafa?, sehingga kita seakan menjadi tidak ikhlas saat kita ingin beramal shodaqoh terutama dijalanan?
    4. bagaimana caranya agar shodaqoh yang kita keluarkan MEMANG BENAR-BENAR untuk anak yatim dan dhuafa dan diridhoi oleh Alloh ustadz?
    5. apakah bershodaqoh itu ada jumlah minimalnya ustadz?
    6. kemanakah sebaiknya bershodaqoh untuk anak yatim dan Dhuafa ustadz

    Mohon pencerahan dari ustadz mengenai hal ini karena saya mau bershodaqoh yang sesuai dengan tuntunan Rosulluloh.
    Terimakasih atas perhatian dari ustadz, dan saya mohon pencerahan dari ustadz

  197. Ibnu Mustamar Al balitari permalink
    28 June 2012 7:11 am

    Assalaamualaikum
    Ustadz, didalam Syarh Shahih Muslim Imam Nawawi sering menukil perkataan Imam Fudhail bin Iyadh, yang saya tanyakan : Dalam hal ini Imam Fudhail bin Iyadh sebelumnya telah mensyarh Shahih Muslim ?
    jazaakumulloh atas penjelasannya
    Ibnu Mustamar Al Balitari

    • 12 July 2012 8:18 pm

      Wa ‘alaikumussalaam Warohmatulloohi Wabarokaatuh,
      Benar, karena beliau (Imaam Fudhail bin Iyadh rohimahullooh) telah menulis Kitab berjudul: “Al Ikmal fii Syarhi Shohiih Muslim“… Barokalloohu fiika

  198. 3 July 2012 11:08 am

    ustadz assalamualaikum warohmatulloh wabarokatuh, ustadz boleh saya meminta emailnya, saya ingin berkonsultasi lewat email ustadz, kalau berkenan ini email saya eddywicaksono@gmai.com. jazakallohu khoiron

    • 6 July 2012 7:52 am

      Wa ‘alaikumussalaam Warohmatulloohi Wabarokaatuh,
      Jawaban telah diberikan ke email anda. Silakan check email anda… Barokalloohu fiika

  199. maulana permalink
    6 July 2012 4:59 pm

    Assalamualaikum…
    ustsd, mau tanya
    1. Bagi perempuan batasan antara sholat rowatib qobliyah dengan sholat wajib, itu dibatasi dengan apa…? Padahal kan tidak ada azan di rumah…
    2. Ketika kita bangun kesiangan, terlambat jamaa’ah subuh, dan akhirnya sholat sendiri, apakah dibolehkan kita sholat witir dulu, lalu sholat rowatib subuh, baru sholat wajib subuh…?
    Jazakumullah…

    • 12 July 2012 8:33 pm

      Wa ‘alaikumussalaam Warohmatulloohi Wabarokaatuh,
      1. Wanita itu mengetahui masuknya waktu sholat antara lain dengan adzan yang dikumandangkan oleh masjid terdekat. Dan jika seorang Muslimah sholat Sunnah sebelum sholat fardhunya di rumah, maka waktunya adalah sejak masuknya waktu sholat tersebut hingga dia niat sholat fardhu, dengan kata lain pemisahnya adalah NIAT.
      2. Tidak, dia hanya boleh melakukan Qobliyah Shubuh plus Sholat Shubuhnya.
      Barokalloohu fiika

  200. tris permalink
    7 July 2012 11:24 pm

    Assalamualaikum ustadz, mau tanya soal masjid yang terdapat makam di dalamnya… yang ane tau, hal itu ada larangannya baik itu untuk shalat..tapi yang ane perhatikan ada beberapa masjid yang di dalamnya ada makam para kyai yang sangat dihormati itu malah didiamkan saja dan masih digunakan untuk shalat, entah awalnya makam dulu yang ada atau sengaja mendirikan masjid di makam itu yang tujuannya mungkin untuk menghormatinya…padahal banyak ahli-ahli agama yang shalat disitu, ane jd bingung sendiri terhadap ahli agama tersebut.. kenapa mereka masih shalat di masjid yang terdapat makam tanpa ada pembatas.. mohon penjelasan dan pendapat ustdz sendiri gimana menyikapi hal itu….syukron

  201. fauziana permalink
    12 July 2012 2:16 am

    Assalamualaikum…
    Ustadz…..
    Saya isteri yang merasa dizolimi suami. Berdosakah saya ustadz bila saya minta cerai?? Suami sudah tidak bekerja lagi lebih dari 3 tahun. Selama ini saya yang menafkahi semuanya (termasuk rokok), suami selalu menuntut kewajiban saya sebagai isteri yang terkadang tidak sempat saya kerjakan (mis: rumah harus bersih dan selalu rapi, saya harus selalu menuruti apa yang menjadi kemauannya.) Saya kesal ustadz…. Dia tidak pernah mendengarkan saran saya untuk memulai usaha kecil-kecilan. Apakah saya salah bila menuntut kewajibannya sebagai suami dan kepala rumah tangga? 2 bulan lalu dia mengambil cincin saya tanpa memberitahu, tadi pagi dia memaki-maki saya mengatai saya “gak ada otak & orang gila”, melemparkan gelas kopi hingga pecah ke arah saya, menendang apa yang ada didepannya hingga mengenai badan saya. Itu dilakukan di depan anak saya yang berumur 6 thn hanya gara-gara saya memarahi anak karena tidak mau sekolah. Pantaskah dia memperlakukan saya begitu? Pantaskah saya mempertahankan rumah tangga saya ustadz?
    Terus terang, keluarga saya kurang menyukainya. Saya tahu dari adik saya. Hanya saja orang tua saya tidak mau mencampuri urusan rumah tangga saya.
    Apa yang harus saya lakukan ustadz??

    • 12 July 2012 7:35 pm

      Wa ‘alaikumussalaam Warohmatulloohi Wabarokaatuh,
      1. Berbahagialah bagi anti yang telah mempertahankan keutuhan keluarga anti sehingga sekian pengorbanan telah dikerahkan, padahal semua itu bukan kewajiban anti. Mudah-mudahan kalau anti ikhlas melakukan itu semua maka semua itu akan menjadi amalan shoolih yang akan anti temui besok di Hari Kiamat ketika bertemu dengan Allooh Subhaanahu Wa Ta’aalaa.
      2. Kalau benar isi cerita anti, anti termasuk orang yang Allooh Subhaanahu Wa Ta’aalaa uji melalui suami, maka bersabarlah. Dan jika anti sabar menghadapi semua itu maka sadarilah bahwa sabar anti pun merupakan ibadah yang lain yang akan Allooh balas — mudah-mudahan dengan berlipat ganda.
      3. Jagalah dan didiklah anak anti dan jangan sampai tertulari watak kurang baik terutama dari ayahnya.
      4. Ustadz ingatkan bahwa anti tidak boleh meridhokan dan tidak boleh membiarkan menyumbang suami dalam perkara rokok, karena bisa jadi akibat rokok itu syaithoon merasuk kedalam jiwa suami sehingga menyulut emosinya. Dan dia menjadi orang yang lupa diri dan egois. Tidak bekerja, tidak menghasilkan uang, meminta pada istri, tetapi melakukan sesuatu yang mubadzir, bahkan membahayakan dirinya dan orang lain melalui rokoknya.
      5. Berterus-teranglah pada suami berkenaan dengan apa yang anti telah korbankan selama ini, selama suami tidak bekerja, selama anti yang menghidupi keluarga (termasuk rokok suami) sehingga nafaqoh beralih pada istri yang memenuhinya dan bukan suami yang dalam hal ini dia yang semestinya wajib menafkahi istri dan anak-anaknya. Mudah-mudahan dengan hal ini suami terketuk hatinya, lalu sadar, insyaf, lalu menghentikan tradisi buruknya dan membangkitkan spiritnya sebagai suami dan pemimpin keluarga yang bertanggungjawab.
      6. Tentang sikap suami yang kasar dan arogan mengambil cincin milik anti, jika berita ini benar, maka itu adalah kedzoliman lain yang dilakukan suami dan itu adalah hukumnya Harom (kalau itu adalah milik anti). Anti berhak untuk meminta dikembalikan atau anti berhak pula untuk menghalalkannya.
      7. Jika suami sama sekali tidak mau menyadari permasalahan dan tidak ada gejala untuk melakukan upaya kearah perbaikan dan sampai dengan waktu yang anti beri toleransi sudah habis dan kesabaran anti sudah mentok, maka anti berhak untuk meminta cerai. Dan hal itu tidak menjadi cela bagi anti.

      Demikianlah.. semoga Allooh Subhaanahu Wa Ta’aalaa menolong anti dan menjadikan segalanya lebih baik kedepannya. Barokalloohu fiiki

  202. Lucky permalink
    13 July 2012 1:46 am

    Assalamualaikum ustad, ana mau nanya tentang investasi pembelian saham perusahaan apakah dibolehkan ustad? misal kita beli saham seharga 13 juta lalu selama 1 tahun nilai saham kita naik menjadi 200jt lalu kita jual sehingga mendapatkan untung,apakah halal ustad? perusahaan tersebut bergerak dalam bidang situs jejaring sosial (internet). atau kita beli saham perusahaan garuda misalnya, intinya investasi dalam bentuk saham perusahaan yg usahanya halal. Jazakalloh ustad

  203. 23 July 2012 8:25 pm

    Assalamu’alaikum,
    Bagaimana tanggapan Ustad mengenai solat tarawih dari artikel berikut,sementara yang pernah saya baca dari blog ini tarawih itu 8 rokaat plus witir 3 rokaat: http://m.hidayatullah.com/index.php/Berita/detail/23854

    • 28 July 2012 1:48 pm

      Wa ‘alaikumussalaam Warohmatulloohi Wabarokaatuh,

      Untuk diketahui dan diyakini bahwa bilangan sholat taroowih yang disepakati dan tidak diperselisihkan adalah 11 rokaat, karena nash-nya shohiih dan jelas.

      Sebagaimana diriwayatkan dalam Hadits oleh Al Imaam Al Bukhoory no: 2013 dan Al Imaam Muslim no: 738, dari Shohabat Abu Salamah bin ’Abdurrohman رضي الله عنه ketika beliau bertanya kepada ’Aa’isyah رضي الله عنها tentang bagaimana sholat Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم di bulan-bulan Romadhoon maka ’Aa’isyah رضي الله عنها menjawab bahwa:

      كَيْفَ كَانَتْ صَلاَةُ رَسُولِ اللهِ صلى الله عليه وسلم فِي رَمَضَانَ فَقَالَتْ مَا كَانَ يَزِيدُ فِي رَمَضَانَ ، وَلاَ فِي غَيْرِهَا عَلَى إِحْدَى عَشْرَةَ رَكْعَةً يُصَلِّي أَرْبَعًا فَلاَ تَسَلْ عَنْ حُسْنِهِنَّ وَطُولِهِنَّ ثُمَّ يُصَلِّي أَرْبَعًا فَلاَ تَسَلْ عَنْ حُسْنِهِنَّ وَطُولِهِنَّ ثُمَّ يُصَلِّي ثَلاَثًا ، فَقُلْتُ : يَا رَسُولَ اللهِ أَتَنَامُ قَبْلَ أَنْ تُوتِرَ قَالَ يَا عَائِشَةُ إِنَّ عَيْنَيَّ تَنَامَانِ ، وَلاَ يَنَامُ قَلْبِي

      Artinya:
      Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم tidak menambah baik di bulan Romaadhon maupun selainnya dari 11 rokaat tersebut, beliau صلى الله عليه وسلم sholat 4 (empat) rokaat dan jangan kau bertanya tentang baik dan panjangnya, kemudian beliau صلى الله عليه وسلم sholat 4 (empat) rokaat dan jangan kau bertanya tentang baik dan panjangnya, kemudian sholat 3 (tiga) rokaat lalu aku bertanya: ”Wahai Rosuulullooh, apakah engkau tidur sebelum Witir?”
      Lalu beliau صلى الله عليه وسلم menjawab, “Hai ’Aa’isyah, dua mataku tidur, tetapi hatiku tidak tidur.”

      Namun demikian, bagi Ustadz menepati Sunnah dari berbagai sisi itu lebih baik, daripada hanya dari sisi tertentu. Maksudnya kalau kita mau mengikuti Sunnah maka ikuti dari mulai bilangan rokaat sampai lamanya sholat, lamanya berdiri, panjangnya baca Al Qur’an, fasihnya Imaam, heningnya suasana, khusyu’nya sholat dan lain lain adalah lebih baik daripada bilangan ditambah jadi 23 rokaat, lama sholat menjadi terburu-buru, khusyu’ menjadi sulit karena gaduh, Imaam hanya mengulang surat-surat yang tertentu saja yang pendek-pendek bahkan makhroj huruf dan tajwiidnya tidak ada yang merekomendasi, ditambah berbagai aksesoris lain yang tidak ada sunnahnya.

      Demikianlah, semoga menjadi jelas adanya.

  204. 29 July 2012 5:46 pm

    Assalamu’alaikum Warohmatulloohi wa barokatuh..
    Tadi siang saya saya mengikuti acara bedah buku yang judulnya “Salafi penghianat salafush sholeh”
    dimana salafi yang dimaksud adalah Khowarij dan Murji’ah (mohon maaf jika ada salah penulisan) mungkin Ustad lebih tahu tentang Khowarij dan Murji’ah.. dimana pemikiran mereka katanya sesat menyesatkan kata sang nara sumber..

    Yang jadi pertanyaan saya,
    1. Orang-orang yang mengikuti manhaj salaf (salafush sholih) disebut apa? Sedangkan salafi itu sendiri ditujukan ke golongan Khowarij dan Murji’ah?
    2. Khowarij itu kan melonggarkan ke kafiran, misalnya orang yang tidak solat, puasa dlsb dia tidak kafir / murtad selama ada iman di hatinya dan pembenaran bahwa yang dilakukannya adalah dosa. Sementara Murji’ah memudahkan kebid’ahan.. dan untuk yang Murji’ah ini saya belum begitu faham.. mohon penjelasannya Ustad dan minta contoh memudahkan pembid’ahan itu seperti apa?

    Terimakasih atas perhatiannya Ustad.. semoga kita terhindar dari fitnah Khowarij ini dan terhirdar dari kesesatan.
    wassalamu’alaikum warohmatullohi wa barokatuh..

    • taufik permalink
      31 July 2012 9:25 pm

      Nara sumbernya .. Ustadz Anung al Hamat (dosen ma’had ‘aly al Islam ) …

    • 4 August 2012 4:22 pm

      Wa ‘alaikumussalaam Warohmatulloohi Wabarokaatuh,

      1) Salafi adalah orang yang mengikuti Salaf.
      Salaf adalah Shohabat Rosuulullooh Sholalloohu ‘Alaihi Wassallam, Tabi’in dan Tabi’ut Tabi’in.
      Salaf adalah sebaik-baik manusia dari kalangan Shohabat, Tabi’in dan Tabi’ut Tabi’in.
      Jadi julukan “Salafi” itu terpuji jika dipahami dan konsekwen dengan makna yang sesungguhnya.
      Akan tetapi kalau Khowarij dan Murji’ah menamakan diri “Salafi” atau diberi julukan “Salafi” maka itu adalah KESALAHAN YANG FATAL. Karena dia menyematkan sesuatu nama yang tidak sesuai dengan semestinya.

      2) Secara umum adalah Khowarij itu suatu kelompok yang berfaham bahwa Pelaku dosa besar di dunia hukumnya kafir, dan di akhirat pelakunya calon penghuni neraka jahanam.
      Sedangkan Murji’ah, adalah suatu firqoh / kelompok yang berfaham bahwa selama ada Iman dalam hati, maka ma’shiyat yang diperbuat pelakunya tidak menyebabkan keluarnya seseorang dari Islam.
      Anda dapat membaca “Bahaya Paham Murji’ah” (https://ustadzrofii.wordpress.com/2010/09/16/bahaya-paham-murjiah/) yang pernah dimuat di Blog ini.

      Intinya, Khowarij dan Murji’ah merupakan 2 faham yang berseberangan. Yang satu ke kanan dan yang satu ke kiri.
      Bagi kita Ahlus Sunnah Wal Jama’ah tidak perlu sibuk saat ini untuk sesuatu yang tidak menguntungkan bagi kita, karena pemahaman kita masih belum sempurna. Sebaiknya pahami pemahaman Ahlus Sunnah Wal Jama’ah terlebih dahulu, kalau masih panjang umur maka barulah boleh menyempatkan waktu untuk mengetahui paham-paham yang berseberangan dengan Ahlus Sunnah.

      Coba Anda baca beberapa kajian berikut yang pernah dimuat di Blog ini, mudah-mudahan bisa memberi kemudahan bagi Anda dalam memahami manhaj Ahlus Sunnah Wal Jama’ah dengan benar:
      a) Makna “Al Islam” (https://ustadzrofii.wordpress.com/2010/11/20/makna-al-islaam/)
      b) 5 Kiat Benar Memahami Al Islam (https://ustadzrofii.wordpress.com/2010/12/02/5-kiat-benar-memahami-al-islam/)
      c) Ittiba’ (Mengikuti) Rosuul (https://ustadzrofii.wordpress.com/2010/12/08/ittiba-mengikuti-rosuul/)
      d) Ahlus Sunnah Wal Jamaa’ah menurut Ahlus Sunnah Wal Jamaa’ah (https://ustadzrofii.wordpress.com/2010/12/14/ahlus-sunnah-wal-jamaaah-menurut-ahlus-sunnah-wal-jamaaah/)
      e) Mengapa Saya Memilih Manhaj Salaf (https://ustadzrofii.wordpress.com/2010/12/21/mengapa-saya-memilih-manhaj-salaf/)
      f) Prinsip-Prinsip Aqidah Ahlus Sunnah Wal Jama’ah (https://ustadzrofii.wordpress.com/2010/08/30/prinsip-prinsip-aqidah-ahlus-sunnah-wal-jamaah/)

      Demikian, semoga jelas adanya… Barokalloohu fiika

      • 4 August 2012 5:05 pm

        Jazakalloh ustad
        Terimakasih atas penjelasannya..
        Karena kemarin ada teman saya yang bisa dikatakan benci sekali terhadap Salafi (manhaj Salafush Sholeh) padahal dia sendiri belum faham secara utuh tentang Salafi ini.
        Dia mengolok-olok saya mengenai dilarangnya memajang foto sampai-sampai dia berkata “Nanti kalo saya sekarat saya bawa foto supaya malaikat Izroil gak berani masuk”, dia juga mengolok-olok tentang kasus bom Bali kata dia bunuh aja tuh orang Kristen yang ada di dekat lu, kan dia orang kafir.. saya sudah jelaskan ke dia dengan penuh kesabaran tetap saja masih belum sadar juga.

  205. Ibnu Mustamar Al balitari permalink
    31 July 2012 11:33 am

    Ustadz, seorang sahabat Rasul yang menjima’ isterinya di siang hari ramadhan itu sengaja atau tidak sengaja ? Yang ana fahami itu disengaja.
    Soal ustadz : Bolehkah kita menjima’ isteri di siang hari kemudian membayar salah satu kaffaratnya yaitu memberi makan 60 orang fakir miskin.
    Mohon penjelasan dan arahannya.
    Jazaakumullohu khairan

  206. 6 August 2012 10:55 am

    Assalamu’alaikum Warrahmatullahi Wabarakatuh..
    Ustadz. Saya mau bertanya tentang riba, selama ini banyak penjelasan tentang riba, tetapi saya masih bingung bagaimana aturannya agar tidak mengarah keriba.
    Begini ustad, misal saya membeli sebuah barang dengan harga Rp. 8.680,- lalu barang tersebut saya jual dengan harga Rp 14.000,- misalnya. Kalo dihitung keuntungan dari barang tersebut adalah Rp 5.320 setengahnya lebih dari harga awal barang, apakah ini sudah termasuk riba Ustadz? Kira-kira harga yang wajarnya berapa agar saya tidak terjerumus riba? Terima kasih Ustadz. Wassalam

    • 16 August 2012 5:33 pm

      Wa ‘alaikumussalaam Warohmatulloohi Wabarokaatuh,
      Jika transaksi yang dilakukan adalah:
      1) Pada saat ekonomi dalam keadaan normal / biasa, dan bukan dalam keadaan paceklik yang bisa berdampak pada mempersulit orang yang butuh akibat upaya penimbunan.
      2) Pembeli dan penjual sama-sama ridho dengan harga tersebut.
      Maka, yang anda tanyakan adalah merupakan KEUNTUNGAN yang dibolehkan, DAN BUKAN TERGOLONG RIBA YANG DIHARAMKAN.
      Barokalloohu fiika

  207. 7 August 2012 10:59 pm

    Assalamu’alaikum warrahmatullahi wabarakatuh,
    Saya ingin bertanya Pa Ustadz : Apakah sah talaknya apabila seorang suami mengucapkan cerai didalam keadaan emosi tinggi, tak terkendali / naik darah, tidak sadar.
    Saya mengucapkan kata cerai itu langsung 3 kali dalam pertengkaran itu, namun sampai sekarang saya masih menafkahinya.. kejadian itu baru beberapa minggu, sekarang malah dia yang balik minta cerai.. Apa yang harus saya lakukan Pa Ustadz, sementara saya masih menyayanginya…
    Mohon petunjuknya Pa Ustad.
    Terima Kasih..
    Wassalamualaikum wr wrb.

    • 16 August 2012 5:26 pm

      Wa ‘alaikumussalaam Warohmatulloohi Wabarokaatuh,
      Jika lafadz talak itu adalah terlontarkan pada saat emosi / marah tak terkendali, maka TIDAK SAH. Dengan kata lain, tidak terjadi cerai.
      Hanya saja, jangan terulang kembali kasus itu.

      Tentang nafkah anta yang masih dilakukan memang demikian semestinya, karena dia masih berstatus istri antum.
      Tentang permintaan cerai dari istri, maka sebaiknya disikapi dengan bijaksana, antara lain melalui introspeksi diri, bisa jadi masih membekas kasus marah yang terlontar perkataan talak antum itu, atau ada gejala lain yang perlu dicermati dengan teliti sehingga tidak perlu dengan serta merta dikabulkan permintaan cerainya. Bahkan bila perlu, antum minta maaf atas marah yang lepas kontrol tersebut, yang bisa jadi itu adalah berdampak dalam hal ini.

  208. ridha permalink
    13 August 2012 5:52 am

    Assalamualaikum. Ustadz yang dirahmati Allah.. saya pernah membaca di milis Islam bahwa ada hadits yang menyatakan bahwa Nabi SAW tidak menyukai kendaraan yang berwarna merah, begitu pula demgan pakaian merah dan kuning (untuk kaum lelaki). apakah itu benar? jazakumullah Ustadz..

  209. sofwan permalink
    17 August 2012 2:02 am

    Assalamu’alaikum. Semoga antum dalam keadaan sehat. Ustadz, Saya mempunyai tetangga perempuan yang senantiasa melahirkan dengan jarak kelahiran antara anak satu dan seterusnya berdekatan, sehingga untuk berpuasa mengalami kesulitan. Dimana perempuan ini baru selesai menyapih anaknya, dia hamil dan melahirkan, disaat masa kehamilan, dia berat berpuasa, dan ketika menyusuipun dia berat, ditengah – tengah menyusui dia haidh. Apakah kondisi dia dapat mencukupkan fidyah saja,mengingat begitu sulitnya baginya untuk berpuasa ? Mohon pencerahannya dengan menyertakan dalil dalinya. Jazaakumullah khoiron wa baarakallahu fiikum.

    • 18 August 2012 12:27 pm

      Wa ‘alaikumussalaam Warohmatulloohi Wabarokaatuh,

      Jika keadaan wanita itu berada dalam rotasi antara hamil, melahirkan dan menyusui sedemikian suburnya, sehingga setiap tahun mengalami hal tersebut, dan akan memberatkan baginya udzur ini; maka dia hendaknya membayar Fidyah. Karena ada atsar dari ‘Abdullooh bin ‘Umar رضي الله عنه bahwa beliau ketika ditanya oleh seorang wanita sedangkan dia dalam keadaan hamil maka beliau رضي الله عنه menjawab, “Bukalah kamu dan memberilah makan setiap hari satu orang miskin dan tidak usah mengqodho.” (Atsar ini diriwayatkan oleh Imaam Ad Daaruquthny dalam Sunannya no: 2413).

  210. budi permalink
    17 August 2012 11:14 am

    Asalamualaikumm Ustadz, saya menemukan HP di jalanan yang terjatuh dan berantakan, lalu saya mengambilnya dan merakitnya kembali hingga menyala, tiba-tiba ada yang nelpon namun saya matikan dan kartunya saya buang. Sekarang saya merasa bersalah Ustadz, saya ingin mengembalikan namun tidak tahu siapa yang punya dan alamatnya karena kartunya telah saya buang. Lalu sekarang apa yang harus saya perbuat untuk menebus dosa dan kesalahan saya Ustadz?

    • 18 August 2012 11:25 am

      Wa ‘alaikumussalaam Warohmatulloohi Wabarokaatuh,
      Jika demikian halnya, maka:
      1) Shodaqohkan HP itu kepada orang yang bisa memanfaatkannya pada perkara-perkara yang baik
      2) Jual HP itu
      Kemudian baik no: 1) dan 2) niatkan dalam hati, “Ya Allooh, aku bertaubat kepadamu atas kesalahan yang hamba lakukan tanpa berfikir panjang, dan sekarang aku shodaqohkan barang atau uang ini ATAS NAMA PEMILIK SEMULA. Semoga PAHALA AMAL SHOOLIHNYA ADALAH UNTUK PEMILIK SEMULA.”

      Barokalloohu fiika

      • budi permalink
        18 August 2012 2:44 pm

        Asalamualaikum Ustadz, Saya tidak tahu nama si pemiliknya Ustadz, apakah boleh diniatkan untuk namanya saya ganti dengan si fulan dan bagaimana kalo HP ini saya sendiri yang beli dengan harga yang sesuai di pasaran, apakah itu diperbolehkan ustadz.
        Jazakumullah Khoiron Katsiran

      • 23 August 2012 8:51 pm

        Wa ‘alaikumussalaam Warohmatulloohi Wabarokaatuh,
        Boleh saja, apa yang anda niatkan seperti itu (yaitu dishodaqohkan untuk atas nama “Fulan pemilik HP ini”). Juga boleh HP itu dibeli oleh anda sendiri asalkan harganya standar di pasaran, dan tidak boleh menguranginya karena kalau menguranginya maka itu adalah bagian dari memakan harta orang dengan cara yang tidak benar / baathil… Barokalloohu fiika

      • 23 August 2012 9:00 pm

        Jazaakumullah atas penjelasannya

        Pada tanggal 18/08/12, Al Ustadz Achmad Rofi’i Asy Syirbuni

  211. budi permalink
    29 August 2012 7:55 pm

    Asalamualaikum Ustadz, selama ini saya mendoakan orang tua saya yang telah meninggal seperti ini: Ilahadroti sayidina muhamadin. SAW, waila khusuzon arwahi Bpk …al-fatiha , apakah itu benar ? lalu bagaimana cara mendoakan orang tua yang sudah meninggal menurut Qur’an dan Hadist yang benar dan tidak mengandung unsur Bid’ah ?

    • 21 September 2012 7:32 am

      Wa ‘alaikumussalaam Warohmatulloohi Wabarokaatuh,
      Sebelumnya mohon maaf, karena kesibukan yang bertumpuk maka pertanyaan anda baru dapat Ustadz jawab sekarang… namun semoga dapat menjadi ilmu yang bermanfaat.

      Berdoa adalah Ibadah. Karena itu tidak seorang pun diberi wewenang untuk menambah atau mengurangi dalam perincian tatalaksana pelaksanaannya.

      Bisa dipastikan bahwa lafadz-lafadz seperti yang anda kemukakan itu semua tidak pernah ada tuntunannya dari Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم.

      Allooh سبحانه وتعالى berfirman dalam QS. Ibrohiim (14) ayat 40-41:

      رَبِّ اجْعَلْنِي مُقِيمَ الصَّلَاةِ وَمِنْ ذُرِّيَّتِي ۚ رَبَّنَا وَتَقَبَّلْ دُعَاءِ. رَبَّنَا اغْفِرْ لِي وَلِوَالِدَيَّ وَلِلْمُؤْمِنِينَ يَوْمَ يَقُومُ الْحِسَابُ

      Artinya:
      (40) “Ya Robbku, jadikanlah aku dan anak cucuku orang-orang yang tetap mendirikan shalat, ya Robb kami, perkenankanlah doaku.
      (41) Ya Robb kami, beri ampunlah aku dan kedua ibu bapaku dan sekalian orang-orang mukmin pada hari terjadinya hisab (hari kiamat).”

      Allooh سبحانه وتعالى berfirman dalam QS. Nuh (71) ayat 28 :

      رَبِّ اغْفِرْ لِي وَلِوَالِدَيَّ وَلِمَنْ دَخَلَ بَيْتِيَ مُؤْمِنًا وَلِلْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ وَلَا تَزِدِ الظَّالِمِينَ إِلَّا تَبَارًا

      Artinya:
      (28) “Ya Robbku! Ampunilah aku, ibu bapakku, orang yang masuk ke rumahku dengan beriman dan semua orang yang beriman laki-laki dan perempuan. Dan janganlah Engkau tambahkan bagi orang-orang yang dzolim itu selain kebinasaan.”

      Semua contoh do’a diatas dan masih banyak lagi adalah langsung memohon pada Allooh سبحانه وتعالى, TANPA HARUS MENGIRIM AL FATIHAH, atau MENYEBUT ROH-ROH ORANG-ORANG YANG SUDAH MENINGGAL. Kalaupun ada, dan semestinya dilakukan adalah melakukan apa yang tertera dalam adab do’a seperti memuji Allooh سبحانه وتعالى, mengucapkan sholawat atas Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم, beristighfar, mengakui kekurangan dan kelemahan diri, menyatakan keagungan dan kebesaran Allooh سبحانه وتعالى, lalu memanjatkan do’a yang kita butuhkan. Silakan anda baca “Etika Berdo’a pada Allooh” yang pernah dimuat dalam Blog ini agar lebih jelas (https://ustadzrofii.wordpress.com/2011/01/11/etika-berdoa-pada-allooh/)

      Allooh سبحانه وتعالى berfirman dalam QS. Al Baqoroh (2) ayat 186 :

      وَإِذَا سَأَلَكَ عِبَادِي عَنِّي فَإِنِّي قَرِيبٌ ۖ أُجِيبُ دَعْوَةَ الدَّاعِ إِذَا دَعَانِ ۖ فَلْيَسْتَجِيبُوا لِي وَلْيُؤْمِنُوا بِي لَعَلَّهُمْ يَرْشُدُونَ

      Artinya:
      (186) “Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran.”

      Demikianlah semoga jelas adanya… Barokalloohu fiika

      • budi permalink
        11 October 2012 8:49 pm

        Assalamu’alaikum

        semoga ustad tidak bosan2 menerima pertanyaan dari saya, begini ustadz saya dulu pernah bernazar jika saya lulus kuliah saya akan mengadakan pengajian dirumah saya dan saya belum melaksanakan nazar tersebut sekarang, karena saya sudah tidak mengikuti pengajian tersebut karena pengajian tersebut tarekat yaitu pengamalan shalawat dan saya keluar dari pengajian tersebut karena nabi Muhammad Sallallahu ‘Alaihi Wasallam tidak pernah mencontohkannya. yang saya ingin tanyakan apakah saya tetap melaksanakan nazar saya itu atau nazar saya itu bisa di gantikan dengan yang lain karena saya sudah tidak ikut di pengajian tersebut…

        terimakasih Ustadz

        “Jazakumullah Khoiron Katsiran”

      • 12 October 2012 10:42 am

        Wa ‘alaikumussalaam Warohmatulloohi Wabarokaatuh,
        Barangsiapa yang bernadzar terhadap ketaatan, maka lakukanlah. Dan barangsiapa yang BERNADZAR UNTUK KEMA’SHIYATAN, MAKA JANGANLAH MELAKUKANNYA. Demikian kata Rosuulullooh Sholalloohu ‘Alaihi Wassallam. Jika nadzar anda bermakna nadzar untuk melaksanakan kebaikan, dan bukan untuk melakukan kekufuran, kema’shiyatan dan ke-Bid’ahan, maka anda wajib menunaikannya.
        Seandainya majelis yang diikuti itu tidak sesuai dengan sunnah Rosuulullooh Sholalloohu ‘Alaihi Wassallam, maka anda boleh menggantinya dengan pengajian yang sesuai sunnah; demikian itu hendaknya nadzar anda ditunaikan. Dan itu bisa melalui kawan-kawan atau jama’ah pengajian yang sesuai sunnah, yang sekarang anda ikuti… Semoga jelas adanya, Barokalloohu fiika

      • budi permalink
        21 October 2012 8:55 am

        Assalamu’alaikum Ustad terimakasih atas jawabannya akan tetapi saya belum ada pengajian, jadi bagaimana Ustad apa bisa digantikan dengan yang lain selain mengadakan pengajian dirumah? Misalnya lewat infaq atau sodaqoh.

        Pertanyaan selanjutnya tentang kurban: Saya sudah membayar untuk kurban kemarin, lalu apakah benar saya tidak boleh mencukur rambut dan memotong kuku sampai hari penyembelihan. Dan apabila saya melakukannya apa hukumnya pak ustad? Terimakasih
        Jazaakumullahu khairan

      • 21 October 2012 7:05 pm

        Wa ‘alaikumussalaam Warohmatulloohi Wabarokaatuh,
        1. Tidak boleh mengganti nazar pengajian dengan infaq / shodaqoh. Namun hendaknya anda mengganti pengajian yang anda ikuti yang dahulunya itu adalah tidak sesuai dengan Sunnah Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم, menjadi pengajian yang sesuai dengan Sunnah Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم.
        2. Memang benar, tidak boleh mencukur rambut dan memotong kuku sampai hari penyembelihan. Dan apabila melakukannya, berarti melanggar Sunnah Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم, yang berarti kesempurnaan kurbannya menjadi berkurang…. Barokalloohu fiika

  212. صفوان التغالي permalink
    31 August 2012 3:08 am

    Assalamu’alaikum
    Ustadh yang senantiasa istiqamah di atas haq, saya mau tanya perihal kitab. Kitab tafsir dan ushul tafsir manakah yang metode pembahasannya mudah dicerna ? Saya membutuhkan kitab tersebut, baik yang berbahasa Arab maupun Indonesia. Kalau tidak keberatan, tolong kirim filenya ke alamat email saya. Atas perhatiannya, saya ucapkan banyak terima kasih dan semoga blog antum adalah termasuk blog yang mempertahankan al haq.

    • 6 September 2012 4:49 pm

      Wa ‘alaikumussalaam Warohmatulloohi Wabarokaatuh,
      Tentang Tafsir, maka Tafsir As Sa’dy Alhamdulillah sudah diterjemahkan dan diterbitkan oleh Penerbit Daarul Haq. Diawal Kitab itu akan antum temukan beberapa kaidah penting dan bermanfaat, serta mudah dicerna berkenaan dengan Kaidah menTafsirkan Al Qur’an… Barokalloohu fiika.

  213. Rama permalink
    4 September 2012 5:19 pm

    Asalamualaikum wr wb?
    Pa ustad maaf
    Saya mau tanya.
    Saya baru hafal doa kunut separuh. apakah shalat subuh dengan membaca doa kunut yang baru hafal separuh itu sah shalat saya??.
    Mohon di balas
    Walikum salam wr wb..

    • 21 September 2012 7:03 am

      Wa ‘alaikumussalaam Warohmatulloohi Wabarokaatuh,
      Qunut yang pernah dicontohkan Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم adalah hanya yang disebut oleh para ‘Ulama Ahlus Sunnah dengan nama Qunut Nazilah, yaitu Qunut yang dilakukan karena kejadian luar biasa yang menimpa ummat Islam, dan itu dilaksanakannya diseluruh sholat fardhu yang 5 waktu. Dan itu pun tidak berlangsung lama, kecuali hanya 1 bulan lamanya.

      Kalau kita mau meneliti dan mengamati secara seksama, sebenarnya lafadz do’a qunut yang anda maksudkan dalam pertanyaan itu adalah lafadz do’a untuk QUNUT WITIR, sebagaimana yang telah diriwayatkan dari al-Hasan bin ‘Ali رضي الله عنهما. HUKUM QUNUT WITIR ini adalah SUNNAH, disyari’atkan melakukan Qunut Witir sepanjang tahun sebelum ruku’.

      Adapun apabila do’a Qunut yang anda maksudkan itu kemudian diladzimkan di setiap shubuh, terlebih memberi sanksi sujud sahwi jika dia meninggalkannya, maka sesungguhnya yang demikian itu adalah faham dari sebagian kecil dari kalangan para ‘Ulama Muta’akhiriin. Dan kita tahu bersama bahwa ‘Ulama bukanlah dalil. Dalil itu adalah Al Qur’an, As Sunnah dan Al Ijma’.

      Semoga hal ini menjadi jelas bagi anda, dan insya Allooh sholat Shubuh anda sah walaupun tanpa membacanya… Barokalloohu fiika

  214. Zainur Rohib permalink
    9 September 2012 11:42 am

    Asslm. Ust ane mau tanya.. ane lihat tayangan Kajian Shohih Bukhori di TVRI oleh ust.Dr.Lutfi Ahad 9/9/12 jam 5 pagi..beliau menjelaskan tentang lafadz niat, katanya menurut Imam Syafii sunah melafadzkannya,sedangkan ane baca di beberapa buku bahwa melafadzkan niat (usholli dll) adalah bid’ah.. bagaimana menurut syar’inya? Kita kan gak bisa menyalahkan begitu saja ulama sekelas Imam Syafii..جزاكم الله خيرا كثيرا

    • 21 September 2012 6:57 am

      Wa ‘alaikumussalaam Warohmatulloohi Wabarokaatuh,

      Apa yang menjadi pertanyaan anda telah dijelaskan oleh ‘Ulama terkemuka dari madzab Asy Syafi’iy, yakni Al Imaam An Nawawy rohimahullooh, dimana beliau dalam Kitabnya “Al Majmuu’” memberikan penjelasan terhadap apa yang dikatakan oleh Abu ‘Abdillah Az Zubairy (‘Ulama madzab Asy-Syafi’iy lain yang menyatakan penggabungan niat di hati dan di lisan). Penjelasan tentang perkara ini adalah sebagai berikut:

      Berkata Abu ‘Abdillah Az Zubairy rohimahullooh, penulis Kitab “Al Haawy” dari kalangan ‘Ulama madzab Syafi’iy, “Tidak berpahala (seseorang yang berniat) sehingga dia menggabungkan niat di hati dan ucapan lisan.”

      Abu ‘Abdillah Az Zubairy rohimahullooh beralasan dengan pernyataan Imaam Asy Syafi’iy yakni:
      Imaam Asy-Syaafi’iy berkata, “Jika seseorang berniat untuk Haji atau Umroh, maka sah betapapun tidak melafadzkan Niat. Tidak seperti halnya dalam sholat, maka dia tidak sah kecuali dengan mengucapkannya.”

      Namun pernyataan Abu ‘Abdillah Az Zubairy tadi telah diberi komentar oleh Al Imaam An Nawawy rohimahullooh, dengan komentar sebagai berikut:
      Para shohabat kami berpendapat: “Telah kelirulah orang yang mengatakan ini; bukan mengucapkan Niat dalam sholat yang dimaksud oleh Al Imaam Asy Syafi’iy; tetapi maksudnya adalah ber-takbir. Yaitu seandainya seseorang melafadzkan Niat dengan mulutnya dan hatinya tidak berniat, maka sholatnya tidak dinyatakan sah, berdasarkan Ijma’. Seandainya seseorang berniat dalam hatinya melakukan sholat dhuhur, tetapi mulutnya menyatakan niat sholat ashar, maka yang terjadi adalah sholat dhuhur.”
      (“Al-Majmu` Syarh MuhadzabJilid III halaman 277, tulisan Imaam An-Nawawy)

      Disamping pernyataan Al Imaam An Nawawy rohimahullooh itu terdapat pula perkataan dari Ibnu ‘Abdil ‘Iz Al Hanafy rohimahullooh : “Tidak seorangpun dari Imaam yang empat, tidak Syafi’iy, tidak yang lainnya mengatakan mempersyaratkan melafadzkan Niat. Niat itu hanyalah tempatnya dalam hati dengan kesepakatan mereka, kecuali sebagian dari kalangan Muta’akhiriin yang mewajibkan melafadzkan Niat. Dan mengeluarkan satu sisi dalam madzab Syafi’iy. Akan tetapi Imaam An Nawawy berkata yang demikian itu adalah keliru.”
      (Kitab “Al Ittibaa’ halaman 62, tulisan Ibnu ‘Abdil ‘Iz Al Hanafy)

      Dengan demikian yang benar — walloohu a’lam — adalah sesuai kesepakatan para ‘Ulama bahwa Niat itu adalah didalam hati, dan bukan di mulut (atau bukan dilafadzkan dengan lisan).

      Barokalloohu fiika.

  215. 10 September 2012 9:07 pm

    Assalamualaikum Wr.Wb
    Mau tanya, jika di sekolah ada mushola, tapi kita gak sholat di mushola tersebut karena ramai, dan kita menjama’ sholat yang tertinggal tadi, itu hukumnya bagaimana ? Boleh atau tidak?

    • 13 September 2012 4:22 pm

      Wa ‘alaikumussalaam Warohmatulloohi Wabarokaatuh,
      1. Barokalloohu fiiki… anda boleh menjama’, ASALKAN TIDAK SELALU melakukannya seperti itu.
      2. Besok jangan terulang lagi, usahakan sholatnya di gelombang pertama ketika mushola tersebut belum ramai.

  216. 17 September 2012 10:54 am

    Assalamu’alaikum pak ustadz,
    Saya masih bingung mengenai ketentuan shalat di jama’ dan qoshor. Apa saja ketentuannya pada saat kita diperbolehkan shalat di jama’ dan qoshor ? dan lebih baik mana shalat di perjalanan misal pada kendaraan umum atau kendaraan pribadi dengan shalat jama’ dan qoshor ?

    • 28 September 2012 9:08 am

      Wa ‘alaikumussalaam Warohmatulloohi Wabarokaatuh,

      1. Islam itu istimewa; Allooh سبحانه وتعالى Maha Tahu bahwa manusia dalam hidupnya akan menghadapi berbagai masalah dan problematika. Terkadang normal, artinya berada dalam suatu keadaan aman, damai, terkendali. Tetapi acapkali berada dalam keadaan sulit, sempit, terjepit dan tidak aman.

      Dengan demikian Islam harus bisa menuntun ummatnya dengan baik dan benar. Karena itu seperti terdapat dalam pertanyaan ini, sholat qoshor dan jama’ sesungguhnya merupakan tuntunan Islam bagi seorang Muslim dalam menunaikan sholatnya.

      Seseorang melakukan sholat dengan sempurna atau normal jika dia dalam keadaan mukim dan tak berhalangan, sehingga tidak membutuhkan keringanan. Adapun jika dia mukim, tetapi sekali-sekali sedang membutuhkan keringanan maka Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم telah mencontohkannya, yaitu dengan cara menjama’ dan tidak meng-qoshor.

      Sedangkan seseorang yang sedang safar, yang sudah barang tentu safar itu adalah sebagaimana sabda Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم, “Sebagian dari adzab”; maka dari itu ketika safar seseorang biasanya mengalami repot, waktu yang sempit, keadaan dan kondisi yang mungkin saja tidak aman atau tidak kondusif. Pada saat ini lah seseorang diberi keringanan oleh Allooh سبحانه وتعالى untuk meng-qoshor sholat-nya. Dari yang semula 4 roka’at menjadi cukup hanya dengan 2 roka’at saja.

      Akan tetapi benar memang dia seorang musafir (sedang safar), jauh dari sanak famili, jauh dari negeri asalnya, tetapi keadaan dia itu terkendali; dalam artian dia tinggal di suatu tempat pada masa safar ini, tetapi memungkinkan baginya untuk sholat setiap saat. Maka dalam hal ini, dia tidak mesti men-jama’ sholatnya.

      2. Adapun mana yang lebih baik, tentu tergantung orangnya. Terutama kemampuan finansialnya.

      Bagi mereka yang mampu untuk berkendaraan pribadi, maka bagi dia walaupun safar dia bisa menggunakan bila perlu sholat qoshor pada setiap saat. Karena apa? Karena dengan kendaraan pribadi itu, misalnya dia dapat istirahat cukup, dapat memulihkan keletihan, dan dapat ber-rekreasi melalui menghentikan kepenatan perjalanannya untuk sholat.

      Tetapi jika tidak bisa seperti itu, dia boleh untuk sekaligus menjama’-nya, misalnya karena alasan susahnya mendapatkan air atau keadaan lain yang tak terduga.

      Adapun bagi yang berkendaraan umum, disini biasanya banyak muncul masalah. Secara syar’ie memang mudah, dalam artian adalah dia jama’ dan dia qoshor; tetapi kerap kali muncul masalah seperti supir kendaraan umum tersebut tidak menghentikan mobilnya, atau kendaraan lain yang dinaiki seperti kereta, kapal laut dan pesawat. Sehingga biasanya sulit untuk berhenti diwaktu sholat.

      Secara syar’ie, SHOLAT FARDHU hendaknya DILAKUKAN TIDAK DIATAS KENDARAAN, tetapi masalah yang dihadapi adalah seperti yang disebutkan diatas. Karena itu solusinya adalah beberapa opsi berikut yakni jama’ qoshor.
      Jika perjalanan kita memerlukan beberapa jam, maka hendaknya kita antisipasi dengan cara menggabungkan antara jama’ taqdim dan jama’ takhiir, disamping qoshor.

      Contoh:
      Jika kita pergi memerlukan waktu 10 jam-an atau lebih misalnya, dan berangkat diwaktu dzuhur, maka lakukan sholat dzuhur dan ashar dengan jama’taqdim tanpa qoshor karena kita masih mukim dan belum bertolak / berangkat safar. Kemudian lakukan jama’ takhiir untuk sholat maghrib dan Isya dengan cara melakukan sholat maghrib kemudian sholat Isya diwaktu penghujung Isya. Shubuh-nya lakukan ditempat tujuan. Jika hal ini memungkinkan.

      Tetapi jika tidak memungkinkan maka terhitung darurat, setelah meminta supir bis berhenti, tetapi dia tidak mau berhenti, atau kereta – kapal laut dan pesawat; maka lakukan sholat sedapat mungkin.

      Dan sebagai catatan, sebagian besar kaum muslimin yang membiasakan qodho, justru melakukan hal itu tidak pada tempatnya. Secara bahasa, qodho memang ada, yaitu menunaikan sholat diluar waktu yang semestinya. Namun yang tidak diperhatikan adalah hal itu dilakukannya karena suatu udzur ataukah karena suatu kesengajaan. Kalau karena suatu udzur, maka diperbolehkan. Dan inilah qodho yang dimaksud dalam syari’at Islam. Tetapi jika disengaja, maka ini yang tidak sesuai tuntunan Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم.

      Dalam hal ini tidak sedikit kaum Muslimin yang mengakhirkan atau bahkan meninggalkan sholat dengan sengaja, kemudian ia meyakini bahwa ia boleh mengqodho sholatnya itu di waktu lain disaat senggang atau sudah tuntas pekerjaannya. Padahal itu berarti meninggalkan sholat dengan sengaja, yang dapat berakibat pada dosa karena berarti ia melalaikan sholat.

      Demikianlah semoga jelas adanya… Barokalloohu fiika.

  217. susilo permalink
    23 September 2012 7:32 am

    Assalamu’alaikum warohmatulloohi wa barokaatuh
    Pak Ustadz minta tolong untuk membuat artikel tentang haramnya rokok dan musik. Karena di lingkungan ana banyak yang menganggap bahwa rokok itu adalah hukumnya hanya makruh pak ustad. Ana pengen membuat artikelnya tapi keterbatasan ilmu ana yang tidak bisa memberikan dalil-dalilnya pak. Jazakallahu khoiron katsiroon

  218. susilo permalink
    26 September 2012 9:21 pm

    Asslamu’alaikum warohmatulloohi wa barokatuuh
    Maaf ustad ana cerewet banget, tanya terus sama pak ustad.
    Pak ustad, ana dulu sewaktu masih jahil, Islam masih abangan, Islam yang amburadul lah pak ustad. Nah dulu pada waktu itu ana melakukan sesuatu dosa besar yaitu berjima’ di bulan romadhon dan tidak puasa romadhon sampe beberapa hari pak ustad, itu terjadi kurang lebih 4 tahunan yang lalu pak. Terus baiknya ana gimana pak ustad.
    Sukron jazakallahu khooir pak ustad.
    Semoga ALLAH TA’ALA selalu memberi kesehatan kepada pak ustad dan umur yang panjang pada pak ustad. Amiin

  219. susilo permalink
    30 September 2012 7:55 pm

    Assalamu’alaikum warohmatulloohi wabarokatuh
    Pak ustad, ada tuntunannya tidak kalo kita berhadats langsung bersuci? Intinya kondisi tubuh selalu keadaan suci. Terus klo kita pake sepatu ternyata kita berhadast mau berwudhu, apakah harus melepas sepatu untuk berwudhu? Sukron
    Jazakallahu khoiron katsiron

  220. tami permalink
    2 October 2012 9:33 pm

    Assalamu’alaykum warahmatullah uztadz, ana mau tanya bolehkah menaruh barang di mushola kampus untuk dijual? Mushola kampus saya adalah sebuah ruangan yang digunakan untuk sholat. Saya pernah baca kalau di dalam masjid tidak boleh melakukan hal atau berbicara yang bersifat duniawi, apakah hal itu berlaku juga untuk mushola? Dan batasan masjid itu sendiri bagaimana ya ustadz, apakah teras juga termasuk di dalamnya?
    Mohon penjelasannya.
    Jazakumullah khairan katsir..

    • 27 October 2012 7:54 pm

      Wa ‘alaikumussalaam Warohmatulloohi Wabarokaatuh,
      Masjid dan mushola dalam hal ini berhukum sama. Batas masjid dan mushola adalah tanah waqof yang diperuntukkan untuk masjid dan mushola, dengan batasan pagar / teras / selainnya yang merupakan batas akhir orang sholat.

      Adapun sekedar menaruh barang yang sementara untuk menunaikan sholat didalamnya maka hal ini tidak mengapa. Tetapi kalau memasang stand untuk berjualan / bertransaksi berjualan di masjid atau mushola adalah TIDAK BOLEH… Barokalloohu fiiki

  221. indra gunawan permalink
    6 October 2012 12:55 pm

    Assalamua’laikum warohmatullahi wabarokatuh…
    Uztad saya mau tanya..ada mushola dekat rumah, adzannya jelas tapi ada juga masjid agak jauh (adzannya tidak sampai ke rumah), tapi tidak memberatkan (belum selesai adzan udah sampai ke mesjid), dalam keadaan ini apakah saya harus ke masjid atau mushola ?

    • 27 October 2012 7:38 pm

      Wa ‘alaikumussalaam Warohmatulloohi Wabarokaatuh,
      Semakin jauh langkah seseorang menuju masjid, semakin seseorang ikut sholat berjama’ah di masjid yang jama’ahnya lebih banyak, maka pahalanya akan lebih besar dan berlipat… Barokalloohu fiika

  222. mhila permalink
    13 October 2012 7:24 pm

    Assalamu’alaikum ustadz, gimana hukumnya membuat gantungan kunci / HP berbentuk boneka kartun? Syukron

    • 27 October 2012 7:31 pm

      Wa ‘alaikumussalaam Warohmatulloohi Wabarokaatuh,
      Tidak boleh… Barokalloohu fiik

  223. Ummu Salman permalink
    14 October 2012 11:20 pm

    Assalamu’alaikum warohmatullohi wabarokatuh,
    Ustadz, afwan, saya mau tanya beberapa hal berikut:
    1) Bolehkah kita memakai baju gamis dan cadar berwarna putih ketika keluar rumah?
    2) Saya seorang guru TK, bagaimana hukumnya memperdengarkan murottal di sekolah sebelum anak-anak masuk kelas?
    3) Bagaimana hukumnya mengikuti perlombaan mengajar atau cerita untuk guru TK antar sekolah?
    Demikian Ustadz, jazaakumulloh khoiron.

    • 27 October 2012 7:28 pm

      Wa ‘alaikumussalaam Warohmatulloohi Wabarokaatuh,
      1. Dianjurkan agar setiap Muslimah dalam mengenakan jilbab dan cadarnya berwarna gelap atau hitam. Yang demikian itu adalah lebih menutup kesan keadaan aurot yang ditutupinya. Adapun jika mengenakan pakaian putih, maka selain tidak disyari’atkan Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم wanita berpakaian putih, warna ini memberi peluang untuk lebih transparannya aurot wanita yang semestinya ditutupi. Bahkan bisa dikaitkan dengan tasyabbuh dengan laki-laki, karena laki-laki dianjurkan memakai warna putih sedangkan wanita dianjurkan menggunakan warna gelap / hitam.
      2. Boleh
      3. Boleh
      Barokalloohu fiiki

  224. Abu Alfath permalink
    15 October 2012 1:04 am

    Assalamu’alaikum warohmatullohi wabarokatuh,
    Ustadz, berkaitan dengan adanya perbedaan mengenai jadwal shubuh dengan masjid di sekitar rumah, ada seorang ustadz yang berpendapat bahwa bagi kita yang sudah melaksanakan jadwal yang benar maka ada 3 alternatif yaitu:
    1. Kita diperbolehkan untuk ikut berjama’ah dengan niat sholat sunnah di masjid yang belum memperbaiki jadwal shubuhnya kemudian kita sholat shubuh lagi di rumah, dengan catatan da’wah tetap harus disampaikan berkaitan dengan kesalahan jadwal sholat shubuh.
    2. Kita datang ke masjid belakangan sesuai dengan jadwal sholat shubuh yang benar dan boleh melaksanakannya dengan munfarid.
    3. Kita sholat shubuh di rumah.
    Yang menjadi pertanyaan adalah benarkah alternatif yang pertama di atas?
    Jazakalloh khoir.

    • 27 October 2012 7:26 pm

      Wa ‘alaikumussalaam Warohmatulloohi Wabarokaatuh,
      Seseorang yang akan melakukan sholat shubuh, hendaknya datang ke masjid untuk sholat berjama’ah pada saat setelah waktu shubuh telah masuk. Ini adalah kaidah yang benar dan hendaknya dihidupkan oleh setiap Muslim. Tetapi berjama’ah dengan Imam yang menegakkan sholat shubuh sebelum waktunya dengan niat sholat sunnah, kemudian dia menunaikan sholat shubuhnya lagi di rumah, menurut Ustadz – walloohu a’lam bishowaab – adalah tidak sesuai dengan sunnah dan sia-sia. Karena hukum asal kita pergi ke masjid adalah untuk sholat shubuh berjama’ah, bukan untuk sholat sunnah. Sedangkan sholat sunnah qobliyah shubuh dengan serta merta seperti yang diceritakan, maka itu tidak ada didalam sunnah, dan karena itu hendaknya kita tidak merutinkannya tiap hari.

      Adapun tentang asumsi orang, maka kita tetap lakukan sosialisasi tentang waktu shubuh yang sebenarnya dari fajar shodiq sebagai tanda waktu masuk sholat shubuh yang benar. Tentu dengan bil hikmah, tetapi kita tidak umpet-umpetan, karena sekarang Islam sudah lengkap dan tidak ada yang melarang. Orang kaafir dan orang faasiq saja dalam melakukan kekufuran dan kefaasiqannya selalu bertameng hak asasi manusia, apalagi kita seorang Muslim…. Barokalloohu fiika

  225. FAUJI permalink
    18 October 2012 3:29 pm

    Asalamualaikum wrb.
    Bapak Ustad yang saya hormati,
    Saya mau bertanya:
    “Saya ada permasalahan dengan tetangga saya. Permasalahannya saya adalah dikarenakan saya membuat bangunan atau memasang paving diantara rumah saya dan tetangga saya. Pada dasarnya tanah yang saya pasang paving tersebut diakuinya sebagai tanahnya, tetapi saya sendiri tidak mengakui tanah itu sebagai tanah saya. Karena saya memasang paving itu untuk kepentingan umum, sebagai amal jariah saja. Dan tetangga saya itu menolak dengan alasan mau membangun rumah sewaan. Padahal jalan tersebut tidak seluruhnya kena posisi tanahnya, dan jalan yang akan saya pasang paving tersebut menuju arah maqam seorang aulia yang kami sendiri tidak tahu asalnya maqam tersebut, karena maqam tersebut sudah sejak jaman dahulu sudah ada… Yang saya tegaskan, orang / tetangga saya tersebut tidak setuju apabila saya memasang paving di jalan tersebut. Adakah hadits yang bisa membahas tentang ini?”

    • 27 October 2012 6:40 pm

      Wa ‘alaikumussalaam Warohmatulloohi Wabarokaatuh,
      Sebagaimana apa yang anda utarakan dalam pertanyaan diatas, bahwa: “…Padahal jalan tersebut TIDAK SELURUHNYA KENA POSISI TANAHNYA….” (dengan kata lain, berarti ada sebagian yang kena lahan tetangga anda), maka niat amal jariyah anda tetap tidaklah dibenarkan karena hal tersebut bukan pada tempatnya, mengingat bahwa:
      1. Pengguna lahan tidak memiliki izin dari Pemiliknya, sekalipun itu adalah sebagian lahan, sementara lahan lainnya adalah bukan milik tetangga anda. Hal ini akan berakibat pada Ghoshob (menggunakan hak orang tanpa izin Pemiliknya) dan itu adalah Dosa.
      2. Jalan itu menuju maqam yang anda katakan adalah seorang Wali, dimana keumuman masyarakat jika dianggap Wali maka tidak mustahil dikemudian hari jalan itu menjadi hidup dan dipakai untuk menziarahi kuburan tersebut. Yang tidak mustahil pada ziarah tersebut para pengunjung meminta-minta (berdo’a) / melakukan ibadah lainnya yang tidak disyari’atkan kepada Wali itu; dimana hal yang demikian adalah bagian daripada bertolong-tolongan dalam dosa dan permusuhan. Sehingga niat baik anda bukannya berpahala malah akan mendatangkan dosa.
      Semoga Allooh Subhaanahu Wa Ta’aalaa mengganti niat amal jariyah anda dalam hal ini, dengan amal jariyah lain yang lebih baik dan tidak mendatangkan dosa / masalah…. Barokalloohu fiika

  226. siti permalink
    20 October 2012 9:21 pm

    Assalamu’alaikum Wr.Wb.maaf Ustazd saya hamba Alloh di Purbalingga ingin bertanya tentang hukum bekerja membuat bulu mata palsu,karena saya pernah membaca hadist yang melarang kaum wanita menggunakan rambut palsu lalu bagaimana hukum membuatnya? jazakumulloh khoiron atas penjelasannya.

    • 21 October 2012 7:01 pm

      Wa ‘alaikumussalaam Warohmatulloohi Wabarokaatuh,
      Hadits yang anda baca itu benar. Didalam Islam memang terlarang bagi kaum wanita untuk menggunakan rambut palsu, termasuk juga bulu mata palsu. Islam mengajarkan kejujuran. Islam mengajarkan para pengikutnya untuk menerima taqdir dan pemberian Allooh Subhaanahu Wa Ta’aalaa. Sedangkan memalsu (termasuk membuat bulu mata palsu ataupun rambut palsu) adalah melanggar itu semua. Oleh karena itu cobalah anda mencari pekerjaan lain yang lebih berkah… semoga Allooh Subhaanahu Wa Ta’aalaa memudahkannya bagi anda, agar anda memperoleh keberkahan hidup dan apa-apa yang mendatangkan keridho’an-Nya… Barokalloohu fiiki

  227. Siti permalink
    21 October 2012 7:45 pm

    Assalamu’alaikum Wr.Wb. Ustazd saya sangat berterimakasih atas penjelasan ustadz mengenai pertanyaaan saya tentang hukum membuat bulu mata palsu, sekarang saya jadi lebih paham. Dalam kesempatan ini saya juga ingin kembali memohon penjelasan ustadz tentang beberapa persoalan yang saya hadapi :
    1. Apa hukum wanita yang membaca Al-Qur’an (Qori’ah) didepan orang banyak (pengajian akbar)? Karena ada yang menganggap bahwa suara wanita itu aurat, apakah termasuk juga suara wanita yang digunakan untuk membaca Al Qur’an (Qori’ah)? Jika iya kenapa suara wanita yang menyanyi diatas panggung tidak dipersoalkan?
    2. Apa hukum menjadi mitra bisnis jasa pembayaran listrik, speedy, telpon, dll secara online yang sekarang sedang menjamur? Apakah mengandung unsur riba atau tidak?
    Jazakalloh Khairan atas penjelasannya. (Siti di Purbalingga).

    • 27 October 2012 6:04 pm

      Wa ‘alaikumussalaam Warohmatulloohi Wabarokaatuh,
      1. Wanita adalah aurot, dan hal itu termasuk suaranya. Karena tidak sedikit laki-laki yang terpanah hatinya oleh merdunya suara wanita. Karena itu apabila anda melihat banyak wanita menembang / menyanyi apalagi berjoget diatas panggung, maka hal tersebut bukan berarti hukumnya adalah boleh, pada saat tidak ada sikap yang tegas yang menindak keharomannya. Untuk perkara menyanyi dan berjoget, silakan baca artikel ceramah yang pernah dimuat pada Blog ini yang berjudul “Larangan Bernyanyi & Berjoget” (klik: https://ustadzrofii.wordpress.com/2011/02/09/larangan-bernyanyi-dan-berjoget/)

      Adapun Qori’ah membacakan Al Qur’an didepan umum, maka itu adalah bermasalah dari sisi antara lain:
      a) Qori’ah itu sendiri menampakkan diri didepan umum, yang kerap kali dia telah berhias sebelumnya dengan rapih, cantik dan harum; yang mana tidak diragukan bahwa hal ini adalah telah MELANGGAR SYAR’IE.
      b) Diantara yang dinilai dalam acara itu adalah indah dan merdunya suara, juga seni mengalunkan bacaan Al Qur’an; dimana seni melantunkan Al Qur’an dengan rumusan-rumusan tertentu adalah TIDAK PERNAH DISUNNAHKAN oleh Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم
      c) Suara merdu dan indah yang dikumandangkan Qori’ah tadi di depan umum,yang kebanyakan biasanya bahkan dihadapan laki-laki; maka hal ini TIDAK AKAN DITEMUKAN ALASAN KUAT UNTUK MEMBOLEHKANNYA.

      2. Tidak mengapa, selama dia telah menjalin kesepakatan bahwa konsumen membayar wajib bayarnya sesuai dengan beban yang dipakainya. Kemudian dia membayar lebih dari yang semestinya, sesuai dengan ketentuan biro jasa itu sebagai kompensasi penjualan jasa administrasi…. Barokalloohu fiiki

  228. nabila permalink
    24 October 2012 1:08 pm

    Assalamualaikum Ustad.. maaf saya mau bertanya soal kekecewaan kita terhadap orangtua… Jika seorang anak di kata-katai oleh orangtuanya yang bukan-bukan (dijlek-jelekan) atas sesuatu yang tidak pernah dilakukan, apa yang seharusnya dilakukan seorang anak agar tidak merasa berdosa terhadap orangtua… Sementara anak tersebut sudah tidak tahan dengan berbagai perkataan yang tidak mengenakkan tersebut didengar berulang… Atas nasihatnya saya ucapkan terima kasih

    • 27 October 2012 5:47 pm

      Wa ‘alaikumussalaam Warohmatulloohi Wabarokaatuh,
      Terbaik menyikapi orangtua seperti itu adalah menjauhi orangtua dengan tetap terus berusaha berperilaku baik kepadanya dan memberi nasehat dan peringatan atas perbuatannya yang aniaya terhadap anaknya melalui memberikan buku-buku agama / kaset ceramah / lainnya… Barokalloohu fiiki

  229. Dee yossef permalink
    24 October 2012 2:02 pm

    Asslm.wr.wb,
    Bolehkah seorang istri membaca iqomah ketika berjamaah berdua dengan suami?

    • 27 October 2012 11:37 am

      Wa ‘alaikumussalaam Warohmatulloohi Wabarokaatuh,
      Wanita tidak disyariatkan untuk azan dan iqomah pada saat ada laki-laki, walaupun ia berdua bersama suaminya… Barokalloohu fiiki

  230. 25 October 2012 11:54 am

    Bismillahirrahmanirrahim.
    Assalamu’alaikum Ustadz yang dirahmati Allah.
    Saya ingin konsultasi. bisakah sebuah sumpah di masa lalu dibatalkan?
    Begini ceritanya.. Kakeknya teman saya dulu pernah bersumpah untuk tidak boleh / mengijinkan keturunannya menikah atau berjodoh dengan orang Aceh sampai tujuh keturunan. Penyebabnya dulu mungkin sang kakek pernah sakit hati dengan orang Aceh. Lafadh sumpah dan cerita yang jelas dan selengkapnya kami tidak lah mengetahuinya. Jadi teman saya itu ingin menikah dengan orang Aceh saat ini, insya Allah semuanya sudah deal (sudah melalui proses), (tiba-tiba berita itu datang) tinggal hanya gara-gara sumpah itu saja yang membuat sebuah pernikahan yang suci itu tidak jadi. Apakah ini yang benar-benar dikatakan takdir Ustadz dan kita harus menerima begitu saja? Rasanya konyol sekali. Trus kalaulah memang sumpah seperti itu bisa dihapus atau dibatalkan bagaimanakah tata caranya? Teman saya itu adalah keturunan kedua dari kakek itu Ustadz. Oya ustadz satu lagi yang ingin tau penjelasannya, misalnya ada seorang yang bersumpah dengan kata-kata ini: “Demi Allah saya tidak akan menikah kecuali dengan kamu”, tapi dalam hatinya sedikit ada ketidak-seriusan dengan kata-kata itu, ia hanya mengharap pujaan hatinya itu kembali padanya lagi. Ceritanya dulu diputusin, galau, pikiran sempit, makanya terucaplah kata-kata sumpah itu. Nah, itu bagaimana ustadz?? Mohon penjelasan dan solusinya. Syukran wa Afwan.

    • 27 October 2012 11:34 am

      Wa ‘alaikumussalaam Warohmatulloohi Wabarokaatuh,
      1. Jika seseorang bersumpah untuk melakukan sesuatu atau meninggalkan sesuatu, kemudian dia melanggarnya, maka hendaknya dia harus membayar kaffaroh (kifarat) sebagaimana Allooh سبحانه وتعالى berfirman dalam QS. Al Maa’idah (5) ayat 89:

      لَا يُؤَاخِذُكُمُ اللَّهُ بِاللَّغْوِ فِي أَيْمَانِكُمْ وَلَٰكِنْ يُؤَاخِذُكُمْ بِمَا عَقَّدْتُمُ الْأَيْمَانَ ۖ فَكَفَّارَتُهُ إِطْعَامُ عَشَرَةِ مَسَاكِينَ مِنْ أَوْسَطِ مَا تُطْعِمُونَ أَهْلِيكُمْ أَوْ كِسْوَتُهُمْ أَوْ تَحْرِيرُ رَقَبَةٍ ۖ فَمَنْ لَمْ يَجِدْ فَصِيَامُ ثَلَاثَةِ أَيَّامٍ ۚ ذَٰلِكَ كَفَّارَةُ أَيْمَانِكُمْ إِذَا حَلَفْتُمْ ۚ وَاحْفَظُوا أَيْمَانَكُمْ ۚ كَذَٰلِكَ يُبَيِّنُ اللَّهُ لَكُمْ آيَاتِهِ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ
      Artinya:
      Allooh tidak menghukum kamu disebabkan sumpah-sumpahmu yang tidak dimaksud (untuk bersumpah), tetapi Dia menghukum kamu disebabkan sumpah-sumpah yang kamu sengaja, maka kaffarat (melanggar) sumpah itu, ialah memberi makan sepuluh orang miskin, yaitu dari makanan yang biasa kamu berikan kepada keluargamu, atau memberi pakaian kepada mereka atau memerdekakan seorang budak. Barang siapa tidak sanggup melakukan yang demikian, maka kaffaratnya puasa selama tiga hari. Yang demikian itu adalah kaffarat sumpah-sumpahmu bila kamu bersumpah (dan kamu langgar). Dan jagalah sumpahmu. Demikianlah Allooh menerangkan kepadamu hukum-hukum-Nya agar kamu bersyukur (kepada-Nya).”

      2. Adapun tentang sumpah serapah seseorang untuk tidak boleh menikahkan atau harus menikahkan anak keturunannya dengan suatu suku tertentu, maka hal itu TIDAK SYAR’IE. Selama prosesi perjodohan itu sesuai dengan koridor Syar’ie, maka Syari’at tidak mengharomkannya. Dan bagi siapapun tidak diberi kewenangan untuk menghalalkan apa yang diharomkan Allooh سبحانه وتعالى atau mengharomkan apa yang dihalalkan Allooh سبحانه وتعالى.

      Demikianlah, semoga jelas adanya… Barokalloohu fiiki

  231. siti permalink
    27 October 2012 8:01 pm

    Alhamdulillhah, dengan jawaban ustazd yang begitu gamblag membuat saya bertambah pengetahuan tentang agama. Semoga Alloh SWT membalasnya dengan kebaikan pula fidunya wal akhiroh Amin. Jazakalloh ya Ustazd. Tapi ada satu hal yang membuat saya heran kenapa semua jawaban dari beberapa penanya yang bertanya disini ko’ jawabannya masuk ke email saya, apa karena salah kirim atau bagaimana? Saya sih tidak begitu masalah, hanya saja takutnya ada penanya yang mungkin sedang menanti jawaban ustadz lewat email mereka malah dikirim ke email saya kan kasian mereka tidak bisa segera membaca jawaban pak ustadz. Atas perhatiannya saya ucapkan trimakasih.

    • 27 October 2012 8:25 pm

      Mohon maaf apabila demikian, bisa jadi kekeliruan tersebut adalah berasal dari program wordpress dimana Blog ini dibuat, karena Ustadz hanyalah menjawab sebatas apa yang ditanya oleh jama’ah yang bertanya. Sungguh mengherankan apabila jawaban untuk orang lain masuk kedalam email anda… Namun terimakasih atas pemberitahuannya, insya Allooh akan kami check lebih lanjut tentang hal ini pada Blog

  232. doni permalink
    3 November 2012 10:40 am

    Pak ustad saya mau bertanya bagaimana hukumnya bila dua orang laki-laki berdiskusi tentang cerai dan tanpa sengaja mengucapkan lafaz cerai sementara diruangan itu juga ada istri mereka yang sedang bercerita, apakah jatuh talak kepada istri mereka?

    • 8 November 2012 11:05 am

      Tidak, karena dia tidak bermaksud menceraikan istrinya. Sebagaimana sabda Rosuulullooh Sholalloohu ‘Alaihi Wassallam, “Sesungguhnya amalan itu dibarengi dengan Niat“…. Barokalloohu fiika

  233. Muhnuwi permalink
    6 November 2012 11:26 am

    Assalamu’alaikum Warohmatulloohi Wabarokaatuh,

    Pak Ustads, saya mau bertanya. Saya sudah melakukan zina mata dengan melihat aurat anak gadis yang sudah saya anggap anak (keponakan dari istri) dan zina tangan dengan memegang kemaluan anak tersebut. Hal ini terjadi karena saya tidur dengan anak tersebut. Terkadang di waktu tidur secara tidak sengaja saya memegang kemaluannya.
    Tapi suatu hari ketika saya bercanda dengan keterlaluan, yaitu dengan memelorotkan celananya sehingga terlihatlah aurat kemaluannya. Dan tepat pada saat itu istri saya pun melihat.
    Akibat dari hal tersebut, saya didiamkan oleh istri saya. Saya tidak tahu sampai kapan saya akan didiamkan. Bahkan istri saya pun berganti baju tidak mau dilihat oleh saya.

    Saya sendiri menyadari bahwa apa yang saya lakukan terhadap anak gadis tersebut adalah salah. Dan saya menyadari bahwa apa yang terjadi itu adalah teguran yang keras dari ALLAH, dan saya yakin bahwa teguran tersebut adalah cinta ALLAH kepada saya untuk menjauhi dosa sebelum ajal menjemput.

    Yang saya ingin tanyakan adalah, apa yang harus saya perbuat atas didiamkannya saya oleh istri?

    Terima kasih.

    • 8 November 2012 11:03 am

      Wa ‘alaikumussalaam Warohmatulloohi Wabarokaatuh,
      Dosa anda seperti itu tergolong Dosa Besar, karena bukan sekedar melihat dan meraba, akan tetapi bisa menuju pada Zina yang besar. Karena itu wajar kalau istri anda marah. Selain daripada bahwa perbuatan itu salah secara Syar’ie, hal itu juga merupakan bagian dari kecemburuan istri anda, ditambah lagi anak gadis itu adalah keponakannya sendiri. Oleh karena itu, jika anda ingin memperbaiki keadaan, maka lakukan 2 perkara:

      1. Anda bertaubat kepada Allooh Subhaanahu Wa Ta’aalaa dengan menyesali perbuatan itu, meninggalkan perbuatan tersebut dan menggantinya dengan perbuatan yang terpuji. Termasuk, seharusnya agar hal itu tidak terjadi lagi, juga karena anak gadis itu bukanlah mahrom bagi anda, bahkan ia adalah aurot bagi anda, dan ia juga bukan tanggungan anda, maka SEHARUSNYA ANAK GADIS ITU DIKELUARKAN & DIJAUHKAN DARI ATAP RUMAH TANGGA ANDA. Tentunya lakukanlah dengan bahasa dan cara yang baik-baik.

      2. Anda harus meminta maaf.
      a) Pertama, kepada istri, karena dia sebagai wanita telah terluka karena menyaksikan pelecehan sesama wanita, dan sebagai kerabat tentu istri anda merasa sakit karena keponakannya diperlakukan tidak senonoh, juga sebagai istri maka dia tidak suka apabila anda bermain selingkuh dengan wanita lain karena itu adalah zina. Sebagai Muslimah, tentu itu adalah ma’shiyat kepada Allooh yang disaksikannya dari suaminya sendiri.
      b) Meminta maaf kepada anak gadis tersebut yang telah dipermalukan, telah mengalami pelecehan seksual dan hal itu merupakan pendidikan yang buruk melalui contoh yang salah dari orang yang semestinya menjadi panutan / contoh bagi dirinya. Oleh karena itu segeralah minta maaf, dan jangan ditunda.

      Barokalloohu fiika.

  234. asti permalink
    6 November 2012 7:34 pm

    Assalamualaikum, ketika seorang suami melakukan kesalahan yang sangat dibenci Allah, apakah seorang istri wajib untuk melayani suaminya??

    • 8 November 2012 10:49 am

      Wa ‘alaikumussalaam, bisakah anda menjelaskan terlebih dahulu dengan apa yang dimaksud sebagai “kesalahan yang sangat dibenci Allah” itu? Agar Ustadz dapat memberikan jawaban dengan lebih tepat, apabila mengetahui permasalahan anda dengan benar… Barokalloohu fiiki

  235. 7 November 2012 6:33 pm

    Assalamualaikum wr wb
    pak Apakah kita diperbolehkan sholat sendirian diantara orang-orang yang sholat berjamaah dalam 1 mushola?
    Wassalamualaikum wr wb

  236. Hamba allah permalink
    9 November 2012 4:17 pm

    Assalamualaikum ustadz…
    Saya punya pertanyaan mengenai dosa dan taubat…
    Jika seseorang melakukan dosa semisal memfitnah,akan tetapi telah taubat yakni taubatan nasuha maka akan diampuni dosanya seperti sabda Rosuulullooh Sholalloohu ‘Alaihi Wassallam bahwa Orang yang bertaubat dari dosa, adalah bagaikan orang yang tidak berdosa. akan tetapi orang yang tadinya difitnah itu berdoa kepada Allah, semoga Allah membalas segala dosa yang telah diperbuat, doa orang teraniaya mudah di-ijabah oleh Allah. Serta dalam Al Quran menyebutkan bahwa dosa sekecil apa pun akan mendapat balasnya..
    Bagaimana tanggapan ustadz.. Mohon penjabarannya mengenai hal tersebut, antara dosa yang telah terampuni karena taubat nasuha dengan balasan dari Allah.

    • 3 January 2013 5:56 pm

      Wa ‘alaikumussalaam Warohmatulloohi Wabarokaatuh,
      Tidak ada pertentangan antara kedua keadaan tersebut.

      Jika Taubatan Nasuha itu telah dijalani sesuai prosedur yang diajarkan Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم, maka tidak perlu khawatir tentang adanya akibat dari kedzoliman atau ma’shiyat yang dilakukannya sebelum bertaubat.

      Kalau orang yang difitnahnya masih menuntut atau mendo’akan jelek terhadapnya, maka itu berarti taubatan nasuhanya belumlah sesuai dengan prosedur Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم.
      Karena kalau sesuai dengan prosedur Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم, maka semestinya ia telah menjalani proses untuk meminta maaf pada orang yang difitnahnya. Meminta maaf pada orang yang difitnahnya itu adalah bagian dari prosedur Taubatan Nasuha yang mesti dilaksanakan.
      Barokalloohu fiikum

  237. 11 November 2012 5:37 pm

    Assalamualaikum ustadz…….
    Ana mau tanya. Ada cerita nyata, sepasang suami istri nikah sirih artinya pernikahan mereka tidak tercatat secara pemerintah. Sang laki-laki merupakan PNS dan sebelumnya sudah beristri, istri muda menerima lamaran karena sang suami akan menceraikan istri pertamanya. Sedangkan sampai saat ini sang suami tidak pernah menceraikan istri pertamanya. Suami tinggal sama istri muda, sedangkan gaji PNS diserahkan kepada istri pertama dan istri kedua hanya mendapat dari gaji honornya saja.
    Karena kesal, sang istri muda minta dicerai akan tetapi suaminya tidak ingin menceraikan istri muda tersebut.
    Pertanyaannya :
    1. Hal apa yang dapat dilakukan istri muda agar diceraikan oleh sang suami?
    2. Dalam kasus seperti ini apakah istri boleh melakukan khulu’?

    • 3 January 2013 5:54 pm

      Wa ‘alaikumussalaam Warohmatulloohi Wabarokaatuh,
      Seandainya rumah tangga itu diusahakan untuk langgeng melalui mencari titik perdamaian yang memberi kebaikan kepada ketiga belah pihak, maka alangkah baiknya hendaknya. Karena wanita yang tidak bersuami (hidup menjanda), fitnahnya adalah tidak sedikit. Menceraikan istri yang lama yang sudah beranak pinak, juga tidak sesuai dengan Sunnah Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم. Oleh karena itu, berdamailah diatas naungan Sunnah Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم. Insya Allooh lebih berkah dan lebih baik.

      Adapun khulu’ jika dilandaskan pada menyalahi syar’ie yaitu karena “ngambek” akibat suami tidak menceraikan istri pertama atau karena tidak menerima akibat takdir Allooh سبحانه وتعالى terhadap suami berkenaan dengan keterbatasan rizqy, maka yang demikian itu khawatir akan mengakibatkan fitnah di kemudian hari bagi wanita yang meminta khulu’.

      Barokalloohu fiiki

  238. gita permalink
    19 November 2012 1:09 am

    Assalamualaikum… ustad, saya mau tanya. Masih adakah ampunan untuk wanita yang sudah berzina dengan pacarnya? Bagaimana agar taubat wanita tersebut diterima oleh Allah SWT? Dan masih adakah harapan untuk terhindar dari api neraka?? Terimakasih.

    • 29 November 2012 1:03 pm

      Wa ‘alaikumussalaam Warohmatulloohi Wabarokaatuh,
      Memang pintu taubat selalu Allooh Subhaanahu Wa Ta’aalaa buka hingga nyawa di kerongkongan atau hingga matahari terbit di sebelah Barat.

      Akan tetapi:
      1. Nyawa manusia dicabut oleh Pencipta-Nya dengan tiba-tiba. Tanpa diketahui oleh orang tersebut sekalipun, kapan nyawanya itu akan dicabut.
      2. Kesalahan terhadap manusia saja, manusia takut karena akibat yang akan ditimbulkannya; kenapa tidak merasa takut jika dia berdosa kepada Penguasa Semesta Alam? Kemanakah rasa takut itu? Mengapa manusia lebih ditakuti daripada Allooh Subhaanahu Wa Ta’aalaa?
      3. Walaupun pintu taubat terbuka, tetap hanya TAUBAT NASUHA sajalah yang akan menjadi penyebab turunnya ampunan bagi orang yang berlumur dosa. Tetapi bagi orang yang mempermainkan Allooh Subhaanahu Wa Ta’aalaa maka Allooh Subhaanahu Wa Ta’aalaa tidak akan mengampuni.

      Mudah-mudahan anda tergolong orang yang dibimbing-Nya untuk menempuh Taubat Nasuha, agar anda memiliki harapan untuk terhindar dari murka-Nya di hari akhirat…
      Barokalloohu fiiki

  239. asti permalink
    20 November 2012 8:36 am

    Yang di benci Allah seperti minum minuman keras, berbohong kepada istri dan orang tuanya sendiri. Apakah saya wajib untuk melayaninya?

    • 29 November 2012 12:56 pm

      Wa ‘alaikumussalaam Warohmatulloohi Wabarokaatuh,
      Anda masih wajib untuk melayani suami anda… Adapun dosanya adalah tanggungan suami anda. Hanya saja, tetaplah memberi nasehat… Barokalloohu fiiki

  240. Ummu Salman permalink
    20 November 2012 3:57 pm

    Assalamu‘alaikum Warohmatullohi Wabarokatuh, Ustadz, bagaimana hukumnya bila mendatangi undangan hajatan dari tetangga dekat atau saudara yang menggelar hiburan organ tunggal?

    • 29 November 2012 12:54 pm

      Wa ‘alaikumussalaam Warohmatulloohi Wabarokaatuh,
      Menghadiri undangan adalah bagian dari hak saudara kita sesama Muslim, sehingga hukumnya menjadi wajib bagi kita yang diundang untuk menghadirinya.
      Akan tetapi, jika pada acara undangan tersebut terdapat hal-hal yang menggugurkan hukum wajib hadirnya itu, maka TIDAK BERDOSA JIKA TIDAK MENGHADIRINYA, bahkan bisa termasuk harom untuk menghadiri undangan tersebut jika didalamnya mengandung unsur ma’shiyat seperti: musik, lagu, joget, campur laki perempuan, pamer kekayaan, tabaaruj, dan sejenisnya… Barokalloohu fiiki

  241. Wimbo Sasongko permalink
    20 November 2012 4:11 pm

    Assalamualaikum wr wb Ustadz Achmad Rofi’i Asy Syirbuny,

    1. Pertama-tama perkenalkanlah nama saya Wimbo Sasongko (59), saat ini menjalankan usaha bidang Outsourcing (alih daya / suplai tenaga kerja), dengan mendapatkan management fee dari perusahaan mitra, ingin mengajukan konsultasi tentang permasalahan di bawah ini :
    2. Kasus : dalam perjanjian dengan mitra, telah ditetapkan dan disepakati bahwa harga transaksi untuk setiap satuan tenaga kerja (tidak menyebutkan nama per orang karyawan), sudah diperhitungkan segala biaya yang akan timbul, baik perhitungan bulanan maupun tahunan a.l.:
    – Perhitungan bulanan : gaji pokok, uang transport, uang makan, iuran jamsostek, pajak penghasilan, dll. (catatan : tunjangan lembur diperhitungkan ditagihkan/ dibayarkan secara terpisah dari satuan harga, dan sesuai ketentuan/peraturan perundangan yang berlaku)
    – Perhitungan tahunan (dihitung prorata satu per duabelas) : THR, seragam, dll.
    3. Permasalahan :
    – Dalam hal THR, UU KetenagaKerjaan mengatur bahwa karyawan yang berhenti bekerja lebih dari 30 hari sebelum jatuh tempo hari raya, maka karyawan tersebut tidak berhak mendapatkan THR.
    – Dikarenakan di perusahaan outsourcing ini angka turn-over (keluar masuk karyawan) cukup tinggi, maka pada saat tutup buku di akhir tahun terdapat saldo dana THR.
    4. Pertanyaan :
    – Menurut hukum Islam, bagaimana kategori/sifat dana “saldo dana THR” ini ? apakah halal, haram atau syubhat ?
    – Bila haram, kemana dana ini harus disalurkan ?
    – Bila syubhat, kemana dana ini harus disalurkan ?
    Demikian permasalahan dan pertanyaan yang kami sampaikan, mohon kiranya mendapatkan tanggapan dengan dalil-dalil yang sahih.
    Mohon maaf bila terdapat pertanyaan/pernyataan yang kurang tepat. Jazakallah khoir,
    Wassalamualaikum wr wb,
    Wimbo

    • 29 November 2012 12:50 pm

      Wa ‘alaikumussalaam Warohmatulloohi Wabarokaatuh,

      Jika telah terjadi kesepakatan dengan Tenaga Kerja tersebut bahwa jika dia lebih dari 30 hari sebelum jatuh tempo hari raya berhenti kerja, maka dia tidak berhak mendapat THR; begitu juga dengan perusahaan mitra bahwa termasuk THR sudah dianggarkan untuk perusahaan anda yang dalam hal ini adalah sebagai Supplier Tenaga Kerja; maka dana THR yang tersisa pada saat tutup buku adalah menjadi aset perusahaan anda.

      Barokalloohu fiika

      • Wimbo Sasongko permalink
        29 November 2012 1:52 pm

        Wa ‘alaikumussalaam Warohmatulloohi Wabarokaatuh Al Ustadz Achmad Rofi’i Asy Syirbuni. Jazakallah khairon ustadz atas tanggapannya, insyaAllah akan sangat bermanfaat buat kami, barokalloohu fiika

        ________________________________

  242. bsm permalink
    22 November 2012 11:11 am

    Asalamualaikum ustadz.. ana mau tanya. Kalo misal harta warisan gak dibagi-bagi kepada ahli warisnya, karena dikuasai oleh beberapa ahli warisnya.. padahal orang tuanya meninggal sudah lama dan mereka yang menguasai itu anak-anak perempuannya, seperti rumah, tanah dan sebagainya. Kalo ada ahli waris yang menanyakan tentang warisannya, malah diajak berantem..
    Bagaimana cara menyikapi hal ini uztadz?? Dan apa diperbolehkan bagi ahli waris yang memperjuangkan harta waris yang menjadi haknya dengan cara apapun biar bisa dapet..?
    Atas jawaban ustadz ana ucapkan syukron katsir. Jazakumulloh khoiron

    • 29 November 2012 12:34 pm

      Wa ‘alaikumussalaam Warohmatulloohi Wabarokaatuh,
      Perlu diketahui bahwa:
      1. Harta warisan adalah harta yang merupakan rizqi dari Allooh Subhaanahu Wa Ta’aalaa yang berhak diterima karena pewaris mereka meninggal dunia; sehingga harta itu harus diterima walau tanpa usaha (karena berupa harta warisan)
      2. Bagian dan takaran warisan yang harus diterima oleh Ahli Waris, telah diuraikan secara terperinci oleh Allooh Subhaanahu Wa Ta’aalaa dalam Al Qur’an, karena itu tidak boleh ada siapapun yang melanggarnya, baik berupa merubah apalagi mengganti ketentuan tersebut.
      3. Harta Warisan hendaknya segera dibagikan dengan cepat, karena jika tidak, khawatir berpengaruh pada yang meninggal atau yang mewariskan.
      4. Adapun urutannya adalah:
      a) Harta si mayyit dikurangi oleh beban penyelenggaraan jenazahnya sampai di kuburan
      b) Harta si mayyit lalu dikurangi oleh hutang-hutang si mayyit (apabila ada)
      c) Harta si mayyit lalu dikurangi oleh wasiat / tanggungan si mayyit (apabila ada)
      d) Jika Harta tersebut setelah dikurangi tiga hal diatas ini, maka sisanya sesegera mungkin dibagi habis pada Ahli Warisnya yang berhak.

      Jika tidak dilakukan prosedur ini, maka Wali Tertua akan menanggung dosa karena tidak melaksanakan hukum waris ini, ditambah dia berdosa menganiaya hak orang yang membutuhkan dari kalangan ahli warisnya.

      Adapun bagi yang terdzolimi, maka bisa melakukan beberapa opsi berikut ini:
      a) Menuntut haknya dengan baik-baik. Jika berhasil Alhamdulillah, namun jika tidak maka bisa mengikuti keinginan kebanyakan ahli waris.
      b) Menghalalkan harta tersebut.
      c) Meminta sebatas haknya saja.
      d) Meminta bantuan orang lain seperti ‘Ulama / pengacara Muslim untuk meminta apa yang menjadi hak anda.

      Demikian… Barokalloohu fiika

  243. dino permalink
    24 November 2012 3:48 pm

    Assalamu’alaikum ustadz ane mau tanya hukumnya makan daging ayam atau lainya di kantin PT yang kita tidak tau cara penyembelihanya, dan juga setau ane di TV juga penyembelihan itu adalah begitu ayam dipotong langsung diceburkan ke air panas, saat ayam belum mati. Dan juga banyak daging ayam yang mati diperjualbelikan. Begitu juga saat kita membeli daging di pasar, juga kita tidak tau bagaimana penyembelihanya.
    Syukron

    • 29 November 2012 12:37 pm

      Wa ‘alaikumussalaam Warohmatulloohi Wabarokaatuh,
      Musibah berupa informasi tentang keadaan yang buruk ini memang sudah lama ada, sehingga membuat syubhat yang tidak kecil bagi penikmat barang sembelihan ini.
      Oleh karena itu, kalau ingin waspada dan hati-hati memilih makanan, maka pilih saja makanan yang bukan sembelihan… Kecuali jika diketahui pasti keabsahan penyembelihannya secara syar’ie…. Barokalloohu fiika

  244. Nabila permalink
    1 December 2012 11:46 pm

    Assalamu’alaikum…Ustadz, bagaimana cara melaksanakan sholat didalam pesawat, yang mana arah pesawat membelakangi Qiblat seperti perjalanan dari Saudi Arabia menuju Indonesia (Jakarta)?
    Wassalamu’alaikum

    • 7 December 2012 5:36 pm

      Wa ‘alaikumussalaam Warohmatulloohi Wabarokaatuh,
      Jika kita memungkinkan maka berusahalah untuk menghadap Qiblat, tetapi jika kita sudah berusaha namun itu diluar kemampuan kita maka Allooh Subhaanahu Wa Ta’aalaa tidak suka menyulitkan hamba-Nya, bahkan tidak membebani hamba-Nya kecuali sebatas kemampuannya… Barokalloohu fiiki

  245. fuadkadir permalink
    2 December 2012 8:16 am

    Assalamualaikum Ustad. Saya punya pertanyaan. Menurut ustad halal atau haram hasil usaha hotel yang kamarnya sering digunakan para tamu untuk bermaksiat seperi zina dan minum khamar? apakah yang punya hotel ikut berdosa sedangkan kalau tidak salah dalam Quran ada ayat yang mengatakan seseorang tidak akan menanggung dosa orang lain. Bagaimana cara bertobat bagi pemilik hotel tersebut dan bagaimana pula status hartanya setelah bertobat dan mengubah usahanya apakah bisa menjadi halal atau tetap haram?
    Bagaimana status uang yang diberikan pemilik hotel kepada anaknya, apakah halal dan bisa dipergunakan? Barokalloohu fiiki
    Ustad saya minta nomor kontaknya siapa tau bisa diajak kerjasama dakwah.

    • 7 December 2012 5:44 pm

      Wa ‘alaikumussalaam Warohmatulloohi Wabarokaatuh,
      Allooh Subhaanahu Wa Ta’aalaa berfirman, “Bertolong-tolonglah kalian dalam kebajikan dan taqwa. Dan janganlah kalian bertolong-tolongan dalam dosa dan permusuhan.”

      Artinya: Jika kita memfasilitasi orang dalam kebajikan dan taqwa, berarti kita menjalankan perintah Allooh ini. Sedangkan menjalankan perintah Allooh adalah Wajib.
      Sedangkan memenuhi kewajiban adalah Ibadah.
      Jika kita beribadah, maka kita akan berpahala dan mulia.

      Sebaliknya, jika kita memfasilitasi orang dalam dosa dan permusuhan, berarti kita melanggar larangan Allooh. Sedangkan melanggar larangan Allooh adalah Harom.
      Sedangkan melakukan suatu perbuatan yang Harom adalah Ma’shiyat.
      Jika kita berma’shiyat, maka kita akan berdosa dan hina.

      Jika Pemilik Hotel bertaubat, maka alihkan dari usaha yang bermakna memfasilitasi perbuatan dosa dan permusuhan, pada bidang usaha yang lain yang Halal, bahkan yang lebih mulia.
      Adapun Harta yang didapat dari sesuatu yang Harom maka sedapat mungkin bersihkan dengan cara mengeluarkannya dari diri kita. Jika kita sudah tidak mampu untuk mengetahuinya, maka Allooh itu Maha Pengampun dan lagi Maha Penyayang.

      Barokalloohu fiika

  246. siti hidayah permalink
    5 December 2012 9:23 pm

    Assalamu ‘alaikum wr.wb
    Ibu saya telah meninggal dunia. Selama ibu hidup saya sering durhaka pada beliau. Saya pernah memarahi dan membentak ibu saat tidak sabar menghadapi ibu yang sedang sakit, walaupun sebenarnya saya bertujuan baik. Saya kurang perhatian terhadap ibu, tidak istiqomah mengingatkan ibu untuk tetap sabar dan beribadah kepada Allah, sering berkata tidak lemah lembut, sering mengecewakannya. Banyak sekali dosa saya. Bahkan sebelum ibu meninggal, ibu sempat bilang kalau anaknya cuek dan kurang menghormati.

    Pertanyaan saya :
    1. Di akhir hayat ibu, saya mohon maaf padanya. tapi saya tidak tahu apakah ibu memaafkan saya karena dalam kondisi koma. Apakah dosa saya kepada ibu diampuni Allah? Setelah membaca beberapa artikel, saya menjadi takut dan tidak tenang karena termasuk dosa besar setelah syirik. Benarkah anak durhaka haram masuk surga? Apakah tidak ada kesempatan lagi untuk saya masuk surga karena selama ibu hidup, saya sering durhaka? Apakah amal dan ibadah saya masih diterima Allah?
    2. Apakah doa-doa saya untuk ibu diterima Allah? Karena yang diterima adalah doa anak sholeh sedangkan saya selama ini durhaka kepada ibu. Doa apa yang harus saya baca sesuai Al-Quran dan Hadist? Selama ini saya berdoa untuk ibu dalam bahasa Indonesia.
    3. Bagaimana agar hidup saya tenang? Saya masih terus teringat dosa saya terhadap ibu. Kalau ingat itu semua, hidup saya merasa tidak berarti lagi, saya merasa telah menjadi manusia yang gagal.
    Mohon jawabannya ustadz supaya hati ini lega. Terimakasih
    Wassalamu ‘alaikum wr,wb

    • 7 December 2012 5:16 pm

      Wa ‘alaikumussalaam Warohmatulloohi Wabarokaatuh,
      Ketahuilah bahwa pintu Taubat menjadi tertutup jika nyawa sudah di kerongkongan, dan atau matahari sudah terbit di sebelah Barat. Selama 2 hal ini belum anda alami, berputus asa dari kasih sayang Allooh Subhaanahu Wa Ta’aalaa adalah merupakan perbuatan orang-orang yang faasiq.

      Karena itu nasehat Ustadz bagi anda adalah: “Jangan bermain dengan sisa umur anda. Karena berdasarkan curhat anda, masa lalu anda ada dalam posisi minus. Terbukti anda mengakui sendiri bahwa anda telah berbuat durhaka pada Ibu anda selama masih hidupnya. Dan itu diantara Dosa Besar yang paling besar. Karena itu, sekali lagi, bertaubatlah, mohon ampunlah pada Allooh Subhaanahu Wa Ta’aalaa. Dan jangan menambah kekurangan di usia yang semakin berkurang.”

      Perihal bagaimana anda menyikapi orangtua, padahal anda masih merasa berdosa dan belum mendapat jawaban pasti bahwa ketika Ibu anda koma apakah Ibu anda memaafkan anda ataukah tidak; maka nasehat Ustadz adalah:
      1) Keluhkan dan kemukakan bahwa anda mengakui berbuat dosa kepada Ibu pada saat masih hidupnya ia, kepada Allooh Subhaanahu Wa Ta’aalaa. Kemudian anda memohon kepada Allooh agar dibukakan pintu taubat bagi anda.
      2) Perbaikilah diri anda dan berdo’alah selalu kepada Allooh Subhaanahu Wa Ta’aalaa agar dengan demikian anda menjadi anak yang sholiihah sehingga dengan keshoolihan anda, maka do’a anda akan didengar dan dikabulkan oleh Allooh yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.
      3) Jangan berhenti mendo’akan Ibu agar Ibu diampuni dosa-dosanya oleh Allooh, dihapuskan kesalahannya, diterima amal shoolihnya, dilapangkan kuburannya sampai dengan anda merasa bahwa anda telah berbakti kepadanya jika dia masih hidup.
      4) Bahasa apapun di seluruh dunia ini adalah ciptaan Allooh, karenanya Allooh mengetahui bahkan memahami segenap bahasa. Yakinlah Nabi Sulaiman ‘alaihissalaam saja dikaruniai Allooh untuk mengerti bahasa semut, maka bagaimanakah dengan Allooh yang menciptakan Nabi Sulaiman ‘alaihissalaam, semut dan seluruh manusia, bahkan semesta alam ini. Namun demikian, Ustadz anjurkan agar anda menyisihkan rizqi berupa uang untuk membeli buku do’a dan dzikir dari Al Qur’an dan Hadits yang shohiih, agar anda menjadi terbimbing tentang bagaimana seharusnya dan sebaiknya berdo’a.

      Barokalloohu fiiki

      • siti hidayah permalink
        8 December 2012 10:05 am

        Jazaakumullahu khairan atas penjelasannya. Terimakasih banyak ustadz.

  247. 9 December 2012 6:28 am

    Assalamu’alaikum,
    Mau tanya, pacaran itu kan tdk boleh. Lalu jika ada cowo yang ingin menjadi pacar seorang cewe, dan cewe itu juga suka dengan cowo itu, tapi tidak ingin pacaran karena pacaran itu zina.. Lalu sikap yang harus dilakukan si cewe tersebut terhadap cowo itu gimana Ustad? Terimakasih

    • 15 December 2012 8:54 pm

      Wa ‘alaikumussalaam Warohmatulloohi Wabarokaatuh,

      Benar, bahwa Zina itu adalah Harom. Zina itu adalah dilarang. Dan perlu diketahui bahwa Zina itu TIDAK HANYA seperti apa yang dimengerti, dipahami oleh umumnya orang, yaitu: bersetubuh / bersebadan / bercampur seolah suami istri diluar nikah.
      Namun Zina itu adalah juga berarti: Melihat pada sesuatu yang harom, mendengar sesuatu yang harom, memegang sesuatu yang harom, mencium sesuatu yang harom, melangkahkan kaki pada sesuatu yang harom.

      Jadi bisa dipastikan bahwa Pacaran itu adalah Zina, karena ia menjembatani pada apa-apa yang Ustadz jelaskan diatas tadi.

      Karena itu jalan yang syar’ie agar perkara Zina ini tidak terjadi adalah jangan melakukan apa yang menjadi penyebabnya, contohnya: tidak melakukan kontak / komunikasi dengan laki-laki yang bukan mahrom anda, tidak melakukan pergaulan bebas atau chatting atau facebook-an dengan laki-laki yang bukan mahrom, tidak bersekolah di sekolah yang bercampur baur antara laki-laki dan perempuan (atau disebut dengan istilah: ikhtilaath), dan lain-lain.

      Didalam Islam, PACARAN ITU SETELAH AQAD NIKAH. Jadi kalau kalian sudah saling suka, maka kalian komunikasikan dengan orangtua kalian masing-masing, lalu mintalah untuk dinikahkan segera agar tidak terjadi fitnah diantara kalian….

      Barokalloohu fiiki

  248. Pamungkas permalink
    9 December 2012 7:47 pm

    Assalamu’alaykum Warohmatulloohi Wabarokaatuh..
    Afwan Ustadz, bolehkah ana berkonsultasi via email saja? Jika boleh, ke alamat mana? Syukron

    • 9 December 2012 9:07 pm

      Wa ‘alaikumussalaam Warohmatulloohi Wabarokaatuh,
      Boleh saja… Alamat sudah dikirimkan per email ke antum, silakan check email antum… Barokalloohu fiika

  249. 15 December 2012 10:01 am

    Assalamu ‘alaikum ustad, ana ada beberapa pertanyaan permasalahan:

    1. Begini ustad, ada ikhwan yang sudah beristri, kemudian dia merukyah seorang janda yang sudah sakit bertahun-tahun dan akhirnya sembuh, kemudian menikahinya tapi tanpa sepengetahuan keluarganya si janda dengan disaksikan istri pertama.
    Apakah sah pernikahannya….? Lalu ada salah faham diantara istri, tapi istri pertama sudah minta maaf, tapi yang kedua malah pergi sampe sekarang dan sudah hampir 2 tahun dan kabarnya sudah menikah lagi, apakah pernikahannya ini sah….?
    2. Ada seorang wanita yang dijual suami untuk melayani lelaki hidung belang, lalu berhasil kabur dan pengen menikah lagi, apakah boleh dan sah pernikahannya ….?
    3. Ketika seorang wanita haid diajak oral sama suaminya tapi gak nyam/e tertelan, apa hukumnya boleh apa tidak……?

    Semoga Allah memberikan pahala kebaikan kepada ustad dan kelurga ditengah kesibukan ustad untuk menjawab pertanyaan ana…Aamiin

    • 21 December 2012 3:25 pm

      Wa ‘alaikumussalaam Warohmatulloohi Wabarokaatuh,

      1)
      a) Rosuulullooh Sholalloohu ‘Alaihi Wassallam bersabda, “Tidak ada pernikahan kecuali dengan wali dan 2 orang saksi (laki-laki).”
      Jadi, walaupun dia janda, tidak lagi harus walinya yang menikahkannya; tapi bagian dari berbuat baik pada keluarganya, apalagi bila kedua orangtua si janda itu masih hidup maka apa susahnya “kulo nuwon” (permisi) dulu terhadap mereka.

      Adapun si istri pertama menyaksikan, maka tidak lah menambah dan mengurangi posisi Syar’ie. Justru siapakah yang menjadi saksi dari kalangan laki-laki, muslim, baligh, adil dan berjumlah 2 orang-nya? Jika semua persyaratan ini sudah terjawab, maka barulah menjadi tenang karena prosesi pernikahan menjadi benar secara syar’ie. Tetapi jika tidak, maka tidaklah sah pernikahannya dan jangan aneh apabila muncul di kemudian harinya (sebentar ataupun dalam waktu yang panjang) suatu fitnah.

      b) Istri pertama adalah mulia, sedangkan istri kedua “harus kembali diruqyah”.

      2) Agar menepis syubhat yang ada, hendaknya lakukan tahapan sebagai berikut:
      – Yakinkan dulu bahwa suami wanita itu waras, dan tidak sakit jiwa. Kalau suaminya itu berlaku sengaja setelah tahu bahwa apa yang diputuskannya itu merupakan suatu tindakan yang “konyol” dan tidak sepantasnya, maka jangankan menurut Syar’ie, bahkan hal itu adalah konyol, tidak sepantasnya dan salah secara rasio. Maka si istri berhak meminta cerai dari suami yang demikian.
      – Tindakan istri yang membangkang suami, bahkan melarikan diri karena penolakannya terhadap perbuatan mungkar seperti dimaksud dalam pertanyaan ini, maka itu adalah suatu tindakan yang terpuji.
      – Suami seperti itu berhak untuk diadukan ke pengadilan dengan kasus pelecehan seksual dan penganiayaan terhadap istrinya, termasuk juga pemerasan.
      – Setelah status pernikahannya sudah jelas cerainya maka wanita itu adalah wanita yang merdeka, bukan budak belian; jadi boleh dinikahi atau menikah dengan siapapun sesuai syar’ie.

      3) Istri itu boleh saling menikmati dengan suaminya, selama tidak menyimpang dari syar’ie.
      Sebaiknya suami sabar dan menahan syahwatnya hingga istrinya suci.
      Seandainya hal itu sudah tidak tertahankan dan dia khawatir pada dirinya, matanya menjadi tidak terjaga, syahwatnya juga tidak terjaga dan dianggapnya sudah tidak ada cara lain lagi selain oral, maka lakukanlah.

      Tentang air mani, maka dia adalah tidak najis tetapi dia bukanlah untuk diminum. Jadi bertindaklah bijak.

      Barokalloohu fiika

  250. zakki permalink
    15 December 2012 3:40 pm

    assalamualaikum ustad

    saya mau bertanya
    apakah hukumnya ompol yang ada di kasur yang sudah dikeringkan
    tapi baunya masih ada

    apakah hukumnya masih najis

    sekian assalamualaikum warahmatullahi wa barakatuh

    • 21 December 2012 3:00 pm

      Wa ‘alaikumussalaam Warohmatulloohi Wabarokaatuh,
      Ada rasa, ada bau, ada warna.
      Jika salah satu atau ketiga-tiganya ada pada suatu tempat / benda yang diakibatkan oleh benda najis sebelumnya; maka dia adalah najis…. Barokalloohu fiika

      • zakki permalink
        14 January 2013 11:26 am

        Kalau baunya sulit dihindari ?

      • 15 January 2013 6:13 am

        Berarti belum bersih dari Najis

  251. 16 December 2012 5:45 am

    ummu nuha
    12 Desember 2012 2:51 pm

    Assalamu’alaikum pak ustadz,

    Sepertinya ceramah-ceramah pak ustadz tidak ada lagi di kajian.net,
    Saya masih bingung dengan perpecahan Salafi !!!
    Beberapa ikhwan sepengajian menyayangkan sikap pak ustadz yang membedah buku Neo Murjiah…

    Apa para ustadz salafi dan anda sendiri…. Tidak bisa gitu sama-sama duduk bersama untuk berdialog demi perbaikan dakwah !!!

    Saya termasuk yang senang dengan ceramah bapak… tapi kalo ngedownload di blog ini ukuran file ceramahnya suka lebih besar dibandingkan di kajian.net (kan bikin boros pulsa pak, afwan).

    Tapi, kalo dipikir-pikir emang benar pak, pemerintah kita yang tidak menggunakan hukum Islam kok sepertinya dibela mati-matian oleh kalangan Salafi, kita sedikit mengkritik pemerintah aja sudah dituduh terkena paham Khawarij / direndahkan… Padahal saya belum pernah melihat mereka menuduh Khawarij kepada para pengamat politk di media baik itu tv, radio, koran; yang sangat terbuka mengkritik, bahkan mengejek pemerintah !!

    Ada yang ingin saya tanyakan, ini mengenai zakat fitrah…
    Tiap RW diharuskan setor zakat fitrahnya ke pemkot sebesar 15% dari total zakat warga (baik beras maupun uang), tapi mereka tidak mau setorannya dengan beras melainkan seluruhnya harus dengan uang….

    Karena suamiku adalah bendahara masjid yang mengurus zakat warga, terpaksa kita setor ke pemerintah, tentunya dalam bentuk uang. Dan pernah kita coba mangkir / menunda dan menawari setoran zakat dengan beras, tapi pihak pemerintah (lurah) nelpon dan marah-marah, juga ngancam tak akan memperlancar segala administrasi warga kami…

    Jadi apakah kita ikut berdosa karena tidak berzakat fitrah sesuai tuntunan Nabi…???
    Dari buku laporan zakat (bazda) yang diterima suami… bahwa uang zakat tsb lebih banyak dialokasikan untuk pinjaman usaha warga, sedikit sekali yang diberikan cuma-cuma kepada mustahiq !!

    Bagaimana kita menghadapi kondisi ini yang tiap tahun berulang… Apa harus pasrah saja atau sebaiknya jangan jadi tim upj (unit pengumpul zakat), tapi warga sini sudah begitu percaya kepada suamiku.

    Terus masjid (dimana suamiku ikut mengelola) pernah mendapat bantuan dari pak walikota (pemkot) sebesar 30 juta, diantara syarat bikin proposal guna pencairan dana… Salah satu aturannya bahwa masjid itu sedang direnovasi, sedangkan masjid kami kan tidak dalam keadaan tsb… tapi justru saran pak walikota sendiri agar bikin saja laporan proposal yang sesuai aturan (jadi proposal tsb agak ngebohong), apa tidak apa-apa ya ??

    Bagaiman hukumnya menerima bantuan dari pemerintah, seperti uang intensif selama setahun untuk para guru ngaji yang kisarannya sebesar 600 ribu /tahun, karena terus terang pak suamiku mendapatkannya?

    Apa memang halal kalo kita mengajukan bansos (bantuan sosial) kepada pemerintah untuk yayasan keagamaan / madrasah pengajian ?? Dan setau kami kata saudara kami yang kerja di pemerintahan… justru kita itu harus mengajukan bansos, karena pemerintah sudah menganggarkannya, malah kalo tak ada yang mengajukan… aparat-aparat yang korup itu suka bikin proposal-proposal fiktif yang nantinya dana bansos itu malah masuk ke kantong-kantong mereka (koruptor).

    Bagaimana juga dengan pelatihan-pelatihan keagamaan yang diadakan pemerintah, apa kita boleh mengikutinya, di dalam pelatihan tsb biasanya ada pelajaran pancasila ??? Seperti pelatihan gratis guru tpq / paud (karena saya pernah mengikutinya), pelatihan remaja masjid / pengelolaan masjid (suamiku juga pernah mengikutinya… sudah gratis, makannya gratis, nginepnya gratis, dikasih uang saku pula).

    Disatu sisi kita menerima bantuan pemerintah, tapi disisi lain kita harus mengingkari / menolak / mengkritik hukum demokrasi yang dianutnya, istilah Sundanya “ongkoh dipoyok, bari dilebok”…. afwan pak bagusnya gimana yah…?!

    Terimakasih, Jazakumulloh khoir atas perhatiannya…

    JAWAB:

    ustadzrofii
    14 Desember 2012 1:57 pm

    Wa ‘alaikumussalaam Warohmatulloohi Wabarokaatuh,

    Sebelumnya, syukron atas perhatian anti terhadap hal ini.

    1) Ummu Nuha, dipublikasikannya ataupun ditariknya seluruh audio suara kajian ana di situs yang anti sebutkan (sejak acara Bedah Buku “Mewaspadai Penyimpangan Neo Murjiah”), itu semua adalah diluar pengetahuan ana. Demikian pula persis sama dengan apa yang terjadi pada saat ana hendak mendirikan Organisasi An Najat, dimana audio suara kajian ana diudarakan tanpa sepengetahuan ana di suatu radio yang mengatasnamakan salaf; lalu begitu ada issue bahwa ana hendak mendirikan An Najat, langsung saja seluruh audio suara kajian ana menghilang dari radio tersebut. Yang mana hal ini pun terjadi diluar pengetahuan ana.

    Namun demikianlah fenomena yang seringkali muncul di dunia ini. Dimana-mana, sejarah itu yang menggoreskannya adalah penguasa. Jadi pihak yang tidak berkuasa akan “dilipat dibawah ketiak”. Sementara orang yang senada dan seirama dengannya bisa leluasa, walaupun mereka tidak seluruhnya sama. Yang penting adalah tidak mengganggu apa yang menjadi kebijakannya.

    2) Urusan perkara duduk bersama untuk perdamaian, semestinya dilakukan jika kedua belah pihak menginginkannya. Akan tetapi, jangankan melakukan perbaikan, justru yang ada adalah memperuncing masalah. Misalnya dengan mentahdzir TANPA TASHABBUT, TANPA TABAYYUN dan TANPA NASEHAT sebelumnya. Bukankah sikap ini adalah tidak sesuai dengan apa yang dituntunkan nabi kita Muhammad صلى الله عليه وسلم ? Yang ada hanyalah suatu “pengadilan”. Yang tidak sama dengan mereka, dianggap bukan bagian mereka.

    Padahal sebelum An Najat berkibar, ana telah berkonsultasi dan meminta fatwa kepada para ‘Ahli ‘Ilmu yang secara ‘ilmu mereka itu adalah para masyaikh yang sangat jelas keilmuannya, dan jenjang pendidikannya. Dengan demikian sebelum An Najat itu berkibar, ia telah dikonsultasikan dan dimintakan sikap syar’ie-nya terlebih dahulu sehingga turunlah 8 rekomendasi dari para Doktor, bahkan Profesor, bahkan Qodhi (surat asli Tazkiyah / rekomendasi dari para masyaikh dapat anti lihat pada : http://an-najat.org/tazkiyah/ atau http://an-najat.org/tazkiyah/dr-ahmad-az-zahroniy/ atau http://an-najat.org/tazkiyah/prof-dr-saad-al-ghomidiy/ )

    3) Ummu Nuha, ilmu itu memang membutuhkan pengorbanan. Membutuhkan pengorbanan baik dalam waktu dan dana untuk mendownloadnya. Kemudian membutuhkan pengorbanan waktu untuk mendengarkannya dan memahaminya dengan benar. Perlu pengorbanan pula untuk mengamalkannya. Bahkan ilmu itu, dari Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم sampai kepada kita hari ini pun tidak mungkin tersebar tanpa pengorbanan. Jadi insya Allooh apa pun yang kita korbankan itu akan mendapat balasan yang lebih baik dari Allooh سبحانه وتعالى.

    Namun demikian, insya Allooh untuk kedepannya akan kami upayakan agar audio suara dapat dibagi-bagi kedalam beberapa segmen agar lebih kecil memorinya, sehingga memudahkan jama’ah untuk mendowloadnya. Apabila anti masih kesulitan dalam perkara ini, sebenarnya anti dapat mengajukan permintaan dengan menulis email ke: ahwal3009@yahoo.co.id atau sms ke 08128213460 (cp: akh Bambang) agar mendapatkan kiriman CD MP3 yang ada pada Blog ini (edisi 1-10) SECARA GRATIS.

    4) Ummu Nuha, apa yang anti katakan : “…Tapi, kalo dipikir-pikir emang benar pak, pemerintah kita yang tidak menggunakan hukum Islam kok sepertinya dibela mati-matian oleh kalangan Salafi, kita sedikit mengkritik pemerintah aja sudah dituduh terkena paham Khawarij / direndahkan… Padahal saya belum pernah melihat mereka menuduh Khawarij kepada para pengamat politk di media baik itu tv, radio, koran; yang sangat terbuka mengkritik, bahkan mengejek pemerintah !!

    Yang demikian, justru itulah bukti sikap Mur’jiah, sebagaimana yang telah dijelaskan dalam kajian, bahwa seseorang / sekelompok orang yang terkena virus Murji’ah ini akan bersikap khowarij terhadap para Ustadz dan para da’i yang tidak sehaluan dengannya, dan bersikap Murji’ah terhadap yang telah jelas sesatnya.

    Semestinya, janganlah mudah melontarkan tudingan khowarij terhadap para Ustadz / para da’i yang mengedepankan ketaatan pada Allooh سبحانه وتعالى dan Rosuul-Nya صلى الله عليه وسلم dalam perkara-perkara terjadinya perselisihan antara ulil amri dan rakyat.

    Perhatikanlah firman Allooh سبحانه وتعالى dalam Al Qur’an Surat An Nisaa’ (4) ayat 59 berikut ini:

    يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ أَطِيعُواْ اللّهَ وَأَطِيعُواْ الرَّسُولَ وَأُوْلِي الأَمْرِ مِنكُمْ فَإِن تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللّهِ وَالرَّسُولِ إِن كُنتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ ذَلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلاً

    Artinya:
    “Hai orang-orang yang beriman, ta`atilah Allooh dan ta`atilah Rosuul-(Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allooh (Al Qur’an) dan Rosuul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allooh dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.”

    Dalam ayat diatas dijelaskan, bahwa kewajiban taat pada ulil amri itu adalah TIDAK MUTLAK. Karena apabila terjadi perselisihan antara Pemerintah sebagai ulil amri dan rakyat, atau apabila terjadi perselisihan antara rakyat dengan rakyat, maka hukum asalnya adalah hendaknya kita mengembalikan atau menghukumi perkara tersebut dengan apa yang menjadi ketetapan Allooh سبحانه وتعالى dan Rosuul-Nya صلى الله عليه وسلم terlebih dahulu.

    Hendaknya pula bersangka baik, bahwa ada banyak para da’i lain yang berusaha dengan cara yang hikmah menyeru agar kaum Muslimin di negeri ini dapat menjadikan Islam sebagai pedoman hidup yang nyata, agar keberkahan Allooh سبحانه وتعالى turunkan atas negeri ini. Itu semua justru karena kecintaan kami kepada kaum Muslimin, bangsa dan negeri ini.

    Renungkan Hadits Riwayat Al Imaam Hakim dalam “Al-Mustadrok” Kitab “Al-Fitan wal Malaahim” no: 8667 dan kata beliau sanadnya shohiih dan Al Imaam Adz-Dzahaby menyepakatinya, juga Al Imaam Ibnu Maajah dalam kitab yang sama no: 4019. Dan Syaikh Nashiruddin Al-Albaany meng-Hasan-kan sanadnya, sebagaimana dalam Silsilah Hadits Shohiih-nya 1/167-169 no:106 berikut ini:

    عن عطـاء بن أبى رباح عن عبد الله بن عمـر، قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : ” يَا مَعْـشَرَ الْمُـهَاجِرِيْنَ خَمْسٌ إِنِ ابْتُلِيْتُمْ بِهِنَّ وَنَـزَلَ فِيْكُمْ أَعُوْذُ بِاللهِ أَنْ تُدْرِكُوْهُنَّ :
    1. لَمْ تَظْهَرِ الْفَاحِشَةُ فِىْ قَوْمٍ قَطٌّ حَتَّى يَعْمَلُوْا بِهَا إِلاَّ ظَهَرَ فِيْهِمُ الطَّاعُوْنُ وَالأَوْجَاعُ الَّتِيْ لَمْ تَكُنْ مَضَتْ فِيْ أَسْلاَفِهِمْ،
    2. وَلَمْ يَنْقُصُوْا الْمِكْيَالَ وَالْمِيْزَانَ إِلاَّ أُخِذُوْا بِالسَّنِيْنَ وَشِدَّةِ الْمُؤْنَةِ وَجَوْرِ السُّلْطَانِ عَلَيْهِمْ،
    3. وَلَمْ يَمْنَعُوْا الزَّكَاةَ إِلاَّ مُنِعُوْا الْقَطْرَ مِنَ السَّمَاءِ وَلَوْ لاَ الْيَهَـائِمِ لَمْ يُمْطَرُوْا،
    4. وَلَمْ يَنْقُضُوْا عَهْدَ اللهِ وَعَهْدَ رَسُوْلِهِ إِلاَّ سَلَّطَ عَلَيْهِمْ عَدُوُّهُمْ مِنْ غَيْرِهِمْ وَأَخَذُوْا بَعْضَ مَا كَانَ فِيْ أَيْدِيْهِمْ،
    5. وَمَا لَمْ يَحْكُمْ أَئِمَّتُهُمْ بِكِتَابِ اللهِ إِلاَّ أَلْقَى اللهُ بَأْسَهُمْ بَيْنَهُمْ”

    Artinya:
    “Dari ‘Atho bin Abi Robah dari ‘Abdullooh bin ‘Umar, telah bersabda Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم: “Wahai segenap muhajirin ada 5 perkara jika kalian ditimpa olehnya dan terjadi ditengah-tengah kalian – Aku berlindung pada Allooh سبحانه وتعالى agar kalian tidak mengalaminya:
    1. Tidaklah kekejian (zina) itu nampak pada suatu kaum sehingga mereka melakukannya, kecuali akan muncul ditengah-tengah mereka tho’un (penyakit menular) dan kelaparan yang belum pernah sedahsyat itu terjadi pada kaum-kaum sebelum mereka.
    2. Tidaklah mereka mengurangi takaran dan timbangan, kecuali mereka akan ditimpa dengan kemarau panjang, beban hidup yang berat dan penguasa yang dzolim.
    3. Tidaklah mereka enggan menunaikan zakat, kecuali mereka akan dihalangi dari hujan atas mereka; dan jikalau bukan karena Allooh سبحانه وتعالى sayang pada binatang maka Allooh سبحانه وتعالى tidak akan turunkan hujan bagi mereka.
    4. Tidaklah mereka membatalkan ikatan perjanjian mereka dengan Allooh سبحانه وتعالى dan Rosuul-Nya, kecuali musuh-musuh dari luar diri mereka akan menguasai mereka dan akan mengambil sebagian apa yang mereka miliki.
    5. Dan tidaklah para pemimpin mereka berhukum dengan kitab Allooh سبحانه وتعالى, kecuali dicampakkan ditengah-tengah mereka kecekcokan / kekacauan.”

    Perhatikan poin ke-4 dan ke-5 dari Hadits tersebut.

    Semoga Allooh سبحانه وتعالى menolong kaum Muslimin agar hukum-hukum-Nya dapat dijadikan sebagai pedoman hidup yang nyata dalam kehidupan sehari-harinya. Semoga pula Allooh سبحانه وتعالى memberi hidayah dan taufiq kepada para pemegang amanah urusan kaum Muslimin di negeri ini, agar mereka menjadikan Al Qur’an dan As Sunnah sebagai pedomannya.

    5) Zakat fitrah itu adalah syari’at Allooh سبحانه وتعالى yang sudah detail dan lengkap tuntunannya, jadi kalau zakat fitrah itu harus dengan beras, maka berikan dengan beras; bukan dengan uang. Dan jika zakat fitrah itu tidak diserahkan kepada yang berhak menerimanya sampai dengan sholat ‘Ied ditunaikan, berarti itu bukan zakat fitrah tetapi terhitung sebagai shodaqoh biasa.

    Perhatikan Hadits Riwayat Al Imaam Al Bukhoory no: 7144, dari ‘Abdullooh bin ‘Umar رضي الله عنه bahwa:

    قال النبي صلى الله عليه وعلى آله وسلم : السمع والطاعة على المرء المسلم، فيما أحب وكره، ما لم يؤمر بمعصية، فإذا أمر بمعصية؛ فلا سمع ولا طاعة

    Artinya:
    Nabi صلى الله عليه وسلم telah bersabda, “Mendengar dan taat itu wajib atas seorang Muslim, baik dalam perkara yang dia suka, maupun yang dia benci; selama tidak diperintah dengan ma’shiyat. Jika diperintah ma’shiyat, maka tidak ada kewajiban untuk mendengar dan taat.”

    Jadi sesungguhnya ketaatan itu hanya dalam perkara-perkara yang ma’ruf saja.

    Demikianlah semoga jelas…. Barokalloohu fiiki

  252. 16 December 2012 7:01 am

    Ben Yohanan
    10 Desember 2012 1:38 pm

    Ustadz, apakah imam Abu Hanifah juga berfaham Murji’ah?
    Dan kembali ke syaikh Ali Hasan, bukannya beliau baru saja mengisi dauroh di Istiqlal kemarin? Bagaimana hukum menghadiri kajiannya? Mohon penjelasannya.

    JAWAB :

    ustadzrofii
    15 Desember 2012 7:54 pm

    1) Istilah yang dipakai untuk Al Imaam Abu Hanifah رحمه الله adalah MURJI’AH AL FUQOHA, artinya: “Murji’ah Ahli Fiqih“. Dan mereka, “Murji’ah Al Fuqoha” (dalam hal ini Al Imaam Abu Hanifah رحمه الله) adalah terkategorikan Ahlus Sunnah Wal Jamaa’ah.

    Adapun perbedaan antara MURJI’AH AL FUQOHA dan GHULAAT (dimana GHULAAT adalah “Murji’ah Ekstrim”), adalah bahwa: MURJI’AH AL FUQOHA meyakini bahwa Iman adalah membenarkan dalam hati & berikrar dengan mulut, sedangkan amalan mereka keluarkan dari makna Iman.

    Akan tetapi bukan berarti mereka (MURJI’AH AL FUQOHA) ini tidak sama sekali mengeluarkan amalan dari Iman sehingga tidak menuntut konsekwensi apa pun, karena mereka itu masih tetap menyatakan bahwa perkara-perkara Wajib dalam Syari’at adalah Wajib hukumnya dan jika melanggar maka berhak atas dosa dan siksa. Demikian pula dengan larangan Allooh سبحانه وتعالى atau yang diharomkan Syari’at, maka mereka pun dengan tegas melarang dan mengharomkannya; dan barangsiapa yang melanggarnya maka berhak atas dosa dan berhak atas ancaman dan siksa Allooh سبحانه وتعالى.

    MURJI’AH AL FUQOHA itu BERBEDA dengan MURJI’AH EKSTRIM (yang dikenal dengan sebutan GHULAAT).

    MURJI’AH EKSTRIM (GHULAAT), mereka menyatakan “Laa tadhurru ma’a al imaani ma’shiyah wa laa tanfa’u ma’al kufri tho’ah” (Artinya: Tidak ada bahaya dari ma’shiyat selama ada iman dalam hati, dan tidak ada guna ketaatan selama berada dalam kekufuran).

    Oleh karena itu, maka Al Imaam Abu Hanifah رحمه الله, betapapun beliau digolongkan sebagai Murji’ah Al Fuqoha, tetapi para ‘Ulama Ahlus Sunnah Wal Jamaa’ah dari dulu sampai hari ini TIDAK ADA yang mengeluarkan beliau dari golongan Ahlus Sunnah Wal Jamaa’ah.

    Sementara Murji’ah Ekstrim (Ghulaat), dari dahulu sampai hari ini, tidak ada yang mengkategorikannya sebagai bagian dari Ahlus Sunnah Wal Jamaa’ah, bahkan Al Imaam Hasan Al Bashri رحمه الله mengkategorikan mereka sebagai Yahudi dalam tubuh Ahlus Sunnah.

    Dan dari sisi ini pula lah yang Lajnah Daa’imah pelajari, teliti dan fatwakan terhadap Syaikh Ali Hasan Al Halaby, dimana fatwa Lajnah Daa’imah no:21517 tertanggal 14-06-1421 H, sampai dengan hari ini TIDAK ADA REVISI atas fatwa mereka itu; yang bermakna belum terjadi suatu perubahan dalam realitas dakwah.

    2) Menurut Ustadz, Syaikh Ali Hasan Al Halaby itu memang aktif. Jangankan di Istiqlal, di stasiun-stasiun TV di Timur Tengah pun Syaikh Ali Hasan itu aktif.

    Hanya saja, karena informasi yang sampai kepada kaum Muslimin di Indonesia adalah tidak berimbang, artinya tidak ada pemberitaan terhadap ummat ini tentang Fatwa Lajnah Daa’imah (seperti Fatwa Lajnah Daa’imah no: 21517 per 14-06-1421 H tersebut), juga Fatwa dari banyak ‘Ulama Ahlus Sunnah lain terhadap Syaikh Ali Hasan Al Halaby bahwa beliau berfaham Murji’ah atas 2 kitab yang ditulisnya tersebut; maka hal ini berakibat ummat Islam (khususnya di Indonesia) tidak mengetahui realitas ini. Mereka disatu sisi adalah tidak tahu hal ikhwal dan pernak-pernik Syaikh Ali Hasan Al Halaby, kecuali yang umum-umum saja. Sementara di sisi lain, Ustadz-Ustadz yang sekarang kebanyakan mengatasnamakan Salaf, justru mengelu-elukannya, dan seolah mencemooh orang yang tidak hadir ataupun tidak respek terhadap dakwah Syaikh Ali Hasan Al Halaby. Sehingga terbentuklah opini umum bahwa selain yang memihak, simpatik dan aktif terhadap kegiatan-kegiatan yang disponsorinya itu menjadi bukan bermanhaj Salaf. Dan hal ini adalah sangat keliru, karena dari sisi kapasitas keilmuan Syaikh Ali Hasan Al Halaby, beliau itu hanyalah 1 orang dari 100 orang bahkan lebih ‘Ulama-’Ulama yang ada di Timur Tengah. Malah yang lebih mu’tabar ilmunya, yang lebih shoolih, lebih taqwa dan waro’ dari beliau itu adalah jauh lebih banyak. Namun tampaknya publikasi dan sponsor yang melicinkan jalan Syaikh Ali Hasan Al Halaby untuk terpublikasikan di Indonesia ini adalah lebih besar. Selain itu, kecenderungan jamaa’ah yang kurang berminat untuk MENELITI TERLEBIH DAHULU, melainkan hanya mencukupkan diri pada “menikmati hidangan yang siap saji”.

    3) Kalau antum ingin selamat, maka ambillah ilmu itu dari orang-orang ‘aalim yang shoolih dan waro’ yang sudah meninggal (seperti Shohabat, Tabi’iin, Tabi’ut Tabi’iin, dan para ‘Ulama Ahlus Sunnah Wal Jamaa’ah yang mu’tabar) dan yang mendapatkan penjelasan dari para ‘Ulama yang mu’tabar di hari ini bahwa kita hendaknya meruju’ kepada mereka; daripada antum mengambil ilmu dari orang yang masih hidup yang jelas-jelas ada fatwa dari Lajnah Daa’imah bahwa ada penyimpangan PRINSIP pada dirinya.

    4) Hendaknya memahami Islam, hukum-hukum Islam dari Al Qur’an, Hadits-Hadits yang shohiih dan pendapat para ‘Ulama Ahlus Sunnah Wal Jamaa’ah yang mu’tabar yang sejalan dengan Hadits-Hadits yang shohiih tersebut. Dan TIDAK BERSIKAP FANATIK terhadap masyaikh / Ustadz yang memiliki pemahaman yang menyimpang daripadanya.

    Manusia selain Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم adalah TIDAK MA’SHUM, yang bisa saja jatuh pada kesalahan. Renungkan nasehat Al Imaam Maalik رحمه الله yang sangat tepat tentang hal ini yaitu, “Tidak ada seorang pun melainkan ucapannya bisa diterima atau ditolak, kecuali pemilik kuburan ini (– maksudnya: Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم –)”

    Barokalloohu fiika

  253. 16 December 2012 11:55 am

    Assalamualaikum Wr.Wb

    Ustad saya ingin sekali memiliki keluarga yang bernuansakan ke-Islaman. namun kondisinya ayah saya belum bisa membaca Al-Qur’an, sering merokok dan melakukan beberapa hal yang menurut saya masih belum sesuai dengan kaidah Islam. Sehingga berpengaruh kepada adik-adik saya dan ibu saya. Saya ingin sekali ada pengajian keluarga di rumah saya, apakah ustad memiliki saran untuk masalah saya? Saya sedih sekali karena saya tidak dapat berbuat banyak, saya saat ini sedang kuliah sekaligus menghafal Qur’an sehingga saya hanya pulang ke rumah seminggu sekali dan di rumah pun saya merasa kering dengan nilai-nilai Islam..

    Mohon jawabannya..
    Terimakasih ustad..

    • 20 December 2012 3:41 pm

      Wa ‘alaikumussalaam Warohmatulloohi Wabarokaatuh,

      Sekedar untuk masukan, sehubungan dengan hidayah itu adalah dari Allooh Subhaanahu Wa Ta’aalaa, sedangkan kita hanyalah sebagai pembuka jalan hidayah dari Allooh Subhaanahu Wa Ta’aalaa, maka Ustadz usulkan sebagai berikut:

      1) Melalui obrolan ringan, santai, terarah dan berbobot, maka berbincanglah dengan keluarga anda (Bapak, Ibu, adik-adik anda / keluarga yang lainnya) tentang dienul Islam.
      2) Ajak anggota keluarga untuk menghadiri salah satu ta’lim yang fokus, terarah dan sesuai Sunnah Rosuululloh Sholalloohu ‘Alaihi Wassallam
      3) Coba upayakan untuk mengadakan perpustakaan di rumah anda, yang bisa berupa CD-CD atau kaset-kaset atau buku-buku Islami, Murottal, bacaan-bacaan ringan maupun rujukan yang Islami, terutama yang menyentuh pada masalah-masalah yang sedang dicarikan solusinya (misal: Bila sedang mengalami masalah keluarga, maka hadirkan buku-buku Islam yang membahas tentang masalah keluarga tersebut, dan seterusnya)
      4) Tidak mengapa mencari Ustadz yang diperkirakan dapat diterima oleh keluarga anda, tetapi ia juga adalah seseorang yang dakwahnya adalah sesuai dengan Sunnah Rosuulullooh Sholalloohu ‘Alaihi Wassallam serta dengan cara yang hikmah; untuk kemudian didatangkan untuk mengajar di rumah anda dengan menghadirkan keluarga anda dan tetangga sekitarnya.

      Demikianlah, semoga Allooh Subhaanahu Wa Ta’aalaa memudahkannya…. Barokalloohu fiiki

  254. aska permalink
    16 December 2012 10:26 pm

    Assalamu’alaikum..
    Ustadz..afwan..mau bertanya. Bagaimana hukum tenaga dalam pernafasan..meski tanpa memakai jampi-jampi atau rajah-rajah?
    Jazakumulloh.. atas jawabannya

    • 20 December 2012 3:25 pm

      Wa ‘alaikumussalaam Warohmatulloohi Wabarokaatuh,

      Semua olah tubuh atau olah raga yang tidak menggunakan mantra / jampi-jampi, tidak menggunakan pemanggilan arwah / dewa atau yang bermakna ada yang diminta pada selain Allooh Subhaanahu Wa Ta’aalaa; ditambah dengan adanya pelatihan tubuh yang intensif, terprogram, sistematis dan terus-menerus; maka insya Allooh boleh… Barokalloohu fiik

  255. aska permalink
    20 December 2012 3:37 pm

    Tapi dari hasil latihan olah nafas (tanpa mantera dan jampi-jampi)…orang tersebut bisa melakukan hal yang diluar kebiasaan manusia..misal bisa mematahkan besi, mampu menyetir mobil tanpa melihat (ditutup matanya), bisa mengetahui hal-hal yang “ghaib”.. Apakah hal tsb masih boleh ustadz?
    Jazakumulloh jawabannya..

    • 21 December 2012 3:36 pm

      TIDAK BOLEH, karena manusia biasa tidaklah bisa mematahkan besi, menyetir mobil tanpa melihat (ditutup matanya) dan tidak bisa pula mengetahui hal-hal yang “ghoib”…. Yang bisa mengetahui perkara yang “ghoib” hanyalah Allooh Subhaanahu Wa Ta’aalaa…. Sehingga apa yang dikatakan : “tanpa mantera dan jampi-jampi” itu hendaknya perlu diteliti.

  256. 20 December 2012 8:17 pm

    Assalaamu’alaikum,.. ustadz, boleh ngga saya pingin Copy Video ‘Ulama yang menerangkan tentang hakikat ‘Ulil Amri? Kalo boleh saya minta alamatnya, nanti saya kirim Flashdisk atau Hardisk External.

    • 21 December 2012 11:19 pm

      Wa ‘alaikumussalaam Warohmatulloohi Wabarokaatuh,
      Antum tidak perlu mengirimkan Flash disk atau Hardisk Eternal, karena berikut ini Ustadz akan berikan ke antum kode URL video -nya yang dapat antum download sendiri dari youtube. Penjelasan tentang hakikat ‘Ulil Amri tersebut yang antara lain disampaikan oleh Syaikh Nashiruddin Al Albaany adalah sebagai berikut:

      1) Judul video pada youtube: الشيخ الالباني من هو ولي الامر ومتى يجب طاعته مثال السعودية ياجامي – YouTube.WEBM
      silakan klik : http://www.youtube.com/watch?v=-B4ONw3QA4E

      2) Judul video pada youtube : بيان الحق في آية طاعة ولي الأمر – YouTube.WEBM
      silakan klik : http://www.youtube.com/watch?v=hHpzNAmWcYY

      Semoga menjadi ilmu yang bermanfaat… Barokalloohu fiika

  257. 21 December 2012 9:43 am

    Hamzah
    Dikirim pada 2012/12/16 pukul 11:13 am

    Assalamuala’ikum…… Uztadz dalil yang menunjukkan Imam Mahdi dan 1 lagi Isa nabi yang dahulu diangkat ke langit akan turun di akir zaman, bagaimana derajat hadist ini uztadz….? Dan paham saya…. saat itu terjadi… Islam akan berjaya kembali tapi hanya beberapa tahun saja, dan tidak akan pernah terjadi kejayaan sebelum itu terjadi… Pribadi saya untuk saat ini saya fokuskan untuk bekerja, menuntut ilmu dan ibadah yang sesuai tuntunan Rosul Muhamad Sholallohu ‘alaihi wasalam, bolehkah saya mengajak teman untuk berprinsip seperti saya, misal saya ajak temen saya: “Sudah kita ngaji aje sama ustadz Abdul Hakim atau ustadz Achmad Rof’i, toh juga gembar-gembor bawa spanduk, geber-geber motor di jalan juga gak bakalan nyatu Muslimin sebelum waktunya“.. Begitu…. Ini permisalan… Tolong dijelaskan uztadz jika ana salah…. Mohon diluruskan….. Makacih………

    JAWAB :

    ustadzrofii
    Dikirim pada 2012/12/21 pukul 12:01 am | Sebagai balasan ke hamzah.

    Wa ‘alaikumussalaam Warohmatulloohi Wabarokaatuh,

    1) Hadits yang antum tanyakan adalah Shohiih.

    2) Berapa banyak yang Al Qur’an-nya Muttawatir, Hadits-nya Shohiih, akan tetapi karena PEMAHAMANNYA SALAH; maka pada akhirnya BERUJUNG PADA PEMAHAMAN & PENGAMALAN yang dholaalah (SESAT).

    Allooh سبحانه وتعالى berfirman dalam QS. Asy Syuroo’ (42) ayat 13:

    شَرَعَ لَكُمْ مِنَ الدِّينِ مَا وَصَّىٰ بِهِ نُوحًا وَالَّذِي أَوْحَيْنَا إِلَيْكَ وَمَا وَصَّيْنَا بِهِ إِبْرَاهِيمَ وَمُوسَىٰ وَعِيسَىٰ ۖ أَنْ أَقِيمُوا الدِّينَ وَلَا تَتَفَرَّقُوا فِيهِ ۚ كَبُرَ عَلَى الْمُشْرِكِينَ مَا تَدْعُوهُمْ إِلَيْهِ ۚ اللَّهُ يَجْتَبِي إِلَيْهِ مَنْ يَشَاءُ وَيَهْدِي إِلَيْهِ مَنْ يُنِيبُ

    Artinya:

    DIA (ALLOOH) TELAH MENSYARI’ATKAN BAGI KAMU tentang dien apa yang telah diwasiatkan-Nya kepada Nuh dan apa yang telah Kami wahyukan kepadamu dan apa yang telah Kami wasiatkan kepada Ibrohim, Musa dan Isa yaitu: TEGAKKANLAH DIEN dan janganlah kamu berpecah belah tentangnya. Amat berat bagi orang-orang musyrik agama yang kamu seru mereka kepadanya. Allooh menarik kepada dien itu orang yang dikehendaki-Nya dan memberi petunjuk kepada (dien)-Nya orang yang kembali (kepada-Nya).”

    Pemahaman yang benar yang harus kita miliki berkenaan dengan ayat diatas adalah:
    a) Mencari ilmu (dien) agar kita mengetahui adanya ayat ini, memahaminya serta mengerti apa yang terkandung dan apa yang termaksud didalamnya.
    b) Meyakini bahwa: TEGAKNYA SYARI’AT ISLAM itu adalah PERKARA YANG WAJIB. Sedangkan perpecahan terhadap hal itu adalah perkara yang diharomkan, karenanya harus dihentikan dan ditumpas.

    Jadi ALLOOH سبحانه وتعالى lah yang telah MENJADIKAN SYARI’AT yang merupakan bagian dari dienul Islam yang diwasiatkan kepada Ulul Azmi itu AGAR DITEGAKKAN, dan tidak melakukan perpecahan dalam upaya menegakkannya tersebut.

    Nomor a) yakni menuntut ilmu dien saja haruslah dengan usaha, perjuangan dan pengorbanan ; apalagi nomor b) yakni mengupayakan agar Syari’at Islam itu tegak.

    Jadi kalau seseorang itu berprinsip bahwa yang penting hanya ngaji dan belajar, atau yang penting hanya pengajian dan ceramah, lalu kita menyerahkan kepada Allooh سبحانه وتعالى agar Allooh سبحانه وتعالى sajalah yang menegakkan Syari’at Islam dan yang menumpas perpecahan; maka itu sama dengan BERILMU NAMUN TIDAK BERAMAL, atau bagaikan pohon yang tak berbuah.

    Suatu pemahaman yang berbahaya antara lain adalah pemahaman JABARIYYAH, yakni pemahaman yang meyakini bahwa manusia itu cukup pasrah saja terhadap takdir, karena usaha apa pun menurutnya adalah nyaris tak berguna kalau Allooh سبحانه وتعالى tidak menghendakinya. Maka seseorang yang berprinsip: “Ah yang penting ngaji saja… Tidak perlu berjuang menegakkan Syari’at Islam, karena toh kata Allooh سبحانه وتعالى itu Syari’at Islam belum waktunya tegak maka tidak akan tegak”.

    Nah seseorang yang berkeyakinan demikian maka dia BUKAN lah AHLUS SUNNAH WAL JAMAA’AH, melainkan ia berpemahaman JABARIYYAH. Jadi pemahaman yang seperti itu jelas-jelas menyimpang dari Ahlus Sunnah Wal Jamaa’ah.

    Karena Ahlus Sunnah Wal Jamaa’ah adalah berkeyakinan bahwa: “Barangsiapa yang berusaha dan berjuang maka ia berpahala.” Dan barangsiapa yang malas berjuang, apalagi “menggembosi” orang-orang untuk tidak berjuang menegakkan Syari’at Islam, maka itu lah sikap dari ‘Abdullooh bin Ubay bin Saluul dan pengikutnya.

    Adapun tentang cara dan teknis untuk menegakkan Syari’at Islam tersebut maka harus lah sesuai dengan koridor-koridor syar’ie, dan tidak boleh dengan cara menghalalkan yang harom.

    Demikianlah, semoga jelas adanya… Barokalloohu fiika

  258. 27 December 2012 5:03 pm

    Abu Syamil
    Dikirim pada 2012/12/26 pukul 7:58 pm

    Assalamu ‘alaikum Ustad,

    1) Apakah benar pernyataan ini:

    Yang namanya jihad daf’i juga harus mempertimbangkan keuntungan dan kerugian. Kalau tidak sebanding, maka kita tidak diperintahkan untuk berjihad, walaupun musuh menduduki wilayah kita… Apalagi jika perlawanan tsb justru menimbulkan kerugian yang jauuuh lebih banyak, maka yang dianjurkan adalah: HIJRAH (jika memungkinkan) atau bersabar (sebagai bersabarnya Rasulullah dan kaum muslimin yang tertindas di Mekkah selama bertahun-tahun, hingga Allah memberi mereka jalan keluar).

    2) Pertanyaan kedua :

    Bagaimana statusnya dalam sebuah negara yang diserang oleh orang Kuffar sedangkan negara tersebut banyak yang melakukan Bid’ah ? Apakah kita tidak disyariatkan berperang bersama mereka ?

    JAWAB :

    ustadzrofii
    Dikirim pada 2012/12/27 pukul 4:58 pm | Sebagai balasan ke abu syamil.

    Wa ‘alaikumussalaam Warohmatulloohi Wabarokaatuh,

    Didalam Islam, tidak ada yang namanya mati konyol / mati sia-sia / mati rugi, jika yang diperjuangkan itu adalah “Laa Ilaaha Illallooh Muhammadur Rosuulullooh” & syari’at Allooh سبحانه وتعالى, sedangkan niatnya adalah tulus karena Allooh سبحانه وتعالى dan caranya pun sesuai sunnah Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم.

    Jangankan mati dalam membela Al Islaam, bahkan mati ketika membela saudara Muslim yang tertindas, atau mati ketika memperjuangkan hak orang-orang yang lemah, bahkan mati ketika ia dalam perjalanan menuju taubat; maka semua kematian itu adalah tidak sia-sia disisi Allooh سبحانه وتعالى.

    Bahkan Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم bersabda, “Barangsiapa yang mati terbunuh karena membela hartanya, maka dia syahiid.”

    Jihadud daf’i artinya adalah Jihad untuk membela diri.
    Semut saja Allooh سبحانه وتعالى beri instink untuk membela diri, apalagi manusia.
    Ketika tanahnya dirampas, keluarganya dibunuh, kaum wanitanya diperkosa, hartanya dirampok, harga dirinya diinjak-injak, Al Qur’an-nya dicabik-cabik, syari’at Islam dihina-dina; maka manusia / Muslimin mana yang tidak terbangkit untuk membela diri?

    Apabila ada pernyataan / pengajaran bahwa: “…..Yang namanya Jihad daf’i itu juga harus mempertimbangkan keuntungan & kerugian. Kalau tidak sebanding, maka kita tidak diperintahkan untuk berjihad, walaupun musuh menduduki wilayah kita…. Apalagi jika perlawanan tersebut justru menimbulkan kerugian yang jauh lebih banyak, maka yang dianjurkan adalah hijrah (jika memungkinkan) atau bersabar (sebagai bersabarnya Rosuulullooh dan kaum Muslimin yang tertindas di Mekkah selama bertahun-tahun hingga Allooh memberi jalan keluar)

    Kalau untuk berjihad itu harus menunggu supaya keadaan “harus sebanding” terlebih dahulu, baru jihad itu diperintahkan… maka justru hal itu tidak sesuai dengan contoh dari Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم dan para shohabatnya.
    Coba perhatikan sejarah Islam. Betapa didalam banyak peperangan itu jumlah kaum Muslimin adalah tidak sebanding dengan jumlah kaum musyrikin, tetapi karena keimanan didalam diri mereka untuk membela dienullooh dan menegakkan kalimat “Laa Ilaaha Illallooh Muhammadur Rosuulullooh” itu begitu tinggi, maka atas izin Allooh سبحانه وتعالى dalam jumlah yang tidak sebanding itu justru kaum Muslimin bahkan dapat memenangkan peperangan.

    Jangankan perjuangan Islam, bahkan perjuangan rakyat Indonesia melawan penjajahan Belanda pun hanyalah bermodalkan senjata-senjata yang sederhana, seperti bambu runcing dan sejenisnya. Sangat jauh keadaannya dibandingkan persenjataan penjajah Belanda. Namun bukankah bangsa Indonesia dikala itu dengan gigih tetap berjuang melawan penjajah Belanda?
    Apakah sekian banyak bangsa Indonesia yang mati dalam peperangan selama 350-an tahun dijajah itu adalah dikategorikan sebagai usaha bunuh diri semua, dan tergolong mati yang konyol dan sia-sia?

    Lalu kemana ruh perjuangan membela diri ketika ditindas, dan janji keutamaan memperoleh mati syahiid dan pahala bagi mereka yang gugur dijalan Allooh سبحانه وتعالى sebagaimana sabda Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم diatas?

    Hati-hati, VIRUS MURJI’AH ini MEMADAMKAN SEMANGAT JIHAD FII SABIILILLAH kaum Muslimin, dan seolah merelakan kaum Muslimin untuk mati terkapar tanpa perlawanan.

    Selama mentalitas ummat Islam di-“peti-es”-kan dengan dalih disuruh terus-menerus bersabar dan dilemahkan semangat berjuang membela dirinya; maka selama itu pula Islam akan semakin dibekukan dan pada akhirnya… Laa hawlaa wa laa quwwata illa billaah….
    Ingat Rohingya, jangan-jangan sebentar lagi keadaan Rohingya beralih ke pantai Indonesia….

    Sesungguhnya seseorang yang berfatwa itu tidak hanya cukup menguasai dalil-dalil yang shohiih, tetapi dia pun harus memahami dan mengetahui situasi, kondisi dan realitas yang ada.

    Sebagai contoh adalah kaum Muslimin di Palestina. Perintah bagi kaum Muslimin untuk meninggalkan bumi Palestina dan berhijrah meninggalkan negrinya untuk menuju negeri lain itu adalah tidak tepat; dan hal itu justru memberi keuntungan besar bagi Yahudi dan Zionisnya.

    Coba renungkan berbagai hal berikut ini (sebagaimana terkemukakan dalam Bedah Buku “Mewaspadai Penyimpangan Neo Murji’ah” yang lalu):

    1) Penyebab Hijrah di zaman Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم itu adalah karena faktor ketertindasan dan sulitnya untuk melaksanakan kewajiban dalam Islam serta berbagai syi’ar Islam lainnya. Sedangkan keadaan kaum Muslimin di Palestina sekarang adalah jauh berbeda dengan keadaan kaum Muslimin ketika Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم masih di Mekkah. Muslimin di Palestina, mereka itu masih bebas untuk melaksanakan syari’at Islam seperti sholat, memakai pakaian Muslim/Muslimah, masjid-masjid tersedia dan syi’ar Islam masih sarat dalam kehidupan mereka.

    2) Hijrah itu bukanlah permasalahan yang mudah. Semua kawasan sekarang sudah ada pemiliknya masing-masing, maka kalaupun disuruh Hijrah maka mereka itu mau Hijrah kemana?
    Setiap batasan negara harus memakai izin imigrasi, visa, exit permit, passport yang semuanya harus jelas identitasnya.
    Darimana pula biaya Hijrahnya? Siapa yang menjamin mereka?
    Dimana mereka akan tinggal kemudian, dan mata pencaharian apa yang tepat bagi mereka setelahnya?
    Itu semua bukan perkara yang mudah.

    3) Berjuang mempertahankan Palestina atas izin Allooh سبحانه وتعالى dengan segala kekuatan yang ada dan juga dengan bantuan kaum Muslimin lainnya adalah lebih baik, lebih mudah bagi mereka dan lebih kecil resikonya, dibandingkan suatu saat nanti harus merebut kembali Palestina setelah negeri itu lama ditinggalkan.
    Para ‘Ulama diberbagai belahan dunia telah memberikan dukungan kepada warga Palestina agar mereka mempertahankan jiwa, tanah, harta dan bangsa mereka itu hingga tetes darah penghabisan. Bahkan ketua Komisi Fatwa Saudi Arabia yakni Syaikh Abdul ‘Aziiz bin ‘Abdullooh Alu Syaikh telah menyatakan dukungannya terhadap perjuangan warga Palestina.

    Apakah Hijrahnya para shohabat yang bertauhiid, yang setia kepada Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم dengan penuh pengorbanan, serta penuh kepatuhan pada Allooh سبحانه وتعالى dan Rosuul-Nya صلى الله عليه وسلم meninggalkan negeri mereka yang syirik menuju negeri Islam; bisa disebandingkan dengan perintah Hijrah bagi kaum Muslimin di Palestina dikarenakan oleh sikap TAKUT MATI, dan PASRAH terhadap besarnya musuh dan kuatnya lawan?
    Coba sandingkan dan bandingkan kondisi keduanya…. Tentulah tidak sama.

    Sungguh keadaan yang tepat sekali untuk menggambarkan kaum Muslimin di zaman kita ini adalah sebagaimana Hadits Riwayat Al Imaam Abu Daawud no: 4299, dari Shohabat Tsaubaan رضي الله عنه, bahwa Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم bersabda:

    يُوشِكُ الأُمَمُ أَنْ تَدَاعَى عَلَيْكُمْ كَمَا تَدَاعَى الأَكَلَةُ إِلَى قَصْعَتِهَا » فَقَالَ قَائِلٌ وَمِنْ قِلَّةٍ نَحْنُ يَوْمَئِذٍ قَالَ « بَلْ أَنْتُمْ يَوْمَئِذٍ كَثِيرٌ وَلَكِنَّكُمْ غُثَاءٌ كَغُثَاءِ السَّيْلِ وَلَيَنْزِعَنَّ اللَّهُ مِنْ صُدُورِ عَدُوِّكُمُ الْمَهَابَةَ مِنْكُمْ وَلَيَقْذِفَنَّ اللَّهُ فِى قُلُوبِكُمُ الْوَهَنَ » فَقَالَ قَائِلٌ يَا رَسُولَ اللَّهِ وَمَا الْوَهَنُ قَالَ « حُبُّ الدُّنْيَا وَكَرَاهِيَةُ الْمَوْتِ

    Artinya:
    Ummat-ummat ini (bangsa-bangsa – pent.) hampir menerkam kalian sebagaimana orang-orang lapar menerkam nampan makanan mereka.”
    Seseorang bertanya, “Karena sedikitkah jumlah kita pada hari itu?
    Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم menjawab, “Bahkan pada hari itu, kalian berjumlah banyak, akan tetapi kalian bagaikan buih di air bah; sungguh Allooh akan cabut dari dada-dada musuh kalian rasa segan (wibawa) terhadap kalian, dan sungguh Allooh akan campakkan pada hati-hati kalian Al Wahnu.”
    Seseorang bertanya, “Ya Rosuulullooh, apakah Al Wahnu itu?’
    Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم menjawab, “CINTA DUNIA dan TAKUT MATI.”

    Camkanlah pada diri kita peringatan Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم dalam Hadits diatas !
    Barokalloohu fiika

  259. 28 December 2012 6:47 pm

    Assalamu alaikum
    ustad izin copas ke web ana ini alamat webnya http://abumuhammadz.wordpress.com dan mohon ditegur klu gak berkenan .syukron

    • 29 December 2012 11:04 am

      Wa ‘alaikumussalaam Warohmatulloohi Wabarokaatuh,
      Silakan saja… semoga menjadi ilmu yang bermanfaat… Barokalloohu fiika..

  260. Hamba Allah permalink
    29 December 2012 9:07 am

    Assalamu ‘alaikum Ustad,
    Orangtua saya menyuruh saya untuk kuliah S2 supaya menunjang karir. Saya sudah mengikuti perkuliahan, dengan biaya sendiri, tidak membebani orangtua, namun saya merasa pikiran ini berat sekali untuk menjalaninya, karena saya tidak tertarik dan bertentangan dengan prinsip hidup saya. Bagi saya sudah S1, bekerja, sudah sangat saya syukuri. Lagipula sebagai wanita, karir tidak saya pedulikan, yang penting mengurus keluarga sebaik-baiknya. Memang saya belum menemukan jodoh. Kata orangtua mumpung masih muda dan masih single kuliah lagi. Tapi pikiran saya memang sudah susah sekali untuk menuntut ilmu di bangku kuliah. Setiap mengikuti perkuliahan hati selalu bergejolak, tidak tenang, sehingga ilmunya susah sekali masuk. Apalagi jurusannya tidak saya minati, tapi kalau tidak ambil jurusan itu maka tidak akan diakui dalam karir saya. Kadang saya berfikir, di sisa usia saya yang semakin berkurang kenapa harus kuliah lagi… Saya hanya ingin menuntut ilmu agama, saya ingin fokus untuk beribadah dan beramal sholeh yang itupun bagi saya perlu usaha dan semangat yang besar mengingat iman kadang naik turun. Saya sudah sampaikan ke orangtua kalo pikiran saya sulit menangkap pelajaran di kuliah, orangtua akhirnya menyerahkan keputusan ke saya untuk lanjut atau berhenti kuliah. Orangtua sudah bilang tidak apa-apa kalau itu membebani saya, tapi saya tahu mereka ada rasa kecewa. Jika saya tetap akan berhenti kuliah, apakah saya berdosa pada orangtua walaupun orangtua sudah mengijinkan saya untuk berhenti kuliah? Saya ingin berbakti pada orangtua, tapi kalau dengan kuliah S2 rasanya berat sekali. Mohon pencerahannya ustadz. Terimakasih

    • 3 January 2013 6:06 pm

      Wa ‘alaikumussalaam Warohmatulloohi Wabarokaatuh,
      Masuk surga bagi wanita adalah dengan keshoolihan, bukan dengan kesarjanaan. Bukan pula dengan karier. Bisa jadi dengan sarjana S2, justru laki-laki menjadi segan, karena tingginya akademik anda. Dengan karier pun demikian pula halnya.

      Sementara menunggu jodoh, lakukan beberapa hal berikut:
      1) Bekali hati, diri dan jiwa dengan ilmu dien yang benar, ‘aqiidah yang shohiihah dan amalan yang tentu. Karena menghadap Allooh سبحانه وتعالى adalah suatu kepastian, walaupun kapannya tidak ada yang bisa memastikan.
      2) Tetaplah berbakti pada orangtua, patuhi apa-apa yang baik, dan berdiplomasilah dengan cara yang bijak dalam perkara yang orangtua mau, sementara kita tidak mau.
      3) Jika dunia belum juga diraih saja sudah menyiksa, maka apakah lagi disaat dunia sudah tersanding dihadapan. Tabiat dunia adalah melalaikan. Jadi, jika sejak awal sudah menyiksa karena tidak sesuai dengan selera dan minat, maka ketika nanti teraih melalui menuntaskan masa belajar S2 anda, maka bayangkanlah bahwa karir anda tidak akan jauh dari apa yang anda rasakan pada saat mencarinya. Bahkan lebih dahsyat lagi.
      4) Berdo’alah pada Allooh سبحانه وتعالى, tidak boleh putus, agar segera diberi perkara yang menyibukkan hidup, tapi juga mendekatkan diri pada berkah dan cinta Allooh سبحانه وتعالى.

      Barokalloohu fiiki.

      • Hamba Allah permalink
        4 January 2013 2:35 pm

        Assalamu’alaikum Wr.Wb, Terimakasih ustadz atas penjelasannya. Saya sangat setuju dgn penjelasan ustadz. Tapi yang masih mengganjal di pikiran saya, apakah saya dosa besar kpd orang tua jika saya tetap akan berhenti kuliah, orangtua sudah mengijinkan saya untuk berhenti kuliah tapi keputusan saya ini pasti akan mengecewakan dan memupus harapan mereka. Bukankah kita tidak boleh membuat orang tua sedih?saya merasa dilema sekali ustadz

  261. 29 December 2012 12:49 pm

    Assalamu alaikum ustad maf tanya mohon penjelasan tentang dalil ” barang siapa yg mengagungkan maulidku,maka akan kuberi safaat dihari kiamat…apakah hadist atau bukan..syukron

  262. 29 December 2012 8:52 pm

    Assalammualaikum ustadz… saya mau bertanya tentang puasa nadzar, jika puasa nadzar dilakukan seorang istri agar segera terkabulnya apa yang menjadi hajatnya, tapi.. ternyata suami tidak ridho dengan tindakan istri tersebut, bagaimana hukumnya itu? Apakah istri tersebut harus berhenti puasa meski belum terkabul hajatnya? Atau tetap melakukan puasa nadzar itu sampai terkabul hajatnya meski tanpa ridho suami? Terimakasih

    • 3 January 2013 5:52 pm

      Wa ‘alaikumussalaam Warohmatulloohi Wabarokaatuh,
      Nadzar apa saja boleh, tapi untuk diketahui bahwa nadzar itu tidak akan menambah dan mengurang terhadap apa yang kita inginkan, kecuali mengikis kekikiran yang bercokol pada diri kita.

      Namun, jika seseorang sudah bernadzar, maka menunaikannya adalah sebagai berikut:
      1) Jika bernadzar pada perkara yang baik (disyari’atkan), maka hukumnya wajib.
      2) Akan tetapi jika bernadzar itu pada perkara yang tidak baik (tidak disyari’atkan), maka terlarang untuk mengerjakannya.

      Seorang suami, jika istrinya melakukan sesuatu yang sunnah, bolehlah dia untuk membatasi / melarang; akan tetapi jika istri melakukan sesuatu yang wajib dan jika dilanggarnya berdosa, maka suami tidak boleh mendukung istri berdosa, justru suami hendaknya mengentaskan istrinya dari dosa….
      Barokalloohu fiiki

  263. 30 December 2012 9:33 am

    Assalamu’alaikum wr. Wb,
    Mohon penjelasan, fatwa dan bimbingan Ustadz atas masalah saya :
    Kejadiannya :
    Sejak awal tabun 2012 Kehidupan rumah tangga saya sangat tidak harmonis,
    Saya laki-laki yang sangat perasa, sementara istri saya sangat keras.
    Ketika rasa emosional memuncak, saya menjalin komunikasi dengan seorang wanita, yang lembut dan baik hati, baik akhlaknya.
    Akhirnya saya mengajaknya untuk menikah, wanita itupun setuju dengan syarat saya meninggalkan / menceraikan istri dan anak saya… Dalam situasi hati yang kalut, emosional… saya akhirnya diminta untuk menandatangani Surat.

    1. Diminta menandatangani Surat yang isinya bahwa bulan Juli jika tidak meninggalkan istri dan anak, maka jatuh talak

    2. Sampai dengan bulan Juli, saya tidak bisa meninggalkan keluarga, sangat berat, karena anak saya masih bayi

    3. Saya terus didesak, akhirnya saya minta waktu sampai dengan akhir bulan Agustus.
    Saya didesak, ditekan untuk kembali menandatangani Surat yang isinya bahwa jika sampai dengan akhir bulan Agustus saya tidak meninggalkan anak dan istri, maka jatuh talak tiga…

    4. Bulan Agustus terlewati, saya masih tidak mampu, tidak kuasa meninggalkan istri dan anak saya

    5. Saya kembali diminta untuk yang ketiga kalinya menandatangani Surat perjanjian bahwa jika sampai dengan awal Desember saya tidak meninggalkan istri dan anak saya, maka jatuh talak.

    6.  Untuk Ustadz maklumi, sampai dengan saat ini, ISTRI SAYA TIDAK MENGETAHUI sama sekali surat perjanjian talak yang saya buat dengan wanita lain.

    7.  Saya sangat mengharapkan fatwa yang sangat bijak dari Ustadz… Apakah ada jalan bagi saya utk dapat berkumpul kembali bersama anak istri saya… Mohon bimbingan ustdz.
    Wswrwb…

    • 3 January 2013 1:04 pm

      Wa ‘alaikumussalaam Warohmatulloohi Wabarokaatuh,

      1) Penyebab yang sangat mendasar akan munculnya masalah-masalah yang tidak kita senangi dan kita sukai, bahkan bisa saja berupa musibah itu adalah diawali oleh bertindak TANPA ILMU. Dan kasus ini adalah salah satu diantara bukti atas hal tersebut. Normalnya menyalurkan sensasi atas masalah yang sedang dialami, adalah bukan dengan cara mengundang masalah baru, yang bukan malah memecahkan masalah pertama, tetapi justru menambah beban masalah dengan adanya masalah kedua.

      Minimal semestinya yang harus dilakukan, sebelum menemukan wanita ke-2 itu adalah merancang pemecahan masalah pada rumah tangga yang ke-1 terlebih dahulu; sehingga anda mendapat kesimpulan sementara bahwa menghampiri wanita ke-2 itu adalah sebagai calon solusi dan bukan malah justru menjadi calon masalah baru.

      Kalo memang tidak bisa ditangani sendiri, maka mestinya segera mencari konsultan atau Ahli ‘Ilmu yang bisa memberi pengarahan menuju solusi dari permasalahan rumah tangga anda dengan Istri ke-1 terlebih dahulu.

      2) “Nasi sudah menjadi bubur”, demikian peribahasa mengatakan.
      Sebagai laki-laki yang bertanggungjawab, semestinya anda harus memecahkan kedua permasalahan ini dengan bijaksana. Jangan bermakna “menghindar dari masalah”.

      Saran Ustadz adalah sebagai berikut:

      a) Istri ke-2 diminta agar tidak menuntut cerai Istri ke-1, karena secara syar’ie, tidak boleh istri muda menuntut agar isrti ke-1 diceraikan. Dan nyatakan bahwa anda siap bertanggungjawab sebagai suami yang berpoligami, dalam hal ini memiliki 2 istri. Dengan catatan, dia (istri ke-2 anda) menerima apa yang akan dialami, dalam susah dan senang sebagai suami istri bersama anda. Jika istri ke-2 menerima untuk tidak menceraikan yang ke-1, maka anda beruntung karena berarti anda menemukan solusi. Tinggal langkah berikutnya, bertanggungjawablah anda pada kedua orang istri anda tersebut. Dan jangan mengulang sikap yang sama untuk mendatangkan masalah ketiga.

      Tetapi jika istri ke-2 anda menolak permintaan anda, maka anda Sholat Istikhoroh lah dan berilah tenggang waktu untuk membina dan memberi pengarahan padanya, sambil berkonsultasi denga Ahli Ilmu yang anda percayai dalam perkara dien, ilmu dan taqwanya.

      b) Anda datang ke istri ke-1, lalu dengan baik-baik ungkapkan apa yang terjadi; bahwa anda telah menikah lagi yang sebabnya adalah diawali oleh perbedaan karakter. Anda lembut dan perasa, sementara istri ke-1 anda keras. Kemudian berakhir pada mengambil tindakan untuk menikah lagi dengan wanita lain, yang dianggap bisa sepadan dalam tabi’at. Akui, salah atau benar, yang jelas sekarang wanita ke-2 itu sudah menjadi istri anda juga. Katakan bahwa anda cinta pada dia, berat hati pada dia. Kemudian ajaklah istri ke-1 anda itu agar ia dengan bijaksana sudi membantu memecahkan masalah rumah tangga anda dengannya (istri yang ke-1).

      Kalau dia mau menerima atas kenyataan ini, maka berbahagialah anda dan jalan solusi relatif ditemukan. Tetapi jika tidak, maka anda pun jangan tergesa-gesa memutuskan masalah. Karena masalah ini muncul akibat ketergesa-gesaan anda sendiri, sehingga lakukan sholat Istikhoroh dan berikan tenggang waktu untuk anda membina dan menyadarkan istri ke-1 anda.

      Konsultasikan permasalahan anda dengan orang yang anda percaya dalam dien, Ilmu dan taqwanya; sehingga dengan jernih anda bisa putuskan apakah anda akan bertahan ataukah cerai dengan istri yang ke-1.

      3) Adapun mengenai Surat Perjanjian yang anda tandatangani sepihak antara diri anda dan istri ke-2, tanpa melibatkan istri ke-1; maka kalau ketika anda menandatangani surat tersebut anda berada dalam keadaan sadar secara ilmu, maka surat perjanjian itu adalah Sah.

      Tetapi kalau dikala anda menandatangani Surat Perjanjian itu dalam keadaan anda ditekan dan didesak, maka surat perjanjian itu adalah Tidak Sah.

      Demikianlah… Semoga Allooh سبحانه وتعالى menolong anda dalam menyelesaikan permasalahan rumah tangga anda dan menemukan solusi terbaik yang dapat memberikan ketentraman bagi jiwa anda sesudahnya…. Barokalloohu fiika

  264. 30 December 2012 11:20 am

    Assalamu alaikum ustad afwan ada pertanyaan tertinggal
    Benarkah kita dilarang mendoakan orangtua yang tidak pernah shalat seperti rosulullah tidak mendoakan ibunya? Mohon penjelasan beserta dalilnya. Syukron

    • 3 January 2013 5:46 pm

      Wa ‘alaikumussalaam Warohmatulloohi Wabarokaatuh,
      Selama hayat masih dikandung badan orangtua, jangan pernah putus untuk mengajak, menyeru, menasehati, membimbing dan memberitahu jalan petunjuk Allooh سبحانه وتعالى dan Rosuul-Nya صلى الله عليه وسلم. Termasuk do’akan selalu.

      Namun, jika orangtua itu sudah meninggal dalam keadaan kaafir / syirik, maka tidak lagi ada anjuran untuk mendo’akannya.
      Dalilnya adalah QS. At Taubah (9) ayat 113 :

      مَا كَانَ لِلنَّبِيِّ وَالَّذِينَ آمَنُوا أَنْ يَسْتَغْفِرُوا لِلْمُشْرِكِينَ وَلَوْ كَانُوا أُولِي قُرْبَىٰ مِنْ بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُمْ أَنَّهُمْ أَصْحَابُ الْجَحِيمِ

      Artinya:
      Tiadalah sepatutnya bagi Nabi dan orang-orang yang beriman memintakan ampun (kepada Allooh) bagi orang-orang musyrik, walaupun orang-orang musyrik itu adalah kaum kerabat(nya), sesudah jelas bagi mereka, bahwasanya orang-orang musyrik itu adalah penghuni neraka jahanam.”

      Barokalloohu fiika

  265. Aulia permalink
    3 January 2013 5:57 pm

    Bagaimana jika orang tua yang meninggal (IBU) itu dalam keadaan Iman, Islam apa boleh didoakan? Karena penjelasan Ustadz bila orang tua tersebut meninggal dalam keadaan kafir tidak boleh didoakan?

    Mohon diberikan penjelasan secara jelas.
    Terimaksih ustadz

    • 3 January 2013 6:03 pm

      Tentu saja, apabila orangtua (ibu) itu meninggal dalam keadaan ia beriman, dan Islam; maka sungguh merupakan bentuk bakti seorang anak (birrul walidain) untuk mendoakan ibunya tersebut agar sang ibu diampuni dosa-dosanya oleh Allooh سبحانه وتعالى , dilapangkan kuburnya, dinaikkan derajatnya, dan berbagai do’a kebaikan lainnya bagi sang ibu… Barokalloohu fiikum

  266. 4 January 2013 1:10 pm

    Ibnu Zaen
    19 Desember 2012 10:17 pm

    Assalamu’alaikum..
    Ustadz, syaikh Ali Al Halabi mengeluarkan bantahan atas Lajnah Da’imah yang berjudul “Al Ajwibah Al Mutala’imah ala Fatwa Al Lajnah Da’imah” apakah shohih ustadz? Dan apakah kesimpulan dari isi kitab tersebut?
    Syukron.

    JAWABAN :

    ustadzrofii
    4 Januari 2013 12:58 pm

    Wa ‘alaikumussalaam Warohmatulloohi Wabarokaatuh,

    Untuk diketahui oleh antum maka kitab “Al Ajwibah Al Mutalaa’imah ‘alaa Fatwaa Al Lajnah Ad Daa’imah” untuk pertama kalinya dicetak pada tahun 1424 H (2003 M) oleh Maktabah Daarul Hadiits di Uni Emirat Arab. Kitab tersebut ditulis oleh Ali bin Hasan bin Ali bin ‘Abdul Hamiid Al Halaby, sebagai jawaban atas Fatwa para Masyaikh Kibar di Al Lajnah Ad Daa’imah no: 21517 tertanggal 14-06-1421 H (tahun 2000 M) yang menyatakan bahwa Syaikh Ali Hasan Al Halaby tersangkut dengan faham Murji’ah atas dua kitab yang ditulisnya (yakni: “At Tahdzir Min Fitnatit Takfiir” dan “Shoihat An Nadziir”).

    Namun, Kitab-Kitab tulisan Syaikh Ali Hasan Al Halaby ini (antara lain “Al Ajwibah Al Mutalaa’imah ‘alaa Fatwaa Al Lajnah Ad Daa’imah” ), kemudian telah banyak dibahas, diteliti, disimpulkan dan diberikan bantahannya kembali oleh banyak diantara para ‘Ulama Ahlus Sunnah. Bantahan para ‘Ulama tersebut terdapat baik dalam bentuk makalah, video youtube, situs website bahkan Kitab yang ditulis oleh Masyaikh yang jelas jenjang keilmuannya karena ia adalah seorang Doktor di Universitas Ummul Quro di Makkah Al Mukarromah.

    Ustadz sendiri sangatlah sungkan untuk menghabiskan umur dalam polemik yang berkepanjangan ini. Oleh karena itu, agar lebih puas, dan juga lebih otentik; maka cukuplah kiranya Ustadz isyaratkan saja, baik bagi antum yang bertanya, maupun bagi para pembaca pada umumnya dengan beberapa pernyataan, makalah, situs website maupun Kitab dari para ‘Ulama Ahlus Sunnah atas hal ini; yakni antara lain sebagai berikut:

    A) DALAM BENTUK MAKALAH :

    1. Lihat makalah berjudul “Al Majmu’u Adz Dzahabiyyu Fii Fadhy Ali Hasan Al Halaby” (“Kumpulan / koleksi kata-kata emas dalam menerangkan keburukan-keburukan Ali Hasan Al Halaby”) oleh Abu Usamah Samir Al Jazaa’iry.

    2. Silakan baca makalah berjudul “Al Qoulu Al Waadhihu Al Jaliiyyu Fir Roddi ‘alaa Al Halaby Ali” (“Perkataan yang Jelas dan Gamblang / Terang sebagai Bantahan terhadap Al Halaby Ali”), ditulis oleh Ihsan bin Muhammad bin Ayyish Al Uttaiby.

    3. Lihat makalah berjudul “Tsariqoot Ali Al Halaby” (“Curian-curian Ali Al Halaby”).

    4. Silakan baca makalah berjudul “Fatwaa Shoolih Al Hajji Fiiman Yuadzdzim Al Halaby” (“Fatwa Shoolih Al Hajji pada orang yang mengelu-elukan Al Halaby”)

    5. Juga baca makalah berjudul “Kalaamun Haq Qiila Fii Ali Al Halaby” (“Perkataan yang Benar terhadap Ali Al Halaby”)

    B) DALAM BENTUK KITAB :

    Bacalah Kitab yang berjudul “Shiyaanat As Salafy min Waswasati wa Talbisati Ali Al Halaby” (“Memperbaiki As Salafi dari Waswas dan Pemutarbalikan Fakta oleh Ali Al Halaby”), karya Dr. Ahmad bin ‘Umar bin Saalim Baadzamul, salah seorang Doktor di Universitas Ummul Quro di Makkah Al Mukarromah. Diterbitkan oleh Penerbit: Al Istiqoomah.

    C) DALAM VIDEO YOUTUBE :

    Video-video youtube berikut (– yang telah diberikan kode URL-nya, agar mudah diklik pada kode URL tersebut untuk dapat menonton video-videonya –) adalah merupakan bukti tentang dokumen-dokumen, komentar dan fatwa para ‘Ulama Ahlus Sunnah tentang Murji’ah dan Ali Hasan Al Halaby:

    1) Tahdzir para ‘Ulama Ahlus Sunnah terhadap Ali Hasan Al Halaby :

    التحذير من الحلبي وألاعيبه وتباكيه الشيخ محمد بن هادي المدخلي
    URL = http://www.youtube.com/watch?v=GNIke8_dgy4&playnext=1&list=PL4TtjB1MGLh4o6p-JhkigT-W-kFvFPxkS&feature=results_main

    الشيخ الفوزان مجيبا على سؤال عن الحلبي
    URL = http://www.youtube.com/watch?v=mf0tZ2fM12c

    تبرؤ الشيخ حسن عبد الستير من علي الحلبي.wmv
    URL = http://www.youtube.com/watch?v=5fWI6yalKDA

    علي الحلبي ضال مضل مفسد في البلاد – الشيخ عبيد الجابري
    URL = http://www.youtube.com/watch?v=D0_x1MDBnMU

    علي الحلبي يلخبط الناس بأفكاره – الشيخ صالح الفوزان
    URL = http://www.youtube.com/watch?v=AJ5Ne0hz0Bs

    علي حسن الحلبي ليس بسلفي للشيخ العلامة عبد الحميد الحجوري حفظه
    URL = http://www.youtube.com/watch?v=1cBATn_8v4Y

    كلمة للشيخ فلاح مندكار في علي الحلبي و زمرته
    URL = http://www.youtube.com/watch?v=Iq4inm4i–w

    هل الشيخ علي الحلبي مرجيء؟ يجيب فضيلة الشيخ مشهور حسن
    URL = http://www.youtube.com/watch?v=cNAWfdktErE

    حقيقة الإيمان وذم الإرجاء – الشيخ علي حسن الحلبي
    URL = http://www.youtube.com/watch?v=8k1dHqNwM7M

    مرجئة العصر مقطع قوي جدا للشيخ نبيل العوضي
    URL = http://www.youtube.com/watch?v=PqgyTE5QKTs

    2) Ali Al Halaby bukan murid Syaikh Nashiruddin Al Albaany rohimahullooh :

    الشيخ الألباني لا يعتبر علي حسن و الهلالي من تلاميذه
    URL = http://www.youtube.com/watch?v=6lsbPhMPiXc

    ليس لدي تلاميذ في الأردن – الشيخ الألباني
    URL = http://www.youtube.com/watch?v=O5Q7B1w1PMY

    3) Tentang Ulil Amri :

    الشيخ الالباني من هو ولي الامر ومتى يجب طاعته مثال السعودية ياجامي
    URL = http://www.youtube.com/watch?v=Vmf6N4DoZnQ

    بيان الحق في آية طاعة ولي الأمر
    URL = http://www.youtube.com/watch?v=hHpzNAmWcYY

    4) Tentang perkara “Khuruj ‘alal Hukam” (Protes terhadap Pemerintah) :

    العلامة الألباني يبين شروط الخروج على الحاكم‎
    URL = http://www.youtube.com/watch?v=ULbbmBVuFxc

    حكم الخروج على الحاكم ومتى يكون للشيخ ابن عثيمين
    URL = http://www.youtube.com/watch?v=1d6XhEjy4HM

    حكم الخروج على الحكام ــ الشيخ عثمان الخميس
    URL = http://www.youtube.com/watch?v=Zd_Q9E4oSO8

    شروط الخروج على الحاكم الفاسق والكافر لابن العثيمين
    URL = http://www.youtube.com/watch?v=46E1v787vgg

    5) Tentang perkara Takfir :

    الحكام العرب كفار وان صاموا وصلوا (للعلامة بن عثيميين)
    URL = http://www.youtube.com/watch?v=ayjVTXvJLX4

    الشيخ أبو إسحاق الحويني و الخروج على الحكام
    URL = http://www.youtube.com/watch?v=GRnrb_dfGJ4

    الشيخ صالح الفوزان وتكفير حكام الدولة السعودية
    URL = http://www.youtube.com/watch?v=pk4MKWDlP4Q

    D) DALAM SITUS WEBSITE :

    Silakan pula akses situs website berikut ini, dimana didalamnya terkumpul hingga tidak kurang dari 28 Masyaikh yang mereka itu semua telah memberikan komentar, bantahan serta tahdzir mereka atas Syaikh Ali Hasan Al Halaby.

    Apabila kita renungkan maka tidaklah mungkin rasanya apabila para ‘Ulama Kibar di Lajnah Ad Daa’imah dan tidak kurang dari 28 Masyaikh ini, mereka itu semua bersepakat untuk bersama-sama masuk kedalam Neraka hanya karena mengedepankan hawa nafsu mereka untuk “menjatuhkan” satu orang? Tentulah tidak.

    Hal ini justru adalah sebagai bukti dan fakta bahwa para ‘Ulama Kibar di Lajnah Ad Daa’imah dan tidak kurang dari 28 orang Masyaikh, mereka itu semua memberikan bantahan terhadap Syaikh Ali Hasan Al Halaby adalah karena mereka telah melakukan penelitian yang sedemikian rupa, juga telah membaca dan menelaah secara luas dan mendalam tentang perkara ini dan hal ikhwalnya.

    Silakan lihat sendiri situs website berikut ini: http://alhalaby.net/main/

    Demikianlah, semoga jelas adanya.
    Ustadz tidak ingin berkepanjangan membahas masalah ini, karena cukuplah apa yang telah disampaikan para ‘Ulama Ahlus Sunnah yang mana mereka itu secara Muttawatir telah menyampaikan komentar, bantahan dan pembahasan yang didasarkan atas penelitian secara luas dan mendalam atas perkara ini.
    Kiranya cukup bagi Ustadz untuk menyampaikan peringatan pada ummat tentang masalah ini; dan Ustadz berpesan agar janganlah kita menghabiskan umur dan waktu pada polemik dan perkara yang tidak bermanfaat.

    Hendaknya ummat jangan bersikap seperti Ahlut Taqliid, yang hanya menganggap benar perkataan dan sikap dari orang yang digandrungi / dicintai / dikaguminya saja, padahal mereka itu bukanlah daliil.

    Adapun jika ada Al Qur’an dan Hadiits yang shohiih datangnya bukan dari orang yang digandrungi / dikagumi / dicintai, maka ia seolah bukanlah Al Qur’an dan bukan Hadiits yang shohiih lagi; karena menurutnya Al Qur’an dan Hadits yang shohiih itu hanya dianggapnya sah dan layak diterima jika berasal dari orang yang dicintainya saja.
    Semoga Allooh سبحانه وتعالى melindungi kita semua agar terhindar dari sikap seperti ini.

    Semoga pula Allooh سبحانه وتعالى melindungi para ‘Ulama, memberikan hidayah dan taufiq apabila ada yang menyimpang, dan menuntun ummat ini diatas dien-Nya yang lurus hingga akhir hayat…. Barokalloohu fiika

  267. aska permalink
    5 January 2013 9:16 am

    Assalamu’alaikum…
    Ustad.. afwan mau tanya..
    Minta tolong dijelaskan mengenai sanad, dan syarat mengenai sanad tersebut menyambung atau tidak sampai Rasulullah saw..
    Karena banyak diantara aliran Thoriqot yang mengaku dan punya bukti silsilah bahwa sanad ilmu mereka menyambung sampai Rasulullah.. padahal dalam hadist shohih tidak pernah ditemukan ritual seperti itu.
    Dan kenapa ya ustad mereka begitu yakin kalau sanad ilmunya sampai Rasulullah saw?
    Jazakumulloh…

    • 5 January 2013 7:48 pm

      Wa ‘alaikumussalaam Warohmatulloohi Wabarokaatuh,
      Tidak usah aneh, memang diantara ciri khas Thoriqoh Sufi adalah menisbatkan diri mereka bersanad menyambung kepada Rosuulullooh Sholalloohu ‘Alaihi Wassallam, baik ilmunya dan ajarannya, dikarenakan mereka itu adalah orang-orang yang TIDAK MENJADIKAN DALIL dan argumentasi beragama seperti apa yang diyakini oleh Ahlus Sunnah Wal Jamaa’ah, yaitu: Al Qur’an, As Sunnah dan Al Ijma.

      Tapi mereka (Thoriqoh Sufi) menambahkan sumber lain, berupa MIMPI, yaitu jika seseorang dari tokoh, apalagi imam-imam mereka mengatakan, “Aku bermimpi bertemu Rosuulullooh dan Rosuulullooh mengajariku sesuatu”, maka dengan mudahnya ia mengatakan bahwa dirinya bersanad kepada Rosuulullooh Sholalloohu ‘Alaihi Wassallam.
      Seperti contohnya adalah Thoriqoh Tijaniyyah, dimana Ahmad At Tijaany mengaku mendapatkan ajaran tentang Sholawat Al Fatih langsung dari Rosuulullooh Sholalloohu ‘Alaihi Wassallam, hanya karena ia menyatakan dirinya mendapatkan ajaran itu dari mimpi (baca makalah ceramah berjudul “Sholawat Yang Bukan Sholawat” yang pernah dimuat di Blog ini, atau klik: https://ustadzrofii.wordpress.com/2011/06/11/sholawat-yang-bukan-sholawat/)
      Atau juga seperti Daarul Arkom dari Malaysia yang meyakini bahwa pimpinan mereka mendapatkan Aurot Muhammadiyyah langsung dari Rosuulullooh Sholalloohu ‘Alaihi Wassallam.

      Padahal bantahan yang paling baik bagi mereka (Thoriqoh Sufi) itu adalah firman Allooh Subhaanahu Wa Ta’aalaa didalam QS. Al Maa’idah (5) ayat 3 sebagai berikut:

      الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الْإِسْلَامَ دِينًا

      Artinya:
      “…Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhoi Islam itu jadi agama bagimu…”

      Berarti kalau Islam sudah sempurna, semestinya siapa pun tidak boleh menambah dan mengurangi dien ini…. Barokalloohu fiik

  268. 5 January 2013 4:23 pm

    Assalamu ‘alaikum Ustadz… Saya mau bertanya tentang orang yang tidak bersalah mati terbunuh, apakah itu masuk dalam golongan mati syahid atau tidak, Ustadz?

    • 8 February 2013 10:22 am

      Wa ‘alaikumussalaam Warohmatulloohi Wabarokaatuh,
      Tergolong mati syahid hukum dunia. Dan pada hari kiamat, Allooh سبحانه وتعالى akan memberikannya qishosh atas orang yang membunuhnya.
      Demikianlah, barokalloohu fiika

  269. aska permalink
    6 January 2013 10:51 am

    Assalamu’alaikum ustadz…
    Afwan mau nanya lagi berkaitan dengan sanad…
    Ada beberapa tuduhan terhadap ulama salaf yang berkaitan keraguan terhadap keilmuan beliau karena para ulama salaf yang disebut “wahabi” tersebut tidak punya sanad keilmuan yang nyambung sampai Rasulullah saw.. atau tuduhan yang lebih kasar lagi, belajar secara otodidak tanpa ada guru..
    Bagaimana mnurut pendapat ustadz untuk menerangkan kepada mereka…
    Atau dari ustadz, bisakah menunjukkan sanad keilmuan ulama salaf yang sekarang..?
    Jazakumulloh khoir..

  270. 8 January 2013 7:48 am

    Assalamu’alaikum ustad

    1. Begini ana kan punya teman, nah sebelum dia berangkat ke Hongkong.. dia sudah 2 tahun berpisah dengan suaminya .. tapi tanpa cerai resmi.. Karena suaminya tidak mau menceraikan.. Sedangkan suaminya tidak pernah memperdulikan dia dan anaknya, terus setelah 6 tahun dia bekerja.. Tanpa ada komunikasi dengan suaminya, nah 1 tahun yang lalu dia mengenal seorang laki-laki dan bulan 7 (Juli) yang akan datang.. karena kontraknya telah habis dia akan pulang menikah.. Dia berencana jika pulang minta surat bercerai dari KUA setempat ..lalu menikah.. dia bertanya sama ana, katanya.. setelah ada surat cerai dari KUA, tentu yang sudah ditandatangani suaminya, apa boleh kalau dia langsung menikah tanpa menunggu

    2. Bolehkah berkurban melalui jasanya yang memang menyediakan kurban dan aqiqoh tersebut, misalnya badan amil yang mengurus zakat dsbnya, pesantren dan yang memang khusus jasa kurban dan aqiqoh yang kita hanya membayar hewannya dan biayanya yang telah ditentukan pengurus jasa tersebut. Terutama bagi para perantau.

    3. Semalam temen ana bermimpi serombongan orang Yahudi membaca kitabnya. Ternyata seakan_akan itu benar karena ada nama ALLAH. Apa maksudnya mimpi tsb ustadz?

  271. aska permalink
    8 January 2013 10:56 am

    Assalamu’alaikum ustadz..
    Ana mau tanya mengenai penjelasan hadist:
    “Barangsiapa membuat sunnah yang baik di dalam Islam, maka baginya pahalanya dan pahala orang setelahnya yang mengamalkannya tanpa mengurangi sedikitpun dari pahala-pahala mereka. Dan barangsiapa membuat sunnah yang buruk di dalam Islam, maka baginya dosanya dan dosa orang setelahnya yang mengamalkannya tanpa mengurangi sedikitpun dari dosa-dosa mereka.” [HR. Muslim, 1017]…
    Hadist tsb biasa dipakai dalil untuk membuat “syariat” baru.. karena beralasan memulai sesuatu yang baik mendapat pahala kebaikan… Apakah benar seperti itu ustadz?

  272. tami permalink
    8 January 2013 7:59 pm

    Jazakumullah atas jawaban pertanyaan sebelumnya. Ustadz saya mau bertanya lagi, mana yang lebih utama antara menghafal qur’an dan belajar ilmu syar’i ? Mohon penjelasannya ustadz, jazakallah.

  273. deni permalink
    13 January 2013 12:34 pm

    Assalamualaykum,

    Pak Ustadz, apakah takbir dengan mengangkat tangan, dilakukan saat bangkit dari tasyahud awal saja atau pada setiap bangkit dari sujud kedua

    Jazakallohu khairan..

    • 8 February 2013 10:15 am

      Wa ‘alaikumussalaam Warohmatulloohi Wabarokaatuh,
      Keduanya boleh, keduanya ada nash-nya.
      Barokalloohu fiika

  274. Ummu Salman permalink
    13 January 2013 9:41 pm

    Assalamu‘alaikum Warohmatullohi Wabarokatuh,
    Ustadz, seorang lelaki menikahi seorang janda yang mempunyai anak tiri dari suami sebelumnya, bagaimana hukumnya jika lelaki tersebut kemudian menikah juga dengan anak tiri istrinya itu?

  275. 20 January 2013 8:54 am

    amri achmadi
    Dikirim pada 2013/01/20 pukul 7:38 am

    Assalaamualaikum Warohmatulloohi Wabarokaatuh.
    Semoga Allooh Azza Wa Jalla senantiasa melimpahkan rahmat dan inayah-Nya kepada Ustadz dan keluarga.
    Afwan ustadz ana mau tanya, apakah ada korelasi antara bencana yang menimpa masyarakat / komunitas di suatu daerah dengan akhlak mayoritas masyarakat tersebut?
    Seperti kita tahu bahwa sudah sepekan ini sebagian warga Jakarta terkena musibah banjir.
    Jazakalloohu khoiron.

    JAWABAN :

    ustadzrofii
    Dikirim pada 2013/01/20 pukul 8:47 am | Sebagai balasan ke amri achmadi.

    Wa ‘alaikumussalaam Warohmatulloohi Wabarokaatuh,
    Tentu saja ada korelasinya, karena Allooh سبحانه وتعالى berfirman dalam QS. An Nisaa (4) ayat 79 sebagai berikut:

    مَا أَصَابَكَ مِنْ حَسَنَةٍ فَمِنَ اللَّهِ ۖ وَمَا أَصَابَكَ مِنْ سَيِّئَةٍ فَمِنْ نَفْسِكَ

    Artinya:
    “Apa saja nikmat yang kamu peroleh adalah dari Allooh, dan apa saja bencana yang menimpamu, maka dari (kesalahan) dirimu sendiri.”

    Orang beriman tidak melihat bencana itu sebagai akibat dari faktor alam / perubahan cuaca global semata-mata (karena alam adalah milik Allooh سبحانه وتعالى, yang akan tunduk terhadap perintah-Nya), tetapi ia melihat dari kacamata “dien”. Karena Allooh سبحانه وتعالى tidak akan menimpakan bencana pada suatu kaum, melainkan akibat kesalahan yang dilakukan oleh kaum itu sendiri.

    Lalu, coba introspeksi apa kesalahan yang telah dilakukan ummat di zaman kita sekarang ini?

    Nah, perhatikanlah Hadits yang telah diriwayatkan oleh Al Imaam At Turmudzi didalam Sunannya, di kitab “Al Fitan” Jilid 4/495 melalui salah seorang shohabat bernama ‘Imron bin Hushoin رضي الله عنه. Lalu Ibnu Abid Dunya, dalam kitabnya “Dzammul Malaa’hi” (“Tercelanya berbagai alat lahwun/ alat-alat yang melalaikan”) melalui salah seorang shohabat, Anas bin Maalik رضي الله عنه, dan haditsnya dishohiihkan oleh syaikh Nasiruddin Al Albaany dalam Silsilah Hadits Shoohih No: 2203; bahwa Rosuul Muhammad صلى الله عليه وسلم bersabda:

    في هذه الأمة خسف ومسخ وقذف ” فقال رجل من المسلمين : يا رسول الله ، ومتى ذلك ؟ قال : ” إذا ظهرت المعازف وكثرت القيان وشربت الخمور

    Artinya:
    Di tengah-tengah ummat ini akan terjadi tanah amblas (longsor), tsunami dan lemparan dari atas langit.”
    Salah seorang shohabat lalu bertanya, “Wahai Rosuul, kapankah itu?
    Rosuul صلى الله عليه وسلم menjawab, “Jika telah nampak musik, semakin banyak penyanyi wanita dan khomr (minuman keras) telah diminum.”

    Dalam Hadits shohiih diatas telah dijelaskan bahwa ada 3 sebab, maka akan ada 3 akibat.
    Jadi kalau ummat telah melakukan 3 perkara ini, maka itu berarti mereka “menantang” Allooh سبحانه وتعالى untuk menurunkan 3 bencana ini atas diri mereka. Dan bukankah hal ini benar-benar terjadi?

    Lemparan dari atas langit” sebagaimana disebutkan dalam Hadits diatas, adalah bisa dalam berbagai bentuk antara lain: lemparan berupa air (yang berakibat pada musibah banjir yang terjadi akhir-akhir ini di Jakarta), atau lemparan berupa angin seperti angin puting beliung / tornado, atau lemparan berupa batu-batuan, atau lemparan berupa api dan sebagainya.

    Adapun tsunami adalah yang seperti yang terjadi di Aceh beberapa waktu lalu. Adapun tanah amblas, maka contohnya: sebagaimana dikatakan dalam pemberitaan bahwa permukaan tanah Jakarta turun 4-12 cm setiap tahunnya.

    Perhatikan, bukankah 3 penyebabnya sudah ada pada ummat di zaman sekarang, yakni:
    1) Musik.
    Bukankah musik ada dimana-mana sekarang, bahkan sampai ke HP-HP kita pun dikirimi penawaran-penawaran RBT musik ,yang kita ini tidak menginginkannya.
    2) Semakin banyak penyanyi wanita (biduanita).
    Bukan berarti biduan laki-laki lantas tidak termasuk kedalam golongan yang disebutkan dalam Hadits ini. Biduan laki-laki juga termasuk, namun Hadits ini menyebutkan biduan perempuan karena fitnahnya biduanita itu adalah lebih besar / lebih dahsyat dibandingkan biduan laki-lakinya.
    Pakaian yang dikenakan oleh biduanita-biduanita di zaman sekarang, dapat dikatakan jauh dari menutup aurot dan bahkan lebih minim dibandingkan pakaian biduan laki-lakinya, dan berbagai kerusakan lainnya.
    3) Khomr (sesuatu yang menutup akal manusia, seperti: minuman keras, narkoba, dsbnya) telah diminum.
    Bukankah pabrik-pabrik khomr (minuman keras) malah diberi izin untuk berdiri? Berarti ini menghalalkan perkara yang harom. Lihat di supermarket-supermarket, bukankah ada rak-rak yang khusus menjual khomr?

    Maka tidak aneh, jika musibah demi musibah beruntun menimpa bangsa ini. Oleh karena itu, apabila ingin mendapatkan rahmat Allooh سبحانه وتعالى dan bukan murka-Nya, maka hendaknya kaum Muslimin kembali kepada dien mereka, kembali kepada tuntunan Allooh سبحانه وتعالى dan Rosuul-Nya صلى الله عليه وسلم…. Barokalloohu fiika.

  276. Hamba Allah mencari ilmu permalink
    20 January 2013 2:39 pm

    Assalamu‘alaikum Warohmatullohi Wabarokatuh,

    Pertanyaan 1 :
    Saya membaca doa ziarah kubur yang tidak sama persis :
    Dari hadist riwayat Muslim
    1. Assalaamu ‘ala ahladdiyaari minal mu’miniina wal muslimiin, wa innaa insyaa allaahu bikum laahiquun, nas alullaaha lanaa wa lakumul ‘aafiyah
    (saya salin dari buku syarah Buluugul Maraam, penulis Prof. Dr. Abd Rasyid Salim, penerjemah: Bahrun Abubakar Ihsan, Lc. penerbit Nuansa Aulia)

    dan :
    2. Assalaamu ‘alaikum ahladdiyaari minal mu’miniina wal muslimiin, wa innaa insyaa allaahu bikum laahiquun, as alullaaha lanaa wa lakumul ‘aafiyah
    (disalin dari terjemah Riyadush Shalihin jilid 1, Drs. Muslich Shabir, MA; penerbit: Toha Putra Semarang)
    perbedaannya pada “Assalaamu …” dan “Assalaamu ‘alaikum”, perbedaan kedua pada “nas alullaaha” dan “as alullaaha
    yang benar yang mana ustadz?

    Pertanyaan 2 :
    Doa ziarah kubur hadis riwayat Turmudzi:
    Assalaamu ‘alaikum yaa ahlal qubuuri yaghfirullaahu lanaa wa lakum, antum salafunaa wa nahnu bil atsar
    Manakah doa yang dibaca, apakah doa sesuai hadist riwayat Muslim atau Turmudzi? Ataukah dibaca keduanya?

    Pertanyaan 3 :
    Apabila seseorang tidak mensholatkan jenazah karena sedang haid, apakah sholat jenazah itu bisa dilakukan di waktu lain?

    Pertanyaan 4 :
    Mendoakan orang yang sudah meninggal dengan bacaan ini benar tidak ustad?
    Allahummaghfirlii …(disebutkan namanya) , warfa’ darajatahu filmahdiyyiina, wafsahlahu fii qabrihi, wanawir lahu fiihi, wakhlufhu fii ‘aqibihi – (hadis riwayat Muslim)

    Ada doa yang lainnya ustdaz?

    Pertanyaan 5 :
    Jika seseorang meninggal, apakah hutang puasanya wajib diqodho oleh keluarganya atau cukup membayar fidyah?

    Pertanyaan 6 :
    Benarkah ada faedah membaca surat Al-Mulk, Ar-Rahman, Yasin, At-Taha, Al-Waqiah? Bagaimana hukum mensedekahkan pahala membaca Al-Quran untuk orang yang sudah meninggal?

    Pertanyaan 7 :
    Bagaimana hukumnya bersedekah harta atas nama orang yang sudah meninggal? Apakah bisa menambah pahala bagi orang yang sudah meninggal?

    Pertanyaan 8 :
    Bagaimana hukumnya memagari kuburan dan membangun atap? Setahu saya tidak boleh ya ustadz? Lalu bagaimna apabila ada seseorang yang terlanjur dikubur di tempat kuburan keluarga yang sudah ada pagar dan atapnya?

    Pertanyaan 9:
    Wanita yang berziarah kubur apakah juga mendapat pahala?

    Pertanyaan 10 :
    Adakah buku kumpulan doa lengkap sesuai Al-Qur’an dan hadist yang shohih, mohon petunjuk dan informasi mengenai penyusunnya, penerbitnya, dsbnya. Sehingga tidak salah pilih.

    Sekian dulu pertanyaan saya, mohon maaf jika ada salah ketik atau ada hal yang tidak berkenan. Mohon jawaban dan penjelasannya, ustadz. Jazakumulloh…

    • 2 February 2013 3:00 pm

      Wa ‘alaikumussalaam Warohmatulloohi Wabarokaatuh,

      1) Yang benar adalah : “ASSALAAMU’ ALAIKUM ahladdiyaari minal mu’miniina wal muslimiin, wa innaa insyaa allaahu bikum laahiquun, as alullaaha lanaa wa lakumul ‘aafiyah“.
      Adapun “nas alullaaha” dan “as alullaaha” adalah sama.

      2)Boleh dibaca keduanya, baik yang dari Hadits Riwayat Al Imaam Muslim, maupun yang dari Hadits Riwayat Al Imaam At Turmudzy.

      3) Sholat jenazah itu adalah sholat yang hukumnya fardhu kifayah, artinya: Jika sudah ada orang yang melakukannya, maka orang yang lain yang sedang berhalangan / yang tidak melakukannya adalah tidak berdosa.
      Sholat jenazah itu adalah tergolong sholat karena sebab. Dalam hal ini adalah sebab adanya jenazah / peristiwa kematian. Jadi, jika jenazahnya sudah dikubur dan jenazahnya sudah disholati, maka sholat jenazah tidak lagi disyari’atkan untuk dilakukan.

      4) Boleh

      5) Jika orang yang meninggal itu tidak dikira akan meninggal, sementara pada saat itu ia mempunyai hutang shoum atau wajib shoum, namun karena sakitnya maka ia pun tidak shoum; dan dikala itu diperkirakan akan sembuh sehingga ia dapat menunaikan qodhonya sendiri; maka untuk keadaan seperti ini keluarganya haruslah mengqodho.
      Akan tetapi jika semasa hidupnya orang yang meninggal itu dalam keadaan sakit menahun yang sulit diharapkan untuk sembuhnya, maka orang tersebut tidak diqodho tetapi dibayarkan fidyahnya.

      6) Pastilah ada. Tidak disunnahkan oleh Rosuulullooh Sholalloohu ‘Alaihi Wassallam, dan Rosuulullooh Sholalloohu ‘Alaihi Wassallam tidak pernah mencontohkannya.
      Karena membaca Al Qur’an itu adalah ibadah, maka tidak boleh membaca Al Qur’an untuk maksud selain hal itu TANPA DALIL.

      7) Jika ia berasal dari anak cucunya, maka dibenarkan karena hal itu termasuk daripada do’a dari anak shoolih kepada kedua orangtuanya.

      8) Tidak ada kata terlanjur dalam kembali ke jalan yang benar dan sesuai syari’at Allooh Subhaanahu Wa Ta’aalaa.
      Atau tidak ada kata terlambat dalam hal kembalikan seseorang dari kesesatan kepada jalan yang lurus.
      Kembalikan kema’shiyatan kepada ketaatan.
      Kembalikan Bid’ah kepada Sunnah.
      Kembalikan kemunkaran kepada yang ma’ruf.
      Dan kembalikan sesuatu yang mafsadat (kerusakan) kepada maslahat (kebaikan).
      Jadi kalau hayat kita masih dikandung badan, maka kuburan yang seperti tadi tidak ada yang menghalangi secara syar’ie bagi ahli warisnya untuk mengembalikan tata cara penghormatan, penghargaan kepada orang yang sudah mati tersebut menuju tuntunan Sunnah (atau untuk menjadi kuburan yang sesuai dengan Sunnah).

      9) Tidak, bahkan mendapat ancaman kutukan Allooh Subhaanahu Wa Ta’aalaa, karena wanita dilarang melakukan ziarah ke kuburan. Karena ziarah kubur itu adalah amalan yang khusus bagi laki-laki.

      10) “Shohiih Al Adzkaar” yang merupakan kitab takhrij dari kitab aslinya bernama “Al Adzkaar” karya Al Imaam An Nawawy rohimahullooh.

      Barokalloohu fiikum

  277. 31 January 2013 3:44 pm

    mas Bobby
    14 Maret 2011 8:42 am

    Assalamu’alaikum Ustad…
    Setuju 100% dengan yang Ustadz sampaikan, bahwa mengikuti para Shohabat Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم itu adalah kunci kejayaan Islam. Hal itu juga yang sering disampaikan penceramah di Masjid kami.

    Begini Ustad, beberapa waktu ini masjid kami di Maumere NTT dikunjungi oleh jamaah dari Jawa, juga masjid-masjid lain di kota kami, masing-masing lamanya 3 hari. Mereka memakai jubah & setiap sore berkeliling dari rumah ke rumah saudara muslim untuk mengajak sholat berjamaah di masjid. Ba’da maghrib ada salah 1 dari mereka yang ceramah.

    Disamping menyampaikan iman dan amal sholeh, di akhir ceramahnya mereka juga menghimbau hadirin untuk keluar minimal 3 hari / bulan guna menyempurnakan iman & meningkatkan amal sholeh tsb.

    Bagaimana menurut pendapat Ustadz akan hal ini?

    JAWABAN:

    ustadzrofii
    21 Maret 2011 10:05 am

    Wa ‘alaikumussalaam Warohmatulloohi Wabarokaatuh,

    1. Tentang Tema “Mengapa Memilih Manhaj Salaf” bukan sekedar untuk setuju atau tidak setuju, sebab itu adalah pilihan yang HARUS DIPILIH oleh orang yang mengidam-idamkan untuk BERJALAN DIATAS JALAN YANG LURUS MENURUT ISYARAT DAN PETUNJUK YANG ALLOOH سبحانه وتعالى DAN ROSUUL-NYA صلى الله عليه وسلم BERIKAN.
    Walaupun bisa jadi, seseorang tidak setuju dengan isi makalah tersebut, atau dengan orang yang menyampaikan makalah tersebut.

    Tetapi yang paling penting, justru adalah bagaimana agar setiap Muslim, ummat Muhammad صلى الله عليه وسلم terbentuk didalam dirinya, bahkan teraplikasikan dalam sikap dan kiprahnya sehari-hari KARAKTER yang Allooh سبحانه وتعالى dan Rosuul-Nya صلى الله عليه وسلم tuntunkan
    .

    2. Tentang KHURUUJ maka:
    KHURUUJ adalah bahasa Arab, yang artinya: Keluar. Keluar untuk kebaikan adalah bisa, dan keluar untuk KEBURUKAN adalah juga bisa.

    Jika KHURUUJ ini membentuk suatu faham yang maknanya sebagaimana yang terkandung dalam pertanyaan antum, maka yang demikian itu adalah PERCAMPURAN ANTARA MAKNA YANG BENAR DAN MAKNA YANG SALAH.

    Yang Ustadz khawatir, bukan menjadi amalan yang shoolih yang maqbul, tetapi justru menjadi sunnah yang sayyi’ah (SUNNAH YANG BURUK), karena:

    a) Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم tidak pernah menentukan bahwa KHURUUJ itu adalah untuk waktu 3 hari, sepekan, sebulan, 3 bulan dan seterusnya.

    b) Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم tidak pernah menentukan siapa komando regunya, yang komando regu itu terpaut dengan hasil kumpul di malam tertentu, di tempat tertentu, oleh komandan tertentu; yang akhirnya harus berada dalam bimbingan dan pengawasan jamaa’ah tertentu.

    c) Yang harus dilakukan oleh setiap Muslim adalah mencari, mempelajari, mengamalkan ‘ilmu dien; dan tidak boleh mengajarkan ‘ilmu dien kalau belum kompeten.

    Adapun, pergi dengan alasan KHURUUJ, dengan hanya sekedar Khuruuj (keluar) sedangkan dia insyaf dengan Islam saja bisa terkategorikan baru, ‘ilmu dien pun belum kokoh apalagi menguasai, yang dilakukan dalam Khuruuj itu tidak lebih dari membacakan Kitab misalnya: Kitab Fadhooilul A’maal, yang kalau saja dia tahu bahwa Kitab itu tidak lebih utama dari Kitab Riyaadhus Sholihiin apalagi Kitab Shohiih Bukhoory dan Kitab Shohiih Muslim; karena banyaknya Hadits dan Riwayat yang Lemah dan Palsu didalam Kitab Fadhooilul A’maal tersebut.

    d) Tidak sedikit, bahkan bisa dipastikan bahwa orang yang menjadi peserta Khuruuj itu meninggalkan anak, istrinya yang mereka itu lebih butuh untuk didakwahi dan diajari ‘ilmu, bahkan mereka butuh dinafkahi dan tidak ditelantarkan. Padahal semua itu lebih WAJIB daripada Khuruuj yang tidak jelas ada tuntunannya dari Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم.

    Bahkan bagi mereka yang kaum pekerja, pastilah ajaran ini akan mempersulit karena walaupun bisa mengambil cuti tetapi tentunya tidak bisa cuti berbulan-bulan lamanya. Apalagi bagi mereka yang mencangkulnya (mencari rizqinya) haruslah setiap hari, atau bagi operator yang harus bertanggung jawab pada perusahaannya.

    Sehingga tidak jarang, bahwa baik peserta Khuruuj, apalagi yang menjadi tanggungannya di rumah adalah menjadi beban bagi orang yang lainnya (baik peserta Khuruuj itu sendiri, maupun tetangga-tetangganya)

    Ustadz cukupkan penjelasannya sampai disini, kiranya menjadi cukup bukti bahwa AJARAN KHURUUJ ini TIDAK SESUAI DENGAN TUNTUNAN ROSUULULLOOH صلى الله عليه وسلم… … Baik dari sisi filosofis (cara berpikir), ideologi, taktis maupun strategis.

    Barokalloohu fiika

  278. 31 January 2013 4:09 pm

    mas Bobby
    22 Maret 2011 1:26 pm

    Yth. Ust. Rofi’i

    Memang sudah menjadi kewajiban kita untuk mengingatkan saudara-saudara muslim lain untuk selalu mendasarkan ilmu, mengutamakan Al Quran, Hadits-Hadits yang shohih serta pemahaman As Salafus Soolih dalam setiap amalan agama. Tetapi menurut pengamatan saya, Manhaj Salaf belum sampai ke daerah kami di daratan Flores, dimana kita kaum muslimin menjadi kaum minoritas (mohon koreksi kalau saya salah). Untuk itu, saya perlu mendapat pencerahan terkait Manhaj Salaf melalui Ustadz.

    Terkait jamaah yang Khuruj ini, kami mungkin memandang mereka dalam perspektif yang berbeda. Kami di Flores (yang insya Alloh berkat hidayah Alloh yang turun melalui usaha mereka), sekarang merasakan masjid-masjid tambah makmur & lebih pede dalam melaksanakan sunnah baik penampilan dan perilaku. Untuk itu, disini semua masjid mau menerima mereka dan menghargai upaya dan jerih payah saudara-saudara kita yang telah mengorbankan harta dan diri di jalan Alloh. Karena mereka tidak mengharap apa-apa selain ridho Alloh. Seringkali mereka menanggung derita dan malu dalam perjalanannya. Hanya untuk meninggikan kalimah ‘Laa ilaha ilalloh muhammadur rosululloh’, mengusahakan agar kalimah tsb wujud dalam diri setiap muslim.

    Tak bisa kita pungkiri dan kami tidak menutup mata bahwa usaha dakwah mereka telah membuktikan bahwa Al Islam adalah rahmatan lil alamiin. Berapa banyak ahli maksiat yang bertobat, berapa banyak musyrikin yang menjadi muallaf setelah mereka datangi. Tidak usah mencari pembuktian jauh-jauh, cukup di daerah kami saja. Alloh SWT berkenan menurunkan hidayahnya dengan perantara mereka. Saya sendiri menyaksikan, betapa seorang pastor kepala di Larantuka kembali ke fitrah Islam setelah didatangi jamaah ini. Dan selanjutnya, berkat muallaf ini yang akhirnya juga menggiati tabligh, beberapa pastor & suster bahkan suster kepala meninggalkan keyakinannya untuk kembali ke fitrah Islam (meski mereka harus berpindah ke daerah lain). Masjid-masjid di daratan Flores yang dulunya sepi, bahkan beberapa hampir roboh ditinggal umat, sekarang semua makmur bercahaya dengan ramainya sholat berjamaah.

    Khilafiyah tidak nampak dalam jama’ah ini, bahkan mereka yang berasal dari ormas yang berbeda, partai yang berbeda, rakyat jelata maupun ulama & tokoh masyarakat bisa bersatu dalam ibadah, bisa makan berjama’ah dalam satu nampan, i’tikaf bersama. Ooh alangkah indahnya kalau semua umat islam bersatu dan saling mengasihi seperti ini.

    Sehingga kalau masih ada yang berpendapat ini semua hasil dari kesesatan? Kebid’ahan? Atau sunnah sayyi’ah? Apakah muallafnya pastor & suster, makmurnya masjid dengan sholat berjamaah & ta’lim, serta indahnya kehidupan islami dalam muasyaroh, muamalah & akhlaq menjadi sia-sia dihadapan Alloh SWT? Wallohu a’lam bishhowab, hanya Alloh SWT yang Maha Mengetahui.

    Memang kalau ditilik dari kitab ta’lim mereka yaitu Fadilah Amal, mungkin satu-dua memang ada hadis-hadis yang lemah. Tapi sudah menjadi kewajiban kita untuk mengingatkan mereka, memberi pencerahan mana hadis yang lemah, yang kalau perlu tidak dimuat lagi pada penerbitan berikutnya. Untuk ini para ulama / ahli hadis yang lebih mengetahui.

    Terkait dengan keharusan meninggalkan keluarga, kami memandang tidak pada tempatnya kalau dikatakan mereka menelantarkan anak-istri. Justru di sini anggota keluarga diajari untuk bersikap tawajjuh kepada Alloh, memiliki keyakinan yang lurus kepada Alloh. Kalau tidak begini, mereka akan tawajjuhnya kepada suami / ayah mereka. Apalagi cuma 3 hari / bulan atau 40 hari / tahun. Bagi pegawai yang mengikuti diklat atau tentara / polisi bisa meninggalkan keluarga berbulan-bulan untuk urusan dunia, mengapa yang kerja untuk agama cuma 40 hari masih dipertanyakan bahkan ditentang? Tokoh mereka yang Khuruj itu tidak pernah menelantarkan keluarga, anak-istri tidak ada yang sampai kekurangan, minta-minta ke orang lain. Karena sebelum berangkat, keluarga sudah ditinggali bekal yang cukup. Kita bisa bandingkan dengan khurujnya Nabiyullah Ibrahim yang meninggalkan Siti Hajar & Ismail di padang pasir tandus tanpa naungan & bekal apapun, hanya keyakinan yang lurus kepada Alloh.

    Bagi pegawai, seperti saya, mereka juga tidak mengharuskan ikut Khuruj 4 bulan atau 40 hari karena memang terbentur tugas. Tapi masih ada kesempatan bagi pegawai yang mau ikut 3 hari tiap bulan. Mau ikut 40 hari ambil cuti besar, 4 bulan tunggu pensiun. Untuk itu hal ini sangat menarik bagi pegawai yang ingin terjun juga dalam kerja untuk agama.

    Sehingga, ustadz, kami memiliki pemikiran bagaimana kalau Manhaj Salaf ini bisa bersinergi dengan tabligh yang memang saat ini sudah masif pergerakannya di seluruh dunia. Karena terus terang kami bersimpati kepada keduanya dalam membentuk suatu kehidupan Islami yang madani.

    Dari tabligh bisa berkeliling / jaulah untuk menarik kaum muslimin yang belum istiqomah ke masjid, supaya bisa ikut memakmurkan masjid. Setelah di masjid, giliran saudara salafi yang mengisi hati dan pikiran mereka dengan ilmu yang selama ini diajarkan dalam manhaj. Sehingga cita-cita kehidupan umat Islam yang sesuai tuntunan Rosululloh akan lebih cepat terwujud.

    Demikian ustadz, pendapat kami selaku hamba Alloh yang dhoif yang masih membutuhkan pencerahan.

    Wassalam

    JAWABAN:

    ustadzrofii
    25 Maret 2011 10:15 am

    Wa ‘alaikumussalaam Warohmatulloohi Wabarokaatuh,

    Wahai saudaraku, tidak dipungkiri bahwa dampak dari aktifitas Jamaa’ah Tabligh ini adalah tidak sedikit baiknya, yaitu berupa mengembalikan orang faasiq menuju ke masjid, ataupun membawa orang yang kaafir menuju Muslim, namun hendaknya:

    1) Tanamkan dalam diri kita bahwa STANDAR BENAR DAN SALAH ITU adalah TEPAT DAN TIDAK TEPATNYA SESUATU ITU DENGAN PEDOMAN ISLAM, yaitu Al Qur’an dan As Sunnah, sesuai dengan pemahaman para Pendahulu Ummat ini dari kalangan Shohabat, Taabi’iin, Taabi’ut Taabi’iin dan para Imaam yang mu’tabaar seperti misalanya Imaam 4 madzab; bukan berdasarkan pada Pendapat, Setuju atau Tidak setuju, Rasa Enak atau Tidak Enak, Syahdu atau Tidak Syahdu, dan bukan pula pada penampilan yang Indah atau Jelek, Serasi atau Tidak serasi.

    2) Ketahuilah bahwa Islam itu adalah Satu Kesatuan Pedoman, dimana kita harus mengikutinya secara utuh, dan tidak sempalan.
    Tidak benar, membenarkan sebagian dan menolak sebagiannya.
    Tidak benar, mengamalkan sebagian dan meninggalkan sebagiannya (tanpa alasan yang syar’ie).
    Tidak benar, mengambil sebagian ayat dan menolak sebagian ayat yang lainnya.

    Intinya, tidak boleh memilah dan memilih Islam tanpa alasan Syar’ie. Karena, menolak sebagian adalah sama dengan menolak seluruhnya.

    3) Tentang Khilaafiyyah (Perselisihan dalam masalah bagaimana mengamalkan Islam), dia adalah perkara yang mesti terjadi walaupun pada prakteknya bisa ditolerir. Karena, bersumber dari Ijtihad dalam mengamalkan daliil yang shohiih.

    Adapun, berselisih dalam perkara ‘Aqiidah, maka perkara ini TIDAK BISA DITOLERIR dan bukan lagi tergolong Khilaafiyyah.

    Jadi, jika merasa damai dalam perkara Khilaafiyyah, memang perkara Khilaafiyyah tidak boleh menjadikan terjadinya Perpecahan Ummat. Walaupun, setiap Muslim hendaknya menyikapi Khilaafiyyah ini bukan dengan taqliid, tetapi dengan mengikuti pendapat yang didukung oleh daliil yang shohiih atau yang lebih shohiih.

    4) Tentang Hadits Dho’iif dalam Kitab Fadhoo’il A’maal, maka semestinya sejak awal Kitab itu ditulis oleh Ahli ‘Imu (dien) yang sebelumnya sudah diseleksi, dimana Hadits-Hadits yang shohiih dipakai, dan Hadits-hadits yang tidak shohiih maka tidak perlu dipakai, apalagi Kitab ini sudah dicetak berulang kali, dan diterjemahkan kedalam berbagai bahasa yang semestinya sudah diketahui mana yang harus direvisi dan mana yang tidak. Tetapi, pada kenyataannya hal itu tidak ada perubahannya. Ini berarti bahwa semestinya diambil keputusan, mana yang lebih patut menyampaikan Kitab seperti Riyaadhus Shoolihiin saja misalnya (yang dho’iifnya adalah hanya sedikit saja), atau misalnya mengambil Kitab-Kitab yang sudah pasti Shohiihnya, misalnya Kitab Shohiih Bukhoory dan Kitab Shohiih Muslim atau sejenisnya. Tetapi, sepertinya itulah keputusan dari Jamaa’ah Tabligh yang tidak tergoyahkan.

    5) Tentang keluarga yang terlantar, bisa jadi anda tidak mengetahuinya, atau hal itu tidak sampai pada diri anda. Akan tetapi, berita tentang perkara ini telah sampai pada Ustadz, dan hal ini bukan hanya satu dua kasus saja. Namun, terlepas dari hal ini, mengapa mereka mengutamakan keluar padahal yang harus mereka jaga dari api neraka itu adalah setelah diri mereka, adalah keluarga mereka sendiri? Dan yang demikian itu adalah Fardhu ‘Aiin. Dan Khuruuj itu justru adalah tidak demikian, karena apa yang dilakukan oleh Nabi Ibrohim عليه السلام itu terkait dengan syari’at sebelum Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم, dimana kita tidak diperintahkan oleh Rosuuulullooh صلى الله عليه وسلم untuk melakukan hal seperti itu.

    Padahal, 3 hari dalam sebulan, 40 hari dalam setahun, atau 4 bulan setelah pensiun itu adalah ajaran Jamaa’ah Tabligh, bukan ajaran Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم; dimana jika ada orang yang bergabung dengan Jamaa’ah Tabligh tetapi tidak mau melakukan Khuruuj dalam waktu tertentu itu maka pastilah ia bukan Jamaa’ah Tabligh.

    6) Jamaa’ah Tabligh itu adalah didirikan oleh Syaikh Muhammad Ilyas Al Kandahlawy tahun 1867 di India, dimana beliau ini telah BERBAI’AT kepada Syaikh Kholiil Al Ahmad Sahar Nufuury, salah seorang penganut AJARAN DIUBANDIYYAH (salah satu aliran SHUFIYYAH). Bahkan pembesar-pembesar ‘Ulama dan Da’i mereka adalah ber-’aqiidah MATUURIDIYYAH, dan madzab fiqih mereka adalah madzab Hanafi.

    Adapun tentang impian anda yang baik untuk mengawinkan antara Jamaa’ah Tabligh dan Salafy, adalah harapan yang bagus dan indah. Akan tetapi, sepertinya hal itu jauh untuk terjangkau selama Jamaa’ah Tabligh itu masih memegang kebijakan organisasinya yang bertumpu pada 6 perkara:
    a) Kalimat Thoyyibah: Laa Illaaaha Ilallooh Muhammadur Rosuulullooh
    b) Mendirikan sholat dengan khusyu’
    c) Ber’ilmu dan berdzikir
    d) Memuliakan kaum muslimin
    e) Ikhlas
    f) Berjuang di jalan Allooh, yang bukan bermakna Jihad.

    6 Perkara ini, sekilas kelihatannya adalah memang benar, akan tetapi kalau dilihat dari pengamalan kongkritnya adalah:
    a) Mereka tidak ikut serta dalam Nahi Munkar, karena mereka memandang bahwa Nahi Munkar itu akan menjadi penghalang dari kegiatan mereka, bahkan menjauhkan simpati orang kepada Jama’ah Tabligh, sedangkan saat ini menurut mereka adalah saat untuk merekrut orang sebanyak-banyaknya
    b) Tidak menegakkan ajaran Tauhid, dan tidak mengingkari Syirik dan Bid’ah. Jangankan di negara lain, di negara sendirinya pun tidak mereka lakukan.
    c) Jamaa’ah Tabligh menganggap enteng untuk mengamalkan hadits-hadits yang dho’iif dan sering menyebutkan keramat-keramat atau keistimewaan-keistimewaan orang-orang yang sudah masuk Islam, termasuk dari anggota mereka yang konon sudah mengalami itu.
    d) Tidak ikut berbicara masalah politik, apalagi memasuki kancah politik.
    e) Tidak membahas masalah Jihad yang bermakna perang
    f) Menjadikan ‘Aqiidah Shufiyyah sebagai titik tolak dan tolak ukur dalam berkiprah dan berprestasi dakwah.

    Dengan demikian, impian anda akan terwujud jika Jamaa’ah Tabligh mau berbenah diri dalam PERKARA-PERKARA YANG SANGAT POKOK (USHUUL) antara lain MERUBAH DARI ‘AQIIDAH SHUFIYYAH KEPADA ‘AQIIDAH TAUHIID DAN AHLUS SUNNAH, bukan hanya sekedar keluar 3 hari / 40 hari dalam berkelompok, mengajak orang untuk berkumpul ke masjid dan kemudian khuruuj bersama mereka lagi dan seterusnya.

    Demikianlah, semoga Allooh سبحانه وتعالى memberikan hidayah dan taufiq kepada kita semua agar berada di jalan yang lurus, yang dicintai dan diridhoi oleh-Nya…. Barokalloohu fiika

  279. 31 January 2013 4:35 pm

    Ben Yohanan
    29 Januari 2013 5:01 pm

    Barakallahu fiik, ya ustadzanaa.
    Kami tertarik tentang jawaban ustadz mengenai pertanyaan akhunaa, mas bobby, yaitu tentang JT tidak berbicara masalah politik. Mohon penjelasan ustadz, seperti apa manhaj salaf itu berbicara mengenai politik, karena kebanyakan ormas-ormas Islam saat ini yang diawalnya mengusung gerakan pemurnian Islam, namun lambat laun banyak yang terfitnah arus politik, sehingga manhajnya menjadi hizbiyyah, lalu bermanuver menjadi parpol yang kemudian berlomba-lomba merebut simpati kaum muslimin maupun kuffar untuk menambah massa mereka. Jazakallahu khairan.

    JAWABAN:

    ustadzrofii
    31 Januari 2013 3:32 pm

    Wa’alaikumussalaam Warohmatulloohi Wabarokaatuh,

    Sebenarnya jika perkara masuk WC saja, diatur oleh Allooh سبحانه وتعالى dan Rosuul-Nya صلى الله عليه وسلم…
    Jika urusan makan, minum dan berpakaian serta pergaulan antar manusia itu diatur sedemikian rupa oleh Al Islaam…
    Maka apalagikah urusan kenegaraan yang berbicara tentang bagaimana manusia merasakan keadilan, bagaimana manusia berpeluang meraih kemakmuran; pastilah hal ini pun diatur oleh syari’at Islaam.

    Ibnu Taimiyyah رحمه الله telah menulis suatu kitab mengenai politik atau kepemerintahan dan tata laksana kenegaraan berjudul “Siyassah Syar’iyyah”.
    Ibnul Qoyyim Al Jauziyyah رحمه الله pun telah menulis suatu kitab berjudul “Ath Thuruq Al Hukmiyyah fi Siyassah Syar’iyyah”.
    Lalu Al Imaam Al Maawardy رحمه الله dari kalangan madzab Asy Syaafi’iy telah menulis kitab yang bernama “Al Ahkaam As Sulthoniyyah”.
    Begitu pula dengan nama kitab yang sama, Al Imaam Al Marwaazy رحمه الله dari kalangan Imaam madzab Hanbali juga telah menulisnya.
    Dan masih banyak lagi dari kalangan ‘Ulama Ahlus Sunnah yang menulis, menjelaskan dan mengkonsep perkara politik dalam pandangan Islam, yang lebih dikenal dengan nama “Siyassah Syar’iyyah”.

    Jadi, bagian dari sikap seorang pengikut Ahlus Sunnah Wal Jamaa’ah yang paham, berilmu dan berwawasan hendaknya tidak merasa aneh, apalagi alergi dengan perkara politik atau organisasi kenegaraan.

    Yang menjadi masalah adalah, seyogyanya tata laksana suatu negara (apalagi yang mayoritas penduduknya adalah Muslimun) seharusnya mengacu kepada tuntunan Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم dan Al Khulafaa Ar Roosyiduun رضي الله عنهم yang telah diwariskan dan telah sampai pada kita hari ini.

    Untuk lebih memahami tentang “Siyassah Syar’iyyah”, silakan antum dengarkan berbagai kajian (audio ceramah) yang pernah dimuat pada Blog ini:
    1) “Politik dan Syari’at Islam” (klik: https://ustadzrofii.wordpress.com/2010/07/02/politik-dan-syariat-islam/)
    2) “Bayang-Bayang Suksesi” (klik: https://ustadzrofii.wordpress.com/2010/07/02/bayang-bayang-suksesi/)
    3) “Syari’at Sikapi Politik” (klik: https://ustadzrofii.wordpress.com/2010/07/17/syariat-sikapi-politik/)
    4) “Islam versus Sekulerisme” (klik: https://ustadzrofii.wordpress.com/2012/06/12/islam-versus-sekulerisme/)

    Ada hal yang perlu Ustadz tambahkan, yaitu bahwa: Pesantren, Yayasan, Ormas, Majelis Ta’lim, Televisi, Radio, Majalah, Koran dll tidak dapat disangkal lagi semua itu tidak ada di zaman Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم.
    Contoh:
    Yayasan / Radio / Majelis Ta’lim / Ormas bila digunakan untuk menyuburkan kesyirikan, kebid’ahan, hizbiyyah, ashobiyyah dan taqlid maka hukumnya haroom.
    Tetapi kalau Yayasan / Radio / Majelis Ta’lim / Ormas digunakan untuk menyebarkan Sunnah Rosuul, menumbuhsuburkan orang yang taat hanya beribadah pada Allooh سبحانه وتعالى, menyerukan persatuan ummat dan membenci perpecahan ummat – hizbiyyah – taqlid – ashobiyyah, bertolong-tolongan dalam kebajikan dan taqwa dan menolong orang yang membutuhkan pertolongan maka sesungguhnya itu adalah perkara yang terpuji.

    Jadi itu semua adalah merupakan MEDIA / WASILAH yang berfungsi sebagai alat dan sarana untuk sampainya risalah dakwah pada ummat. Oleh karena itu, selama Tujuan dan Target yang dibidik adalah Syar’ie maka Wasilah-nya adalah menjadi Syar’ie jika tidak ada penyimpangan didalamnya.
    Dan sebagai tolok ukurnya adalah:
    1) Tujuan dan Target-nya harus benar dan sesuai dengan Syar’ie
    2) Cara atau sistem yang dipakai tidak menyalahi Syar’ie
    3) Pedoman dan Ideologi yang bertolak darinya juga Syar’ie
    4) Kegiatan yang dilakukan juga sesuai dengan syar’ie,
    Maka MEDIA / WASILAH itu pun tergolong benar/ syar’ie.

    Dengan demikian, jangan antum berpikir bahwa hanya Ormas (Organisasi Massa) saja yang berpotensi untuk menjadi Media yang diselewengkan untuk menumbuhsuburkan hizbiyyah, ashobiyyah dan taqlid; namun Yayasan / Radio / Majelis Ta’lim atau Media-Media lainnya pun berpotensi untuk diselewengkan kepada perkara yang Harom, seperti hizbiyyah, ashobiyyah dan taqliid. Jadi hendaknya, Ahlus Sunnah Wal Jamaa’ah memahami dengan tolok ukur apa suatu Media itu dapat dikembangkan menjadi sesuatu yang Syar’ie atau malah digunakan untuk mengembangkan sesuatu yang Harom.

    Para ‘Ulama Ahlus Sunnah Wal Jama’ah telah jauh-jauh hari memberikan fatwa tentang BOLEHNYA ORMAS, contoh: Syaikh Muhammad bin Shoolih Al Utsaimin, Syaikh ‘Abdul Aziiz bin Baaz, Syaikh Nasiruddin al Albaany رحمهم الله dan Syaikh ‘Abdullooh bin Jibrin.

    Sangatlah naif, bila seluruh musuh-musuh Islam (Yahudi, Nashroni, Syi’ah, Liberalisme, Sekulerisme dll) bersatupadu untuk menghancurkan Islam dan Sunnah; lantas orang-orang yang mengaku bermanhaj ahlus sunnah wal jama’ah menolak untuk bersatu membentuk suatu bangunan yang kokoh, penuh ukhuwwah, hanya karena alasan MUNGKIN suatu saat bisa berkembang menjadi hizbiyyah/ partai politik. Padahal, secara hukum syar’ie, jika sesuatu itu bernilai KEMUNGKINAN maka kita TIDAK BOLEH BERDALIL DENGANNYA (dengan yang masih bernilai “Kemungkinan” tersebut).

    Demikianlah semoga hal ini jelas bagi antum dan bagi kaum Muslimin, serta pembaca pada umumnya… Barokalloohu fiika

  280. H. Dasrul Darmi permalink
    2 February 2013 10:03 pm

    Pak Ustaz mau nanya, apakah ada hadits atau ayat atau ijma’ ulama yang menjadi dasar bahwa setiap malam jum’at ada wirit yaasiiin. terima kasih pak ustaz

    • 8 February 2013 9:34 am

      TIDAK ADA Hadits / Ayat / Ijma’ Ulama yang menjadi dasar bahwa setiap malam Jum’at adalah dikhususkan adanya wirid Yaasiin. Hal itu tidak ada tuntunannya dari Rosuulullooh Sholalloohu ‘Alaihi Wassallam…. Barokalloohu fiika

  281. 5 February 2013 11:14 pm

    Assalamualaikum Wr. Wb. tolong saya ustadz. Saya seorang penjudi.. sudah 2 tahun saya judi on line … sekarang hutang saya banyakk…. saya dikejar-kejar hutang, saya selalu berharap dari judi, jalan yang tercepat untuk bisa membayar hutang saya.. tetapi selalu kalaah.. saya putus asa.. sudah solat, sudah berdoa tapi gak ketemu jalan keluar… umur saya 33 tahun, belum menikah .. saya sudah gak punya apa-apa .. masa depan saya sudah hancuur.. rasa-rasanya ingin mati saja.. apa yang harus saya lakukan? Saya butuhhh bantuan & solusi, saya sudahh puuussiiiinnggggg & putuuuuus asa… hidup segan, mati tak apa.. daripada bertambahh dosa saya…. terima kasih kalo anda mau beri solusi, bukan cemoohan.. doakan saya, semoga ada sinar terang di hati saya….

    • 7 February 2013 2:51 pm

      Wa ‘alaikumussalaam Warohmatulloohi Wabarokaatuh,
      1. Yakini bahwa pada diri anda masih ada secercah iman, pada diri anda sampai saat ini masih Allooh Subhaanahu Wa Ta’aalaa beri modal untuk hidup dan untuk lebih baik, yakni berupa sehat, tenaga, badan, akal, umur, keterampilan yang mungkin anda miliki sekarang, teman-teman yang baik yang anda harus pilih, orangtua, saudara yang mungkin masih anda miliki sampai saat ini, dan terpenting dari itu adalah anda memiliki Allooh Subhaanahu Wa Ta’aalaa Pencipta anda yang mencipta diri anda dan memberi anda hidup dan siap diminta apa yang anda butuhkan.
      Semua itu hendaknya anda jadikan sebagai modal di sisa harapan hidup anda.
      Janganlah anda berputus asa dari rahmat-Nya
      2. Hentikanlah judi, permainan yang menggiurkan dan menjanjikan, tetapi penuh dengan tipuan syaithoon; dan mengundang murka Allooh Subhaanahu Wa Ta’aalaa. Bertaubatlah, tinggalkan judi, tinggalkan lingkungan anda yang buruk yang senantiasa mengajak anda berjudi.
      3. Carilah lingkungan baru, pererat hubungan anda dengan teman-teman baikmu. Carilah ide yang mudah, praktis dan dibolehkan syari’at untuk menggores hidup anda dari Nol.
      4. Datanglah pada orangtua anda, mintalah maaf, mintalah didoakan, berterus teranglah pada mereka tentang seluruh keterpurukan anda. Katakan bahwa anda sudah tinggalkan segala ketercelaan itu. Mintalah didoakan agar lebih baik.
      5. Dan terpenting, datanglah menghadap Allooh Subhaanahu Wa Ta’aalaa, berterusteranglah pada Allooh Subhaanahu Wa Ta’aalaa, dengan sholat, dengan ta’at dan do’a agar Allooh Subhaanhu Wa Ta’aalaa memberi anda hidayah dan istiqomah diatas jalan yang benar.
      Lakukanlah langkah-langkah diatas, semoga Allooh Subhaanahu Wa Ta’aalaa memberi anda jalan keluar… Barokalloohu fiika

  282. annisa permalink
    7 February 2013 9:56 am

    Assalaamu’alaikum Warohmatulloohi Wabarokaatuh,
    Pak Ustad, pertanyaan yang pertama, bagaimana cara menasihati ibu mertua yang seorang perokok dan jarang solat dengan cara yang baik? dimana anaknya sendiri tidak bisa lagi menasihati ibunya (krn beliau bekerja, merasa bisa mencari nafkah sendiri) dan apakah seharusnya menantu menyembunyikan hal tersebut dari orang tuanya sendiri?

    pertanyaan kedua, apa hukumnya memberi nafkah ibu (janda) yang masih bekerja dan sudah memiliki suami tetapi tidak berpenghasilan tetap?
    mohon pencerahannya. Jazakumullahi Khairan
    Wassalaamu’alaikum Warohmatulloohi Wabarokaatuh.

    • 8 February 2013 10:43 am

      Wa ‘alaikumussalaam Warohmatulloohi Wabarokaatuh,
      Anti bisa mencoba menasihati ibu mertua anti dengan cara memberi buku-buku dien (agama) terutama berkaitan dengan perkara hukum tentang sholat dan tentang rokok, mendatangkan Guru Agama / Ustadz yang memiliki pemahaman yang benar ke rumah anti untuk berdakwah dikalangan keluarga (termasuk ibu mertua anti) dan tetangga anti, mengajak ibu mertua anti ke pengajian, mengambil ibroh dari berbagai kisah dan musibah kematian akibat merokok dan akibat tidak sholat.

      Tidak ada alasan / tidak ada keperluan untuk membeberkan kekurangan mertua ati kepada orangtua ati sendiri…
      Barokalloohu fiiki

  283. Aulia permalink
    8 February 2013 10:08 am

    Membaca surat Yasin pada malam Jum’at menjadi tradisi yang melekat pada masyarakat Melayu, seperti Indonesia dan Malaysia. Selepas Maghrib, rumah-rumah, masjid, dan mushalla ramai dengan lantunan surat Yasin baik dengan sendiri-sendiri maupun berjamaah. Terekam dalam benak, bahwa ini adalah amal yang benar-benar disyariatkan dan memiliki pahala besar. Bagaimana sebenarnya hukum takhsis malam Jum’at dengan membaca surat Yasin?

    Pertama, membaca Al-Qur’an dianjurkan kepada kaum muslimin, bahkan termasuk amal utama. Pahalanya sangat besar di sisi Allah Subhanahu wa Ta’ala. Kedekatan seseorang dengan Rabb-nya bisa dilihat seberapa ia dekat dengan Al-Qur’an, karena ia adalah Kalamullah. Maka jika seseorang memperbanyak membaca Al-Qur’an maka itu baik untuknya, termasuk membaca surat Yasin, baik di malam Jum’at atau malam-malam lainnya.

    Kedua, Membaca Al-Qur’an termasuk amal ibadah mutlak, tidak terikat kapan dan dimana harus dibaca. Sementara menghususkannya dengan waktu dan tempat tertentu itu membutuhkan dalil. Dan tidak ditemukan dalil shahih tentang anjuran dan fadhilah membaca surat Yasin pada malam dan hari Jum’at. Para ulama ahli hadits menghukumi keutamaan surat Yasin antara dhaif atau maudhu’. Sehingga seseorang tidak boleh menghususkannya pada malam Jum’at dengan meyakini itu termasuk amal khusus yang disyariatkan padanya dan memiliki keutamaan tertentu.

    Syaikh Abdurrahman al-Sahim dalam forum Syabkah Misykah Al-Islamiyyah menjawab pertanyaan seputar ini, “Shahihkah Hadits yang Menyebutkan Tentang Membaca Surat Yasin dan al-Shaffat pada Malam Jum’at?“,.
    Jawaban beliau, “Ini tidak shahih. Dan disebutkan riwayat:

    مَنْ قَرَأَ سُوْرَةَ يس فِي لَيْلَةِ الْجُمعَةِ غُفِرَ لَهُ

    “Siapa yang membaca surat (Yasin) pada malam Jum’at diampuni dosanya.”

    Syaikh Al-Albani berkata: “Dhaif Jiddan (sangat lemah,-ter)” (Lihat: Dhaif al-Targhib wa al-Tarhib: no. 450). Dan tidak terdapat satu haditspun yang shahih tentang keutamaan surat Yasin.” Wallahu Ta’ala A’lam.

    APA YANG DISYARI’ATKAN DIBACA PADA MALAM DAN HARI JUM’AT

    Salah satu amal ibadah khusus yang diistimewakan pelaksanaannya pada hari Jum’at adalah membaca surat Al-Kahfi. Berikut ini kami sebutkan beberapa dalil shahih yang menyebutkan perintah tersebut dan keutamaannya.

    1. Dari Abu Sa’id al-Khudri radliyallahu ‘anhu, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

    مَنْ َقَرَأَ سُوْرَةَ الْكَهْفِ لَيْلَةَ الْجُمْعَةِ أَضَاءَ لَهُ مِنَ النُّوْرِ فِيْمَا بَيْنَهُ وَبَيْنَ الْبَيْتِ الْعَتِيْقِ

    Barangsiapa membaca surat al-Kahfi pada malam Jum’at, maka dipancarkan cahaya untuknya sejauh antara dirinya dia dan Baitul ‘atiq.” (Sunan Ad-Darimi, no. 3273. Juga diriwayatkan al-Nasai dan Al-Hakim serta dishahihkan oleh Al-Albani dalam Shahih al-Targhib wa al-Tarhib, no. 736)

    2. Dalam riwayat lain masih dari Abu Sa’id al-Khudri radhiyallahu ‘anhu,

    مَنْ قَرَأَ سُوْرَةَ الْكَهْفِ فِي يَوْمِ الْجُمْعَةِ أَضَآءَ لَهُ مِنَ النُّوْرِ مَا بَيْنَ الْجُمْعَتَيْنِ

    Barangsiapa membaca surat Al-Kahfi pada hari Jum’at, maka akan dipancarkan cahaya untuknya di antara dua Jum’at.” (HR. Al-Hakim: 2/368 dan Al-Baihaqi: 3/249. Ibnul Hajar mengomentari hadits ini dalam Takhrij al-Adzkar, “Hadits hasan.” Beliau menyatakan bahwa hadits ini adalah hadits paling kuat tentang surat Al-Kahfi. Syaikh Al-Albani menshahihkannya dalam Shahih al-Jami’, no. 6470)

    3. Dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma, berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

    مَنْ قَرَأَ سُوْرَةَ الْكَهْفِ فِي يَوْمِ الْجُمْعَةِ سَطَعَ لَهُ نُوْرٌ مِنْ تَحْتِ قَدَمِهِ إِلَى عَنَانِ السَّمَاءَ يُضِيْءُ لَهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَغُفِرَ لَهُ مَا بَيْنَ الْجُمْعَتَيْنِ

    Siapa yang membaca surat Al-Kahfi pada hari Jum’at, maka akan memancar cahaya dari bawah kakinya sampai ke langit, akan meneranginya kelak pada hari kiamat, dan diampuni dosanya antara dua jumat.”

    Al-Mundziri berkata: hadits ini diriwayatkan oleh Abu Bakr bin Mardawaih dalam tafsirnya dengan isnad yang tidak apa-apa. (Dari kitab at-Targhib wa al- Tarhib: 1/298)”

    KAPAN MEMBACANYA?

    Sunnah membaca surat Al-Kahfi pada malam Jum’at atau pada hari Jum’atnya. Dan malam Jum’at diawali sejak terbenamnya matahari pada hari Kamis. Kesempatan ini berakhir sampai terbenamnya matahari pada hari Jum’atnya. Dari sini dapat disimpulkan bahwa kesempatan membaca surat Al-Kahfi adalah sejak terbenamnya matahari pada hari Kamis sore sampai terbenamnya matahari pada hari Jum’at.

    Imam Al-Syafi’i rahimahullah dalam Al-Umm menyatakan bahwa membaca surat al-Kahfi bisa dilakukan pada malam Jum’at dan siangnya berdasarkan riwayat tentangnya. (Al-Umm, Imam al-Syafi’i: 1/237).

    Mengenai hal ini, al-Hafidzh Ibnul Hajar rahimahullaah mengungkapkan dalam Amali-nya: Demikian riwayat-riwayat yang ada menggunakan kata “hari” atau “malam” Jum’at. Maka dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud “hari” temasuk malamnya. Demikian pula sebaliknya, “malam” adalah malam jum’at dan siangnya. (Lihat: Faidh al-Qadir: 6/199).

    DR Muhammad Bakar Isma’il dalam Al-Fiqh al Wadhih min al Kitab wa al Sunnah menyebutkan bahwa di antara amalan yang dianjurkan untuk dikerjakan pada malam dan hari Jum’at adalah membaca surat al-Kahfi berdasarkan hadits di atas. (Al-Fiqhul Wadhih minal Kitab was Sunnah, hal 241).

    . . . Kesempatan membaca surat Al-Kahfi adalah sejak terbenamnya matahari pada hari Kamis sore sampai terbenamnya matahari pada hari Jum’at. . .

    KEUTAMAAN MEMBACA SURAT AL-KAHFI DI HARI JUM’AT

    Dari beberapa riwayat di atas, bahwa ganjaran yang disiapkan bagi orang yang membaca surat Al-Kahfi pada malam Jum’at atau pada siang harinya akan diberikan cahaya (disinari). Dan cahaya ini diberikan pada hari kiamat, yang memanjang dari bawah kedua telapak kakinya sampai ke langit. Dan hal ini menunjukkan panjangnya jarak cahaya yang diberikan kepadanya, sebagaimana firman Allah Ta’ala:

    يَوْمَ تَرَى الْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ يَسْعَى نُورُهُمْ بَيْنَ أَيْدِيهِمْ وَبِأَيْمَانِهِمْ

    “Pada hari ketika kamu melihat orang mukmin laki-laki dan perempuan, sedang cahaya mereka bersinar di hadapan dan di sebelah kanan mereka.” (QS. Al-Hadid: 12)

    Balasan kedua bagi orang yang membaca surat Al-Kahfi pada hari Jum’at berupa ampunan dosa antara dua Jum’at. Dan boleh jadi inilah maksud dari disinari di antara dua Jum’at. Karena nurr (cahaya) ketaatan akan menghapuskan kegelapan maksiat, seperti firman Allah Ta’ala:

    إن الحسنات يُذْهِبْن السيئات

    “Sesungguhnya perbuatan-perbuatan yang baik itu menghapuskan (dosa) perbuatan-perbuatan yang buruk.” (QS. Huud: 114)

    PENUTUP

    Hari Jum’at merupakan hari yang mulia, hendaknya setiap muslim memuliakannya dengan amal-amal ketaatan. Namun menetapkan amal-amal tersebut tidak boleh hanya dengan anggapan semata, tapi harus didasarkan kepada tuntutan Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam yang kita ketahui melalui sunnahnya. Karena dengan ittiba’ kepada sunnah beliau Shallallahu ‘Alaihi Wasallam tersebut, -sesudah ikhlash- seseorang akan diterima amal ibadahnya dan dicintai oleh Rabb-nya. Dan tidak didapatkan sunnah shahihah dari Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam yang menghususkan malam Jum’at ataupun siang harinya dengan membaca surat Yasin. Bersamaan itu, terdapat amal yang dianjurkan oleh beliau Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, yaitu membaca surat Al-Kahfi, dan inilah yang dianjurkan oleh Imam al-Syafi’i rahimahullah. Wallahu Ta’aa a’lam.

    PERTANYAAN:
    Apakah bila tidak ada tuntunannya itu berdosa pak ustadz?

    Rasulullah saw bersabda: “Sesungguhnya hari Jum’at adalah penghulu semua hari, di dalamnya Allah azza wa jalla melipatgandakan kebaikan, menghapus keburukan, mengangkat derajat, mengijabah doa, menghilangkan duka, dan menunaikan hajat-hajat yang besar. Hari Jum’at adalah hari Allah menambah jumlah orang-orang yang dibebaskan dari neraka. Tidak ada seorang pun manusia yang memohon perlindungan di dalamnya dan ia mengenal hak-Nya serta yang diharamkan-Nya, kecuali Allah berhak membebaskan dan menyelamatkan ia dari neraka. Jika ia mati pada hari Jum’at atau malamnya, ia mati syahid dan membangkitkan dari kuburnya dalam keadaan aman.Tidak ada seorang pun yang meremehkan apa yang diharamkan oleh
    Allah dan menyia-nyiakan hak-Nya, kecuali Allah berhak mencampakkannya ke dalam neraka Jahannam kecuali ia bertaubat.”

    Mengenai tuntunan membaca surat Yasin setiap malam jumat memang tidak ada, bukan berarti apa tidak boleh dilakukan Ustadz?
    Bukankah membaca Al Qur’an adalah salah satu bentuk Dzikir?
    Bukankah Allah mencintai Dzikir yang Istiqomah?

    • 8 February 2013 5:16 pm

      Wa ‘alaikumussalaam Warohmatulloohi Wabarokaatuh,

      I) Wahai saudaraku, 2 Kalimat Syahadat (Asyhaadu an laa illaaha illallooh wa asyhaadu anna Muhammadur Rosuulullooh) yang diikrarkan oleh seorang Muslim itu adalah memiliki konsekwensi yang hendaknya dipahami serta disadari olehnya.

      Terutama ketika ia mengucapkan kalimat Syahadat yang kedua, dimana ia berikrar: “Asyhaadu anna Muhammadur Rosuulullooh (Aku bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allooh)”, maka hendaknya ia menyadari konsekwensi sebagai seorang Muslim adalah untuk mengikuti sepenuhnya Sunnah Muhammad Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم. Sehingga dalam beribadahnya ia bukan mengikuti kebiasaan Nenek Moyangnya, bukan mengikuti hawa nafsunya, bukan mengikuti sebatas perasaan enak / tidak enak – syahdu / tidak syahdu – menyenangkan / tidak menyenangkannya suatu perkara; tetapi ia MENGIKUTI TUNTUNAN / CONTOH dari Muhammad Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم.

      Dalam Kitab “Dienul Haq”, yang ditulis oleh Syaikh Abdurrohman bin Hammad ‘Ali ‘Umar, dikatakan bahwa:
      Pengertian Syahadat yang menyatakan: ‘Aku bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allooh’, adalah kita mentaati perkara apa saja yang diperintahkan Alloohسبحانه وتعالى dan diperintahkan oleh Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم, dan membenarkan apa saja yang diberitakan oleh Rosuul Muhammad صلى الله عليه وسلم. Dan menjauhi apa saja yang dilarang dan diancam oleh Muhammad Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم dan tidak melakukan suatu ibadah apapun terhadap Allooh سبحانه وتعالى kecuali dengan melalui Syari’at yang disyari’atkan oleh Muhammad Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم.”
      (Silakan baca kembali ceramah “Syahadat Risalah” yang pernah dimuat pada Blog ini, atau klik: https://ustadzrofii.wordpress.com/2010/07/12/syahadat-risalah/)

      Oleh karena itu, sebagaimana ungkapan yang tertera pada pertanyaan anda diatas : “Membaca surat Yasin pada malam Jum’at menjadi TRADISI yang melekat pada masyarakat Melayu, seperti Indonesia dan Malaysia…”

      Maka sekedar menjadi TRADISI adalah BUKAN PATOKAN bagi seorang Muslim untuk beribadah, karena Alloohسبحانه وتعالى sendiri berfirman dalam QS. Al Baqoroh (2) ayat 170:

      وَإِذَا قِيلَ لَهُمُ اتَّبِعُوا مَا أَنْزَلَ اللَّهُ قَالُوا بَلْ نَتَّبِعُ مَا أَلْفَيْنَا عَلَيْهِ آبَاءَنَا ۗ أَوَلَوْ كَانَ آبَاؤُهُمْ لَا يَعْقِلُونَ شَيْئًا وَلَا يَهْتَدُونَ

      Artinya:
      “Dan apabila dikatakan kepada mereka: “Ikutilah apa yang telah diturunkan Allooh”, mereka menjawab: “(Tidak), tetapi kami hanya mengikuti apa yang telah kami dapati dari (perbuatan) nenek moyang kami”.” (Apakah mereka akan mengikuti juga), walaupun nenek moyang mereka itu tidak mengetahui suatu apapun, dan tidak mendapat petunjuk?

      Melakukan suatu ibadah dengan hanya sekedar mengikuti apa yang menjadi Tradisi / kebiasaan Nenek Moyang TANPA DALIL / NASH YANG SHOHIIH yang melandasinya, maka itulah yang dicela oleh Allooh سبحانه وتعالى sebagaimana dalam ayat diatas, sehingga Allooh سبحانه وتعالى menyatakan sebagai berikut: “Apakah mereka akan mengikuti juga, walaupun nenek moyang mereka itu tidak mengetahui suatu apa pun, dan tidak mendapat petunjuk?

      Padahal Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم sendiri telah bersabda dalam Hadits Riwayat Imaam Al Bukhoory no: 2697 dan Imaam Muslim no: 4589, dari ‘Aa’isyah رضي الله عنها:

      مَنْ أَحْدَثَ فِي أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ فِيهِ فَهُوَ رَدٌّ

      Artinya:
      Barangsiapa mengadakan sesuatu yang baru dalam urusan dien kami yang bukan berasal darinya, maka (perbuatan itu) tertolak.”

      Sangatlah jelas peringatan Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم dalam Hadits Shohiih diatas, bahwa segala sesuatu yang diatasnamakan sebagai Ibadah yang tidak ada tuntunannya dari Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم, maka perbuatan itu tertolak. Kalau tertolak, lantas untuk apa seseorang membuang-buang waktu, dana dan tenaganya untuk melakukan suatu amalan yang bakalan ditolak oleh Allooh سبحانه وتعالى ? Mengapa tidak mencukupkan diri dengan melaksanakan amalan-amalan yang ada tuntunannya secara shohiih dari Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم, sehingga berpotensi amalan tersebut diterima oleh Allooh سبحانه وتعالى ?

      Untuk lebih jelasnya, silakan anda baca “Aadab Dzikri / Tatacara Berdzikir” yang telah dimuat pada Blog ini, atau klik: https://ustadzrofii.wordpress.com/2010/11/20/adab-dzikri-tatacara-berdzikir/, semoga Alloohسبحانه وتعالى memberikan hidayah dan taufiq-Nya bagi kita semua untuk beramal shoolih serta beribadah sesuai TUNTUNAN dan CONTOH yang shohiih dari Nabi kita Muhammad صلى الله عليه وسلم.

      Hikmah dari mengapa seorang Muslim itu dilarang untuk merubah / menambah-nambah / mengurang-ngurangi dari apa yang telah disyari’atkan oleh Allooh سبحانه وتعالى dan Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم, adalah:

      1) Agar janganlah kaum Muslim itu berbuat kesalahan sebagaimana orang-orang Yahudi dan Nashroni melakukannya, yakni mengubah-ngubah ayat-ayat Allooh سبحانه وتعالى ; sehingga menyebabkan generasi-generasi kaum Muslimin sesudahnya menjadi rancu, tidak lagi bisa membedakan mana ibadah yang benar-benar berasal dari Al Islaam, dan mana yang merupakan tambahan / pengurangan / perubahan yang dilakukan dengan mengatasnamakan Al Islam, padahal Al Islam berbebas diri dari yang demikian. Karena Islam itu sendiri SUDAH BAKU. Semuanya telah diajarkan oleh Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم.

      Perhatikan QS. Al Maa’idah (5) ayat 3:

      الْيَوْمَ يَئِسَ الَّذِينَ كَفَرُواْ مِن دِينِكُمْ فَلاَ تَخْشَوْهُمْ وَاخْشَوْنِ الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الإِسْلاَمَ دِيناً

      Artinya:
      “Pada hari ini orang-orang kafir telah putus asa untuk (mengalahkan) dien-mu, sebab itu janganlah kamu takut kepada mereka dan takutlah kepada-Ku. Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu dien-mu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu ni`mat-Ku, dan telah Ku-ridhoi Islam itu jadi dien bagimu.”

      2) Perilaku mengubah-ubah / menambah-nambah / mengurang-ngurangi dari syari’at Islam yang semestinya, akan menutupi kemudahan syari’at Islam itu sendiri.

      3) Orang yang berani mengubah-ubah / menambah-nambah / mengurang-ngurangi dari apa yang telah dicontohkan / dituntunkan secara shohiih oleh Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم, maka ia terancam tidak mendapatkan minuman dari Telaga Al Kautsar di hari akherat kelak.

      Hal ini adalah sebagaimana apa yang diberitakan dalam Hadits Riwayat Al Imaam Al Bukhoory no: 7050, dari Shohabat Sahl bin Sa’ad رضي الله عنه, ia berkata, “Aku mendengar Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم bersabda,

      أَنَا فَرَطُكُمْ عَلَى الْحَوْضِ فَمَنْ وَرَدَهُ شَرِبَ مِنْهُ وَمَنْ شَرِبَ مِنْهُ لَمْ يَظْمَأْ بَعْدَهُ أَبَدًا لَيَرِدُ عَلَيَّ أَقْوَامٌ أَعْرِفُهُمْ وَيَعْرِفُونِي ثُمَّ يُحَالُ بَيْنِي وَبَيْنَهُمْ قَالَ أَبُو حَازِمٍ فَسَمِعَنِي النُّعْمَانُ بْنُ أَبِي عَيَّاشٍ وَأَنَا أُحَدِّثُهُمْ هَذَا فَقَالَ هَكَذَا سَمِعْتَ سَهْلًا فَقُلْتُ نَعَمْ قَالَ وَأَنَا أَشْهَدُ عَلَى أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ لَسَمِعْتُهُ يَزِيدُ فِيهِ قَالَ إِنَّهُمْ مِنِّي فَيُقَالُ إِنَّكَ لَا تَدْرِي مَا بَدَّلُوا بَعْدَكَ فَأَقُولُ سُحْقًا سُحْقًا لِمَنْ بَدَّلَ بَعْدِي

      Artinya:
      “Aku akan mendahului kalian tiba di Haudh (telaga Al Kautsar). Barangsiapa yang tiba disana, pasti minum dan siapa saja yang minum darinya, pasti tidak akan dahaga selama-lamanya. Akan datang kepadaku sejumlah ummatku, aku mengenali mereka dan mereka mengenaliku. Kemudian aku dipisahkan dari mereka.”
      Abu Hazim berkata, “An Nu’man bin Abi ‘Ayyasy رضي الله عنه mendengarnya ketika aku sedang menyampaikan hadits ini kepada mereka. Beliau berkata, ‘Begitukah engkau mendengarnya dari Sahl bin Sa’ad?’”
      “Benar!”, kataku. Ia lalu berkata, “Aku bersaksi bahwa aku mendengar Abu Saa’id Al Khudry رضي الله عنه menambahkan (apa yang ia dengar dari sabda Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم tersebut), “Sesungguhnya mereka dari ummatku.”
      Lalu dikatakan kepadaku (Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم), “Engkau tidak tahu apa yang mereka tukar / ganti sepeninggalmu!”
      Maka aku katakan, “Menjauhlah, menjauhlah! Bagi yang menukar-nukar dien sepeninggalku!”

      II) Pertanyaan anda: “Apakah bila tidak ada tuntunannya itu berdosa pak ustadz?

      Sesungguhnya, Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم telah bersabda sejak 1434 tahun yang lalu tentang hal tersebut, dan sabda beliau صلى الله عليه وسلم adalah merupakan jawaban yang tepat bagi apa yang anda tanyakan:

      1) Hadits Riwayat Imaam Ibnu Huzaimah no : 1725 , dari Shohabat Jaabir رضي الله عنه bahwa Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم bersabda:
      و كل بدعة ضلالة و كل ضلالة في النار

      Artinya:
      Semua Bid’ah itu adalah sesat dan setiap kesesatan itu tempatnya di Neraka

      2) Juga Hadits Riwayat Imaam Abu Daawud no: 4609, dari Shohabat Al ‘Irbad bin Saariyah رضي الله عنه bahwa Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم bersabda:

      وَإِيَّاكُمْ وَمُحْدَثَاتِ الأُمُورِ فَإِنَّ كُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ

      Artinya:
      Jauhkanlah diri kalian dari setiap perkara-perkara yang baru, karena setiap hal yang baru dalam dien adalah Bid’ah, dan setiap Bid’ah adalah sesat.”

      Jadi meladzimkan pembacaan surat Yasin di malam Jum’at sembari menganggapnya sebagai ibadah kepada Allooh سبحانه وتعالى ; adalah merupakan dosa dari sisi ia membuat-buat suatu ajaran diluar tuntunan Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم, sebagaimana yang telah dijelaskan dalam ayat dan Hadits-Hadits diatas.

      Demikianlah, semoga jelas adanya…. Barokalloohu fiika

  284. gilang wiguna permalink
    9 February 2013 1:19 pm

    Ustadz, saya mau bertanya. Saya adalah termasuk anggota koperasi… nah hari ini akan diadakan rapat koperasi rutin tahunan, rapat laporan pengurus koperasi.. Biasanya disela-sela rapat diadakan undian berhadiah yang mana hadiah tersebut setahu saya dari sponsor yang bekerjasama dengan koperasi. Setiap anggota yang hadir diikutsertakan dalam undian tersebut. Bagaimana hukumnya hadiah tersebut jika saya dapat undiannya? Dalam rapat itu tidak dipungut biaya. Mohon jawabannya Ustadz. Jazakumulloh khoiron.

    • 14 February 2013 1:22 pm

      Wa ‘alaikumussalaam Warohmatulloohi Wabarokaatuh,
      1) Jika dalam acara tersebut anda tidak terlibat dalam perjudian yang direncanakan sebelumnya untuk meraih keberuntungan dari Undian yang diadakan dalam acara itu.
      2) Jika anda sebagai anggota mempunyai hak yang sama dengan anggota lainnya dalam mendapatkan hadiah, apapun bentuknya, dari acara tersebut; sehingga jika anda memperolehnya, memang karena anda berhak memperoleh hadiah itu.
      3) Jika anda tidak ikut dalam undi nasib, tetapi anda berhak mendapatkannya semata-mata atau secara bcuma-cuma
      Maka, anda boleh mengambil hadiah tersebut.

      Barokalloohu fiika

  285. Rohmat mulyono permalink
    12 February 2013 7:34 am

    Assalaamuala’ikum ,
    Ustadz, mohon penjelasan tentang pembagian harta waris sbb :
    Seorang Ayah meninggal. Meninggalkan 1 orang isteri, 3 orang anak laki-laki dan 1 orang anak perempuan. Bagaimana hitungan pembagian harta warisnya ?
    Jazaakumulloh

    • 14 February 2013 1:25 pm

      Wa ‘alaikumussalaam Warohmatulloohi Wabarokaatuh,
      Istri dari sang ayah yang meninggal mendapat 1/8 bagian. Sisa hartanya dibagi 7 bagian. 1/7 bagian untuk sang anak perempuan dan masing-masing anak laki-laki memperoleh 2/7 bagian…
      Barokalloohu fiika

  286. Hamba Allah permalink
    12 February 2013 2:29 pm

    Assalamu’alaikum Wr. Wb

    1. Ustadz saya mau tanya, ada seseorang yang menawarkan bisnis dengan sistem jaringan. Member baru harus membayar uang sebesar 7 juta dan hanya membayar sejumlah itu sekali seumur hidup, mendapatkan sebuah produk alat kesehatan. Selanjutnya tidak perlu susah-susah membeli produk dan menjualnya lagi, tapi tinggal mencari member baru. Misalnya A menjadi member, selanjutnya mencari 2 member baru, B dan C. Lalu B mencari member baru D dan E, C juga mencari member baru F dan G. Sehingga skemanya seperti piramida, begitu seterusnya D,E, F, G juga harus mencari member baru. Jika member berhasil mendapatkan 6 member baru dengan skema / sistem tadi maka akan mendapat komisi 1,5 juta.

    Halalkah sistem seperti itu? Misalnya tidak mengandung unsur penipuan, misalnya seorang member dalam mencari member baru di bawahnya dengan cara sekedar memperkenalnya sistem bisnis tersebut tanpa perkataan bohong dan tidak memaksa. Bila ternyata berhasil membentuk skema piramaid yang begitu besar sehingga modal 7 juta bisa kembali dan seterusnya tinggal menunggu komisi, halalkah komisi itu? Bukankah dibutuhkan kerja keras juga sama seperti pekerjaan yang lain, kalau ini bekerja keras untuk mencari member.

    2. Bagaimana bila kita diberi makanan atau barang dari seseorang sedangkan kita tidak tahu darimana ia mendapatkan uang untuk membeli makanan / barang tersebut? Karena pekerjaan orang tersebut apa, juga tidak jelas; karena yang bersangkutan tidak mau terbuka. Karena tidak terbuka, maka membuat orang yang diberi agak ragu, apakah uangnya halal… Bolehkah kita tetap menikmati pemberiannya? Karena takut orang tersebut tersinggung.

    3. Halalkah asuransi yang tidak ada embel-embel syariah? Misalnya ada kelebihan yang kita terima setelah masa kontrak asuransi habis, apakah kelebihan itu halal? Bukankah memang perjanjiannya seperti itu? Kalau tidak halal bagaimana memperlakukan uang kelebihan tersebut? Apakah disedekahkan ke orang miskin ataukah ke masjid atau lebih tepatnya untuk apa ustadz?

    4. Soal zakat. Memang lebih praktis kalau kita menyerahkan ke lembaga zakat, tapi kadang kita ingin menyalurkan sendiri langsung ke 8 golongan yang berhak menerima zakat. Jika di lingkungan kita tidak ada fakir miskin karena sulitnya menentukan apakah dia miskin atau tidak, ke orang yang memiliki hutang tapi hutangnya untuk kebutuhan konsumtif, ingin menyerahkan ke pemulung atau pengemis tapi belunm tentu uang itu digunakan mereka untuk hal yang bermanfaat dan belum tentu juga mereka beragama Islam atau kalau Islam belum tentu taat. Jadi bolehkah kalau kita memberi zakat ke panti asuhan? Ke masjid yang sedang mebutuhkan dana? Ke pesantren?

    Mohon penjelasannya ustadz, kurang lebihnya saya mohon maaf. Terimakasih sebelumnya.

    • 14 February 2013 2:00 pm

      Wa ‘alaikumussalaam Warohmatulloohi Wabarokaatuh,

      1) Islam itu mudah. Jika ingin memperoleh untung besar, maka bekerja keraslah; dan jangan lupa berdo’a. Dan jika sebaliknya, maka sebaliknya pula.

      Akan tetapi, jika ingin mendapat untung Rp 1,5 juta ia harus mendapatkan 6 member, maka itu adalah suatu peluang, yang mungkin terjadi dan mungkin tidak terjadi. Jika terjadi, maka anda mendapat Rp 1,5 juta; namun jika anda tidak mendapat 6 member (misalkan anda mendapatkan 5 member saja, belum mencapai 6 member) maka anda tidak mendapat Rp 1,5 juta tetapi Perusahaan itu sudah pasti mendapat untung. Hal ini adalah BERAT SEBELAH. Sistem inilah yang disebut dengan PELUANG NASIB yang bisa masuk dalam ranah QIMAAR (PERJUDIAN).

      Yang benar adalah, pekerja memperoleh keuntungan dari apa yang dijualnya, baik materi maupun jasa. Sebaliknya Perusahaan memperoleh untung dari proses pekerjaan yang diperjualbelikannya, sebanding dan sesuai, serta saling menguntungkan kedua belah pihak sesuai dengan kesepakatan yang disepakati kedua belah pihak; TANPA HARUS MENGUNDI NASIB DENGAN PELUANG.

      2) Yang harus dijadikan pegangan bagi kita dalam hal ini adalah: PRASANGKA PALING DOMINAN TERHADAP ORANG TERSEBUT, ditambah dengan apa yang dikenal di masyarakat tersebut tentang jenis perilaku yang dilakukan oleh Fulan.
      Jika: Prasangka dominan tadi menyatakan bahwa si Fulan ini meraih rizqinya dari Harom, maka berarti penghasilannya adalah Syubhat. Dari kesimpulan itu barulah kita dapat menyikapinya.

      Akan tetapi jika kita tidak mengetahui hal ikhwal yang jelas tentang si Fulan tersebut, maka tidak boleh bagi kita, serta tidaklah etis untuk menanyakan asal muasal penghasilannya, “Halal kah / Harom kah / Syubhat kah penghasilan anda?
      Karena hal yang seperti ini tidak diperintahkan oleh Syari’at. Dan juga tidak etis, serta dapat menyakitkan hati orang yang ditanya sehingga bisa jadi akan menimbulkan madhorot yang lebih tidak diinginkan.

      3) ASURANSI itu yang umum atau yang biasa disebut dengan KONVENSIONAL, adalah tergolong dalam kategori BISNIS, DAN SOSIAL ADALAH DAMPAKNYA.
      Sedangkan ASURANSI SYARI’AH pada prinsipnya ADALAH SEMATA-MATA SOSIAL, dan Bisnis adalah teknis untuk mengembangkan agar upaya sosial tadi menjadi berkembang dan langgeng.
      Jadi anda lihat, ada perbedaan dari keduanya.

      Oleh karena itu hukum asal dari ASURANSI KONVENSIONAL YANG BERSIFAT BISNIS ITU adalah anda mengorbankan nilai nominal lebih kecil dan pasti, untuk meraih nominal yang lebih besar bahkan berlipat namun bersifat peluang (tidak pasti). Dan ini lah yang di-Haromkan oleh Syari’at.

      Kalau saja nilai kecil yang anda korbankan tadi, ketika masa kontrak berakhir lalu tidak ada kejadian apa pun pada member-nya, kemudian ada nilai tambah yang diberikan oleh Perusahaan Asuransi; maka ini pun tetap harus ditimbang secara Syar’ie. Karena jika besarnya nilai tambah adalah semata-mata kebijakan Lembaga Asuransi yang bisa jadi dikaitkan dengan nilai suku bunga, maka itu adalah RIBA DAN SUDAH PASTI HAROM.

      4) Ingat, harta yang kita miliki itu akan Allooh Subhaanahu Wa Ta’aalaa menanyakannya kepada kita, dan akan memintai pertanggungan jawabnya. Jadi, sebagaimana sumber masukan rizqi kita haruslah dari yang Halal, maka demikian pula obyek yang kita nafkahkan berupa belanja (apapun bentuknya) juga harus jelas, bermakna menolong terhadap kebajikan dan taqwa.

      Oleh karena itu, idealnya tidak setiap orang menyalurakan apa yang dibelanjakannya (berupa infaq, zakat dan shodaqoh atau sejenisnya) sendiri-sendiri; akan tetapi diserahkan kepada Baitul Maal yang dikuasai oleh Negara, JIKA NEGARA ITU MENERAPKAN SEUTUHNYA SYARI’AT ISLAM.
      Akan tetapi JIKA NEGARA itu TIDAK MENERAPKAN SYARI’AT ISLAM, maka DIALIHKAN KEPADA LEMBAGA / INSTITUSI yang kita yakini bahwa mereka itu TEGAK DIATAS SUNNAH ROSUULULLOOH Sholalloohu ‘Alaihi Wassalam, AMANAH & PROFESIONAL.

      Demikianlah semoga jelas adanya…. Barokalloohu fiika

  287. YHEN permalink
    15 February 2013 6:18 pm

    Assalamu’alaikum ustaz…
    Bulan yang lalu, saya mendesak suami saya agar segera pulang, sebab 3 bulan dia tidak pulang. Kondisi komunikasi yang agak buruk diantara kami membuat saya mendesaknya agar segera pulang. Akhirnya dia pulang dan meninggalkan ibunya yang sakit parah tanpa pamit. Suami saya memang sangat disayangi oleh orang tuanya, tetapi ia jarang memperhatikan dan menyenangkan hati ibunya. Sebulan setelah kepergiannya, ibunya meninggal dunia. Beberapa kerabat mengatakan ibunya sangat sedih karena tak diperhatikan oleh anak-anaknya. Dalam hal ini saya merasa sangat bersalah kepada suami saya.

    Yang ingin saya tanyakan adalah:
    1. Apakah saya sudah durhaka kepada ibu mertua dan suami? Lalu apa yang harus saya lakukan ustadz?
    2. Apakah suami saya termasuk durhaka pada ibunya?
    3. Lalu apa yang harus saya lakukan ustaz, saya sangat takut sekarang ustaz, sebab saya merasa kasihan pada suami saya.
    4. Apakah Allah akan mengampuni kami ustadz?

    Terima kasih atas jawabannya ustadz…

    • 22 February 2013 7:43 pm

      Wa ‘alaikumussalaam Warohmatulloohi Wabarokaatuh,

      1) Tiga bulan komunikasi terputus antara suami istri memang berpeluang menyebabkan munculnya masalah keluarga yang serius. Seandainya hal itu ditangani melalui sikap transparan dan terus terang antara kedua belah pihak, maka bisa jadi tidak seperti apa yang telah terjadi.

      2) Rasa takut saat seseorang berbuat salah, itu indikasi bahwa iman masih tersisa, bahwa fitroh anda masih normal.

      3) Sebenarnya jika ada komunikasi yang baik antara anak dengan ibu yang ditinggal, dan antara anak dengan keluarga yang ditinggal; maka sebulan adalah merupakan waktu yang cukup untuk mengontrol jurnal perkembangan dan kemunduran keadaan sang Ibu, sehingga semestinya si anak bisa kembali menjenguk ibunya pada saat kritis sekalipun.

      4) Yang harus anda lakukan sekarang adalah: Belajar bahwa penyesalan itu adalah terjadinya di akhir, dan pencegahan itu adalah senantiasa lebih baik. Artinya: Kedepan jangan terulang kasus ini. Dan yang sudah, lakukanlah sebagai berikut:
      a) Doakan ibu anda karena saat ini tidak ada yang bisa dilakukan untuk beliau kecuali adalah do’a.
      b) Selesaikan perkara kekeluargaan sepeninggal sang Ibu, sehingga hal ini bisa membantu penyelesaian perkara Ibu di kuburan

      5) Jika pada saat suami anda pergi meninggalkan Ibu, sudah diketahui dan diizinkan Ibunya maka insya Allooh tidak berdosa.

      6) Jangan putus asa bahwa setiap dosa itu berkemungkinan untuk dihapus, selama Allooh سبحانه وتعالى menghendaki dan prosedurnya pun dipatuhi.

      Barokallohu fiiki.

  288. HAMZAH permalink
    16 February 2013 1:23 am

    Assalamualaikum warohmatullohi wabarokatuh…

    Uztadz, ana mau tanya tentang Jama’ah Tabligh.
    Kata mereka :
    1. Mereka kebanyakan berkata, “DAKWAH INILAH YANG DILAKUKAN ROSULLULOH DARI RUMAH KE RUMAH DARI PINTU KE PINTU.”
    2. BAHKAN 90% DARI AGAMA INI ADALAH DAKWAH. HANYA BEBERAPA SAJA YANG MENJELASKAN TENTANG ZAKAT PUASA.
    3. MEREKA BERCERITA TENTANG KEJADIAN-KEJADIAN, YANG AJAIB.
    DAN ITU MENURUT MEREKA ADALAH PERTOLONGAN DARI ALLOH SUBHANAHU WA TA’ALA

    CONTOH YA USTADZ:

    – “Seorang dari jama’ah ini pergi keluar 4 bulan saat istrinya sedang hamil; maka ketika ia kembali, si istri yang telah melahirkan bercerita tentang adanya ambulans dan suster yang membantu persalinan. Setelah selesai, suster itu langsung pergi dan meninggalkan berbagai keperluan.”

    – Cerita lain: “Adalah sama ditinggal 4 bulan atau ana lupa 40 hari (antara itu) maka ada cerita bahwa sang istri yang ditinggal tersebut, yang tidak di tinggali bekal apapun maka sepeninggal suaminya KHURUJ, ia menimba di sumur 1 timbaan. Ternyata ada lele dan banyak. Lalu ia menimba lagi, ada lele lagi. Sampai lele itu pun dijualnya.”

    – Ada lagi cerita: “Ia ditinggal KHURUJ antara 40 hari dan 4 bulan. Dia hanya bertawakkal karena si suami nggak ninggalkan harta benda. Semenjak ditinggal, maka lalu datanglah lebah yang membuat sarang di rumahnya. Lalu lebah itu meneteskan banyak madu setiap harinya sampai dijualinya madu tersebut. Dan ketika pulang sang suami, maka lebah itu pun pergi…”

    Bagaimana ini ustadz? Mohon pendapatnya

    • 22 February 2013 7:35 pm

      Wa ‘alaikumussalaam Warohmatulloohi Wabarokaatuh,

      1) Untuk diketahui, ukuran sesuatu itu dianggap benar atau salah, baik ataukah buruk, celaka ataukah selamat; itu adalah WAHYU, yaitu Al Qur’an dan Hadits yang Shohiih, dengan pemahaman sesuai pemahaman Pendahulu Ummat yang shoolih. Bukan berdasarkan sesuatu yang terjadi.

      Jika seorang dukun / peramal memberikan resep dan petuah kepada orang yang datang kepadanya, lalu dikerjakanlah petuah / resep itu, lalu orang tersebut mendapatkan apa yang diinginkannya; atau terhindar dari apa yang tidak diinginkannya, maka apakah antum akan mengatakan bahwa dukun dan perdukunan itu adalah benar ?? Tentu saja tidak demikian.
      Walaupun apa yang terjadi pada cerita-cerita Jama’ah Tabligh itu memang bisa saja terjadi.

      2) Betul bahwa Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم berdakwah dengan cara antara lain melakukan interaksi personal, tetapi jangan lupa bahwa berapa kali kah Jihad fii Sabiilillah yang Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم pimpin sendiri, atau yang Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم arahkan pada para Shohabatnya bahwa hal ini terjadi; yang mana hal ini dihindari dan dijauhi serta tidak menjadi Pokok dalam ajaran Jama’ah Tabligh. Padahal, meninggalkan Jihad fii Sabiilillah berarti menentang ajaran Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم.

      Juga dakwah yang biasa dilakukan Jama’ah Tabligh, kalau lah ada benarnya maka yang tidak benarnya adalah lebih banyak; karena mereka tidak mengajarkan Tauhiid yang benar, mereka tidak mengajarkan Sunnah yang benar, karena mereka tegak diatas ajaran Shufi (dimana itu bukanlah Ahlus Sunnah Wal Jamaa’ah), dan disisi lain mendiamkan kebid’ahan. Karena yang penting adalah damai, tak bermasalah dengan banyak orang, tanpa melihat tentang benar dan salah dari sisi Syari’at.

      3) Dalam cerita-cerita yang tadi terkemuka, menunjukkan kesalahan-kesalahan, antara lain:

      a) Mementingkan dakwah keluar, sembari menelantarkan urusan keluarganya sendiri

      b) Apa yang didakwahkan, padahal yang ikut Khuruj itu tidak semuanya berilmu. Padahal dakwah itu haruslah dengan Ilmu. Namanya juga “Khuruj”, yang artinya adalah “Keluar”. Apalagi kalau keluarnya adalah sekedar jalan-jalan ke “IPB” (India – Pakistan – Bangladesh), maka itu adalah kekeliruan yang lain.

      c) Meninggalkan keluarga tanpa bekal, lalu mereka terlantar, lalu mereka mendapatkan beberapa keistimewaan (kalau lah cerita itu benar, dan pastinya tidak semua orang mengalaminya); maka hal ini tidak menjamin keistimewaan orang yang Khuruj, atau benarnya Jamaa’ah Tabligh. Akan tetapi bisa jadi ketulusan dari istri yang ditinggal yang tidak tahu apa-apa, yang penting suami Khuruj, sedangkan dia bermohon dan berharap pertolongan kepada Allooh سبحانه وتعالى, pada saat Wali-nya pergi tanpa berita. Itu bisa jadi adalah pertolongan Allooh سبحانه وتعالى pada istri dan anaknya, serta iba dan kemanusiaan yang ada dari manusia yang ada disekitar mereka.

      d) Islam itu tidak menjadikan cerita sebagai daliil pembenaran. Karena dalil itu adalah Al Qur’an dan Hadits yang Shohiih.

      Demikianlah, semoga jelas adanya…. Barokalloohu fiika.

  289. omar permalink
    19 February 2013 7:50 pm

    Assalamualaikum wr.wb
    Mohon maaf Pak Ustad mengganggu aktivitas Bapak.
    Perkenalkan saya seorang pemuda berusia 23 tahun, saya ingin meminta saran / nasihat dari Bapak tentang masalah saya.
    Dulu saya suka berpacaran, namun pada 2 tahun terakhir saya memutuskan untuk tidak berpacaran lagi, karena saya menyadari bahwa pacaran hanya akan membuat kami (saya dan pacar) melakukan perbuatan zina, walaupun kami tidak pernah sampai coitus atau ML (making love).

    Hasrat seksual saya sering meluap-luap, biasanya saya salurkan melalui onani.
    Saya sudah mencoba berpuasa daud untuk meminimalisir hasrat seksual saya, tetapi paling lama hanya bertahan 2 minggu.
    pada saat melihat wanita (baik melalui media atau langsung) yang menggoda, hasrat seksual saya kembali meluap-luap, sehingga saya melakukan onani kembali.
    Biasanya setelah melakukan onani, saya kembali tersadar bahwa itu adalah dosa, kemudian saya melakukan sholat taubat.
    Saya mulai lagi untuk mendekatkan diri kepada Allah, salah satunya dengan berpuasa daud.
    Namun hal tersebut terulang kembali. paling lama hanya 2 minggu.

    Setelah tidak lama berpacaran, saya berkenalan via internet dengan seorang wanita yang usia-nya diatas saya. Kami bertemu, dan tanpa status pacaran saya dan dia melakukan zina. (Kami tidak sampai coitus atau ML). Sampai saat ini hubungan kami, kami batasi, namun saya sendiri khawatir jika suatu saat saya dengan dia sampai melakukan coitus.

    Saya ingin benar-benar bertaubat dan tidak ingin mengulanginya lagi, namun bagaimana menjaga ke-istiqomah-an taubat saya, ustad? Karena godaan dan kesempatan untuk berbuat itu begitu besar bagi saya.

    Saya terpikir untuk segera menikah, karena saya ingin segala sesuatu yang saya perbuat bernilai ibadah di mata Allah. Namun yang masih jadi pertanyaan dalam benak saya, bagaimana menjelaskan kepada kedua orangtua saya?
    Dan apakah boleh menikah hanya karena tidak tahan menahan hasrat seksual? Saya khawatir pernikahan saya tidak langgeng. Karena sayapun menyadari bahwa kenikmatan seks hanya sesaat, namun dorongan untuk menyalurkan hasrat seks pada diri saya sungguh besar menurut saya.

    Mohon nasihatnya ustad.
    Mohon maaf apabila ada kata-kata yang kurang berkenan atau tidak pantas.
    Terima kasih banyak.

    Wassalamualaikum wr.wb

    • 22 February 2013 7:24 pm

      Wa ‘alaikumussalaam Warohmatulloohi Wabarokaatuh,

      Yang perlu anda lakukan adalah:
      1. Bertaubat dengan Taubatan Nasuha
      2. Jauhi perempuan atau media yang menggugah syahwat anda
      3. Teruskan shoum Daud anda
      4. Ganti pikiran dan kecenderungan anda itu dengan menyibukkan diri pada segala sesuatu yang bermanfaat
      5. Lakukan menabung untuk sampai pada jumlah tertentu, sehingga anda sudah siap untuk menikah.
      6. Berterus-teranglah pada orangtua anda tentang masalah yang sedang anda alami, sehingga mereka dapat membantu anda keluar dari permasalahan ini.

      Barokalloohu fiika

  290. 23 February 2013 5:30 pm

    Assalamu’alaikum pak ustad saya mau tanya, saya pernah nikah sirri.
    Istri yang tua nggak tau karena suami saya takut anak-anaknya akan diterlantarkan.
    Setelah istrinya tau aku langsung ditalak, padahal aku sedang hamil. Setelah itu dia nggak mau komunikasi lagi ditelphone. Sms juga nggaK mau dibalas atau angkat HP. Sedangkan aku bingung jika anakku lahir, bagaimana dan siapa ayahnya?

    Apa perlu bila anakku lahir, telphone kakak-kakaknya dia dann gimana kalo mereka juga tak mau mengakui anakku? Tolong kasih saran pak ustad, karena saya sudah bingung…

    • 9 March 2013 7:14 pm

      Wa ‘alaikumussalaam Warohmatulloohi Wabarokaatuh,

      1) Apa yang anda maksudkan dengan “Nikah Sirri” itu?

      – Jika “Nikah Sirri” yang anda maksudkan itu berarti “Rahasia”, artinya: pada saat prosesi akad nikahnya tidak ada yang mengetahui, bahkan tidak sesuai dengan prosedur akad nikah yang telah dituntunkan Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم; maka itu adalah nikah yang fasid (rusak) / tidak sah.

      Karena sesuai syari’at, Nikah itu harus lah:
      a) Ada calon Istri,
      b) Ada calon Suami,
      c) Ada Wali,
      d) Ada Ijab Qobul dan ada Mahar,
      e) dan disaksikan oleh 2 orang saksi laki-laki Muslim.

      – Tetapi jika tuntunan dan prosedur Nikah diatas sudah terpenuhi, maka secara syari’at Akad Nikah itu adalah Sah.
      Dan jika memang hukum dunia berupa pencatatan harus dilakukan karena kepentingan-kepentingan duniawi, maka hendaknya hal tersebut dipatuhi, apakah secara resmi lewat KUA, ataukah melalui secarik kertas diatas segel yang ditandatangani oleh pihak-pihak terkait. Jika prosedur ini telah dilakukan, maka itu BUKAN bahkan tidak patut disebut sebagaiNikah Sirri”.

      Kalau saja kalian tidak menggunakan KUA, tetapi cukup dengan surat pernyataan yang Ustadz maksud terdahulu, maka istilahnya SEHARUSNYA BUKAN DENGAN ISTILAH NIKAH SIRRI, tetapi yang benar adalah NIKAH TIDAK RESMI.

      2) Berkaitan dengan istri yang pertama, maka kelaki-lakian-nya lah yang seharusnya menyikapinya; apakah suami anda itu menikah karena ilmu dan karena sikap laki-laki-nya; ataukah hanya sekedar ingin melegalkan nikah tetapi kemudian diwarnai / dicampuri oleh rasa takutnya pada istri pertama.

      Ustadz tidak tahu seperti apakah legalisasi pernikahan anda, karena anda tidak menjelaskannya dalam pertanyaan anda diatas; tetapi yang jelas suami anda itu kurang bersikap sebagai laki-laki. Terbukti dia lari dari tanggung jawab, dalam bentuk:
      a) Begitu istri pertama-nya tahu tentang pernikahan suami anda dengan anda, maka suami anda langsung menceraikan anda.
      b) Suami anda tidak jelas, apakah dia benar-benar sudah menceraikan ataukah membuat anda terkatung-katung antara dicerai ataukah masih berstatus istri.
      c) Nafkah dan iddah menjadi tidak jelas.
      d) Nasib anaknya (yang berbentuk janin dalam kandungan anda) dan anak itu tidak berdosa harus merasakan getirnya sikap tidak tanggung jawab dari sang bapak.
      e) Ada calon fitnah besar akibat tidak bertanggungjawabnya suami anda atas janin yang anda kandung saat ini, yaitu berupa: Fitnah (tuduhan) “anda sebagai pelacur” dan “anak anda adalah anak zina”. Tidakkah suami anda membayangkan akibat pahit ini yang dapat memberikan kesulitan yang besar bagi anda dan sang janin; padahal dia telah sempat bersenang-senang bersama anda.

      Oleh karena itu, saran Ustadz, anda harus membuktikan bahwa anda adalah istrinya yang sah; kemudian setelahnya anda mengadukan perkara ini pada orangtua dan saudara-saudara terdekat suami anda.

      Kalau hal itu tidak berhasil juga, maka anda dapat mengadukan dan menuntut suami anda ke pengadilan.

      Demikianlah, semoga Allooh سبحانه وتعالى memberi kemudahan dan jalan keluar terbaik dari berbagai kesulitan yang tengah anda alami saat ini… Barokalloohu fiiki.

  291. Hamba Allah permalink
    25 February 2013 11:20 am

    Assalamualaikum wr.wb
    ustadz saya mau tanya beberapa hal soal sholat bagi kaum wanita :
    1. Jika kita sedang tidak di rumah (di kantor atau dalam perjalanan) kadang pakaian bawahan tidak sengaja terinjak sepatu saat sedang beraktifitas. Alas sepatu kan kotor krn dipakai untuk jalan. Apakah dengan pakaian itu syah untuk sholat? atau lebih baik menunggu sampai di rumah saja tetapi dijamak?bagaimana kalau waktunya tidak mungkin dijamak?
    2. Saat di tempat wudhu umum dan terbuka, wanita berjilbab saat berwudu mengusap kepala, sampai manakah batas minimum yang harus kena air wudhu? Mengingat kalau jilbabnya dibuka kemungkinan terlihat orang lain. Selama ini saya hanya mengusap ujung rambut sedikit dan sekali, sehingga tidak perlu membuka jilbab. bagaimana ustadz sudah benarkah?
    mohon penjelasannya ustadz, terimakasih

    • 9 March 2013 6:11 pm

      Wa ‘alaikumussalaam Warohmatulloohi Wabarokaatuh,

      1) SAH, asal yakinkan bahwa kotoran itu bukan najis; dan jangan membiasakan terus-menerus menjama’ sholat anda.

      2) Untuk mencegah kesulitan yang mungkin muncul ketika ber-wudhu di perjalanan, antara lain tempat wudhu yang terbuka dan suasana tempat wudhu dimana banyak laki-laki; maka berwudhu-lah sebelum bepergian lalu ketika hendak berwudhu di perjalanan maka cukup mengusap diatas kerudung dengan cara yang benar adalah: Usaplah bagian atas kerudung, dari bagian depan kerudung (disekitar batas tumbuhnya rambut) hingga tengkuk bagian belakang kerudung, lalu kembali kedepan dari tempat dimana ia bermula.

      Demikianlah, semoga jelas adanya…. Barokalloohu fiiki

  292. Setiawan permalink
    7 March 2013 12:21 am

    Assalamu’alaikum Warohmatulloohi Wabarokaatuh,

    Semoga Allah selalu memberikan kesehatan kepada Ustadz dan Keluarga… Amin. Ada beberapa hal pertanyaan yang ana ingin tanyakan mengenai tawaran teman (yang bekerja di sebuah lembaga pembayaran / leasing) untuk membuka showroon mobil-mobil bekas, pertanyaannya :

    1. Apakah boleh saya bekerjasama dengan seseorang yang jelas-jelas dia bekerja di leasing (praktek riba)

    2. Apabila terjadi transaksi pembelian / penjualan mobil melaui leasing / kredit maka saya akan mendapat komisi Rp. 500 ribu (halalkah ?)

    3. Mengingat pembelian / penjualan properti / rumah dll memerlukan waktu (sekitar 7 hari) maka kawan saya ini, menawarkan pada saya agar menalangi uang tersebut kepada Penjual / Pembeli, hanya sambil menunggu pencairan dana dari leasing, untuk menalangi jasa tersebut maka saya akan diberikan 3% dari nilai modal yang saya berikan.
    Pertanyaan saya halalkah uang yang 3 % tersebut?

    • 9 March 2013 6:08 pm

      Wa ‘alaikumussalaam Warohmatulloohi Wabarokaatuh,

      1) Jika antum tahu dan yakin dengan benar bahwa tempat kerja teman antum itu mempraktekkan sistem riba; maka anda Harom untuk bekerja disitu.
      2) Jika leasing / kredit itu memakai sistem riba, maka komisi pun Harom.
      3) Tidak boleh, karena tidak jelas akad-nya. Apakah itu berupa kredit / pinjam ataukah bagaimana. Harus jelas terlebih dahulu akad jual belinya.

      Demikianlah, semoga jelas adanya…. Barokalloohu fiika

  293. 17 March 2013 10:55 am

    Assalamualaikum wr.wb
    Saya ingin bertanya apa hukumnya bagi orangtua yang tidak bisa memberi maaf, bahkan menutup pintu hatinya untuk si anak yang ingin bertobat dihadapannya…. dikala sang anak bertobat dihadapan ALLAH berlinangan air mata saat mengakui dosa-dosanya, pada waktu sang anak besrsujud simpuh dihadapan ALLAH….. dan apakah tiap anak yang bertobat pada ALLAH akan mendapatkan keridho’an Allah atas doa-doa yang dipanjatkan kepada Allah…!!!! Mohon bantuannya….
    Wassalam.

    • 23 March 2013 3:37 pm

      Wa ‘alaikumussalaam Warohmatulloohi Wabarokaatuh,
      Subhaanallooh… memang Allooh سبحانه وتعالى Maha Kasih dan Sayang… Bahkan kasih sayang Allooh سبحانه وتعالى mengalahkan murka-Nya.
      Disisi Allooh سبحانه وتعالى, TIDAK ADA KATA TERLAMBAT sebelum nyawa sampai di kerongkongan !!!
      Siapapun yang berdosa dari kalangan hamba-Nya, sebesar apa pun dosa yang diperbuat hamba-Nya, pengampunan Allooh سبحانه وتعالى jangankan di malam hari, di siang hari pun tetap Allooh سبحانه وتعالى bukakan kesempatan.

      Allooh سبحانه وتعالى adalah At Tawwaab (Maha Pemberi Taubat),
      Allooh سبحانه وتعالى adalah Al Ghoffaar (Maha Pemberi Ampunan),
      GhooffirudzdzanbiQoobiluttaubi (Pengampun dosa lagi Penerima Taubat).
      Begitu mudahnya, jika seorang hamba itu mengakui dosanya, lalu menghadap Robb-nya dan memohon ampunan-Nya.

      Tetapi hendaknya kita berlindung kepada Allooh سبحانه وتعالى dari berdosa dan bersalah terhadap sesama manusia, karena bisa jadi berbagai upaya memperbaiki dan meminta maaf atas dosa yang dan kesalahan yang dilakukan, tetapi hasilnya adalah sama dengan sebelum meminta (tidak dimaafkan).

      Karena itu, berhati-hati lah… Lebih berhati-hati daripada seseorang yang berjalan diatas jalan yang penuh duri; ketika akan beraniaya terhadap sesama manusia. Begitulah keadaannya.

      Walau demikian, tetaplah berusaha memperbaiki dan meminta maaf pada orangtua anda… Mudah-mudahan kalaupun tidak didapat hari ini, akan didapat lusa, kalau tidak lusa mungkin suatu saat nanti… Tetaplah berusaha dibarengi do’a agar Allooh سبحانه وتعالى lunakkan hati orangtua anda untuk mau memaafkan anda…. Barokalloohu fiika

  294. Sarah permalink
    23 March 2013 7:02 pm

    Assalamu’alaikum ustadz, saya seorang istri dengan 1 orang anak. Sejak menikah suami saya belum bisa memberi nafkah kami karena belum bekerja, Setahun kemudian suami bekerja tapi hingga sekarang belum bisa memberi nafkah kami . Suami tidak ada tujuan untuk tidak memberi nafkah , tapi memang kondisi keuangan yang belum memungkinkan menafkahi kami secara penuh. Kami tinggal berjauhan, kadang bisa mengirimi kami uang kadang tidak setiap bulannya. Pernikahan kami sudah berjalan 6 tahun, dan akhir-akhir ini saya tidak kuat lagi dengan kondisi ini, saya malu karena masih disupport orang tua dan keluarga saya. Apakah boleh saya mengajukan untuk bercerai? Apa yang harus saya lakukan ustadz karena saya takut perceraian sangat dimurkai Allah, sedangkan untuk bertahan dalam pernikahan membuat saya tertekan juga. Mohon nasehatnya. Terima kasih sebelumnya.

    • 7 April 2013 7:04 pm

      Wa ‘alaikumussalaam Warohmatulloohi Wabarokaatuh,

      Solusi terhadap masalah apa pun tergantung dari kualitas Iman seseorang yang mengalami problem itu. Bisa jadi orang lain menghukuminya telah melakukan suatu perbuatan yang irrasional, padahal bisa jadi itu adalah bentuk dari tawakkul seorang yang shoolih kepada Allooh سبحانه وتعالى.

      Dahulu ada orang yang tidak mau berobat pada saat dia sakit, karena dia cukup bergantung hanya kepada Allooh سبحانه وتعالى saja, tetapi ini bagi orang umumnya adalah irrasional, apalagi pada zaman kita sekarang.

      Demikian pula dengan masalah anti. Jika kaidah diatas dipahami, bisa jadi merupakan solusi. Akan tetapi jika anti ingin mencari langkah solusi yang nyata, maka bisa ikuti langkah berikut:

      a) Lakukan sholat istikhoroh (meminta pilihan dari Allooh سبحانه وتعالى) yang intinya lebih baik bercerai ataukah melangsungkan ikatan pernikahan.

      Jika ada putusan / kecenderungan kuat, maka jangan coba membantahnya. Karena Allooh سبحانه وتعالى Maha Mengetahui.

      Bukankah kita pernah mendengar bahwa si Fulan kaya mendadak, sebagaimana si Fula miskin mendadak. Bagi Allooh سبحانه وتعالى itu mudah. Suami anti susah, apakah anti tidak berpikir bahwa dia suatu hari tidak akan selalu miskin. Miskin saat ini bisa jadi merupakan ujian, sabarkah anda atau tergopoh-gopoh.

      b) Apakah ikatan cinta diantara kalian berdua dibangun diatas dasar yang kokoh? Atau diatas dasar yang rapuh? Jika yang pertama jawabannya, maka buktikan kekokohan cinta itu dalam bentuk mempertahankan rumah tangga selama kalian berdua diatas jalan Allooh سبحانه وتعالى.

      c) Adakah usaha yang dicoba untuk ber-musyawaroh antara kalian berdua suami istri, untuk menggali masalah apa yang terjadi, kemudian bagaimana langkah solusi terbaiknya?

      Semoga Allooh سبحانه وتعالى memberi jalan keluar terbaik bagi kalian… Barokalloohu fiiki

  295. Abu. Faqih permalink
    24 March 2013 4:34 pm

    Assalamualaikum… Afwan ustadz ana mau konsultasi masalah kluarga ana.. Afwan ana bisa minta nomer telpon ustadz yang bisa dihubungi?

    • 24 March 2013 10:07 pm

      Wa ‘alaikumussalaam Warohmatulloohi Wabarokaatuh,
      Silakan saja… antum dapat menghubungi Ustadz di nomor telphone yang telah di-emailkan ke antum. Silakan check email antum… Barokalloohu fiika

  296. 28 March 2013 5:09 pm

    Assalamu’alaykum wr wb, ustadz ana mau nanya nih:
    1) Masalah wahabi yang sebenarnya itu apa ya? Ada yang mengatakan Wahabi itu sesat, ada juga yang mengatakan Wahabi itu golongan Ahlus Sunnah wal Jama’ah?
    2) Kalau syaikh Wahid Abdussalam Bali termasuk Ahlus Sunnah wal Jama’ah?
    3) Terus Salafi dan Shufi itu apa ya?
    Mohon penjelasannya ya ustadz. Syukran

    • 4 April 2013 12:50 pm

      Wa ‘alaikumussalaam Warohmatulloohi Wabarokaatuh,

      1) Jangan sibuk dengan julukan. Belum tentu orang yang memusuhi Wahabi masuk Surga. Dan orang yang membela mati-matian bendera Wahabi masuk Neraka.

      Yang pasti adalah Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم bersabda, “Kutinggalkan ditengah-tengah kalian 2 perkara. Tidak akan sesat selama-lamanya jika kalian berpegang teguh dengan keduanya, yaitu Kitabullooh (Al Qur’an) dan Sunnah Rosuulnya (Hadits-Hadits yang Shohiih).”

      Jangan habiskan umur kita dengan ngotot mempertahankan sebuah julukan, padahal Hadits Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم tadi Shohiih dan belum secara konsekwen dikerjakan.

      Selamat dan celaka memang Allooh سبحانه وتعالى yang memvonisnya. Neraka dan Surga, Allooh سبحانه وتعالى yang memilikinya, akan tetapi koridor-koridornya, kaidah-kaidahnya, tolak-tolak ukurnya melalui Al Qur’an dan Sunnah yang shohiihah, seseorang akan menjadi tahu siapa yang salah dan siapa yang benar, siapa berada diatas Al Haq dan siapa yang berada diatas Al Baathil, siapa yang disebut Ahlus Sunnah Wal Jamaa’ah dan siapa yang disebut Ahlul Bid’ah.

      2) Yang Ustadz tahu beliau adalah tergolong Ahlus Sunnah. Beliau banyak menulis karya ilmiah dalam menjelaskan dan membela Ahlus Sunnah. Demikian secara umum.

      3) SALAFI adalah NISBAT kepada SALAF yang artinya: SHOHABAT ROSUULULLOOH SAW, atau TABI’IIN atau AT TABI’UU AT TABI’IIN, yakni 3 GENERASI PERTAMA DARI UMMAT ISLAM INI.

      Barangsiapa yang keyakinan, ucapan dan perbuatannya sesuai dengan Al Qur’an, sesuai dengan As Sunnah yang Shohiihah, sesuai dengan pendirian-sikap dan karakter para Pendahulu Ummat yang Shoolih itu, maka boleh ia menyandang julukan SALAFI. Kalau tidak sesuai, berarti PALSU.

      Sedangkan SHUFI adalah pola atau aliran baru dalam memahami dan mengamalkan Islam. Jauh ratusan tahun setelah Syari’at Islam ini sempurna, Shufiyyah baru menggeliat. Jadi secara nama, Shufi itu adalah baru. Secara ajaran, Shufi itu adalah ajaran baru. Tokoh-tokohnya hanya mengaku mimpi bertemu Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم. Bahkan ajaran-ajarannya bisa dibuktikan jauh dari kebenaran.

      Demikianlah… semoga jelas adanya… Barokalloohu fiika

  297. iwan permalink
    29 March 2013 6:54 am

    Assalamu’alaykum ustadz, bagaimana hukum saat bercumbu dengan istri, suami minum air susu si istri?

    • 11 April 2013 9:20 pm

      Wa ‘alaikumussalaam Warohmatulloohi Wabarokaatuh,
      Bercumbu dengan istri boleh. Tetapi jika sampai meminum / menghirup air susu istri, maka hal itu adalah DILARANG, dan hendaknya dihindari. Dan janganlah berlebihan, karena sesungguhnya yang demikian itu akan masuk pada ranah perselisihan status hukum akan menjadi anak susuan ataukah tidak tidak.

      Harus pula diingat bahwa bercumbu rayu dan saling menikmati suami istri itu termasuk kategori Ibadah pula, jadi janganlah hawa nafsu yang mendominan dan menguasai. Tetapi tetap hakekat makna Ibadah harus senantiasa hadir disaat itu.

      Barokalloohu fiika.

      • 18 April 2013 5:56 am

        Anak susuan kan hanya 2 tahun kebawah ustadz?

      • 18 April 2013 1:17 pm

        Tidak benar bahwa yang menyusu itu adalah hanya 2 tahun kebawah, karena buktinya anak 2 tahun kebawah jika ia menangis karena lapar dan haus maka ia menjadi diam dan puas pada saat disusui ibunya. Apa bedanya dengan laki-laki yang baru puas dengan hawa nafsunya, dimana dia merasa “lapar dan haus” kemudian dia baru diam, senang dan puas ketika ia meminum air susu istrinya?
        Maka hawa nafsu itulah yang hendaknya perlu diwaspadai.

  298. 3 April 2013 1:43 am

    ASSALAMU’ALAIKUM….pak Ustadz,
    1) Kita sering dengar kalo dakwah manhaj salaf atau dakwahnya orang-orang salafi adalah menegakkan tauhid / dakwah tauhid / kembali kepada tauhid yang haq, apakah tauhidnya (terutama) orang Indonesia emang banyak yang melenceng???
    2) Padahal di zaman Rosululloh tauhidnya mungkin jauh lebih sesat, karena mereka jelas-jelas musyrik dan kafir…..tapi ada hadist…. “Sesungguhnya aku diutus tidak lain untuk menyempurnakan akhlak”, kenapa hadisnya itu tidak untuk menyempurnakan aqidah / tauhid…??
    3) Benarkah daulah Islamiyah memang tidak akan terwujud sebelum tauhid dan sunnah tegak??
    4) Apakah daulah Islamiyah memang bukan tujuan utama dakwah Islam?
    5) Dan apakah ungkapan….”Tegakkan Islam di hatimu, niscaya akan tegak di atas bumi yang kalian pijak”….. Ada dalilnya dari Al Qur’an dan hadist??? Padahal setahu saya kita butuh kepada amalan jama’i yang sifatnya fardhu kifayah karena manusia adalah makhluk sosial…… jadi saya agak-agak bingung dengan ungkapan tsb…. Afwan

    • 4 April 2013 12:40 pm

      Wa ‘alaikumussalaam Warohmatulloohi Wabarokaatuh,

      1) TAUHID adalah kata bahasa Arab, yang artinya adalah:meng-Esa-Kan”. Tentu dalam hal ini adalah meng-Esa-kan Allooh سبحانه وتعالى, atau dengan kata lain: TIDAK MENGAKUI, TIDAK MEMBENARKAN SELAIN ALLOOH سبحانه وتعالى.

      Nah, oleh karena itu berbicara tentang Tauhid sebenarnya adalah berbicara tentang isi Al Qur’an yang terdapat dalam surat Al Ikhlaash, yaitu bahwa setiap diri kita (Muslimin) harus berikrar bahwa Allooh سبحانه وتعالى itu Esa, Allooh سبحانه وتعالى itu tempat bergantung, dan Allooh سبحانه وتعالى itu tidak akan ada yang menyamai-Nya atau yang semisal dengan-Nya.

      Atau dengan kata lain berbicara tentang Tauhid adalah berbicara tentang aktualisasi pernyataan kita bahwa tidak ada yang berhaq diibadahi dengan sebenarnya kecuali Allooh سبحانه وتعالى dan bahwa Muhammad صلى الله عليه وسلم adalah hamba dan utusan Allooh سبحانه وتعالى. Atau yang kita kenal dengan Dua Kalimat Syahadat.

      Jadi merupakan tuntutan keyakinan yang diikrarkan setiap Muslim bahwa Tauhid lah landasan hidup manusia. Dengan Tauhid seseorang harus mengetahui bahwa ada Al Haq yang jumlahnya hanya satu dan ada Al Baathil yang jumlahnya tak terhingga.

      Al Haq harus dinyatakan benar, dan diyakini benar. Dan pedoman serta tuntunan hidup yang benar adalah sesuatu yang berasal dari Al Haq.
      Sementara Al Baathil harus kita yakini kebaathilannya, diingkari dan dinyatakan tidak patut untuk dijadikan acuan dan pedoman dalam hidup.
      Dengan meyakini Al Haq seseorang akan terpimpin dalam jalan yang lurus, terbimbing menuju ridho dan surga Allooh سبحانه وتعالى. Sementara meyakini Al Baathil itu maka seseorang berada dalam kesesatan, kegelapan dan syaithoon lah yang akan menjerumuskannya menuju murka Allooh سبحانه وتعالى dan jahannam.
      Jadi dengan Tauhid lah manusia hidup dan mati.

      LAA ILAAHA ILLALLOOH adalah KURANG DIPAHAMI oleh kaum Muslimin di Indonesia, padahal setengah dari kalimat ini bermakna PENGINGKARAN, yang artinya adalah TIDAK / MENOLAK TERHADAP SELAIN ALLOOH سبحانه وتعالى.
      Setengah berikutnya adalah PENETAPAN & PENGUKUHAN bahwa HANYA ALLOOH سبحانه وتعالى SAJA, DAN TIDAK PADA YANG LAIN.

      Jadi semestinya kalau Allooh سبحانه وتعالى firmankan bahwa, “Hanya Islam yang benar dan selain Islam tidak benar, maka itu adalah Tauhid.”

      Jika Wahyu yang berasal dari Allooh سبحانه وتعالى yang Maha Benar itu pastilah Benar, maka bertumpu kepada ro’yu (akal) dan hawa nafsu adalah kesesatan. Ini juga disebut Tauhid.

      Jika Allooh سبحانه وتعالى Maha Benar, maka tuntunan-Nya adalah Pasti Benar, maka IKUTILAH DENGAN YAKIN, TANPA RAGU SYARI’AT-Nya dan nyatakan bahwa ATURAN MANUSIA itu IDENTIK DENGAN KEPENTINGAN & HAWA NAFSU yang pastilah tidak benar. Maka dari itu, janganlah ro’yu (akal) mendahului Wahyu. Ini adalah Tauhid.

      Jadi jika realitas bangsa Indonesia masih ragu untuk menyatakan bahwa HANYA ISLAM YANG BENAR, SELAIN ISLAM TIDAK BENAR berarti BELUM BERTAUHID. Jika banyak yang menganggap dirinya bertauhid, tetapi kenyataannya TIDAK SIAP MENERIMA SYARI’AT ISLAM SEBAGAI PEDOMAN HIDUP & SYARI’AT PRODUK MANUSIA JUSTRU YANG DIKEDEPANKAN, bahkan ada pula yang MENENTANG SYARI’AT ISLAM, maka pada hakekatnya BELUM BERTAUHID.

      2) Tauhid itu tidak pernah berubah, dari rosuul ke rosuul, dari nabi ke penerus nabi, hanya semata-mata estafet dalam menyampaikan ajaran yang sama. Tidak ada yang berubah. Semua mereka bervisi, misi yang sama.

      Tauhid betapa pun masanya berubah, ummatnya berganti, alamnya berbeda, Tauhid menjadi pemersatu mereka. Yang berubah hanyalah SYARI’AT bagaimana sebagai hamba Allooh سبحانه وتعالى secara amaliyah beribadah kepada Allooh سبحانه وتعالى. Itu yang berubah. Sedangkan TAUHID itu TIDAK BERUBAH, sehingga tidak perlu disempurnakan lagi.

      Berbeda dengan Akhlaq. Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم diutus untuk menyempurnakan Akhlaq, karena: akhlaq itu seharusnya adalah ‘Aqiidah dan Al Islam sebagai titik tolak serta pembimbing dan pengarah atas apa yang telah Allooh سبحانه وتعالى ciptakan kepada manusia.

      Nyatanya orang kaafir pun cinta kejujuran, orang kaafir pun cinta kelembutan, orang kaafir pun tidak suka dianiaya; APALAGI ISLAM. Bedanya: hanya orang kaafir itu walaupun jujur maka jujurnya itu adalah karena manusiawi-nya, bukan dilandasi atas keimanannya pada Allooh سبحانه وتعالى. Berbeda dengan Muslim yang jujur, maka kejujurannya itu adalah dilandasi oleh ‘aqiidahnya kepada Allooh سبحانه وتعالى dan merupakan bukti dari Ibadah kepada Allooh سبحانه وتعالى yang akan berujung dengan Surga dan kebahagiaan hakiki.
      Demikian pula dengan akhlaq-akhlaq lainnya.

      Justru orang Musyrikin zaman dahulu itu polos dan sederhana. Mereka jadikan roti, kemudian roti itu mereka sembah, dan kalau sudah capai maka berhala itu mereka makan sendiri. Mereka mengatakan bahwa BERHALA itu adalah MEDIATOR SAJA. Yang mereka sembah adalah TUHAN / ALLOOH سبحانه وتعالى. Sedangkan BERHALA adalah PENDEKAT MEREKA DENGAN ALLOOH سبحانه وتعالى.
      YANG DEMIKIAN SAJA SUDAH MUSYRIK, diancam adzab Jahannam.
      Sedangkan pada zaman sekarang, KTP-nya Muslim, dilahirkan dari rahim orang Muslim, hidup dan besar di lingkungan orang-orang Muslim, sekolah diajari juga oleh orang-orang Muslim; tetapi mereka MEMINTA PADA DUKUN, MEMINTA KE KUBURAN WALI-WALI, TAKUT PADA DEWA, TAKUT PADA NYI RORO KIDUL – MBAH PETRUK – KI SLAMET dan selain Allooh سبحانه وتعالى. Apa tidak lebih sesat?

      3) Daulah adalah Sistem Pemerintahan. Pemerintah dan Pemerintahan adalah alat untuk meninggikan syi’ar Laa Ilaaha Illallooh.
      Kalau masyarakatnya bertauhid, penguasanya sungguh-sungguh dan tegas mempraktekkan SYARI’AT TAUHID, maka Daulah Islamiyyah PADA SAAT ITU lah akan eksis dan berjaya.

      4) Jangan keliru. DAULAH ISLAMIYYAH BUKAN TARGET, BUKAN TUJUAN. Tapi ALLOOH سبحانه وتعالى TUJUAN KITA. Surga setinggi-tinggi cita-cita kita. Dakwah jalan kita. Syari’at Islam adalah Pedoman hidup kita. Mati Syahid adalah Ibadah tertinggi. Ibadah kepada Allooh سبحانه وتعالى adalah misi hidup kita. Kebahagiaan di dunia dan di Hari Akhirat adalah target kita.

      5) Ungkapan tersebut hanyalah pernyataan seorang tokoh pergerakan Islam (Hasan Al Banna), jadi tidak patut kita jadikan sebagai titik tolak.

      Yang jelas, ajaran yang benar adalah ‘AQIIDAH AHLUS SUNNAH WAL JAMA’AH yang DIYAKINI DALAM HATI, DINYATAKAN DENGAN LISAN, dan DIAKTUALISASIKAN DENGAN SELURUH GERAK DAN DIAM HIDUP; baik dalam perkara kecil maupun perkara besar, baik secara pribadi maupun urusan kelompok, baik urusan keluarga maupun urusan negara, baik urusan ibadah maupun urusan mu’amalah, baik perkara duniawi maupun perkara ukhrowi. Itulah yang benar.

      Demikianlah semoga jelas adanya… Barokalloohu fiiki

      • ummu nuha permalink
        8 April 2013 12:29 pm

        Syukron wa jazakalloohu khoiron pak ustadz atas jawabannya….
        Tapi pak ustadz, membaca penjelasan tentang Tauhid yang bapak uraikan, saya jadi merasa ngeri dan takut… jangan-jangan saya pun hakekatnya belum ber-tauhid karena menjalankan Islam sesuai tuntunan Rosululloh secara kaffah dengan hati yang Ikhlas dan khusyu.. teramat sangat berat sekali.
        Lalu bagaimana agar kita bisa semangat dan istiqomah dalam mengamalkan ilmu Islam yang haq, karena rasa malas itu senantiasa sering hadir??

        Dan poin no:5, saya baru tau kalo itu pernyataan syeikh Hasan Albana, padahal ungkapan tersebut sudah lama sering saya dengar di kalangan salafi, tapi disisi lain salafiyun menilai syeikh Hasan Albana adalah tokoh menyimpang, jadi hal ini mengherankan!!
        Apa memang kebanyakan salafiyun pada tidak tahu akan hal tersebut ?? Maaf pak ustadz, apa bapak bisa menyebutkan rujukannya kalo itu pernyataan Albana ?

      • 11 April 2013 9:11 pm

        Wa ‘alaikumussalaam Warohmatulloohi Wabarokaatuh,
        1. Jika ada rasa dalam hati dan diri kita akan jauhnya dari kesempurnaan Islam yang semestinya ada dan nyata, maka sadarilah bahwa hal yang demikian itu adalah positif.

        Hanya saja, tidak boleh berhenti lalu membuat diri menjadi putus asa, dan tidak bergerak maju untuk menjadi yang lebih baik.
        Adapun untuk istiqomah pada zaman sekarang… memang benar, tidak dapat dipungkiri sulitnya. Bagaimana tidak? Wong yang benar itu dianggap ajaran baru dan aneh; sementara yang salah dan menyimpang justru seringkali dijadikan tolak ukur.

        Tidak sedikit diantara orang-orang yang berusaha untuk benar malah dicibirkan dan diolok-olok; sementara mayoritas itu berdalih dengan kebiasaan nenek moyang dan rasio / akal yang dijadikan mereka sebagai dasar hukum dan norma.

        Akan tetapi kalau ke-Islaman kita didasari oleh ilmu yang benar, maka bertahanlah, istiqomah lah, carilah pergaulan yang baik dan berdo’alah senantiasa kepada Allooh سبحانه وتعالى.

        2. Ustadz sudah membaca perkataan itu sejak tahun 1980-an, dan itu adalah perkataan Hasan Al Banna. Bisa dicari dalam koleksi tulisannya yang berjudul “Rosaa’il Hasan Al Banna”. Hanya, memang Syaikh Nashiruddin Al Albaany rohimahullooh sering mengulang-ngulang perkataan Hasan Al Banna tersebut, menyetujuinya dan memberikan dalil tentangnya.

        Disinilah letak bahwa tidak bolehnya kita Ta’ashub (ngotot) pada pendirian tentang salah dan benar dari pernyataan dari luar kita. Kalau suatu pernyataan benar, maka mengapa tidak kita akui kebenarannya walaupun orangnya tidak kita sukai. Sebaliknya, kalau pernyataan itu salah, mengapa kita bela dan kita pertahankan, kalau memang pernyataan itu tidak berhak untuk diambil. Betapapun yang mengatakannya itu adalah orang yang kita cintai. Ini adalah bukti.

        Demikianlah semoga jelas adanya…. Barokalloohu fiiki

  299. 7 April 2013 8:48 pm

    Assalamu’alaikum ustad.
    Ana mau tanya:
    1. Bagaimana hukumnya menyewa sawah untuk digarap dan hasilnya buat sendiri?
    2. Bagaimana kalau seseorang menyerahkan sawahnya untuk digarap dan hasilnya dibagi 2 dengan yang punya sawah?
    Terimakasih ustad atas jawabannya. Jazakallahu khairon katsiron

    • 11 April 2013 9:18 pm

      Wa ‘alaikumussalaam Warohmatulloohi Wabarokaatuh,
      1. Boleh. Namanya juga menyewa, maka boleh menikmati sesuka hati, asal sesuai Syar’ie. Seperti halnya kita menyewa rumah / kamar penginapan dll, maka boleh dinikmati.
      2. Boleh juga. Itu namanya Syarikah. Dan resiko serta hasilnya ditanggung kedua belah pihak.
      Barokalloohu fiika.

  300. 15 April 2013 1:01 pm

    Assalamualaikum wr.wb
    Mohon maaaf ustadz, ana ingin bertanya.

    1. Kenapa Surat Surat Al Fatihah disebut Ummul Kitab mohon penjelasannya ?

    2. Mohon Penjelasan secara Kongkrit pemahaman atau pun tafsirnya dari ( ihdinash shirootol mustaqiim ) اهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيمَ

    Jazakallah khoir,
    Wassalamualaikum wr wb

    • 20 April 2013 7:19 pm

      Wa ‘alaikumussalaam Warohmatulloohi Wabarokaatuh,

      1. “Al Fatihah” artinya adalah “Pembuka”. Disebut demikian karena Al Qur’an dibuka dan dimulai dengan surat Al Fatihah ini.
      Disebut “Ummul Kitab”, yang artinya: “Induk / Ibu Al Kitab (Al Qur’an)”. Jadi “Ummul Kitab” artinya adalah “Induknya Al Qur’an”.

      Disebut demikian adalah karena Surat Al Fatihah ini menjadi rujukan bagi surat-surat lain dan surat-surat lain merupakan penjabaran dari surat Al Fatihah ini.

      2. Artinya adalah do’a yaitu bermohon kepada Allooh سبحانه وتعالى agar ditunjukkan kepada Jalan yang Lurus. Adapun “Jalan yang Lurus”, maka antara lain adalah Al Islam, atau dengan kata lain “Ketaatan kepada Allooh سبحانه وتعالى dan Rosuul-Nya صلى الله عليه وسلم” sebagaimana terdapat dalam Firman Allooh سبحانه وتعالى dalam QS. An Nisaa’ (4) ayat 69:

      وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَالرَّسُولَ فَأُولَٰئِكَ مَعَ الَّذِينَ أَنْعَمَ اللَّهُ عَلَيْهِمْ مِنَ النَّبِيِّينَ وَالصِّدِّيقِينَ وَالشُّهَدَاءِ وَالصَّالِحِينَ ۚ وَحَسُنَ أُولَٰئِكَ رَفِيقًا

      Artinya:
      Dan barangsiapa yang mentaati Allooh dan Rosuul-(Nya), mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi nikmat oleh Allooh, yaitu: Nabi-nabi, para shiddiiqiin, orang-orang yang mati syahid, dan orang-orang saleh. Dan mereka itulah teman yang sebaik-baiknya.”

      Dengan demikian berarti: Barangsiapa yang taat pada Allooh سبحانه وتعالى dan Rosuul-Nya صلى الله عليه وسلم, maka dia telah mengikuti Jalan yang Lurus. Dan barangsiapa yang ma’shiyat kepada Allooh سبحانه وتعالى dan Rosuul-Nya صلى الله عليه وسلم, apalagi kufur kepada Allooh سبحانه وتعالى maka dia telah sesat dari Jalan yang Lurus tersebut.

      Jalan yang Lurus” itu pula bisa diartikan dengan “Berpegang teguh pada Tali Allooh سبحانه وتعالى dan ajaran-Nya”, sebagaimana firman Allooh سبحانه وتعالى yang terdapat dalam Al Qur’an surat Aali ‘Imroon (3) ayat 101:

      وَكَيْفَ تَكْفُرُونَ وَأَنْتُمْ تُتْلَىٰ عَلَيْكُمْ آيَاتُ اللَّهِ وَفِيكُمْ رَسُولُهُ ۗ وَمَنْ يَعْتَصِمْ بِاللَّهِ فَقَدْ هُدِيَ إِلَىٰ صِرَاطٍ مُسْتَقِيمٍ

      Artinya:
      Bagaimanakah kamu (sampai) menjadi kafir, padahal ayat-ayat Allooh dibacakan kepada kamu, dan Rosuul-Nya pun berada di tengah-tengah kamu? Barangsiapa yang berpegang teguh kepada (agama) Allooh, maka sesungguhnya ia telah diberi petunjuk kepada jalan yang lurus.”

      Dengan ayat ini jelas bahwa orang yang mengikuti ajaran dan Wahyu dari Allooh سبحانه وتعالى berarti dia berada diatas Jalan yang Lurus, sebaliknya barangsiapa yang enggan, menyelisihi, menolak dan membangkang ajaran Allooh سبحانه وتعالى dan Wahyu-Nya berarti dia berada diatas Jalan yang Sesat.

      Semoga jelas adanya… Barokalloohu fiika.

      • 24 April 2013 4:38 pm

        Jazaakumullahu khairan atas penjelasannya.

  301. 15 April 2013 1:20 pm

    Assalamualaikum wr.wb Pak Ustadz

    Mohon penjelasannya secara kongkrit dan tafsir dari hadist riwayat Muslim berkenaan dengan bab “Orang Yang Memulai Membuat Sunnah Yang Baik Atau Buruk” dibawah ini ???

    Dari Abu ‘Amr yaitu Jarir bin Abdullah r.a., katanya: “Kita pernah berada di sisi Rasulullah s.a.w. pada tengah siang hari. Kemudian datanglah kepada beliau itu suatu kaum yang telanjang, mengenakan pakaian bulu harimau – bergaris-garis lurik-lurik-atau mengenakan baju kurung, sambil menyandang pedang, umumnya mereka itu dari suku Mudhar, atau memang semuanya dari Mudhar, maka berubahlah wajah Rasulullah s.a.w. karena melihat mereka yang dalam keadaan miskin itu.
    Kemudian beliau masuk – rumahnya, lalu keluar lagi, terus menyuruh Bilal untuk ber-azan.
    Selanjutnya Bilal berazan dan beriqomat lalu bersembahyang, kemudian beliau berkhutbah.
    Beliau s.a.w. mengucapkan ayat – yang artinya: “Hai sekalian manusia, bertaqwalah engkau semua kepada Tuhanmu yang menjadikan engkau semua dari satu diri – Adam,” sampai ke akhir ayat yaitu – yang artinya: “Sesungguhnya Allah itu Maha Penjaga bagimu semua.” (An-Nisa’: 1).
    Beliau membacakan pula ayat yang dalam surat al-Hasyr – yang artinya: “Hai sekalian orang-orang yang beriman, bertaqwalah engkau semua kepada Allah dan hendaklah seseorang itu memeriksa apa yang akan dikirimkannya untuk hari esoknya.”
    Disaat itu ada orang yang bersedekah dengan dinarnya, dengan dirhamnya, dengan bajunya, dengan sha’ gandumnya, juga dengan sha’ kurmanya, sampai-sampai beliau bersabda: “Sekalipun hanya dengan potongan kurma – juga baik.”
    Selanjutnya ada pula orang dari kaum Anshar yang datang dengan suatu wadah yang tapak tangannya hampir-hampir tidak kuasa mengangkatnya, bahkan sudah tidak kuat.
    Selanjutnya beruntun-runtunlah para manusia itu memberikan sedekahnya masing-masing, sehingga saya dapat melihat ada dua tumpukan dari makanan dan pakaian, sampai-sampai saya melihat pula wajah Rasulullah s.a.w. berseri-seri, seolah-olah wajah beliau itu bercahaya bersih sekali.
    Kemudian beliau bersabda:
    Barangsiapa yang memulai membuat sunnah dalam Islam berupa amalan yang baik, maka ia memperolehi pahalanya diri sendiri dan juga pahala orang yang mengerjakan itu sesudah -sepeninggalannya – tanpa dikurangi sedikitpun dari pahala-pahala mereka yang mencontohinya itu. Dan barangsiapa yang memulai membuat sunnah dalam Islam berupa amalan yang buruk, maka ia memperolehi dosanya diri sendiri dan juga dosa orang yang mengerjakan itu sesudahnya – sepeninggalnya – tanpa dikurangi sedikitpun dari dosa-dosa mereka yang mencontohinya itu.” (Riwayat Muslim)

    Jazakallah khoir,
    Wassalamualaikum wr wb

    • 18 April 2013 12:21 pm

      Wa ‘alaikumussalaam Warohmatulloohi Wabarokaatuh,

      Kalau diperhatikan Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم ketika menyatakan “Sunnah Hasanah” maka itu adalah atas perbuatan yang Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم ketahui dan saksikan yaitu berupa seorang Shohabat memahami dari perkataan Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم, kemudian terinspirasi untuk beramal shoolih, yang dalam hal ini adalah Shodaqoh.
      Sedangkan Shodaqoh itu adalah amal shoolih yang terpuji dan diajarkan, bahkan dianjurkan oleh Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم sendiri.

      Ketika orang ini memulai Shodaqoh kemudian orang-orang setelahnya mengetahui, mencontoh dan mengikutinya; maka inilah yang dimaksud dengan Sunnah Hasanah.

      Artinya adalah jika kita di saat ini, atau pada zaman sekarang, MELAKUKAN SUATU AMALAN YANG JELAS ADA DALAM SUNNAH ROSUULULLOOH صلى الله عليه وسلم, apalagi Sunnah itu terhitung mati, atau terpendam, atau terasing; kemudian orang-orang menjadi mengetahui dan mengikuti kita dalam mengamalkan Sunnah Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم tersebut; maka kita pun termasuk melakukan Sunnah Hasanah, dan termasuk dalam apa yang dimaksud dalam Hadits ini.

      Artinya: Kita berhak memperoleh dari Allooh سبحانه وتعالى kebajikan sebanyak kebajikan yang diraih oleh orang-orang yang mengamalkan Sunnah Hasanah yang kita hidupkan tadi, sampai dengan Hari Kiamat; tanpa dikurangi sedikitpun pahala kebajikannya.

      Namun, BUKAN BERARTI bahwa seseorang itu boleh mengada-ada, atau mengamalkan atau mengajarkan, atau mengajak orang lain untuk mengamalkan atau menyatakan sesuatu yang dianggap oleh dirinya baik, PADAHAL ROSUULULLOOH صلى الله عليه وسلم SENDIRI TIDAK PERNAH MENYATAKAN / MENGAJARKANNYA atau dengan kata lain hal itu tidak ada tuntunannya dari Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم; lalu dia sebut itu sebagai Sunnah Hasanah ataupun Bid’ah Hasanah.
      Maka yang seperti ini adalah PEMAHAMAN YANG SALAH, dan PENGAMALAN YANG TIDAK DIDASARI PADA PAHAM YANG BENAR. Dan dia malah berhak mendapatkan dosa (dari mengada-ada suatu ajaran diluar tuntunan Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم), sehingga Hari Kiamat, tidak dikurangi sedikitpun dosanya dari dosa-dosa orang-orang yang mengikutinya.

      Demikianlah semoga jelas adanya… Barokalloohu fiika

  302. idcat harahap sp permalink
    17 April 2013 11:46 pm

    Assalamu’alaikum wr. wbr pak ustadz..
    Terima kasih atas jawabannya…. apakah saya/ kami bisa minta ya pak ustadz….. membuat Sifat Sholat Jenazah menurut Al-Qur’an dan Sunnah mulai dari Hukum Seputar Orang Sakit , Yang boleh dilakukan oleh kerabat-pelayat, Memandikan Jenazah, Memikul dan Mengikuti Jenazah, Shalat Jenazah, Takziyah, Ziarah Kubur & Perkara Yang Haram Dilakukan di Kuburan. Terima kasih atas jawabannya…..
    Oya pak… disini/ tempat kami beda lho pak, tamatan Mesir sama tamatan Madinah.. Apanya sih yang beda pak?… Kan saya sekarang menjual buku–buku pustaka Imam Asy Safi’ii, jadi saya heran dengar ocehan dari sana sini…. Ada yang bilang Wahabi, Salafi…. maka kadang-kadang dulu kami abaikan. Tapi setelah menjual buku-buku referensi rodja… setiap melihat wajahya itu ada dendam, di wajah sebagian kayaknya… Ada sifat musuhan… Solusinya gimana menurut pak Ustadz?…. Mohon maap atas semuanya… Saya yang faqir dan saya mohon izin semua yang ada di web ini saya download/ copy paste… dan digunakan khoiron insya Alloh buat Khutbah Jum’at, atau yang lainnya. Semoga saya dan pak ustadz dan sekalian muslimin/ muslimat, yang hidup maupun yang mati, mendapat ammpunan dari Alloh Subhana Wa Ta’ala… Wassalam

    • 18 April 2013 11:37 am

      Wa ‘alaikumussalaam Warohmatulloohi Wabarokaatuh,
      1) Sebelumnya Ustadz ucapkan syukron wa jazaakalloohu khoiron katsiiro atas masukan antum.

      Sebenarnya tentang “Sifat Sholat Jenazah menurut Al-Qur’an dan Sunnah mulai dari Hukum Seputar Orang Sakit , Yang boleh dilakukan oleh kerabat-pelayat, Memandikan Jenazah, Memikul dan Mengikuti Jenazah, Shalat Jenazah, Takziyah, Ziarah Kubur & Perkara Yang Haram Dilakukan di Kuburan”; semua ini sudah pernah Ustadz daurohkan.

      Mudah-mudahan Allooh سبحانه وتعالى memudahkan agar kajian tentang perkara-perkara tersebut dapat Ustadz muat pada Blog ini…

      2) Kalau semua bertitik tolak dari Al Qur’an, As Sunnah yang shohiihah dan para Shohabat rhodiyalloohu ‘anhum, serta para Imam Ahlus Sunnah yang mu’tabar dalam memahami Islam ini; maka TIDAK ADA PERBEDAAN antara lulusan Mekah, Madinah, Mesir, Yaman, Indonesia, Pakistan ataupun lulusan-lulusan yang lainnya.

      Jika berbeda titik tolaknya, maka walaupun lulusan Mesir dengan Mesir, Madinah dengan Madinah atau yang lainnya; maka perbedaan mesti akan tampak.

      3) Kita tidak boleh mengikuti Wahabiyyah, Muhammadiyyah, Shufiyyah, Asy’ariyyah atau yang lainnya; tetapi yang harus kita ikuti adalah Al Qur’an, As Sunnah yang shohiihah dan para Shohabat rhodiyalloohu ‘anhum, serta para Imam Ahlus Sunnah yang mu’tabar.

      Jika kita konsekwen atau sedang berusaha untuk konsekwen mengikuti ajaran yang sesuai dengan hal tersebut; maka TIDAK PERLU kita pusing untuk memikirkan julukan dan tudingan orang.

      4) Silakan bila antum hendak mendownload semua artikel / audio ceramah yang ada pada Blog ini, serta menyebarluaskannya sebagai dakwah Lillaahi Ta’aalaa. Semoga menjadi ilmu yang bermanfaat.

      Barokalloohu fiika.

      • 1 May 2013 2:32 pm

        Assalamu’alaikum Warohmatulloohi Wabarokaatuh

        Mohon maaf pak Ustadz ana mau tanya mengenai jawaban point no.3 diatas:
        saya pun sering mendengar perkataan orang dan saya pun pernah membaca di artikel surat kabar mengenai penerbitan buku yang berjudul ” MENJAWAB DAKWAH KAUM SALAFI “..yang ditulis oleh PROF.DR ALI JUM’AH seorang MUFTI BESAR DI MESIR.
        Sebagian orang memeahami kaum salafi – wahabi hampir sama dengan kaum hawarik. yang sama – sama mengkafirkan suatu kaum diluar kaum mereka.
        Jadi apakah memang kaum salafi atau pun wahabi atau syufiyyah itu memang menyimpang dari ajaran ahlul sunnah wal jamaa’ah ?
        Dan apabila di perkenankan mohon ana diberikan penjelasan mengenai ajaran-ajaran dari masing-masing kaum tersebut. Agar ana dapat memahami ajaran-ajaran dari kaum tersebut.

        Mohon maaf apabila ada kesalahan dari tulisan ana diatas.

        Jazakumullahi Khairan.

      • 4 May 2013 11:04 am

        Wa ‘alaikumussalaam Warohmatulloohi Wabarokaatuh,
        Ketahuilah bahwa KEBENARAN ITU HANYA SATU, dan TIDAK BERBILANG.
        Jadi pelajarilah dan ketahuilah YANG BENAR, niscaya antum akan mengetahui yang baathil.
        Jika hal ini sudah antum lakukan, antum mengetahui yang baathil untuk menambah keyakinan atas kebenaran yang sudah diyakini dan untuk membantah dan menjatuhkan argumentasi orang-orang yang meyakini kebaathilan.

        Adapun julukan Shufiyyah, yang pasti adalah setelah beratus-ratus tahun Rosuulullooh Sholalloohu ‘Alaihi Wassallam meninggal dunia dan Syari’at Islam itu sudah sempurna.
        Demikian pula Wahabiyyah, yang muncul pada abad ke-13 Hijriyyah.

        Adapun Salafi, maka kalimat ini berasal dari kata “SALAF”. Sedangkan “Salafi” adalah orang yang mengikuti SALAF.
        SALAF itu sendiri, artinya adalah 3 GENERASI PERTAMA YANG DIPUJI ROSUULULLOOH Sholalloohu ‘Alaihi Wasssallam dengan KEBAIKAN, yaitu: SHOHABAT, TABI’IIN, dan AT TAABI’U AT TABI’IIN.

        Jika seseorang menisbatkan diri kepada SALAF, maka tidak boleh ada yang melarang selama dia berusaha untuk KONSEKWEN MENGIKUTI 3 GENERASI PERTAMA itu DENGAN SETIA BAIK DALAM PERKATAAN MAUPUN PERBUATAN.

        Barokalloohu fiika

  303. 20 April 2013 7:51 am

    Assalamu’alaikum pak ustad,
    Ana mau tanya lagi pak ustad..
    Pak ustad, didaerah ana ada masjidnya ada bid’ah-nya pak, terus masjid yang satu deket tapi yang laen belum selesai adzannya udah dapat 1 rokaat pak dan ada bid’ahnya juga dan masjid yag satunya waktu mulai sholat standar seperti biasa; tapi giliran sholatnya cepet banget pak ustad. Ada mesjid yang insya Allah sesuai sunnah, tapi jauh pak ustad; tapi terkadang ana males menuju yang sesuai sunnah tersebut pak. Yang jadi masalah bagi ana itu:
    1. Kalo ana sholat dimasjid 2 diatas yang ada bid ahnya, dengan keadaan seperti diatas, takutnya sholat ana itu tidak diterima ALLAH ta’ala pak ustad.
    2. Kalo ana mau menuju ke masjid yang sesuai sunnah, kayaknya males gitu karena terasa jauh pak ustad..
    Apa yang harus ana lakukan pak ustad.. Ana bingung.
    Syukron atas jawabannya. Semoga ALLAH banyak melimpahkan pahala kepada pak ustad.

    • 20 April 2013 6:53 pm

      Wa ‘alaikumussalaam Warohmatulloohi Wabarokaatuh,

      Ingatlah pada KAIDAH berikut:
      1. SAH hukumnya sholat seorang Muslim berma’mum kepada Ahlul Bid’ah, selama Imam tersebut TIDAK TERMASUK pada PENYERU / DA’I yang AKTIF PADA KEBID’AHAN.
      2.
      – Semakin jauh langkah kita ke masjid, semakin banyak pahalanya.
      – Semakin besar pengorbanan kita, semakin besar pula kebajikan dari Allooh سبحانه وتعالى untuk kita.
      – Semakin suatu Ibadah itu sesuai dengan Sunnah, maka semakin besar pula kebaikan dari Allooh سبحانه وتعالى untuk kita.
      – Semakin jama’ah lebih banyak, maka pahala kita pun lebih banyak.
      – Semakin mendekat kepada Ka’bah, maka semakin utama pula Ibadah kita.

      Ini adalah suatu kaidah yang hendaknya antum pahami, yang dengannya semoga dapat membantu antum mengambil keputusan berkaitan dengan apa yang antum tanyakan… Barokalloohu fiika.

  304. 24 April 2013 3:40 pm

    Assalamu’alaikum Warohmatulloohi Wabarokaatuh

    Apa kabar Pak Ustadz, semoga Alloh swt selalu memberikan pak ustadz beserta keluarga nikmat sehat, nikmat panjang umur , dan selalu di lindungi oleh Allah swt sehingga pak ustadz dapat selalu memberikan pelajaran / bimbingan kepada kita semua dalam menuju ke jalan yang di ridhoi oleh ALLOOH SWT..

    Ana mau tanya mengenai tafsir ayat di bawah ini:

    وَمَن لَّمْ يَحْكُم بِمَا أَنزَلَ اللَّهُ فَأُولَٰئِكَ هُمُ الْكَافِرُونَ [٥:٤٤]
    Barangsiapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir. ( Surat Al-Maidah ayat 44 )
    وَمَن لَّمْ يَحْكُم بِمَا أَنزَلَ اللَّهُ فَأُولَٰئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ [٥:٤٥]
    Barangsiapa tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang zalim. ( Surat Al-Maidah ayat 45 )

    Apakah benar tafsir dari ke dua ayat tersebut diatas mengatakan bahwa apabila kita tidak memakai hukum-hukum / aturan-aturan yang telah ALLOOH SWT turunkan, kita bisa dikatakan orang-orang yang kafir dan zolim.
    Jadi bagaimana dengan muslim yang hidup di negara yang tidak memakai hukum – hukum Alloh swt / hukum Islam seperti kita ini, Apakah kita berhak di cap termasuk orang-orang yang kafir dan zolim..?

    Mohon penjelasannya pak ustadz.

    Jazakumullahi Khairan.

  305. 24 April 2013 3:51 pm

    Assalamu’alaikum Warohmatulloohi Wabarokaatuh

    Pak Ustadz ana mohon diberikan penjelasan dari ayat dibawah ini:

    وَمَا كَانَ صَلَاتُهُمْ عِندَ الْبَيْتِ إِلَّا مُكَاءً وَتَصْدِيَةً ۚ فَذُوقُوا الْعَذَابَ بِمَا كُنتُمْ تَكْفُرُونَ [٨:٣٥]
    Sembahyang mereka di sekitar Baitullah itu, lain tidak hanyalah siulan dan tepukan tangan. Maka rasakanlah azab disebabkan kekafiranmu itu. (Surat An-Anfal ayat 35 )

    Apakah benar surat ini menjelaskan, kalau kita tidak memakai / mentaati hkum-hukum atau atauran-aturan dari ALLOOH SWT maka shalat kita hanyalah seperti siulan dan tepuk tangan belaka yang tidak ada artinya.

    Ana mohon penafsiran dari ayat tersebut diatas pak ustadz beserta literaturnya.

    Jazakumullahi Khairan.

  306. 26 April 2013 3:54 pm

    Assalamualaikum ustadz mohon penjelasan apa obat dari penyakit wahn (cinta dunia takut mati) karena setiap ada berita ada anyg meninggal rasanya saya menjadi stress, dan membayangkan yang bukan-bukan, jazaakumullahu khairan

    • 15 May 2013 10:32 pm

      Wa ‘alaikumussalaam Warohmatulloohi Wabarokaatuh,

      Wahn” artinya “Cinta Dunia Takut Mati”, demikian Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم mengartikannya. Jika ada seseorang terjangkit penyakit sangat berbahaya dan mengancam keselamatan manusia di dunia dan di hari akherat, maka obatnya antara lain adalah:
      1. Ketahuilah bahwa dunia yang dia cintai dan dia kejar sesungguhnya adalah milik Allooh سبحانه وتعالى. Jika Allooh سبحانه وتعالى berkehendak, maka Allooh سبحانه وتعالى akan beri dan dia dapat menikmatinya. Dan jika Allooh سبحانه وتعالى tidak menghendaki, maka sesungguhnya betapapun dunia itu sudah ada di depan matanya, belum tentu dia merasakan manisnya.

      2. Begitu pula hendaknya anda memiliki pengetahuan tentang “Mati”. Dimanapun manusia bersembunyi dan serapih apa pun dia bersembunyinya, jika Allooh سبحانه وتعالى sudah menjadwalkan ajalnya, maka dia tidak akan dapat mengelak, lari dan mundur sesaat pun.

      3. DUNIA tidak lain adalah ALAT. Sedangkan AKHERAT adalah NEGERI ABADI YANG AKAN KITA HUNI SELAMANYA. Maka perhatikanlah bahwa dunia yang kita cari dan kita raih ini, darimana didapatnya dan kemana dibelanjakan. Itulah yang akan ditanya.
      Adapun kematian dan hari akherat, maka apakah yang sudah diri kita persiapkan untuknya?

      Barokalloohu fiiki

  307. 26 April 2013 4:45 pm

    Assalamu’alaikum Ustadz, Ana kemarin abis Download Ceramah Antum mengenai buku Ustadz Anung “Mewaspadai Penyimpangan Neo Murjiah”, AlhamduliLLAH hati ana lebih tenang dengan pendapat Antum. Namun ada beberapa hal yang lebih teknis yang ana perlu bantuan Ustadz untuk menjelaskannya, terutama dalam hal Berhukum dengan selain apa yang ALLAH turunkan. Pertanyaan ana kurang lebih seperti ini Ustadz:

    1. Apakah Berhukum dengan selain apa yang ALLAH turunkan itu termasuk Amalan kekufuran atau Amalan dosa besar?

    2. Apakah pelaku amalan kekufuran dapat langsung divonis kafir tanpa perlu melihat kondisi hatinya? klu tidak (dan memerlukan istihlal di hati), lantas apa bedanya dengan amalan dosa besar (yg pelakunya tdk dapat dikafirkan kecuali dengan istihlal)?

    3. Apabila Berhukum dengan selain apa yang ALLAH turunkan dapat langsung mengeluarkan pelakunya dari millah ini tanpa perincian, bagaimana dengan perincian yang dilakukan sebagain ulama seperti berikut ini:

    Syaikh Ibnu ‘Utsaimin menyimpulkan, bahwa orang yang tidak berhukum dengan hukum Allah dikatakan kafir pada 3 keadaan:

    >> Apabila dia meyakini bolehnya berhukum dengan selain hukum Allah. Karena segala hukum yang bertentangan dengan hukum Allah adalah hukum jahiliyah. Keadaan orang ini seperti keadaan orang yang menghalalkan zina dan khamr.
    >> Apabila dia meyakini bahwa hukum selain Allah sejajar dengan hukum Allah
    >> Apabila dia meyakini hukum selain Allah lebih baik daripada hukum Allah(lihat al-Qaul al-Mufid ‘ala Kitab at-Tauhid [2/69] cet. Maktabah al-’Ilmu)

    Imam Ibnul Jauzy rahimahullah:

    Beliau berkata dalam Zadul Masir (2/366), “Pemutus perkara dalam masalah ini adalah bahwa barangsiapa yang tidak berhukum dengan apa yang Allah turunkan karena juhud terhadapnya padahal dia mengetahui bahwa Allah menurunkannya, seperti yang diperbuat oleh orang-orang Yahudi maka dia kafir. Dan barangsiapa yang tidak berhukum dengannya karena “condong kepada hawa nafsu tanpa juhud” maka dia adalah orang yang zholim lagi fasik”.

    Syaikh Muhammad bin Ibrahim Alu Asy-Syaikh rahimahullah:

    Dalam Majmu’ Fatawa beliau (1/80) beliau berkata, “Dan demikian pula penerapan makna (syahadat) ‘Muhammad Rasulullah’ berupa (wajibnya) menerapkan syari’at beliau dan terikat dengannya serta membuang semua yang menyelisihinya berupa undang-undang, aturan-aturan dan yang lainnya yang Allah tidak pernah menurunkan hujjah atasnya. Dan orang yang berhukum dengannya (undang-undang buatan) atau berhukum kepadanya dalam keadaan meyakini benar dan bolehnya hal itu maka dia adalah kafir dengan kekafiran yang mengeluarkan dari agama, dan jika dia melakukannya “tanpa meyakini (benar) dan bolehnya hal itu” maka dia kafir dengan kekafiran ‘amaly yang tidak mengeluarkan dari agama”.

    Kalau dilihat beberapa pendapat Ulama diatas, terlihat kesan (menurut pandangan ana) bahwa Berhukum dengan selain apa yang ALLAH turunkan sama statusnya dengan Dosa besar, karena ia baru bisa mengeluarkan pelakunya dari Agama dengan adanya keyakinan hati akan kebolehannya. Mohon penjelasan Ustadz mengenai perkara ini, agar ana tidak terjebak kedalam Fitnah maupun Syubhat…

    Oh iya Afwan Ustadz, Ana Raihan, klu boleh jawabannya di e-mail ke alamat e-mail ana di raihan.bahasoean@muamalatbank.com, atau di donraihano@yahoo.com. Untuk pendapat ulama yg ana kutip diatas itu ana dapat dari Browsing di internet, jadi kalu ada kesalahan dalam pengutipan mohon maaf dan mohon koreksinya Ustadz.

    Sebelum dan sesudahnya JazaakaLLAHU Khair Ustadz, Wassalamu’alaikum

    • 3 May 2013 1:39 pm

      Wa ‘alaikumussalaam Warohmatulloohi Wabarokaatuh,

      Sebagaimana nyata terungkap melalui QS. Al Maa’idah ayat 44, 45 dan 47, bahwa Allooh سبحانه وتعالى membagi orang yang tidak berhukum dengan Hukum Allooh itu menjadi 3 kategori: Kaafir, Faasiq dan Dzoolim.

      Lihat firman Allooh سبحانه وتعالى dalam QS. Al Maa’idah (5) ayat 44:

      وَمَنْ لَمْ يَحْكُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ فَأُولَٰئِكَ هُمُ الْكَافِرُونَ…

      Artinya:
      “…Barangsiapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allooh, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir.”

      Atau firman-Nya dalam QS. Al Maa’idah (5) ayat 45 :

      وَمَنْ لَمْ يَحْكُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ فَأُولَٰئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ…

      Artinya:
      “…Barangsiapa tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allooh, maka mereka itu adalah orang-orang yang dzolim.”

      Atau firman-Nya dalam QS. Al Maa’idah (5) ayat 47:

      وَمَنْ لَمْ يَحْكُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ فَأُولَٰئِكَ هُمُ الْفَاسِقُونَ…

      Artinya:
      “…Barangsiapa tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allooh, maka mereka itu adalah orang-orang yang fasiq.”

      Tentunya 3 istilah ini bukan saja memiliki arti yang berbeda, akan tetapi juga memiliki status dan konsekwensi yang berbeda pula.
      Walaupun, secara umum, 3 istilah ini bisa jadi bermakna sama.
      Orang yang Kaafir itu adalah orang Dzoolim juga.
      Orang yang Faasiq itu maknanya adalah “Orang yang keluar dari yang semestinya (keluar dari beriman kepada Allooh سبحانه وتعالى”, dengan demikian berarti Kaafir juga.

      Akan tetapi, dari sudut Terminologi; tentu 3 istilah ini memiliki makna, jangkauan, stressing dan ruang lingkup yang berbeda.
      Orang Dzoolim atau orang Faasiq, belumlah dikatakan Kaafir.
      Sedangkan Orang Kaafir, berarti dia adalah bukan Muslim lagi; tetapi dalam waktu yang sama dia pun Dzoolim dan dia adalah juga Faasiq.

      Adapun tentang Orang yang melakukan perbuatan Kufur, belum tentu Kaafir; karena memang MENG-KAAFIRKAN ORANG itu BUKAN URUSAN RINGAN DAN SEPELE. Dia adalah sangat sensitif dan berbahaya. Oleh karena itu haruslah melalui prosedur yang Syar’ie; agar tidak terjadi saling mengkafirkan diantara sesama Muslim.

      Berhukum dengan selain hukum Allooh سبحانه وتعالى berarti bisa Kufur, dan bisa pula tidak Kufur.

      Jika ditinjau dari sisi amalan, karena dia tidak melaksanakan, tidak menegakkan serta berhukum dengan selain hukum Allooh سبحانه وتعالى, maka dia Kaafir; yang dikenal dengan KUFUR ‘AMALY.

      Sedangkan jika ditinjau dari sisi keyakinan hati / ‘aqiidah, maka jika dia MEMUNGKIRI / MENGINGKARI HUKUM ALLOOH سبحانه وتعالى, MEMBENCI HUKUM ALLOOH سبحانه وتعالى, MEMERANGI HUKUM ALLOOH سبحانه وتعالى, MENGANGGAP SELAIN HUKUM ALLOOH سبحانه وتعالى itu adalah LEBIH BAIK, MENG-HALAL-KAN HUKUM SELAIN HUKUM ALLOOH سبحانه وتعالى; maka tidak diragukan lagi orang itu Kaafir; yang disebut dengan KUFUR I’TIQOODY.

      Kedua-duanya, baik Kufur ‘Amaly maupun Kufur I’tiqoody; pelakunya harus diproses dengan cara antara lain:
      – Ditegakkan Hujjah terhadap dirinya.
      – Diingatkan / dinasehati
      – Disuruh bertaubat.
      Kalau masih tetap menolak / enggan untuk mematuhi apa yang seharusnya dipatuhi, barulah vonis Kufur (Murtad / Keluar dari Al Islam) itu terjadi.

      Demikianlah, semoga jelas adanya… Barokalloohu fiika

  308. Ety Suryani permalink
    29 April 2013 1:07 pm

    Assalamualaikum ustadz mohon informasinya, bisakah saya konsultasi melalui telephone/hp dan nomernya berapa? Jazakumullahi Khairan.

    • 29 April 2013 6:59 pm

      Wa ‘alaikumussalaam Warohmatulloohi Wabarokaatuh,
      Silakan saja… nomor telphone-nya telah di-emailkan ke email anti… Harap anti check email anti… Barokalloohu fiiki.

  309. adrian permalink
    30 April 2013 3:33 pm

    Assalamualaikum Uztad,
    Saya mau bertanya masalah pembagian Warisan.

    Sudah 4 tahun ayah saya meninggal dunia, sampai saat ini harta warisan belum juga dibagikan. Ayah saya meninggalkan 1 isteri dan 2 orang anak (1 perempuan, 1 laki-laki). Harta yang ditinggalkan: 1 rumah yang sampai saat ini masih ditinggali oleh ibu dan kakak perempuan saya dan 1 mobil yang sudah dijual (beberapa waktu lalu ibu saya baru mencicil mobil baru).

    Saya adalah anak laki-laki bungsu, 2 tahun setelah ayah saya meninggal, saya menikah. Karena baru mulai bekerja, saya meminta bantuan dari ibu saya untuk biaya pernikahan dan maharnya. Ibu saya meminjami saya uang dan mengingatkan saya mengenai hutang tersebut agar saya membayarnya.

    Beberapa waktu lalu Allah mengaruniai saya dan isteri seorang anak laki-laki. Beban ekonomi kami menjadi makin berat, untuk kontrak rumah pun saya berhutang lagi ke ibu saya. Jujur sampai saat ini saya belum mampu membayar hutang saya ke ibu saya, padahal ibu saya mengatakan bahwa uang itu untuk biaya haji beliau. Apalagi sebentar lagi kakak saya juga akan menikah dan butuh biaya… Hati saya sedih Ustadz, saya merasa memiliki hak waris sekaligus memiliki kewajiban bayar hutang.

    Saat kakak saya menikah, rencananya dia dan suaminya akan tinggal di rumah tersebut bersama ibu saya. Semakin tidak enak saya menanyakan hak waris saya. Untuk saat ini, ibu saya tidak memiliki uang tunai yang cukup jika harus membayar waris kepada saya dan kakak saya. Namun jika harus menjual rumah, saya tidak tega kepada ibu saya.

    Apa yang sebaiknya saya lakukan?

    • 3 May 2013 1:52 pm

      Wa ‘alaikumussalaam Warohmatulloohi Wabarokaatuh,
      Semoga Allooh سبحانه وتعالى memberikan jalan keluar buat anda dan keluarga anda.

      1) Tentang Warisan, adalah menjadi KEHARUSAN secara Hukum Islam. Jika si mayyit meninggalkan Harta, maka setelah biaya kematian, hutang, wasiat dan jaminan selesai ditunaikan; maka berikutnya adalah Harta si mayyit dibagikan kepada Ahli Waris. Dan JANGAN DITUNDA-TUNDA, karena:
      a) Bisa jadi menyusahkan Ahli Waris yang berhak,
      b) Bisa saja terjadi perubahan keadaan ekonomi / nilai harga atau nilai jual dari Harta Waris si mayyit dari baik menjadi kurang baik / tidak baik, atau nilai Harta Waris menyusut; atau musibah lainnya (misal: rumah Harta Warisan itu terkena gempa bumi sehingga menjadi musnah Harta Warisnya, dsbnya),
      c) Bisa jadi Harta Waris dipakai oleh sebagian Ahli Waris, sehingga menimbulkan rasa iri di hati Ahli Waris lainnya yang tidak mendapatkan haknya.

      2) Hak Waris Ibu anda dari Harta tersebut adalah seperdelapan (1/8)
      Sisanya dibagi 3, yang 1/3-nya untuk kakak perempuan anda dan 2/3-nya adalah untuk anda.

      3) Jika salah seorang dari Ahli Waris ingin bertahan pada harta peninggalan si mayyit, maka ADIL-nya adalah tentukan berapa hitungan hak untuk masing-masing Ahli Waris; kemudian yang tidak menempati (antara lain peninggalan si mayyit berupa rumah) dilunasi haknya oleh pihak yang menempati peninggalan si mayyit.

      4) Semestinya anda sudah mendapat dari hasil jual mobil, sebesar bagian anda dalam hitungan diatas; termasuk nilai yang didapat dari nilai rumah peninggalan si mayyit tersebut, daripada anda berhutang kepada Ibu anda.
      Seharusnya semua Ahli Waris berkumpul dan berterus terang; kemudian memecahkan masalah ini; sehingga tidak muncul fitnah yang lebih besar. Kalau seandainya suami dari kakak anda nanti tidak baik, maka musibah anda akan semakin besar.

      5) Adapun tentang Hutang anda sebaiknya diakumulasi sesuai dengan nilai bagian Warisan anda sehingga bisa jadi Ibu anda yang malah justru berhutang ke anda, atau kakak anda yang justru berhutang ke anda.
      Contoh:
      Dihitung berapa hak waris anda dari si mayyit. Kemudian juga dihitung berapa hutang anda kepada Ibu anda. Lalu dihitung selisih antara keduanya. Apabila Hutang anda lebih besar, maka itulah nilai yang harus anda bayar kepada Ibu anda. Apabila hak waris anda lebih besar, maka ibu dan kakak perempuan anda yang justru harus memberi anda bagian dari harta yang merupakan hak waris anda.

      6) Dalam menegakkan Hukum Allooh سبحانه وتعالى, kepasrahan menerima dan konsekwen menjalankan Syari’at haruslah lebih dikedepankan dibandingkan dengan perasaan dan “ewuh pekewuh” (rasa sungkan).

      Demikianlah, semoga jelas adanya…. Barokalloohu fiika

  310. 1 May 2013 1:56 pm

    Assalamu’alaikum Warohmatulloohi Wabarokaatuh

    pak ustadz ada beberapa pertanyaan yang ana mau tanyakan adalah sbb:

    1. apakah pengertian dari Syari’at dan Adat Istiadat / Budaya ?
    2. Apa batasan sesuatu itu dapat di bilang Syari’at dan batasan sesuatu itu di katakan Adat Istiadat/budaya ?
    3. Berhubungan dengan pasal di atas, bagaimanakah dengan ACARA TAHLILAN, apakah acara itu disebut Syari’at atau masuk ke dalam Adat Istiadat / Budaya. Karena sebagian orang orang ada yang mengatakan itu adalah masuk ke dalam syari’at karena telah di contohkan oleh para WALI – WALI yang ada di Indonesia dan mereka tidak melarangnya, dan ada sebagian mengatakan itu juga termasuk dari budaya / Adat Istiadat kita.
    4. Apakah kita sebagai muslim apabila ada keluarga / kerabat / saudara dianjurkan mengadakan TAHLILAN. Karena beberapa ulama, kyai, ustadz menganjurkannya karena itu adalah kebaikan / Sunah yang baik. Dan itu juga berpeluang untuk kita bersodakoh. Dan katanya ada hadist yang mengatakan apabila doa yang dilakukan oleh 40 orang lebih, maka doa itu akan di kabulkan oleh ALLAH swt atau kemungkinan dikabulkannya lebih besar. Maka dari itu juga kebanyakan umat islam sering mengadakan doa bersama-sama, zikir bersama-sama, tahlilan bersama-sama.
    5. Dan kalau pun TAHLILAN itu tidak ada di dalam Syari’at Islam, maka apa yang harus dilakukan kepada kami seorang muslim apabila ada keluarga / kerabat / saudara kita yang meninggal dunia.
    6. Dan bagaimanakah syari’atnya / sunnahnya kita mendo’a kan orang yang telah meninggal tersebut , baik kapan waktunya, dimana tempatnya, dilakukan oleh siapa, bersama -sama atau sendiri – sendiri ?
    7. Mohon diterbitkan MATERI PEMBAHASAN MENGENAI ACARA / RITUAL TAHLILAN

    Apabila di perkenankan ana mohon penjelasannya dari Pak Ustadz secara lengkap dan kongkrit.

    Apabila tulisan ana ada yang salah mohon di bukakan pintu maaaf yang sebesar-besarnya.

    Jazakumullahi Khairan.

  311. Fitriyani permalink
    1 May 2013 4:18 pm

    Assalammualaikum, wr.wb, Pak ustadz, mohon maaf sampai saat ini saya belum mendapatkan jawaban dari pertanyaan yang saya sampaikan kepada Pak Ustadz, mungkin dikarenakan kesibukan Pak Ustadz. Pertanyaan saya tertanggal 22 Januari 2013, Pak Ustadz. Selain itu perlu saya tambahkan, bahwa A pernah menceraikan almarhumah tanpa alasan yang jelas, kemudian A juga yang minta untuk bersatu dengan menikah lagi setelah bercerai cukup lama. Dan selama bercerai itu, A tidak memberi nafkah sama sekali, karena saya pernah membaca, bahwa ada 2 pendapat mengenai nafkah yang harus diberikan oleh mantan suami kepada mantan istrinya, yaitu (1) sampai habis masa iddah, dan (2) sampai mantan istri itu menikah lagi atau meninggal dunia. Saya mohon jawaban dari Pak Ustadz, karena keadaan tersebut menjadi pertentangan diantara kami kakak beradik dari Almarhumah. Jazaakumullahu khairan. Wassalammualaikum wr.wb

    • 3 May 2013 11:05 am

      Wa ‘alaikumussalaam Warohmatulloohi Wabarokaatuh,
      Sebelumnya mohon maaf, memang karena kesibukan Ustadz yang bertumpuk maka pertanyaan anti tertanggal 22 Januari 2013 terlewatkan dan belum terjawab. Namun mudah-mudahan apa yang Ustadz sampaikan berikut ini dapat menolong memecahkan persoalan keluarga anti.

      Masalah keluarga yang anti hadapi adalah cukup rumit, sebaiknya untuk lebih jelasnya adalah berkonsultasi melalui telephone, yang diawali dengan janji sebelumnya. Nomor telephone / HP Ustadz sudah diemailkan ke email anti. Silakan check email anti.

      Tetapi secara global, dari pertanyaan yang mengemuka diatas maka jawabannya adalah sebagai berikut:

      1) Takdir baik dan buruk bagi seseorang itu menjadi otoritas Allooh سبحانه وتعالى. Tidak bisa dan tidak boleh siapa pun ikut campur. Dengan demikian perkara sakit, jantung bocor, cerai, meninggal, membeli rumah dan sejenisnya itu adalah tidak terpisahkan dari takdir Allooh سبحانه وتعالى yang harus diterima

      2) Hendaknya menghindari buruk sangka terhadap siapapun, termasuk A; seperti apa yang terbersit dalam benak anda berkenaan dengan pembelian rumah oleh kakak anda atas pengaruh suaminya. Kecuali, hal itu adalah dengan fakta dan data yang bisa dibuktikan bahwa A itu bersalah.

      3) Membagi harta waris kedua orangtua anda kepada Ahli Waris dengan sistem SAMA RATA adalah bentuk kongkrit penolakan terhadap Al Qur’an, khususnya yang berkaitan dengan masalah Warisan. Dan itu adalah sangat berbahaya menurut ‘aqiidah.

      4) Sebenarnya apapun ceritanya; jika rumah itu menjadi milik istri A sedangkan dia kemudian meninggal serta meninggalkan suami tanpa anak; maka secara Hukum Faroo’id (Hukum Waris dalam Syari’at Islam), maka si A berhak atas setengah (1/2) harta yang dimiliki dan ditinggalkan istri A.

      5) Ba’dal Haji boleh dilakukan, jika yang memba’dal Hajikan itu memenuhi syarat antara lain: –Mengerti tentang Hukum Haji dengan benar, amanah dan dia sendiri sudah menunaikan Ibadah Haji sebelumnya.

      6) Pada saat pembagian Hak Waris kakak anda, ketika A sudah mengambil Hak Waris-nya yang dalam hal ini adalah setengah (1/2); maka Ba’dal Haji dapat dilakukan oleh pihak suami (A) ataupun pihak saudara-saudara dari kakak anda yang meninggal itu, dengan tanpa mengambil harta yang sudah menjadi hak Ahli Waris (dalam hal ini si A).

      Kecuali, jika kakak anda pernah bernadzar untuk naik Haji sebelum meninggalnya; maka Ahli Waris wajib menunaikan nadzarnya itu dengan mengambil dari Harta kakak anda untuk Ba’dal Haji, sebelum kemudian dibagi Waris.
      Adapun jika Ba’dal Haji itu biayanya diambil dari Hak Ahli Waris, maka diperlukan kesepakatan untuk menghalalkannya.

      7) Mengenai rumah: Jika rumah itu berasal dari tidak hanya harta milik kakak anda, namun juga ada harta lain yang bukan menjadi miliknya; maka seharusnya dengan menunjukkan bukti dan fakta, harta yang bukan miliknya itu dikembalikan terlebih dahulu kepada pemiliknya. Kemudian sisanya, barulah menjadi Harta Waris.

      8) Tentang Shodaqoh, maka tidak diragukan bahwa itu adalah niat baik. Tetapi jika diatasnamakan si kakak yang sudah meninggal, maka perbuatan itu hanya sekedar atas nama kakak anda saja; akan tetapi pahala dari shodaqoh itu kembali kepada anda para Ahli Waris yang melakukukan Shodaqoh (bukan merupakan pahala yang kembali kepada kakak anda). Kecuali jika yang melakukan perbuatan itu adalah anaknya sendiri, sebagaimana Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم bersabda, “Jika manusia mati, TERPUTUSLAH AMALANNYA kecuali 3:
      a) Shodaqoh Jariyah (– saat ini kakak anda sudah tidak bisa melakukannya –)
      b) Ilmu yang bermanfaat (– hal ini mungkin saja, jika semasa hidupnya kakak anda memilikinya dan melakukannya –)
      c) Anak yang shoolih yang mendo’akannya (– dalam hal ini pun kakak anda tidak memiliki anak –).”

      Karena itu sebaiknya, anda berbuat baik kepada kakak anda itu melalui do’a. Do’akanlah kakak anda dengan kebaikan kepada Allooh سبحانه وتعالى ; dan bukannya dengan shodaqoh atas nama kakak anda yang sudah meninggal sebagaimana hal ini telah jelas dalam poin a) dari Sabda Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم diatas.

      9) Tentang cerai, seharusnya tidak perlu dipermasalahkan karena sebagaimana tercantum dalam pernyataan anda bahwa mereka itu sudah rujuk kembali. Jadi secara status, A adalah suami kakak anda, itu adalah yang pasti.

      10) Tentang nafkah selama dicerai, jika benar sebagaimana yang anda utarakan; maka sebenarnya juga sama, tidak perlu dipermasalahkan lagi. Karena:
      a) Dengan rujuk, berarti sudah tidak bermasalah lagi. Hal itu berarti kakak anda menerima suaminya (A) apa adanya.
      b) Kalaupun suaminya (A) bersalah, maka itu adalah urusan dia dengan Allooh سبحانه وتعالى dan kakak anda; yang bisa jadi dia itu sudah bertaubat dan sudah saling memaafkan dengan istrinya.

      Jangan sampai karena keberpihakan anda kepada kakak anda, maka tersimpan rasa ketidaksukaan kepada A, yang lalu anda sendiri menjadi berdosa karenanya.

      Semoga Allooh سبحانه وتعالى menolong anti dalam menyelesaikan urusan keluarga anti dengan baik; sehingga tidak menimbulkan fitnah dan perselisihan diantara keluarga.

      Sekiranya masih ada yang belum jelas, maka silakan anti berkonsultasi per telephone…. Barokalloohu fiiki

      • fitriyani Anur permalink
        4 May 2013 5:33 am

        Assalammualaikum wr wb, Alhamdulillah jawaban atas permasalahan saya sudah saya terima. Dan insyaAllah akan saya sampaikan kepada keluarga saya. Tapi mohon maaf Pak Ustadz, ada yang perlu saya tambahkan kembali, yaitu setelah kakak saya meninggal, kami minta kepada A untuk menyerahkan rumah, karena akan dikembalikan ke keluarga mengingat masih ada hak keluarga atas rumah tersebut dan karena bagian kakak saya (almarhumah) hanya sebagian kecil saja dan saat itu kami akan memberikan sebagian harta peninggalan almarhumah berupa uang kerohiman saja bukan bagian yang berupa hak waris. Tapi A menolak. A meminta bagian 1/2 dari seluruh harta yang ditinggalkan termasuk rumah. Kami menolak dan kami sudah jelaskan bahwa atas rumah tersebut masih ada hak keluarga yang belum terbagi dan hak warisan kami. Akhirnya kakak saya yang laki-laki mengunci dan menggembok rumah ketika A pergi. Tapi kemudian tanpa sepengetahuan kami, A membongkar rumah tersebut dan menempatinya selama beberapa hari. Sehingga terjadi pertengkaran hebat antara kakak saya dengan A, kemudian kakak saya mengusirnya. Itulah juga yang membuat kami enggan memberikan apa-apa kepada A. Bagaimana ini ya Pak Ustadz? Mohon penjelasannya kembali. Terima kasih. Wassalammualaikum wr wb

      • 4 May 2013 10:48 am

        Wa ‘alaikumussalaam Warohmatulloohi Wabarokaatuh,
        1. Hendaknya kedua belah pihak bersama-sama untuk tidak saling memakan harta orang lain dengan cara yang Harom, karena mengaku mengambil atau memiliki sesuatu yang bukan haknya dan miliknya.
        2. Kendalikanlah sengketa dunia yang berakibat tidak maslahat bagi kedua belah pihak. Di dunia berupa tidak berkah atau bahkan bisa jadi bahan pengundang musibah dan bala’ yang lebih besar dari nilai yang diraihnya dengan cara yang Harom. Apalagi adzab di hari Akhirat yang tidak diragukan dahsyatnya, dan tidak sebanding jauh dengan apa yang diambilnya dan dinikmatinya di dunia.
        3. Berikan bukti dan fakta atau bersumpah atas nama Allooh Subhaanahu Wa Ta’aalaa bahwa rumah yang dimaksud sebagian kecilnya saja milik istri A, sedangkan sebagian besarnya adalah milik saudara-saudara si istri A.
        4. Sebaiknya rumah dinilaikan dengan uang, kemudian dijual atau salah satu pihak menebus hak pihak yang lainnya jika salah satu pihak itu hendak memiliki rumah tersebut.
        5. Berdamailah dan jangan bertengkar. Itu perintah Allooh Subhaanahu Wa Ta’aalaa. Dan ingatlah bahwa dunia tidak abadi. Dunia adalah sementara, sedangkan akherat adalah abadi. Dunia tidak akan dibawa mati, sedangkan yang pasti dosa dan pahala lah yang akan ditemui. Dan semua apa yang telah kita perbuat di dunia ini pastilah akan DIMINTAI TANGGUNG JAWAB oleh Allooh Subhaanahu Wa Ta’aalaa.

        Barokalloohu fiiki

      • fitriyani Anur permalink
        4 May 2013 4:05 pm

        Assalammualaikum wr wb, Alhamdulillah dengan jawaban Pak ustadz, pikiran saya menjadi terang benderang. Akan saya sampaikan semua penjelasan Pak Ustadz kepada keluarga, semoga kakak-kakak saya terbuka juga hati dan pikirannya. Terima kasih banyak Pak Ustadz, semoga Allah senantiasa mencurahkan rahmatnya kepada Pak Ustadz dan keluarga, amin. Wassalammualaikum wr wb

      • fitriyani Anur permalink
        9 May 2013 9:05 pm

        Assalammualaikum Wr Wb, Maaf sekali lagi pak Ustadz, saya sudah manyampaikan semua penjelasan dan jawaban yang Pak Usatdz berikan kepada kakak-kakak saya. Namun kakak tertua saya yang bertengkar dengan A tidak mau menerima karena A sudah menghina kakak saya tersebut, menghina keluarga kami, bahkan yang sangat menyakitkan A juga menghina almarhumah istrinya sendiri. A mengatakan bahwa kalau dia tahu sebelumnya kakak saya itu penyakitan, udah dia cerai dari dulu. Begitulah kata-kata kasar yang A lontarkan, bahkan kata-kata setan dan binatang pun dia lontarkan. Itulah sebabnya kakak tersebut tidak rela memberikan seberapapun kepada A, karena menurut kakak saya, harga diri keluarga kami telah diinjak-injak oleh A. Bagaimana ini ya pak ustadz, masih pantaskah A mendapatkan warisan dari almarhumah kakak saya? Wassalamualaikum Wr Wb

      • 10 May 2013 7:48 pm

        Wa ‘alaikumussalaam Warohmatulloohi Wabarokaatuh,
        1. Adalah merupakan aturan Allooh سبحانه وتعالى didalam Al Qur’an bahwa jika dua atau lebih pihak bertikai, maka berdamailah. Perhatikan Al Qur’an surat Al Hujurot (49) ayat 9 :

        وَإِنْ طَائِفَتَانِ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ اقْتَتَلُوا فَأَصْلِحُوا بَيْنَهُمَا ۖ فَإِنْ بَغَتْ إِحْدَاهُمَا عَلَى الْأُخْرَىٰ فَقَاتِلُوا الَّتِي تَبْغِي حَتَّىٰ تَفِيءَ إِلَىٰ أَمْرِ اللَّهِ ۚ فَإِنْ فَاءَتْ فَأَصْلِحُوا بَيْنَهُمَا بِالْعَدْلِ وَأَقْسِطُوا ۖ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِينَ

        Artinya:
        Dan kalau ada dua golongan dari mereka yang beriman itu berperang hendaklah kamu damaikan antara keduanya! Tapi kalau yang satu melanggar perjanjian terhadap yang lain, hendaklah yang melanggar perjanjian itu kamu perangi sampai surut kembali pada perintah Allooh. Kalau dia telah surut, damaikanlah antara keduanya menurut keadilan, dan hendaklah kamu berlaku adil; sesungguhnya Allooh mencintai orang-orang yang berlaku adil.”

        Jadi pertikaian tidak mustahil terjadi. Jangankan dengan orang yang beda darah; bahkan orang yang sebapak-seibu pun kerap terjadi pertikaian.

        Tetapi berdamai berarti menjalankan Syari’at. Menolak damai, maka sesuai dalam ayat tersebut bahwa orang yang menolak perdamaian berhak diperangi.

        2. Hendaknya KESALAHAN TIDAK DIBALAS DENGAN KESALAHAN, KEJAHATAN TIDAK DIBALAS DENGAN KEJAHATAN, KEDZOLIMAN TIDAK DIBALAS DENGAN KEDZOLIMAN.

        Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم memberi petunjuk agar kita tetap ISTIQOMAH DIATAS KEBENARAN, WALAUPUN ORANG-ORANG MEMBENCI. Oleh karena itu, apa yang menjadi HAK SI “A”, TUNAIKANLAH. Biarkan Allooh سبحانه وتعالى TEPAT DALAM PERHITUNGANNYA kelak pada pihak yang berbuat dzolim.

        3. ISLAM TIDAK MENGAJARKAN DENDAM. Oleh karena itu, dendam itu bukan akan menyelesaikan masalah; tetapi justru menjadikan ia sebagai masalah bagi kita di Hari Kiamat kelak.

        Semoga Allooh سبحانه وتعالى menolong agar persoalan keluarga anti dapat teratasi dengan baik… Barokalloohu fiiki.

  312. 3 May 2013 5:57 am

    Jazakallah Ustadz atas banyak infonya

  313. zakaria permalink
    3 May 2013 9:49 am

    Assalammualaikum ustadz, saya ada membuka usaha cetak foto, apakah hukumnya mengedit foto? Apa ada dalil di Alqur’an dan Hadits?
    Proses edit yang saya sering lakukan seperti mencerahkan foto dan mengganti latar foto tanpa mengubah/ mengganti anggota tubuh. Mohon penjelasanya ustadz.

    • 4 May 2013 10:55 am

      Wa ‘alaikumussalaam Warohmatulloohi Wabarokaatuh,
      1. Jika pekerjaan itu dalam rangka mempercerah, memperterang, memperjelas dan mempertegas DOKUMEN yang diedit, in syaa Allooh Ta’aalaa tidak mengapa; asalkan tidak menukar, mengganti, mendustai, menipu, merubah dokumen tersebut.
      2. Dan tidak untuk atau dalam rangka menolong dan mendukung kema’shiyatan.
      Semoga jelas adanya…. Barokalloohu fiika

  314. Ana permalink
    3 May 2013 5:54 pm

    Assalamu’alaikum wrwb ustad
    Perkenalkan, saya Ana. Saya ingin bertanya tentang masalah pernikahan.
    Bagaimana menjelaskan ke orang tua agar merestui hubungan kami sedangkan kami adalah sepupu, yaitu ayah saya adalah kakak ayahnya dia.Dari awal kami memang sudah berkomitmen untuk melanjutkan hubungan kami ke jenjang pernikahan.
    Sebelumnya saya sudah berusaha menjelaskan ke orang tua saya bahwa dalam islam sepupu termasuk orang yang boleh dinikahi, tetapi ayah saya tetap ngotot tidak boleh karena alasan pancer wali atau sepupu saya tersebut dapat menjadi wali nikah saya. Dan ayah saya dulu memang pernah mondok jadi beliau selalu bilang ada kitab yang pernah dipelajari, kitab tersebut menerangkan bahwa pernikahan kami tetap dilarang dalam ajaran Islam.

    • 10 May 2013 8:27 pm

      Wa ‘alaikumussalaam Warohmatulloohi Wabarokaatuh,

      Jelaskan dengan cara yang hikmah kepada orangtua anda bahwa sepupu itu halal untuk saling menikah, dan tunjukkan kepada mereka ayat berikut ini bahwa Allooh سبحانه وتعالى berfirman dalam QS. An Nisaa (4) ayat 23 sebagai berikut:

      حُرِّمَتْ عَلَيْكُمْ أُمَّهَاتُكُمْ وَبَنَاتُكُمْ وَأَخَوَاتُكُمْ وَعَمَّاتُكُمْ وَخَالَاتُكُمْ وَبَنَاتُ الْأَخِ وَبَنَاتُ الْأُخْتِ وَأُمَّهَاتُكُمُ اللَّاتِي أَرْضَعْنَكُمْ وَأَخَوَاتُكُمْ مِنَ الرَّضَاعَةِ وَأُمَّهَاتُ نِسَائِكُمْ وَرَبَائِبُكُمُ اللَّاتِي فِي حُجُورِكُمْ مِنْ نِسَائِكُمُ اللَّاتِي دَخَلْتُمْ بِهِنَّ فَإِنْ لَمْ تَكُونُوا دَخَلْتُمْ بِهِنَّ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ وَحَلَائِلُ أَبْنَائِكُمُ الَّذِينَ مِنْ أَصْلَابِكُمْ وَأَنْ تَجْمَعُوا بَيْنَ الْأُخْتَيْنِ إِلَّا مَا قَدْ سَلَفَ ۗ إِنَّ اللَّهَ كَانَ غَفُورًا رَحِيمًا

      Artinya:
      Diharomkan atas kamu (mengawini) ibu-ibumu; anak-anakmu yang perempuan; saudara-saudaramu yang perempuan, saudara-saudara bapakmu yang perempuan; saudara-saudara ibumu yang perempuan; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang laki-laki; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang perempuan; ibu-ibumu yang menyusui kamu; saudara perempuan sepersusuan; ibu-ibu isterimu (mertua); anak-anak isterimu yang dalam pemeliharaanmu dari isteri yang telah kamu campuri, tetapi jika kamu belum campur dengan isterimu itu (dan sudah kamu ceraikan), maka tidak berdosa kamu mengawininya; (dan diharomkan bagimu) isteri-isteri anak kandungmu (menantu); dan menghimpunkan (dalam perkawinan) dua perempuan yang bersaudara, kecuali yang telah terjadi pada masa lampau; sesungguhnya Allooh Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”

      Semoga Allooh سبحانه وتعالى menolong anti agar dapat memberi kefahaman dengan cara yang bijak dan baik kepada orangtua anti sehingga mereka merestuinya… Barokalloohu fiiki

  315. mr.unian permalink
    6 May 2013 8:21 am

    Assalamu’alaikum..
    Ustadz saya ada beberapa pertanyaan :
    1.Bagaimana Hukumnya mujahidin yang meledakkan diri menggunakan bom seperti di Irak dan Suriah? Apakah termasuk mati syahid atau mati bunuh diri?
    2. Apakah boleh menggunakan pakaian untuk sholat yang telah diberi minyak wangi yang mengandung alkohol ?
    3. Manakah yang benar penyebutannya “Sholat” atau “Sembahyang” karena orang didaerah saya sering menggunakan kata “Sembahyang”
    Mohon penjelasannya..

    • 10 May 2013 8:03 pm

      Wa ‘alaikumussalaam Warohmatulloohi Wabarokaatuh,

      1. “Alloohu ‘Alaamu bimaa kaanu ya’maluun” (Allooh سبحانه وتعالى lebih tahu dengan apa yang mereka perbuat) !

      Setiap manusia akan dibangkitkan oleh Allooh سبحانه وتعالى sesuai dengan niat mereka.

      Secara HUKUM ASAL, membunuh diri dengan motivasi dan cara apa pun DILARANG. Tetapi bisa jadi, bagi seseorang ia mempertimbangkan maslahat dan madhorot; maka mungkin daripada ia mati dalam kondisi tidak berimbang kekuatan dengan orang-orang yang menjadi musuhnya, dalam hal ini orang-orang kaafir yang menyerang dengan segala peralatannya yang canggih, sementara Muslimin dari sisi kuantitas (bilangan), kualitas (ketrampilan perang dan persenjataan, dll) sama sekali tidak berimbang; sehingga:

      a) Bisa jadi, kalau dia tidak melakukan bunuh diri itu, dia akan ditangkap dan dengan dia ditangkap itu dia akan menderita, dan akan mendapat fitnah berdasarkan pengalaman yang dia dengar bahwa bisa jadi hal itu akan mengganggu ‘aqiidahnya. Sementara dia tidak rela Islam dan kaum Muslimin dihina. Dan pada saat seperti itu dia tidak bisa membela.

      b) Bisa jadi, dia berhitung bahwa dia mati, tetapi bisa mematikan sekian orang kafir yang secara pasti jumlah dan kualitasnya lebih banyak; sehingga menolong bagi para pejuang Muslimin lainnya.

      Terutama bagi akhwat, bisa jadi mengancam harga diri, dan kehormatannya. Ia tidak kuat pula dianiaya. Diperkosa pun tidak bisa ia membela diri. Atau Islam dihina dina didepan matanya, dia pun tak berdaya, dan sejenis itu.

      Pada saat-saat seperti ini lah atau bahkan kondisi yang lebih berat lagi; bisa jadi SIKAP PENGAMBILAN KEPUTUSAN ITU IA LAKUKAN DENGAN SANGAT TERPAKSA. Oleh karena itu, HAL INI TIDAK BISA MENJADI FATWA SECARA UMUM (secara “general” bagi setiap Muslim) yang dapat dijadikan sebagai rumus / pegangan; karena masalah ini adalah sebagaimana tadi kita ketahui sangatlah sensitif dan BERSIFAT PERSONAL; tidak bisa disamaratakan keadaannya bagi setiap orang.

      2. Alkohol BOLEH DIPAKAI DALAM PAKAIAN MAUPUN TUBUH; TAPI ALKOHOL HAROM UNTUK DIKONSUMSI baik berupa makanan atapun minuman.

      3. Yang benar adalah “SHOLAT”. Karena “Sholat” adalah istilah Syar’ie.

      a) Terbukti bahwa terjemahan “Sholat” dengan memakai kata “Sembahyang” adalah TIDAK SEMAKNA dengannya, sebagaimana dengan yang dimaksud oleh Syar’ie itu sendiri.

      b) Filosofi “Sembahyang” adalah kufur dan Syirik, karena berasal dari singkatan “SEMBAH SANG HYANG”; sedangkan SEMBAH adalah bermakna ritual, sebagai cara dari cara orang kaafir dan musyrik, padahal kita dilarang menyerupai perkara-perkara yang menjadi ciri khas orang kaafir dan musyrik.

      Sedangkan “HYANG” diartikan mereka sebagi “DEWANYA PARA DEWA”, sedang Allooh سبحانه وتعالى BUKAN DEWA, BAHKAN BUKAN “BOSS”-NYA DEWA.

      Oleh karena itu, sangat jauh dari benar, ketika “SHOLAT” yang artinya “DO’A” (secara bahasa) dan secara istilah maka “SHOLAT” itu adalah UCAPAN & GERAKAN yang diawali dengan TAKBIIROTUL IHROOM & diakhiri dengan SALAM, dibarengi dengan NIAT BERIBADAH HANYA KEPADA ALLOOH سبحانه وتعالى.

      c) Lagipula apa sih susahnya menggunakan kata “SHOLAT” yang sudah jelas alasan Syar’ie-nya, daripada kata “Sembahyang” yang terdiri dari 10 huruf, tidak efisien, apalagi salah pula secara ideologi-nya.

      Barokalloohu fiika

  316. 6 May 2013 10:55 am

    Assalamu’alaikum warohmatullohi wabarokatuh, ustadz mohon nasehatnya, saya mempunyai masalah dengan orangtua.. Begini ustadz, orang tua saya mengkredit mobil lewat bank. Walaupun saya tidak setuju, ibu saya tetap membelinya dengan cara kredit untuk usaha angkut barang, kemudian orangtua saya ingin saya meneruskan usaha dan bayar cicilanya.
    Bagaimana sikap saya dengan masalah ini ustad? Apakah halal kalau mobil tersebut saya pakai untuk usaha? Dan apabila saya bayar cicilanya, apakah saya berdosa telah bermuamalah dengan riba? Mohon penjelasanya. Saya ucapkan terimakasih sebelumya

    • 10 May 2013 8:16 pm

      Wa ‘alaikumussalaam Warohmatulloohi Wabarokaatuh,
      1. Selama tidak terkait dengan BUNGA RIBA, maka Kredit itu Hukumnya Boleh.
      2. Alangkah bijaksananya jika orangtua diberi masukan bahwa Riba itu adalah Dosa Besar dan Bunga Riba itu adalah Harom, dan penghasilan dari Riba itu tidak akan berkah.
      3. Jika tidak ada jalan lain untuk tidak meneruskan usaha orangtua tersebut, dan bisa jadi usaha orangtua akan bangkrut, lalu orangtua akan menjadi kecewa dan sakit hati, sementara anda sendiri pun mampu dalam bidang yang orangtua anda meminta anda untuk menggeluti usaha tersebut. Dan ANDA MENERIMA HAL ITU KARENA TERPAKSA, hanya karena untuk membahagiakan orangtua saja, dan terbayang di benak anda untuk BERBEBAS DIRI DALAM WAKTU YANG TIDAK LAMA DARI JERATAN RIBA-nya; maka lanjutkanlah dengan tetap memperbanyak istighfar memohon ampun pada Allooh سبحانه وتعالى.

      Demikianlah, semoga jelas adanya…. Barokalloohu fiika.

  317. Metha permalink
    10 May 2013 2:23 pm

    Assalamu’alaikum ustad,
    Saya ingin bertanya masalah sholat sunnah, jika sholat sunanh pada rakaat terakhir, apakah membaca Tahiyat Awal saja atau membaca Tahiyat Akhir???
    Terimakasih atas jawabannya.

    • 11 May 2013 7:25 pm

      Wa ‘alaikumussalaam Warohmatulloohi Wabarokaatuh,
      Boleh membaca sampai dengan Sholawat berakhir, dan boleh, bahkan afdhol (lebih utama) jika ditambah dengan do’a sebagaimana yang diucapkan para Roka’at terakhir Sholat Fardhu.
      Barokalloohu fiik.

  318. 10 May 2013 9:31 pm

    Raihan Bahasoean

    AlhamduliLLAAH, JazaakaLLAAH Khair atas jawabannya…. InsyaALLAAH bermanfaat Ustadz.

    Kalau boleh Ana simpulkan jawaban Ustadz kurang lebih seperti ini:

    1. Berhukum dengan selain hukum ALLAAH pelakunya tidak bisa langsung dikafirkan dan terbagi menjadi 3 kemungkinan, yaitu:
    • Kafir
    • Fasiq
    • Dzolim

    2. Dilihat dari sisi sumbernya kekufuran bisa dibagi menjadi 2, yaitu:
    • Kufur ‘Amaly
    • Kufur I’tiqoody

    3. Pelaku perbuatan Kufur (Kufur ‘Amaly) belum tentu menjadi Kafir (ada kufur Ashghor ada Kufur Akbar)

    4. Proses Takfir hanya dapat dilakukan apabila sudah melalui proses:
    • Penegakkan Hujjah
    • Pemberian Nasihat
    • Permintaan untuk bertaubat

    Afwan mohon dikoreksi kalau kesimpulan ana ada yang salah…

    Berdasarkan Jawaban Ustadz, ana ada beberapa pertanyaan lanjutan… mungkin juga ulangan, karena masih ada beberapa hal yang menurut ana masih belum terjelaskan (mungkin karena memang pemahaman agama Ana yang masih kurang).

    Pertanyaannya adalah sebagai berikut:

    1. Kapan seseorang yang berhukum dengan selain Hukum ALLAAH dinyatakan Kafir?

    2. Apakah seseorang yang berhukum dengan selain Hukum ALLAAH itu hanya dapat dikafirkan apabila dia menampakkan keyakinan hatinya saja? Atau ia tetap bisa dikafirkan tanpanya (keyakinan hati) dalam kondisi tertentu?

    3. Apa perbedaan Kufur Ashghor dengan Dosa besar? Atau dosa besar pun (seperti minum Khomr) sebenarnya dapat digolongkan kedalam kategori kufur Ashghor juga, apabila tanpa istihlal di hati?

    4. Apabila seorang berikrar bahwa: “Saya akan memimpin dengan hukum buatan manusia, bukan dengan Hukum ALLAH”, lantas setelah dinasehati ia berkata: “Saya tidak menghalalkannya, dan saya tetap meyakini Hukum ALLAH lebih utama; namun saya tidak akan meninggalkannya (berhukum dengan hukum buatan manusia).”

    Apakah orang seperti ini dapat dikafirkan? Atau selamanya ia tidak dapat dikafirkan karena ia telah mengikrarkan sesungguhnya keyakinan hatinya tetap pada hukum ALLAH, walaupun sampai akhir hayatnya ia tidak meninggalkan berhukum dengan hukum buatan manusia?

    Sekian dulu pertanyaan Ana Ustadz, sekali lagi afwan karena banyak tanya mengenai hal ini, karena memang masih sangat membingungkan bagi Ana. Apalagi akibat perkara ini, berpecahlah menjadi 2 golongan atau lebih kelompok yang sama-sama mengaku bermanhaj Salaf dan sama-sama mengaku mengambil ilmu diin ini dari ‘Ulama yang sama.

    BarakaLLAAHU fik, Wassalaamu’alaykum WarohmatuLLAAHI Wabarokaatuh

    JAWABAN:

    ustadzrofii

    Wa ‘alaikumussalaam Warohmatulloohi Wabarokaatuh,

    1. Tentang KUFUR I’TIQOODY TIDAK PERLU DIRAGUKAN KEKUFURANNYA, dalam artian dia adalah SUDAH MURTAD. Tidak ada gunanya identitas bahwa dia itu ber-KTP Islam, ataukah melakukan Syari’at-Syari’at Islam lainnya, ataukah beratribut Islam sekalipun.

    Allooh سبحانه وتعالى berfirman dalam QS. An Nisaa’ (4) ayat 150-151:

    إِنَّ الَّذِينَ يَكْفُرُونَ بِاللَّهِ وَرُسُلِهِ وَيُرِيدُونَ أَنْ يُفَرِّقُوا بَيْنَ اللَّهِ وَرُسُلِهِ وَيَقُولُونَ نُؤْمِنُ بِبَعْضٍ وَنَكْفُرُ بِبَعْضٍ وَيُرِيدُونَ أَنْ يَتَّخِذُوا بَيْنَ ذَٰلِكَ سَبِيلًا
    أُولَٰئِكَ هُمُ الْكَافِرُونَ حَقًّا ۚ وَأَعْتَدْنَا لِلْكَافِرِينَ عَذَابًا مُهِينًا

    Artinya:
    (150) “Sesungguhnya orang-orang yang kafir kepada Allooh dan rosuul-rosuul-Nya, dan bermaksud memperbedakan antara (keimanan kepada) Allooh dan rosuul-rosuul-Nya, dengan mengatakan: “KAMI BERIMAN KEPADA yang SEBAHAGIAN dan KAMI KAFIR TERHADAP SEBAHAGIAN (YANG LAIN)”, serta bermaksud (dengan perkataan itu) mengambil jalan (tengah) di antara yang demikian (iman atau kafir),
    (151) MEREKALAH ORANG-ORANG yang KAFIR SEBENAR-BENARNYA. Kami telah menyediakan untuk orang-orang yang kafir itu siksaan yang menghinakan.”

    Jadi sebagai contohnya: dia itu sholat 5 waktu, dia berzakat, dia Haji berulang-ulang; tetapi dia MENOLAK SYARI’AT ISLAM; maka berlakulah ayat diatas (QS. An Nisaa: 150-151) terhadap dirinya. Karena dia itu berarti tergolong orang yang hanya beriman pada sebagian, serta menolak sebagian yang lainnya.

    Sholat 5 waktu itu Ibadah pribadi, namun manusia disekitarnya adalah terkena dampak dari sholatnya, jika sholatnya itu berisi.

    Berbeda dengan berhukum dengan Hukum Allooh سبحانه وتعالى, maka dia di awal dan akhirnya adalah berdampak sangat luas pada ummat.
    Perhatikanlah bahwa berbagai problematika yang saat ini terjadi itu adalah dampak karena HUKUM ALLOOH سبحانه وتعالى itu GHOIB dari ummat.

    Kemudian berikutnya, yang menjadi masalah itu adalah terletak pada KUFUR ‘AMALY; terutama ketika Syari’at Islam tidak menjadi pemutus perkara disuatu negeri / kaum, atau minimal TIDAK ADA LEMBAGA di negeri / kaum itu yang bertanggungjawab untuk memerankan Syari’at Islam sebagai pemutus perkaranya.

    Karena sesungguhnya terhadap pelaku Kufur ‘Amaly itu juga dibutuhkan prosedur yakni:
    • Penegakkan Hujjah
    • Pemberian Nasihat
    • Permintaan untuk bertaubat

    Jika prosedur terhadap pelaku Kufur ‘Amaly ini sudah dilakukan (oleh pimpinan negeri yang memutuskan perkara tersebut berdasarkan Syari’at Islam atau minimal ada lembaga di negeri itu yang memerankan Syari’at Islam sebagai pemutus perkaranya); kemudian orang itu masih tetap melakukannya, maka dia sudah dapat divonis sebagai orang Kaafir.

    2. IMAN ITU SATU PAKET. KEYAKINAN dalam HATI, IQROOR dengan LISAN, dan BERAMAL dengan ANGGOTA TUBUH-nya.

    Jangankan tiga-tiganya tidak ada, SATU SAJA DARI ITU YANG TIDAK ADA, MAKA DIA TIDAK BERIMAN. Atau dengan kata lain orang itu Kaafir.

    Allooh سبحانه وتعالى berfirman dalam QS. Al Maa’idah ayat: 44 :

    وَمَنْ لَمْ يَحْكُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ فَأُولَٰئِكَ هُمُ الْكَافِرُونَ…

    Artinya:
    Barangsiapa yang tidak berhukum dengan apa yang Allooh turunkan, maka mereka itu adalah orang-orang Kaafir.”

    Bukankah Allooh سبحانه وتعالى menghukumi Kaafir pada orang-orang yang tidak menjadikan Wahyu-Nya sebagai sumber Hukum?

    Karena hal itu adalah tergolong dalam Sikap dan atau dengan kata lain: Amalan. Dimana ketika Hukum Allooh سبحانه وتعالى tidak diterapkan, artinya: Hukum Allooh سبحانه وتعالى TIDAK DIAMALKAN olehnya. Dengan demikian, maka ayat diatas (QS. Al Maa’idah : 44) dinafikan dan dilanggar.

    3. KUFUR ASGHOR itu istilah lainnya adalah DOSA BESAR.

    4. Jika sudah dinasehati, sudah diinformasikan, sudah diluruskan, tetapi dia TETAP BERSIKUKUH untuk menjadikan selain Hukum Allooh سبحانه وتعالى sebagai pedoman hidupnya dan pemutus perkaranya, maka dia Kaafir berdasarkan ayat diatas. Perhatikan jawaban no: 2 diatas.

    Demikianlah, semoga jelas adanya… Untuk memperdalam pemahaman antum, silakan antum dengarkan kajian: “Syarat Laa Ilaaha Illallooh (kajian-4)” yang telah dimuat pada Blog ini (atau klik: https://ustadzrofii.wordpress.com/2013/05/14/syarat-laa-ilaaha-illallooh-kajian-4/#more-5251)… Barokalloohu fiika.

  319. ade permalink
    11 May 2013 8:35 am

    Assalamu’alaikum ustad.. saya Ade, 30 tahun, dari Bekasi. Mau tanya Ustad… Saya ada rencana menikah. Tapi pihak laki-laki baru beri tahu kalau dia dan keluarganya adalah anggota LDII. Dia minta saya untuk mencoba ikut pengajiannya. Dia juga bilang kalau tidak bisa mengikuti, agak sulit untuk melanjutkan rencana menikah. Saya mau tanya pak Ustad, bagaimana sebenarnya kedudukan LDII? Karena saat saya coba browsing cari informasi tentang ini, kok ada sebagian yang beranggapan kalau ini sesat.. Apakah saya sebaiknya ikut mencoba pengajian tersebut? Jujur, saya agak takut Ustad. Takut salah dan malah jadi jauh dari Allah, tapi takut juga kalau tidak jadi menikah.. Oleh karena itu saya sangat mengharapkan jawaban dari Ustad. Terimakasih Ustad sebelumnya. Wassalamualaikum wr. wb.

    • 11 May 2013 7:23 pm

      Wa ‘alaikumussalaam Warohmatulloohi Wabarokaatuh,

      Takut anti terlambat menikah adalah normal-normal saja. Akan tetapi takut anti kepada Allooh سبحانه وتعالى itu harus anti ESA-kan; dalam artian: “Tidak boleh ada dalam hati anti (apa pun dia) yang ditakuti lebih dari takutnya anti kepada Allooh سبحانه وتعالى.”
      Jika hal itu terjadi, anti terancam terperosok kedalam Syirik.
      Dan jika anti terperosok kedalam Syirik, maka anti bukan saja sekedar jauh dari Allooh سبحانه وتعالى (sebagaimana yang anti khawatirkan), tetapi justru bahkan Allooh سبحانه وتعالى akan murka kepada anti tidak hanya di dunia, terlebih lagi di akherat.

      LDII dari sisi penamaan adalah tidak mengapa. Bahkan bagus namanya, karena dia adalah merupakan singkatan dari: LEMBAGA DAKWAH ISLAM INDONESIA. Namanya bisa jadi mirip dengan DEWAN DAKWAH ISLAM INDONESIA (akan tetapi keduanya adalah tidak sama, bahkan sangat bertolak belakang).

      Perlu diketahui bahwa dakwah LDII ini bisa jadi merujuk kepada Al Qur’an, merujuk kepada Hadiits; NAMUN SAYANGNYA SILSILAH PERGURUAN MEREKA TERSAMBUNGNYA EKSKLUSIF MENURUT PEMAHAMAN KELOMPOK MEREKA.

      PEMAHAMAN LDII kerap kali bahkan TIDAK ADA ASALNYA DARI PENDAHULU UMMAT YANG SHOOLIH; seperti contohnya:
      1. Jika tidak berbai’at kepada LDII atau bergabung bersama LDII, maka akan mereka anggap sesat.
      2. Jika anti bukan merupakan bagian dari jamaa’ah LDII ini, maka bekas keberadaan anti di tempat / di markas / di rumah orang-orang LDII itu akan dianggap mereka sebagai Najis, yang akan mereka cuci. Apa artinya jika anti dianggap najis?
      3. Dan banyak lagi pemahaman-pemahaman lainnya yang “NYELENEH” dari Ahlus Sunnah Wal Jamaa’ah.

      Pemahaman seperti mereka (LDII) ini baru muncul di MASA ORDE BARU, jauuuuhhh sekali dari mata air yang suci dan jernih bila dibandingkan dengan pemahaman Pendahulu Ummat ini yang Shoolih yakni dari kalangan para Shohabat, Taabi’iin, Taabi’ut At Tabi’iin dan para Imam Ahlus Sunnah wal Jamaa’ah yang mu’tabar.

      Oleh karena itu, JODOH anti adalah SUDAH TERCATAT DI LAUHUL MAHFUDZ 50.000 tahun sebelum Allooh سبحانه وتعالى ciptakan langit dan bumi. Anti boleh berusaha, dan boleh menerima lamaran dari siapa pun; akan tetapi tetaplah Syari’at Islam dan keyakinan Ahlus Sunnah Wal Jama’ah yang hendaknya membimbing anti menuju selamat dunia akherat. Hal ini yang hendaknya tidak boleh anti lewatkan.

      Jadi berhati-hati lah dalam mencari jodoh, selektif lah dan jangan tergopoh-gopoh. Yakinlah pada Allooh سبحانه وتعالى, bahwa Allooh سبحانه وتعالى tidak akan menyesatkan hamba-Nya yang ingin selamat dan istiqomah diatas jalan-Nya yang lurus.

      Semoga Allooh سبحانه وتعالى menganugrahi anti jodoh yang dapat membimbing anti diatas jalan-Nya yang lurus. Barokalloohu fiiki.

  320. ibnu permalink
    12 May 2013 2:19 pm

    Assalaamu’alaikum,
    Boleh minta nomor HP ustadz Achmad Rofi’i?…. Syukron

    • 12 May 2013 7:32 pm

      Wa ‘alaikumussalaam Warohmatulloohi Wabarokaatuh,
      Boleh saja, nomor HP sudah diemailkan ke email antum. Silakan check email antum… Barokalloohu fiika

  321. Fitriyani permalink
    13 May 2013 10:17 am

    Assalammualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh,
    Pak Ustadz, sungguh rumit persoalan yang saya hadapi karena akhirnya kakak saya tersebut marah kepada saya, meskipun saya menyampaikannya dengan sangat hati-hati. Tapi izinkan saya untuk bertanya lagi Pak Ustadz, saya pernah membaca tentang sikap nusyuz, baik nusyuz istri kepada suami maupun nusyuz suami kepada istri. Dapatkah sikap A tersebut dikatakan sebagai nusyuz suami kepada istrinya? Dan dari apa yang saya baca juga, disebutkan bahwa gugur hak atas warisan suaminya bagi istri yang nusyuz? Bagaimana dengan A? Karena sudah meninggalpun kakak saya, A masih mencacinya? Masih berhakkah A atas harta waris istrinya tersebut? Jazaakumullahu khairan.
    Wassalammualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

  322. ibnu permalink
    16 May 2013 6:19 pm

    Assalaamu’alaikum ustadz

    Apa hukum sholat jika dilewati orang ana gak bisa menahan dengan tangan, soalnya cepet jalannya… tiba tiba dia jalan aja untuk ngisi shof di depan. Kenapa ana gak ngisi shof, karena ana juga takut ngelewati satu orang, sedangkan orang yang dibelakang yang pas dengan shof kosong gak mau maju, mungkin belum ngerti….

    Pertanyaan intinya: Apakah sholat ana batal? Soalnya ana mengulanginya di rumah, padahal orang itu Salafy udah lama. Ana jadi kesel dan gak khusyu. Syukron.

    • 24 May 2013 1:00 pm

      Wa ‘alaikumussalaam Warohmatulloohi Wabarokaatuh,

      Gejala ini muncul karena kronisnya masalah kebodohan kaum Muslimin tentang Islam; khususnya tentang pernak-pernik Sholat. Sebenarnya sudah terang dan jelas perkara itu didalam Sunnah-Sunnah Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم. Dan bukan merupakan suatu urusan pendapat, bahwa orang yang sedang sholat hendaknya menggunakan sutroh didepannya; dan bahwa yang lain tidak boleh melewati orang yang sedang sholat. Sehingga jika hal ini terjadi, maka orang yang sedang sholat boleh menepisnya / menghalanginya dengan tangannya.

      Jika saja hal ini diketahui, maka kasus seperti yang anta ceritakan diatas itu tidak akan terjadi. Tetapi karena tidak diketahui maka yang terjadi adalah keanehan.

      Jadi anta halangi saja dengan isyarat tangan anta. Urusan dia memaksa atau tidak, minimal anta sudah berusaha melakukan apa yang harus anta lakukan. Adapun sholat anta adalah tidak batal.

      Barokalloohu fiika.

  323. 17 May 2013 2:11 pm

    Assalamu’alaykum Ustadz, mohon jawabannya,
    Apa hukumnya ikut mengangkat tangan dan mengaminkan doa bersama yang dipimpin oleh 1 orang dalam acara kantor, misalnya makan malam bersama atasan, atau acara-acara lain yang sifatnya mubah bukan acara-acara bid’ah. JazakaLLOOHU Khair

    • 24 May 2013 1:12 pm

      Wa ‘alaikumussalaam Warohmatulloohi Wabarokaatuh,

      Do’a adalah Ibadah. Ibadah adalah Perintah Allooh سبحانه وتعالى. Perintah Allooh سبحانه وتعالى itu haruslah dilaksanakan sesuai prosedur.

      Mubah artinya Boleh. Boleh itu berbatas. Boleh jika tidak bertentangan dengan Syar’ie. Tidak boleh jika ia menyelisihi Syar’ie.
      Acara kantor adalah boleh; karena itu adalah perkara duniawi.
      Adapun do’a adalah Ibadah. Dan dengan sengaja berdo’a bersama, ada Imam dan ada Ma’mum itu adalah tidak dicontohkan Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم. Oleh karena tidak dicontohkan Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم maka tidak boleh kita melaksanakan sesuatu dalam koridor Ibadah tanpa contoh.

      Kesimpulannya:
      Antum boleh ikut acara kantor, tetapi tidak mengikuti acara do’a bersama-nya sedapat mungkin.

      Semoga jelas adanya… Barokalloohu fiika

      • 27 May 2013 1:16 pm

        AlhamduliLLAAH ‘ilmu baru lagi buat Ana Ustadz, JazakaLLOOHU Khair atas jawabannya Ustadz….. Afwan Ustadz, kira-kira ada media lain ga selain blog ini, agar pertanyaan Ana bisa direspon lebih cepat. Afwan sekali lagi Ustadz, Ana yakin tertundanya jawaban Ustadz karena kesibukan dan memang kalau Ana liat banyak sekali pertanyaan yang masuk. Namun kadang-kadang Ana butuh jawaban yang agak cepat, seperti pertanyaan Ana di atas. Ana mengirimkan pertanyaan tersebut karena memang malamnya ada rencana acara ramah tamah dengan Direksi di kantor, dan Ana diminta memimpin do’a, tapi AlhamduliLLAAH ana menolak, karena memang Ana pernah dengar bahwasanya Do’a Berjama’ah itu termasuk dalam perkara yang Bid’ah. Tapi Ana bingung jawabnya pas ditanyain sama teman di kantor kenapa menolak, karena belum mumpuni ilmunya.

      • 27 May 2013 9:29 pm

        Afwan jiddan ya akhi… Memang terkadang pertanyaan tidak dapat langsung terjawab, hal itu dikarenakan keterbatasan waktu dan tenaga akibat kesibukan Ustadz dalam mengajar, ceramah serta banyaknya pertanyaan yang masuk… namun apabila sekiranya antum membutuhkan jawaban lebih cepat, maka antum bisa mencoba untuk konsultasi langsung per telphone yang nomornya telah diemailkan ke email antum. Silakan antum check email antum…. Barokalloohu fiika.

  324. zakaria permalink
    18 May 2013 10:32 pm

    Asslammualaikum…
    Ustadz saya ada pertanyaan,
    Saya sekitar 1 bulan yang lalu ada meminjam uang kepada PNPM mandiri untuk menambah modal usaha, modal tersebut digunakan untuk membeli beberapa peralatan, yang pembayarannya dicicil selama 10 bulan dengan di kenakan bunga, jadi jelas yang Meminjamkan menggunakan sistem riba, berarti haram dan dosa. Yang menjadi pertanyaan saya ustadz, bagaimana posisi saya (si Peminjam uang); bolehkah saya meminjam kepada mereka menurut aturan Islam?

    Karena saya ada membaca orang yang masuk kedalam riba itu yang Meminjamkan uang dengan bunga, juru tulis dan saksi-saksinya. Saya tidak tahu sampai sekarang apakah si Peminjam uang juga termasuk berbuat dosa? Mohon PENJELASAN Ustadz tentang masalah ini dengan sejelas-jelasnya supaya saya jadi faham.

    • 24 May 2013 1:17 pm

      Wa ‘alaikumussalaam Warohmatulloohi Wabarokaatuh,

      Sesungguhnya PEMINJAM UANG & membayar uang dengan sistem bunga atau tambahannya itu adalah (juga termasuk) Riba. Apalagi jika ditentukan dengan angka tertentu dimuka.

      Semoga Allooh Subhaanahu Wa Ta’aalaa menghindarkan anda daripadanya. Aamiiin.

  325. curenia-one permalink
    19 May 2013 9:00 pm

    Asslamu’alaikum wr. wb.
    ustadz, Apa makna sebenarnya dari kata “taqiyah”, karena banyak dari non muslim yang menggunakan istilah ini sebagai senjata untuk memojokkan Islam. Saya sudah mencoba mencari dan menemukan bahwa arti taqqiyah adalah “untuk mencegah”, tapi orang-orang non muslim ngotot kalau artinya “berbohong atau berdusta”. mohon penjelasannya. terimakasih. Jazaakumullahu khairan

    • 24 May 2013 1:09 pm

      Wa ‘alaikumussalaam Warohmatulloohi Wabarokaatuh,

      TAQIYAH itu artinya adalah “BERTAMENG”. Dia menggunakannya pada saat dia perlu agar dia aman, pada saat dia menghadapi keadaan yang dihadapinya. Seperti halnya orang yang menghalangi diri dengan menggunakan Tameng saat berperang.

      Orang-orang Syi’ah biasanya menggunakan “TAQIYAH” ini dalam bentuk pengelabuan diri dan pada hakekatnya adalah dusta. Dia menghadapi orang yang tidak se-‘aqiidah dan sepemikiran dengannya, tetapi dalam waktu yang sama dia harus aman. Jangan sampai kelemahannya diketahui oleh orang yang sedang dihadapinya. Misalnya, dia berpura-pura menjadi Ahlus Sunnah; padahal sesungguhnya dia sedang bergerak masuk menyerang Ahlus Sunnah dengan Tameng-nya berupa “TAQIYAH”.

      Jika kata “TAQIYAH” ini digunakan, maka maknanya sama, fungsinya sama; yaitu DUSTA & PURA-PURA UNTUK MENUTUPI DIRI dalam menghadapi keadaan yang dihadapinya.

      Semoga jelas adanya… Barokalloohu fiika

  326. ibnu permalink
    20 May 2013 5:11 pm

    Assalaamu’alaikum warohmatulloohi wabarokaatuh

    Jihad Itu Kan Terasa Manis & Segar Selama Hujan Turun Dari Langit.
    “Akan Datang Suatu Masa Pada Manusia, Yang Pada Masa Itu Ada Ulama Diantara Mereka Yang Mengatakan: “Sekarang Itu Bukan Masanya Jihad Lagi“.
    Siapa Yang Mengalami Masa Tersebut, Maka Sebaliknya – Masa Tesebut Adalah (Masa) Jihad.”
    Mereka (Para Shahabat) Bertanya: “Wahai Rasulullaah….. Adakah Orang (Ulama) Yang Berkata Sedemikian Itu….?
    Beliau Shalallaahu ‘Alaihi Wa Sallam Menjawab: ” Ya (Ada),Yaitu Orang Yang Dilaknat Oleh Allaah, Para Malaikat Beserta Segenap Manusia….!
    (HR. Said Ibnu Mansyur)

    Apa derajat hadits diatas Ustad? Riwayat siapa dan ada di kitab apa?.. Syukron

    • 31 May 2013 8:25 pm

      Wa ‘alaikumussalaam Warohmatulloohi Wabarokaatuh,

      Perkataan itu BUKAN HADITS. Tetapi PERKATAAN AL IMAAM AL HASAN AL BASHRI رحمه الله, diriwayatkan oleh Said bin Manshuur رحمه الله (– Said bin Manshuur رحمه الله adalah Imam Ahlus Sunnah Wal Jamaa’ah, wafat tahun 227 H –) dalam Sunnan-nya Jilid 2 halaman 143 no: 2368, ketika beliau meriwayatkan beberapa atsar yang menetapkan bahwa Jihad adalah tetap berlaku hukum Wajibnya hingga Hari Kiamat.

      Naskah Arabnya adalah sebagai berikut:

      عَنِ الْحَسَنِ ، أَنَّهُ قَالَ : سَيَأْتِي النَّاسَ زَمَانٌ يَقُولُونَ : لاَ جِهَادَ ، فَإِذَا كَانَ ذَلِكَ فَجَاهِدُوا ، فَإِنَّ الْجِهَادَ أَفْضَلُ

      Artinya:
      Akan datang pada manusia suatu zaman, mereka mengatakan, “Tidak ada Jihad.”
      Jika hal itu terjadi, maka ber-jihadlah kalian. Sesungguhnya Jihad itu adalah seutama-utama amalan.”

      Jadi, pernyataan ini adalah merupakan bukti bahwa orang yang mengatakan “Tidak ada Jihad” seperti pada zaman kita sekarang ini misalnya, maka sikap itu telah diingkari oleh para ‘Ulama dan para Imaam Ahlus Sunnah Wal Jamaa’ah. Justru, pemahaman yang benar tentang Jihad adalah bahwa Jihad itu adalah tetap berlaku hukum Wajib-nya hingga Hari Kiamat.

      Demikianlah semoga jelas adanya… Barokalloohu fiika.

      • ibnu permalink
        1 June 2013 3:59 pm

        Alhamdulillah syukron ustadz

  327. abu syamil permalink
    21 May 2013 8:20 am

    Ustad, Apakah realitas yang terjadi bisa dijadikan sebagai dasar pengambilan suatu hukum ? Contohnya, ketika kita melihat bahwa banyak organisasi yang bersikap ghuluw terhadap organisasinya, apakah kemudian kita bisa menyatakan bahwa hukum organisasi terlarang karena menimbulkan ashobiyah berdasarkan realitas yang terjadi ? Bisa dijelaskan ustad, secara mendetail mengenai masalah ini ?

    • 21 May 2013 3:05 pm

      Wa ‘alaikumussalaam Warohmatulloohi Wabarokaatuh,

      Yang jelas, KALAU tatanan DALAM SUATU MASYARAKAT itu SUDAH SECARA TOTALITAS MENJALANKAN SYARI’AT ISLAM, maka ORGANISASI TIDAK PERLU ADA. Karena semua tatanan yang dibutuhkan oleh masyarakat tersebut sudah tertampung dan terjawab, karena dikala itu Syari’at Islam sudah tegak.

      Akan tetapi, KALAU SYARI’AT ISLAM itu MASIH GHOIB, bahkan jauuuhhh dari pelaksanaan, bahkan Syari’at masih dianggap aneh disuatu kaum / negeri; maka ORGANISASI / LEMBAGA / INSTITUSI / MAJELIS / FORUM masih DIPERLUKAN; SELAMA VISI dan MISI-NYA JELAS, SESUAI DENGAN SYARI’AT dan KONSEKWEN dilaksanakan.

      Tentang perbedaan tidak perlu diingkari, karena perbedaan itu adalah Sunnatullooh. Jangankan yang masih bisa ditolerir, yang tidak bisa ditolerir pun pasti adanya.

      Maka jika perbedaan itu sekedar variasi dikarenakan sukunya berbeda, wataknya berbeda, kecenderungannya berbeda, keahliannya berbeda, tempat hidupnya berbeda; maka perbedaan yang seperti ini hendaknya ditolerir.

      Adapun berbeda DALAM PERKARA SUBSTANSIAL misalnya: Tuhannya berbeda, Pedomannya berbeda, Keyakinannya berbeda, Cara Ibadahnya berbeda, dan perkara substansial lainnya; maka yang demikian itu adalah PERBEDAAN yang TIDAK DIPERBOLEHKAN.

      Jika perbedaan (dalam KATEGORI yang TIDAK SUBSTANSIAL sebagaimana yang disebutkan pertama) itu ada, akan tetapi antar individu satu sama lainnya saling tenggang rasa, saling memahami, saling tolong-menolong; maka keberadaan organisasi adalah diperlukan untuk menyatukan mereka; KARENA SYARI’AT ISLAM dikala itu MASIH GHOIB, jumlah Muslimin yang harus dibina dan dikoordinir itu sangatlah banyak, dan dalam berbagai bidang pun masih banyak yang lemah. Dikala kondisi masih seperti ini, maka ORGANISASI itu diperlukan sebagai WASILAH / MEDIA untuk MEMBINA KAUM MUSLIMIN.

      Jadi jika terjadi miskomunikasi antar anggota organisasi, atau antar organisasi yang satu dengan organisasi yang lainnya, atau antar lembaga yang satu dengan lembaga yang lainnya, atau antar komunitas yang satu dengan komunitas yang lainnya; maka hendaknya MASING-MASING PIHAK TETAP BERPEGANG TEGUH pada PEDOMAN YANG BENAR (yakni: Al Qur’an, As Sunnah yang Shohiihah, diatas pemahaman para Pendahulu Ummat yang Shoolih dan para Imam yang mu’tabar), ada tekad baik untuk damai (islah), ada tekad baik untuk saling mencari kebenaran dengan akhlaq yang luhur dan menghormati pendapat orang lain. Selama itu semua dilakukan diatas dalil yang benar, maka hendaknya miskomunikasi segera dicairkan dan didamaikan; bukannya diperuncing dan dijadikan sebagai alasan untuk “perang saudara” dan saling membenci diantara mereka.

      Ada hal yang perlu Ustadz tambahkan, yaitu bahwa tidak hanya Ormas, akan tetapi Pesantren, Yayasan, Majelis Ta’lim, Televisi, Radio, Majalah, Koran dll tidak dapat disangkal lagi semua itu tidak ada di zaman Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم.

      Jadi sebagai contohnya:
      Apabila Yayasan / Radio / Majelis Ta’lim / Ormas digunakan untuk menyuburkan kesyirikan, kebid’ahan, hizbiyyah, ashobiyyah dan taqlid maka hukumnya haroom.

      Akan tetapi kalau Yayasan / Radio / Majelis Ta’lim / Ormas digunakan untuk menyebarkan Sunnah Rosuul, menumbuhsuburkan orang yang taat hanya beribadah pada Allooh سبحانه وتعالى, menyerukan persatuan ummat dan membenci perpecahan ummat – hizbiyyah – taqlid – ashobiyyah, bertolong-tolongan dalam kebajikan dan taqwa dan menolong orang yang membutuhkan pertolongan maka sesungguhnya itu adalah perkara yang terpuji.

      Jadi itu semua adalah hanya merupakan MEDIA / WASILAH yang berfungsi sebagai alat dan sarana untuk sampainya risalah dakwah pada ummat.

      Oleh karena itu, selama Tujuan dan Target yang dibidik adalah Syar’ie maka Wasilah-nya adalah menjadi Syar’ie jika tidak ada penyimpangan didalamnya.

      Dan sebagai tolok ukurnya adalah:
      1) Tujuan dan Target-nya harus benar dan sesuai dengan Syar’ie
      2) Cara atau sistem yang dipakai tidak menyalahi Syar’ie
      3) Pedoman dan Ideologi yang bertolak darinya juga Syar’ie
      4) Kegiatan yang dilakukan juga sesuai dengan syar’ie,
      Maka bila ini semua terpenuhi maka MEDIA / WASILAH itu pun tergolong benar/ syar’ie.

      Dengan demikian, jangan antum berpikir bahwa hanya Ormas (Organisasi Massa) saja yang berpotensi untuk menjadi Media yang diselewengkan untuk menumbuhsuburkan hizbiyyah, ashobiyyah dan taqlid; namun Yayasan / Radio / Majelis Ta’lim atau Media-Media lainnya pun berpotensi untuk diselewengkan kepada perkara yang Harom, seperti hizbiyyah, ashobiyyah dan taqliid.

      Jadi hendaknya, kita sebagai Ahlus Sunnah Wal Jamaa’ah memahami dengan tolok ukur apa suatu Media itu dapat dikembangkan menjadi sesuatu yang Syar’ie atau malah digunakan untuk mengembangkan sesuatu yang Harom.

      Para ‘Ulama Ahlus Sunnah Wal Jama’ah telah jauh-jauh hari memberikan fatwa tentang BOLEHNYA ORMAS, contoh: Syaikh Muhammad bin Shoolih Al Utsaimin, Syaikh ‘Abdul Aziiz bin Baaz, Syaikh Nasiruddin al Albaany رحمهم الله dan Syaikh ‘Abdullooh bin Jibrin.

      Sangatlah naif, bila seluruh musuh-musuh Islam (Yahudi, Nashroni, Syi’ah, Liberalisme, Sekulerisme dll) bersatupadu untuk menghancurkan Islam dan Sunnah; lantas orang-orang yang mengaku bermanhaj ahlus sunnah wal jama’ah menolak untuk bersatu membentuk suatu bangunan yang kokoh, penuh ukhuwwah, hanya karena alasan MUNGKIN suatu saat bisa berkembang menjadi hizbiyyah/ partai politik. Padahal, secara hukum syar’ie, jika sesuatu itu bernilai KEMUNGKINAN maka kita TIDAK BOLEH BERDALIL DENGANNYA (dengan yang masih bernilai “Kemungkinan” tersebut).

      Demikianlah semoga hal ini jelas bagi antum dan bagi kaum Muslimin, serta pembaca pada umumnya… Barokalloohu fiika

  328. riki permalink
    23 May 2013 4:11 pm

    Assalamu’alaikum..

    Saya ada pertanyaan,

    Bagaimana hukumnya bekerja di perusahaan payment gateway,
    jadi perusahaan tersebut menyediakan jasa pembayaran melalui ATM, EDC, dll (pembayaran secara elektronik).

    Di departemen saya, saya hanya menangani ATM saja, jadi perusahaan hanya mengambil biaya administrasi dari transaksi yang dilakukan.

    Dan bagaimana kalau pembayarannya dengan kartu keredit.

    Syukron

    • 31 May 2013 10:43 pm

      Wa ‘alaikumussalaam Warohmatulloohi Wabarokaatuh,

      Menjadi biro jasa bagi pengiriman apa pun termasuk uang, in syaa Allooh adalah Boleh; selama dia bukan merupakan transaksi jual beli uang yang mengandung unsur Riba. Termasuk pula dengan Kartu Kredit, karena biro jasa hanya berhubungan dengan pemilik kartu kredit yang menggunakan kartunya sebagai alat transaksi.

      Barokalloohu fiika.

  329. Irfan permalink
    24 May 2013 3:33 pm

    Assalammu’alaikum,
    Ustadz, putri saya umur 2 tahun rencana ke depan mulai usia SD akan saya pondokan begitu juga adik-adiknya. Kami dari keluarga miskin ilmu, lingkungan rumah juga gak islami. Bagaimana cara agar anak saya nyaman dengan dunia pesantren nantinya? Apakah normal jika anak-anak yang dimasukan pesantren nangis-nangis,dll? Mohon saran.

    • 1 June 2013 7:21 pm

      Wa ‘alaikumussalaam Warohmatulloohi Wabarokaatuh,

      Dalam dunia sosial seperti yang kita hidup didalamnya ini, menurut Ustadz lembaga pendidikan lebih kondusif untuk mendidik, menanamkan nilai-nilai dan karakter yang sesuai kehendak Allooh سبحانه وتعالى adalah pesantren.

      Hal itu dikarenakan berbagai alasan yang tidak dapat dijelaskan secara panjang lebar disini. Oleh karena itu, agar anak kita menjadi anak keturunan yang shoolih maka harus serius kita bentuk mereka dengan pedoman yang benar melalui do’a kepada Allooh سبحانه وتعالى, mengkondisikan anak-anak, memberi contoh, dan membiasakan dengan pendidikan yang baik.

      Memang disadari, jangankan anak kecil, kita yang sudah dewasa pun butuh perhatian orang yang terdekat dari kita. Anak kah, istri kah, saudara kah, bahkan orangtua. Oleh karena itu, menangis adalah ungkapan normal dan wajar, tetapi berdasarkan apa yang selama ini ditemui maka hal itu adalah pada saat-saat adaptasi saja. Setelah itu, relatif tidak bermasalah.

      Yang diperlukan adalah keyakinan yang lurus dan tulus, do’a yang sungguh-sungguh, upaya yang gigih, kepercayaan yang penuh, dan tanamkan bahwa semua itu dilakukan adalah karena rasa sayang & agar ia menjadi anak yang shoolih, dan bukan karena yang selainnya. Semua itu adalah agar memberi manfaat, serta memperoleh bahagia dunia & akherat.

      Barokalloohu fiika.

  330. 25 May 2013 12:48 pm

    Assalamu’alaikum warohmatullooh.
    Ustadz ingin tanya: Seorang Ibu yang meninggalkan harta warisan sebuah rumah, apakah harta warisan tsb harus segera dibagikan pada anak-anaknya (ahli warisnya)? Sedangkan rumah tersebut masih ditempati oleh sebagian ahli warisnya? Terimakasih. Jazakalloh khoiron

    • 1 June 2013 7:16 pm

      Wa ‘alaikumussalaam Warohmatulloohi Wabarokaatuh,

      Jika seseorang meninggal dunia dan meninggalkan harta, maka yang harus ditunaikan oleh pihak yang hidup adalah sebagai berikut:
      1) Penyelenggaraan jenazah, yang diambil dari harta si mayyit.
      2) Jika masih tersisa dari harta si mayyit, maka bayarkan hutang-hutang si mayyit.
      3) Jika masih tersisa lagi, maka tunaikan apa yang menjadi wasiatnya dan apa yang menjadi tanggungannya.
      4) Jika masih tersisa lagi, maka bagikanlah kepada ahli warisnya sebagaimana telah diatur dalam Ilmu Faroidh (Hukum tentang Waris).

      Seandainya harta yang seharusnya dibagi untuk ahli waris itu bernilai barang dan bukan uang, maka jadikan benda itu menjadi nilai uang saat pembagian (dinilaikan dengan nilai uang); kemudian asumsikan dalam jumlah prosentasi, misalnya sebagai contoh: bagian seseorang adalah 15 persen dari rumah, ataukah 30 persen dari rumah, dan seterusnya.

      Dan sebaiknya, bahkan semestinya pihak yang mampu dari ahli waris, atau yang akan meninggali rumah peninggalan tersebut menebusnya dan membayarkannya kepada ahli waris lain yang tidak meninggali (menempati) rumah tersebut, atau tidak berminat menempatinya, atau membutuhkan uang dari bagian warisnya sesuai dengan jumlah prosentasi uang yang hendaknya menjadi bagian ahli waris itu dari rumah tersebut (sebagaimana penjelasan diatas).

      Seandainya sampai waktu beberapa tahun berlalu, baru bisa tercairkan dalam bentuk nilai uang, maka yang menjadi landasan adalah bagian yang sudah dibentuk dalam prosentasi sebagaimana telah dijelaskan diatas.

      Demikianlah semoga jelas adanya… Barokalloohu fiik.

  331. 27 May 2013 1:32 pm

    Assalamu’alaykum Ustadz, Afwan Ustadz ada yang mau ana tanyain lagi, mudah-mudahan ALLOOH memberi kesabaran buat Ustadz dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan kita orang-orang awam.

    Pertanyaannya sebenarnya dari temen Ana Ustadz, dia sering menyelenggarakan kompetisi futsal di kampusnya dan di daerah dekat rumahnya. Dia menanyakan kepada Ana mengenai hukum menjalankan kompetisi tersebut. Jadi mohon penjelasan Ustadz mengenai hukum melaksanakan kompetisi dengan konsep sebagai berikut:

    1. Seluruh peserta kompetisi ditarik iuran pendaftaran dengan jumlah tertentu
    2. Setelah terkumpul sebagian dari dana tersebut dipakai untuk administrasi kompetisi, seperti sewa lapangan, bayar wasit, beli bola dan lain-lain.
    3. Sebagian lagi dari dana tersebut dijadikan hadiah untuk pemenang juara 1, 2 dan 3, dan kadang-kadang juga ada hadiah untuk pencetak gol terbanyak.
    4. Panitia pun juga mendapat keuntungan dari denda kartu merah dan kuning yang diterima oleh pemain.

    Mohon penjelasannya Ustadz, apakah boleh menjalankan kompetisi dengan konsep seperti ini?

    Dan juga pertanyaan tambahan dari Ana Ustadz, mengenai cara memaknai Hadits (koreksi Ana klu salah) “Sesungguhnya seluruh permainan itu adalah Bathil, kecuali memanah.”
    Apakah Haditsnya Shohih Ustadz???
    Kalau Iya apakah maknanya Mutlak, bahwa seluruh permainan (termasuk Futsal) selain dari memanah atau yang sejenis dengannya adalah Bathil???

    Mohon penjelasannya Ustadz BarakaLLOOHU fik

    • 20 June 2013 5:49 pm

      Wa ‘alaikumussalaam Warohmatulloohi Wabarokaatuh,

      I) Boleh selama:
      1) Semata-mata dilakukakan untuk prestasi berolahraga khususnya futsal
      2) Tidak ada unsur judi.
      3) Tidak memicu permusuhan
      4) Tidak mengabaikan waktu dan pelaksanaan sholat
      5) Tidak terbuka aurotnya
      6) Tidak ada unsur musik
      7) Tidak ada unsur yang melanggar Syar’ie lainnya
      8) Tidak ada unsur keyakinan yang menyimpang dari yang semestinya

      II) Maksudnya olahraga yang dianjurkan oleh Rosuulullooh Sholalloohu ‘Alaihi Wassallam adalah memanah, karena didalamnya mengandung hikmah sebagai berikut:
      1) Panah adalah bagian perangkat jihad fii sabiilillah. Oleh karena itu olah raga memanah adalah bukan sekedar olahraga.
      2) Olahraga memanah mempertajam konsentrasi untuk membidik sasaran dengan tepat.
      3) Olahraga memanah melatih kedisiplinan, kecermatan dan ketelitian.

      Adapun olahraga yang tidak terdapat anjurannya didalam Sunnah, maka hukum asalnya adalah TIDAK TERKAIT DENGAN IBADAH, tetapi TERKAIT DENGAN PERKARA DUNIAWI yang hukum asalnya adalah Boleh, kecuali jika berbenturan dengan koridor Syar’ie.

      Demikianlah, semoga jelas adanya… Barokalloohu fiika

      • 26 June 2013 4:26 pm

        JazakaLLOOHU Khair Ustadz atas Jawabannya, namun ada hal yang ana ingin lebih perjelas lagi yaitu mengenai jawaban Ustadz:

        “2) Tidak ada unsur judi”

        Seperti yang Ana sampaikan sebelumnya pada poin 3 dari pertanyaan Ana:

        “3. Sebagian lagi dari dana tersebut (uang pendaftaran yang terkumpul dari para peserta) dijadikan hadiah untuk pemenang juara 1, 2 dan 3”

        Jadi konsep pemberian hadiah dalam kompetisi ini adalah dengan mengumpulkan uang dari seluruh peserta dan memberikannya kepada pemenangnya (walaupun hanya sebagiannya).

        Pertanyaan Ana, bukankah perjudian juga menggunakan konsep yang sama? yaitu mengumpulkan uang dari seluruh peserta (dipegang oleh Bandar misalnya) lalu seluruh peserta beradu keahlian dalam sebuah permainan (misal: kartu, Dadu, atau permainan lainnya), lantas dari hasil permainan itu muncullah seorang pemenang yang berhak atas uang yang sebelumnya terkumpul pada Bandar.

        Mohon penjelasan yang lebih detail dalam poin ini Ustadz, karena sampai saat ini Ana masih meyakini keduanya pada hakekatnya adalah sama, perbedaanya adalah di jenis permainannya saja, yang satu kartu, dadu, domino dan yang satunya lagi futsal, basket, atau bulu tangkis.

        Mungkin Ustadz dapat menjelaskan perkara-perkara yang terlewat dari benak Ana, yang sebenarnya merupakan pembeda antar keduanya.

        BarakaLLOOHU fiik

      • 28 June 2013 4:24 pm

        Benar bahwa dana yang terkumpul, judi dan bukan judi, itu bisa sama; yaitu dari pendaftaran atau setoran wajib bagi Peserta.

        Tetapi perlu diingat, bahwa JUDI ITU ADALAH UNDI NASIB, SEDANGKAN LOMBA ITU ADALAH ADU KETANGKASAN DAN KEAHLIAN YANG NYATA SERTA TIDAK BERDASARKAN PADA UNDI NASIB (BERSIFAT SPORTIF) dimana siapa yang menang karena kekuatan, kepandaian dan keahliannya maka dialah juaranya.

        Sementara kalau DADU itu lewat lemparannya adalah memang UNDI NASIB, demikian pula DOMINO lewat kocokan kartunya juga adalah karena faktor UNDI NASIB.

        Jadi itu tidaklah sama…. demikianlah, semoga jelas bagi anta… Barokalloohu fiika.

      • 2 July 2013 4:51 pm

        Sekali lagi JazakaLLOOHU Khair atas jawabannya Ustadz, AlhamduliLLAAH Ana dapat memahami jawaban Ustadz, namun terus terang jawaban Ustadz memang jauh berbeda dari pemahaman Ana selama ini terhadap perkara yang dianggap sebagai perjudian.

        Kalau boleh Ana simpulkan dari jawaban Ustadz, judi atau tidaknya satu perkara dilihat dari jenis permainannya, apakah mengandung unsur adu Nasib atau tidak. Sedangkan pemahaman ana selama ini, judi atau tidaknya dilihat dari metode pemberian imbalan kepada pemenang. Selama ini yang ana pahami sesuatu dikatakan judi apabila imbalan yang diterima oleh pemenang merugikan pihak yang kalah, apapun jenis permainannya.

        Namun berdasarkan penjelasan Ustadz diatas maka timbul lagi pertanyaan Ana mengenai fenomena yang sering terjadi ditempat-tempat penyewaan Futsal, yaitu Taruhan Futsal atau Sepak bola. Dimana satu tim dengan tim lainnya bersepakat untuk mengumpulkan sejumlah uang yang nantinya akan diperebutkan oleh kedua tim tersebut melalui pertandingan Futsal. Pendek kata Tim yang menang mendapatkan seluruh uang yang terkumpul.

        Pertanyaan Ana halalkah pertaruhan seperti itu? Mengingat jalan yang ditempuh untuk mendapatkan imbalan yang dipertaruhkan itu adalah adu ketangkasan (dalam hal ini Futsal) bukan adu nasib seperti kartu, domino, dan dadu…. Mohon pencerahannya Ustadz, karena perkara seperti ini sering sekali Ana temukan di lapangan Futsal, walaupun sejauh ini Ana belum pernah mempraktikan pertaruhan seperti ini ketika bermain futsal. BarakaLLOOHU Fik

      • 27 July 2013 5:34 pm

        Wa ‘alaikumussalaam Warohmatulloohi Wabarokaatuh,

        Ustadz tidak setuju dengan istilah “TARUHAN” (Futsal), karena “TARUHAN” itu adalah istilah yang dipakai dalam perjudian. Walaupun tidak ada kepentingan untuk banyak perdebatan dalam istilah, namun kata “IURAN” adalah LEBIH TEPAT dalam hal ini dan lebih dekat kepada apa yang antum maksudkan dalam pertanyaan diatas.

        Untuk jelasnya, tolong diperhatikan poin-poin berikut ini, agar terbedakan antara PERSAINGAN PRESTASI dengan UNDI NASIB, yaitu:
        1) Item yang diperlombakan adalah MURNI KETERAMPILAN, KELIHAIAN dan KEAHLIAN; baik perorangan maupun secara team. BUKAN UNDIAN / UNDI NASIB.
        Contohnya :
        Kalau UNDI NASIB itu adalah UANG TARUHAN ditaruh diatas meja “Roulette”, lalu pemain memutar meja “Roulette” tersebut, lalu ketika meja Roulette berhenti berputar maka disitulah Nasib dia itu ditentukan: untung atau rugi kah.
        Sedangkan kalau KETERAMPILAN / ADU PRESTASI, uang IURAN disetor saat mendaftar, kemudian pertandingan diberlangsungkan, lalu siapa yang mampu mengungguli lawannya sesuai dengan kriteria yang disepakati dalam pertandingan dengan sportif maka dialah yang menang.
        Kedua hal diatas ini berbeda.
        2) IURAN agar acara pertandingan dapat berjalan dan memicu prestasi, boleh dilakukan; selama tidak bermakna isrof dan tabdziir. Artinya hendaknya Iuran itu masih dalam batas kewajaran.
        3) Pertandingan pun harus dalam koridor yang TIDAK DILARANG / TIDAK MENYELISIHI kaidah SYAR’IE; seperti: TINJU karena dia adalah lomba memukul wajah, GULAT BEBAS yang bisa berakibat pada korban nyawa, dan sejenis itu.
        4) Tujuan diadakannya kompetisi ini adalah semata-mata mencari KEUNGGULAN PRESTASI; dan bukan untuk terjadinya hal-hal yang dilarang oleh Syari’at seperti permusuhan, tawuran, dan sejenisnya.
        5) Hal lain yang perlu diperhatikan adalah tidak boleh terbuka aurot, tidak boleh menyia-nyiakan waktu sholat, tidak boleh menghadirkan musik, dan hal-hal lain yang menyelisihi Syari’at.

        Demikianlah semoga jelas adanya…. Barokalloohu fiika.

      • Raihan Bhasoean permalink
        7 August 2013 2:21 pm

        BarakaLLOOHU Fik atas jawabannya Ustadz, alhamduliLLAAH sudah jelas sekarang… Wassalamu’alaykum

  332. kiki permalink
    29 May 2013 7:25 am

    Assalaamu’alaikum Ustadz, boleh minta nomor telphone-nya? Jazakalloohu khoiron

    • 29 May 2013 9:25 am

      Wa ‘alaikumussalaam Warohmatulloohi Wabarokaatuh,
      Nomor telah diemailkan ke antum, silakan antum check email antum… Barokalloohu fiika

  333. vira permalink
    29 May 2013 8:32 pm

    Assalamualaikum Ustad, saya mau tanya ustad, apakah boleh membuat pesta pernikahan yang besar-besaran? Dan untuk pengadaan pesta tersebut, siapa yang harus lebih besar membiayai pernikahan tersebut ustad? Apakah pihak keluarga wanita yang harus lebih besar karena diakukan dikediaman perempuan? Karena pihak laki- laki telah memberikan mahar dan akan membiayai acara pesta selanjutnya dikediaman pria. Dan mohon panduannya ustad cara menikah dan merayakan pernikahan yang diridhoi Allah. Terima kasih banyak ustad. Wassalamuallaikum Ustad.

    • 21 June 2013 11:33 am

      Wa ‘alaikumussalaam Warohmatulloohi Wabarokaatuh,

      1. Sebenarnya ISLAM ITU MENGAJARKAN SEDERHANA & MEMBENCI FOYA-FOYA, BERLEBIHAN & MUBADZIR.

      2. Pernikahan itu ada 2:
      a) Akad Nikah, Akad Nikah ini adalah sebagai prosesi pengesahan dan penghalalan hubungan dan ikatan suami istri. Dari yang Harom dilakukan sebelum Akad Nikah; lalu menjadi Halal setelah Akad. Untuk sahnya Akad Nikah haruslah perkara berikut ini lengkap:
      – Calon Suami
      – Calon Istri
      – Wali Calon Istri
      – 2 orang Saksi (laki-laki) Muslim
      – Mahar dari Calon Suami untuk diberikan menjadi Hak sang Istri
      – Redaksi Ijab yang dinyatakan oleh Wali Calon Istri.
      – Qobul, yaitu Redaksi yang berisi penerimaan dari apa yang tersirat dalam apa yang diakadkan oleh Wali Calon Istri untuk kemudian diterima oleh sang Suami; bahwa Wanita yang akan dinikahinya itu diterima menjadi istrinya.
      Apabila prosesi ini telah sempurna dilaksanakan, maka Laki-laki dan Wanita pun menjadi terikat oleh ikatan Hak dan Kewajiban sebagai Suami dan Istri yang Sah dan Halal menurut Syari’at Islam.

      b) Adapun Walimah yang kebanyakan orang mengenalnya dengan istilah WALIIMATUL URSY, atau PESTA PERKAWINAN atau PESTA PERNIKAHAN; maka hukumnya adalah SUNNATUN MUAKKADAH (Sunnah yang sangat ditekankan), artinya jika dia tidak mampu untuk melaksanakannya, maka itu tidak membatalkan status Akad Nikahnya dan TIDAK BERDOSA.
      Walaupun demikian, Waliimah ini hendaknya memperhatikan poin-poin sebagai berikut agar sesuai dengan Syari’at :
      – Berniat Ikhlas karena Allooh سبحانه وتعالى bahwa Waliimah adalah tuntunan Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم yang hukumnya Sunnah Muakkadah sebagaimana yang telah disebutkan diatas, dan bukan untuk pamer / berbisnis
      – Waliimah adalah menjadi TANGGUNGJAWAB SUAMI, karena demikian Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم menganjurkannya.
      – Tidak boleh ada ma’shiyat didalamnya, baik berupa gambar, musik, lagu atau joget.
      – Tidak boleh pula bercampur antara laki-laki dan perempuan.
      – Tidak boleh ishroof (berlebihan) dan tabdziir (mubadzir)
      – Tidak boleh hanya mengundang orang kaya saja.

      Demikianlah, semoga jelas adanya…. Barokalloohu fiiki

  334. Fitriyani permalink
    3 June 2013 10:14 am

    Assalammualaikum Wr. Wb., Pak Ustadz, saya mau bertanya mengenai sikap Nusyuz. Saya pernah membaca baik mengenai sikap nusyuz istri kepada suami, maupun sikap nusyuz suami kepada istri. Dikatakan bahwa istri tidak mendapat warisan dari suaminya jika si istri masih bersikap nusyuz kepada suaminya hingga suami meninggal dunia. Namun tidak dibahas jika suami yang bersikap nusyuz kepada istrinya, hingga si istri meninggal dunia. Yang ingin saya tanyakan, bagaimana jika suami yang bersikap nusyuz kepada istrinya hingga si istri meninggal dunia? Demikian Pak Ustadz, wasalammualaikum Wr. Wb.

  335. 7 June 2013 8:37 am

    Assalamu’alaykum wr wb ustadz, ana mau nanya masalah uang umat, ana sebagai pengurus masjid di kampus ana, ana masih bingung dalam pengelolaan keuangan umat. Di kampus ana ada kotak tromol Jum’atan, kotak infaq harian, dan kotak anak yatim. Yang ana tanyakan, uang umat digunakan apa aja ya yang syar’i? Dan uang tromol Jum’atan dan infaq harian itu uang umat sama atau beda ya ustadz???? Mohon penjelasan dan bimbingan masalah keuangan umat, ustadz.

    • 20 June 2013 5:44 pm

      Wa ‘alaikumussalaam Warohmatulloohi Wabarokaatuh,
      Semua dana yang didapat oleh Masjid sebagaimana tersebut dalam pertanyaan antum diatas; selain yang untuk anak yatim maka boleh digunakan untuk kemaslahatan masjid, contoh: untuk transportasi Khotib dan Imam masjid dan biaya operasional masjid lainnya…. Barokalloohu fiika.

  336. 15 June 2013 11:03 pm

    Ibnu
    Dikirim pada 2013/06/06 pukul 7:37 pm

    Assalaamu’alaikum ustad
    Ana mau bertanya tentang hadits wajib taat kepada pemimpin. Nah masalahnya pemimpin yang bagaimana? Apakah yang berhukum kepada thogut, apa kepada pemimpin yang menggunakan hukum Al Quran dan Sunnah? .. Kalau taat pada pemimpin yang memakai hukum thogut, kaya’nya haditsnya kurang pas penempatannya, bener ga ustad.. terus kalau taat kepada pemimpin yang berhukum kepada Al Quran dan Sunnah juga gak mungkin ustad, karena tidak ada lagi Khalifah, karena menurut Hadits Nabi masa kekhalifahan itu hanya 30 tahun. Mohon jawabannya ustad jika ada yang gak bener, mohon diluruskan. Syukron

    JAWABAN:

    ustadzrofii

    Dikirim pada 2013/06/15 pukul 10:52 pm | Sebagai balasan ke ibnu.

    Wa ‘alaikumussalaam Warohmatulloohi Wabarokaatuh,

    1) Allooh سبحانه وتعالى berfirman dalam Al Qur’an Surat An Nisaa’ (4) ayat 59 sebagai berikut:

    يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ أَطِيعُواْ اللّهَ وَأَطِيعُواْ الرَّسُولَ وَأُوْلِي الأَمْرِ مِنكُمْ فَإِن تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللّهِ وَالرَّسُولِ إِن كُنتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ ذَلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلاً

    Artinya:
    Hai orang-orang yang beriman, ta`atilah Allooh dan ta`atilah Rosuul-(Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allooh (Al Qur’an) dan Rosuul (Sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allooh dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.”

    Al Imaam Ibnu Katsiir رحمه الله ketika menafsirkan ayat ini maka beliau membawakan Hadits yang diriwayatkan oleh Al Imaam Ahmad (tercantum dalam Musnad-nya no: 622 dan Syaikh Syuaib Al Arnaa’uth mengatakan bahwa Sanad Hadits ini Shohiih, sesuai dengan syarat Shohiih Al Bukhoory dan Shohiih Muslim), dari Shohabat Aali bin Abi Tholib رضي الله عنه, bahwa beliau berkata:

    بعث رسول الله صلى الله عليه و سلم سرية واستعمل عليهم رجلا من الأنصار قال فلما خرجوا قال وجد عليهم في شيء فقال قال لهم أليس قد أمركم رسول الله صلى الله عليه و سلم أن تطيعوني قال قالوا بلى قال فقال اجمعوا حطبا ثم دعا بنار فأضرمها فيه ثم قال عزمت عليكم لتدخلنها قال فهم القوم أن يدخلوها قال فقال لهم شاب منهم إنما فررتم إلى رسول الله صلى الله عليه و سلم من النار فلا تعجلوا حتى تلقوا النبي صلى الله عليه و سلم فإن أمركم أن تدخلوها فادخلوا قال فرجعوا إلى النبي صلى الله عليه و سلم فأخبروه فقال لهم لو دخلتموها ما خرجتم منها أبدا إنما الطاعة في المعروف

    Artinya:
    “Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم mengutus sepasukan tentara dan menunjuk pemimpinnya seorang dari kalangan Anshor. Dan ketika mereka sudah keluar dan mendapati suatu masalah, pemimpin itu berkata kepada para tentaranya. “Bukankah Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم telah memerintahkan kalian untuk mentaatiku?
    Maka para tentara menjawab, “Benar.”
    Kemudian pemimpin itu berkata, “Kumpulkanlah oleh kalian kayu, kemudian nyalakanlah dia dengan api.”
    Dan setelah api itu menyala, pemimpin itu kembali berkata, “Aku berazzam terhadap kalian agar kalian memasuki api itu.”
    Maka terbersitlah dalam hati para tentara untuk memasuki api tersebut.
    Tiba-tiba ada seorang pemuda dari kalangan tentara itu berkata,”Sesungguhnya kalian lari menuju Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم karena kalian menyelamatkan diri dari api. Maka janganlah kalian tergesa-gesa sehingga kalian menemui Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم (terlebih dahulu). Jika Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم memerintahkan kalian untuk memasukinya, maka masukilah api itu oleh kalian.”
    Maka kembalilah tentara-tentara tersebut pada Nabi صلى الله عليه وسلم dan memberitakan apa yang terjadi.
    Maka Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم pun bersabda kepada mereka, “Seandainya kalian memasuki api itu, niscaya kalian tidak akan keluar selama-lamanya. Sesungguhnya KETAATAN ITU HANYA DALAM PERKARA YANG MA’RUF.”

    Al Imaam Ibnu Katsiir رحمه الله ketika menerangkan kata “ULIL AMRI”, membawakan beberapa tafsiran antara lain:
    a) Ibnu ‘Abbas رضي الله عنه diikuti oleh Mujaahid menafsirkan bahwa “ULIL AMRI” artinya adalah: Mereka Ahli Fiqih dan Ahli Ad Dien (para ‘Ulama)
    b) Atho’, Al Hasan Al Bashry dan Abul ‘Aaliyah رحمهم الله menafsirkan bahwa “ULIL AMRI” artinya adalah: ‘Ulama
    c) Ibnu Katsiir رحمه الله sendiri mengartikan “ULIL AMRI” itu sebagai berikut: Yang nyata adalah bahwa ayat ini menyangkut seluruh “Ulil Amri” dari kalangan UMARO (Pemerintah) maupun ‘ULAMA.

    Sementara kata “WA ULIL AMRI MINKUM” (وَأُوْلِي الأَمْرِ مِنكُمْ), oleh Al Imaam Ibnu Katsiir رحمه الله ditafsirkan: “Dalam perkara yang Ulil Amri (baik ‘Ulama maupun Umaro) perintahkan kalian DALAM KETAATAN KEPADA ALLOOH سبحانه وتعالى, BUKAN DALAM MA’SHIYAT KEPADA ALLOOH سبحانه وتعالى. Karena tidak ada ketaatan kepada makhluk dalam berma’shiyat kepada Allooh سبحانه وتعالى.”

    Dari penjelasan diatas, dapatlah ditarik suatu keyakinan bahwa siapa saja Ulil Amri itu, apakah bermakna struktural (Pemerintah) ataupun kultural (para ‘Ulama), jika perintah mereka, aturan mereka, ajaran mereka itu adalah dalam rangka ketaatan dan kepatuhan kepada Allooh سبحانه وتعالى; maka itulah yang dimaksud bahwa kita wajib mentaati mereka.

    Tetapi sebaliknya, jika mereka Ulil Amri itu apakah bermakna struktural (Pemerintah) atau kultural (para ‘Ulama) menetapkan suatu perintah, aturan, ajaran atau apa saja yang MENYELISIHI, apalagi BERTENTANGAN DENGAN SYARI’AT ALLOOH سبحانه وتعالى dan Rosuul-Nya صلى الله عليه وسلم, yang sudah barang tentu itu merupakan ma’shiyat kepada Allooh سبحانه وتعالى dan Rosuul-Nya صلى الله عليه وسلم, maka TIDAK ADA KEWAJIBAN TAAT, BAHKAN DILARANG UNTUK TAAT pada mereka.”

    Hal ini pun telah ditegaskan dalam Hadits Riwayat Al Imaam Ibnu Maajah no: 2865, yang di-Shohiihkan oleh Syaikh Nashiruddin Al Albaany رحمه الله dalam Shohiih Sunnan Ibnu Maajah, dari Shohabat ‘Abdullooh bin Mas’uud رضي الله عنه bahwa Nabi صلى الله عليه وسلم bersabda,

    سَيَلِي أُمُورَكُمْ بَعْدِي، رِجَالٌ يُطْفِئُونَ السُّنَّةَ، وَيَعْمَلُونَ بِالْبِدْعَةِ، وَيُؤَخِّرُونَ الصَّلاَةَ عَنْ مَوَاقِيتِهَا فَقُلْتُ : يَارَسُولَاللهِ، إِنْ أَدْرَكْتُهُمْ،كَيْفَ أَفْعَلُ؟ قَالَ : تَسْأَلُنِي يَا ابْنَ أُمِّ عَبْدٍكَيْفَ تَفْعَلُ؟ لاَ طَاعَةَ، لِمَنْ عَصَى اللَّهَ

    Artinya:
    Akan mengurusi perkara kalian orang-orang setelah aku, dimana mereka memadamkan sunnah, mereka mengerjakan Bid’ah, mereka mengakhirkan sholat dari waktu-waktunya.”
    Lalu aku (‘Abdullooh bin Mas’uud رضي الله عنه) bertanya, “Wahai Rosuulullooh, jika aku mengalami zaman mereka, bagaimanakah aku harus berbuat?
    Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم menjawab, “Wahai Ibnu ummi ‘abdin, engkau bertanya apa yang harus engkau perbuat? Tidak ada ketaatan terhadap siapapun yang berma’shiyat pada Allooh سبحانه وتعالى.”

    Adapun Hadits Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم yang diriwayatkan oleh Al Imaam Muslim dalam Shohiih-nya no: 1847, dimana Abu Salaam رضي الله عنه berkata:

    عَنْ أَبِى سَلاَّمٍ قَالَ قَالَ حُذَيْفَةُ بْنُ الْيَمَانِ قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّا كُنَّا بِشَرٍّ فَجَاءَ اللَّهُ بِخَيْرٍ فَنَحْنُ فِيهِ فَهَلْ مِنْ وَرَاءِ هَذَا الْخَيْرِ شَرٌّ قَالَ نَعَمْ. قُلْتُ هَلْ وَرَاءَ ذَلِكَ الشَّرِّ خَيْرٌ قَالَ « نَعَمْ ». قُلْتُ فَهَلْ وَرَاءَ ذَلِكَ الْخَيْرِ شَرٌّ قَالَ « نَعَمْ ». قُلْتُ كَيْفَ قَالَ « يَكُونُ بَعْدِى أَئِمَّةٌ لاَ يَهْتَدُونَ بِهُدَاىَ وَلاَ يَسْتَنُّونَ بِسُنَّتِى وَسَيَقُومُ فِيهِمْ رِجَالٌ قُلُوبُهُمْ قُلُوبُ الشَّيَاطِينِ فِى جُثْمَانِ إِنْسٍ ». قَالَ قُلْتُ كَيْفَ أَصْنَعُ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنْ أَدْرَكْتُ ذَلِكَ قَالَ « تَسْمَعُ وَتُطِيعُ لِلأَمِيرِ وَإِنْ ضُرِبَ ظَهْرُكَ وَأُخِذَ مَالُكَ فَاسْمَعْ وَأَطِعْ

    Artinya:
    “Hudzaifah Ibnul Yaman رضي الله عنه berkata, “Wahai Rosuullooh, sesungguhnya dulu kami berada dalam kejahatan, kemudian Allooh سبحانه وتعالى mendatangkan kebaikan, dan kita saat ini berada didalamnya. Apakah dibelakang kebaikan ini akan ada lagi kejahatan?
    Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم menjawab, “Ya.”
    Aku (Hudzaifah رضي الله عنه) bertanya lagi, “Apakah setelah kejahatan akan ada lagi kebaikan?
    Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم menjawab, “Ya.”
    Aku (Hudzaifah رضي الله عنه)bertanya lagi, “Apakah setelah kebaikan itu akan ada lagi kejahatan?
    Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم menjawab, “Ya.”
    Kemudian aku (Hudzaifah رضي الله عنه) bertanya lagi, “Bagaimana itu ya Rosuulullooh?
    Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم bersabda, “Akan ada para pemimpin / penguasa setelahku yang mengikuti petunjuk bukan dengan petunjukku dan menjalankan sunnah namun bukan sunnahku. Dan akan ada di antara mereka orang-orang yang memiliki hati laksana hati syaithoon yang bersemayam di dalam raga manusia.
    Maka Hudzaifah رضي الله عنه pun bertanya, “Wahai Rosuulullooh, apa yang harus kulakukan jika aku menjumpainya?
    Beliau صلى الله عليه وسلم menjawab, “Kamu harus tetap mendengar dan taat kepada pemimpin itu, walaupun punggungmu harus dipukul dan hartamu diambil. Tetaplah mendengar dan taat.”

    Maka Hadits ini tertuju kepada “AMIIR”, dimana “AMIIR” yang dimaksud dalam Hadits ini adalah PENGUASA YANG BERADA DIATAS SYARI’AT ISLAM. Dari namanya saja, “AMIIR” adalah terminologi yang dipakai dalam sistem PEMERINTAHAN MENURUT SYARI’AT ISLAM. (– Jadi sistem yang dipakainya masih Syari’at Islam, tetapi didalam memutuskan perkara ia tergoda oleh hawa nafsunya sehingga menyelisihi petunjuk dan sunnah Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم —)
    Adapun bila sistem yang dipakai itu bukan dari Syari’at Islam, maka istilahnya pun bukan “Amiir” tetapi istilah yang dipakai itu adalah PRESIDEN, PERDANA MENTRI, KAISAR, dll.

    Jadi WASPADALAH, DARI MENEMPATKAN DALIL YANG SHOHIIH TERHADAP KASUS YANG BERBEDA (TIDAK TEPAT SITUASINYA) !!!

    Sebagai contohnya saja, kalau dampak keputusan Pemerintah yang memakai sistem DEMOKRASI (berarti tidak memakai sistem Syari’at Islam) itu ditaati, bahkan jika mereka itu memukuli punggung serta mengambil harta rakyatnya pun tetap harus terus ditaati, maka kedzoliman Penguasa dan kesusahan rakyat akan semakin menjadi-jadi.
    Dan akibatnya, Penguasa akan menjadi semakin semena-mena, sedangkan rakyatnya harom memprotes mereka, apalagi melawan mereka. Akan menjadi apa kalau keadaannya seperti ini?

    Sebenarnya dalam mekanisme DEMOKRASI, yang notabene bukan sistem Islam ini, OPOSISI (GERAKAN TANDINGAN TERHADAP PENGUASA YANG SEDANG BERKUASA) ADALAH MUTLAK DIPERLUKAN ADANYA. Karena itu sebagai dampaknya, kita saksikan setiap hari demonstrasi terjadi, seperti contohnya : “Kami tidak setuju dengan keputusan anda”, “Turunkan pejabat Fulan”, “Kami tidak setuju dengan Undang-Undang ini”, dan sejenisnya.
    Bahkan tak jarang nyawa pun berjatuhan, darah pun bersimbah, hanya karena pernyataan kontra terhadap Penguasa. Pemandangan dan pemahaman yang seperti itu adalah BIASA / LUMRAH DALAM SISTEM DEMOKRASI.

    Dengan demikian, kalau antum bersikap diam karena menerapkan isi Hadits Hudzaifah diatas dalam situasi yang sebenarnya tidak tepat dari yang dimaksud oleh Hadits tersebut, maka itu berarti antum tidak boleh sama sekali menyatakan sikap tidak setuju terhadap apa pun yang menjadi keputusan Pemerintah yang memakai sistem Demokrasi. Padahal sistem Demokrasi itu jelas-jelas bukan sistem yang berasal dari Syari’at Islam.

    Bagaimana kalau Penguasanya orang Kaafir?
    Bagaimana pula kalau hukum yang dianutnya bukan Syari’at Islam, sedangkan Penguasanya adalah orang Faasiq atau orang yang menolak Syari’at Islam atau orang Syi’ah misalnya; maka apakah sikap yang akan dianut adalah terus-menerus tetap diam dan taat betapapun punggungnya harus dipukuli dan hartanya diambil ?
    Betapa kaum Muslimin akan semakin tertindas, dan jangan aneh jika suatu hari akan musnah, karena menganut sikap tidak boleh menolak / membantah betapapun punggungnya harus dipukuli dan hartanya diambil oleh Penguasa yang tidak menggunakan sistem Syari’at Islam ?

    Yang aneh pula, ada sebagian kalangan yang menyatakan bahwa Demokrasi itu bukan dari sistem Islam, tetapi Hasil Sistem Demokrasi itu sendiri dengan berbagai akibatnya, mereka nyatakan harus ditaati sepenuhnya.
    Kemudian disisi lain, mereka ini menyatakan tidak mau ikut Pemilu. Padahal bukankah sikap tidak mau ikut Pemilu itu semestinya juga tergolong TIDAK TAAT TERHADAP “ULIL AMRI”-nya SISTEM DEMOKRASI? Karena Pemilu itu adalah mekanisme sistem Demokrasi, sehingga sikap menolak ikut Pemilu sebenarnya adalah bentuk ketidaktaatan mereka pula terhadap “Ulil Amri”-nya sistem Demokrasi.
    Bukankah hal ini aneh?

    2) Ketahuilah bahwa Khalifah setelah Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم itu adalah benar berlangsung sampai masa 30 tahun. Betapa pun sistem Islam dan pemerintahan Islam itu berlangsung secara sejarah sampai berakhirnya Khilafah ‘Utsmaniyyah.
    Sedangkan masa depan ummat ini sampai dengan Hari Kiamat, maka pemerintahan dan sistem itu adalah sebagaimana yang telah digambarkan oleh Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم dalam Hadits Riwayat Al Imaam Ahmad no: 18402, dari Shohabat An Nu’man bin Basyiir رضي الله عنه, dan berkata Syaikh Syuaib Al Arnaa’uth رحمه الله bahwa sanad hadits ini Hasan, dan Hadit ini di-shohiihkan oleh Syaikh Nashiruddin Al Albaany رحمه الله dalam Kitab Silsilah Hadits Shohiih no: 5, bahwa: “Dari An Nu’man bin Basyiir رضي الله عنه, beliau berkata bahwa Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم bersabda,

    تَكُونُ النُّبُوَّةُ فِيكُمْ مَا شَاءَ اللَّهُ أَنْ تَكُونَ ثُمَّ يَرْفَعُهَا إِذَا شَاءَ أَنْ يَرْفَعَهَا ثُمَّ تَكُونُ خِلَافَةٌ عَلَى مِنْهَاجِ النُّبُوَّةِ فَتَكُونُ مَا شَاءَ اللَّهُ أَنْ تَكُونَ ثُمَّ يَرْفَعُهَا إِذَا شَاءَ اللَّهُ أَنْ يَرْفَعَهَا ثُمَّ تَكُونُ مُلْكًا عَاضًّا فَيَكُونُ مَا شَاءَ اللَّهُ أَنْ يَكُونَ ثُمَّ يَرْفَعُهَا إِذَا شَاءَ أَنْ يَرْفَعَهَا ثُمَّ تَكُونُ مُلْكًا جَبْرِيَّةً فَتَكُونُ مَا شَاءَ اللَّهُ أَنْ تَكُونَ ثُمَّ يَرْفَعُهَا إِذَا شَاءَ أَنْ يَرْفَعَهَا ثُمَّ تَكُونُ خِلَافَةً عَلَى مِنْهَاجِ النُّبُوَّةِ ثُمَّ سكت

    Artinya:
    Kenabian ditengah-tengah kalian akan berlangsung sebagaimana Allooh سبحانه وتعالى kehendaki, kemudian Allooh سبحانه وتعالى angkat jika Allooh سبحانه وتعالى kehendaki. Kemudian adalah Khilaafah diatas pedoman Nabi صلى الله عليه وسلم, kemudian Allooh سبحانه وتعالى angkat jika Allooh سبحانه وتعالى kehendaki.
    Kemudian adalah Kerajaan yang menggigit (– turun temurun –pent.), kemudian Allooh سبحانه وتعالى angkat jika Allooh سبحانه وتعالى kehendaki.
    Kemudian adalah Kerajaan Jabriyyah (tirani), kemudian Allooh سبحانه وتعالى angkat jika Allooh سبحانه وتعالى kehendaki.
    Kemudian KHILAAFAH diatas Pedoman Nabi صلى الله عليه وسلم.”
    Kemudian Rosuululloohصلى الله عليه وسلم diam.”

    Dari Hadits An Nu’man bin Basyiir ini, dapatlah kita ambil pelajaran bahwa di akhir zaman, keemasan dan kejayaan akan kembali di tangan kaum Muslimin; malalui fase KHILAAFAH sebagaimana yang dimaksud dalam Hadits tersebut.

    Walaupun demikian, semestinya setiap kaum Muslimin itu ikut serta memproses dan mencari serta menyeleksi menuju lahirnya Khalifah tersebut. Dan itu hukumnya Wajib. Bukan cukup dengan berpangkutangan saja !

    Dengan demikian, sebagaimana pelaksanaan Syari’at Islam itu adalah WAJIB, maka eksistensi dari KHALIFAH tadi adalah juga WAJIB, karena melalui Khalifah itu lah Syari’at Islam menjadi ajeg (kokoh).

    Namun perlu pula dipahami bahwa KHILAAFAH yang dimaksud ini, BUKANLAH BERBENTUK LEMBAGA / ORGANISASI yang terbatas hanya untuk suatu teritorial tertentu; melainkan yang dimaksud adalah KHILAAFAH untuk SELURUH DUNIA.

    Demikian, semoga jelas adanya…. Barokalloohu fiika.

  337. Fitriyani permalink
    17 June 2013 10:35 am

    Assalmualaikum Wr.Wb, Pak Ustadz, saya mau bertanya lagi, kali ini mengenai pesan/wasiat yang disampaikan kedua orangtua kami. Sebenarnya kedua orangtua kami berpesan jika mereka meninggal, rumah orangtua kami jangan dijual tapi agar dijadikan tempat tinggal/singgah bagi anak dan cucunya kelak yang belum memiliki rumah, sampai mereka mampu memiliki rumah sendiri, atau untuk tempat tinggal sementara bagi anak dan cucunya bila mendapat kerja atau sekolah di jakarta dan jauh dari tempat tinggal orangtuanya. Namun karena beberapa orang kakak saya, terutama yang perempuan, mengalami kesulitan dalam kehidupannya, maka rumah tersebut dijual. Dan karena dengan alasan kakak saya yang perempuan tersebut memiliki banyak hutang dan banyak kebutuhanlah, maka dari hasil penjualan rumah tersebut kami membaginya dengan sama rata, dan juga mengabaikan pesan kedua orangtua kami tersebut. Bagaimana ini Pak Ustadz, mungkinkah karena kami tidak mengindahkan pesan kedua orangtua kami, dan tidak menjalankan pembagian warisan sesuai dengan hukum islam, hingga sampai saat ini kami berselisihan? Dan juga karena ternyata, kakak perempuan saya tersebut tetap membuat hutang baru setelah kami membagi warisan tersebut, Salah satu contoh, dari pembagian warisan tersebut, setelah kakak saya membayar hutangnya, diapun membeli sebuah rumah lagi sebagai investasi dengan ditambah dengan membuat hutang baru. Akibatnya sekarang dia kebingungan lagi. Apa yang harus kami lakukan Pak Ustadz? Haruskah kami mundur ke belakang? Bagaimana dengan pesan kedua orangtua kami tersebut. Dan haruskah kami mengulang pembagian tersebut agar sesuai dengan hukum islam?

  338. Qoniatul permalink
    20 June 2013 8:09 pm

    Assalamu’alaikum. Pak ustadz saya mau tanya, bagaimana caranya memulai puasa Daud ?
    dan itu kita niat langsung melakukan atau gimana ??
    Terima kasih.
    Wassalamualaikum wr.wb.

    • 21 June 2013 11:37 am

      Wa ‘alaikumussalaam Warohmatulloohi Wabarokaatuh,
      Sunnah Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم dan Islam secara umum itu mudah, dan tidak sulit. Seperti shoum Daud ini, berniatlah untuk shoum Daud di malam hari, jika dilakukan Sahur maka itu adalah afdhol (utama); tetapi jika tidak sempat Sahur maka langsung saja shoum… Barokalloohu fiiki.

  339. Fitriyani permalink
    21 June 2013 11:12 am

    Assalammu’alaikum Warohmatullohi Wabarokaatuh, mohon maaf Pak Ustadz, saya mohon jawaban dari Pak Ustadz atas pertanyaan saya tanggal 3 dan 17 Juni 2013. Apa yang harus saya lakukan Pak Ustadz? Karena sampai sekarang kami berselisihan, karena saya menghendaki untuk kembali ke Al Quran, sehingga kami yang perempuan harus mengembalikan hak yang laki-laki, sementara kakak perempuan saya tidak mau, dengan alasan uangnya sudah terpakai. Dan juga bagaimana kami seharusnya menyikapi pesan kedua orangtua kami Pak Ustadz? Saya sungguh takut akan siksa Allah kelak jika saya melakukan kesalahan atas pesan/wasiat dan warisan orangtua kami. Sekian Pak Ustadz, mohon penjelasannya, terima kasih. Wasalammu’alaikum Warohmatullohi Wabarokaatuh.

    • 22 June 2013 10:15 am

      Wa ‘alaikumussalaam Warohmatulloohi Wabarokaatuh,
      Seharusnya apa yang diwasiatkan oleh orangtua, Ahli Waris menunaikannya; akan tetapi jika wasiat itu sebagai berikut:
      1) TIDAK MENGANDUNG MAKNA YANG MENYALAHI SYARI’AT, terlebih lagi ma’shiyat
      Contoh: Seandainya rumah yang ditinggalkan orangtua anda hanyalah harta satu-satunya lalu orangtua anda berwasiat sebagaimana yang anti utarakan diatas: “Sebenarnya kedua orangtua kami berpesan jika mereka meninggal, rumah orangtua kami jangan dijual tapi agar dijadikan tempat tinggal/singgah bagi anak dan cucunya kelak yang belum memiliki rumah, sampai mereka mampu memiliki rumah sendiri, atau untuk tempat tinggal sementara bagi anak dan cucunya bila mendapat kerja atau sekolah di jakarta dan jauh dari tempat tinggal orangtuanya“”; dengan demikian hal itu adalah Wasiat yang TIDAK SESUAI SYARI’AT. Apabila tidak sesuai Syari’at, maka tidaklah Ahli Waris perlu menunaikannya karena hal itu tidak sesuai dengan ketentuan Alloohسبحانه وتعالى.
      2) TIDAK BERDAMPAK PADA MEMBAHAYAKAN AHLI WARIS, artinya: Ingin berwasiat, tetapi Ahli Waris menjadi terlantar, karena itu batasan maksimal Wasiat itu adalah 30 persen dari harta yang ditinggalkan.
      3) Adalah merupakan kewajiban bahwa KETENTUAN DARI ALLOOH سبحانه وتعالى tentang PEMBAGIAN HARTA WARIS adalah HARUS DILAKSANAKAN, sekaligus hal ini menjadi KONSEKWENSI IMAN DARI SESEORANG (lihat QS. An Nisaa’ awal ayat 11). Karena itu BERDOSA JIKA MELANGGARNYA, dan menyebabkan Murtad jika terkait dengan menghalalkan apa yang diharomkan Allooh سبحانه وتعالى dan mengharomkan apa yang dihalalkan Allooh سبحانه وتعالى .
      Jangan aneh, apabila Allooh سبحانه وتعالى hukum dengan musibah atau ketidakberkahan disebabkan oleh melanggar apa yang menjadi ketetapan-Nya.

      Segeralah semua Ahli Waris bertaubat kepada Allooh سبحانه وتعالى , dengan cara kembali kepada Syari’at Allooh سبحانه وتعالى, dan mengembalikan hak saudaranya yang dahulu telah salah dalam melaksanakan prosesi pembagian Warisnya. Atau kedua belah pihak saling menghalalkan.

      Apabila masih ada yang kurang jelas lagi, maka silakan anti berkonsultasi langsung per telephone saja (nomor telephone telah diemailkan ke email anti) agar persoalan bisa tuntas terjawab dan tidak berlarut-larut, karena memang persoalan Waris itu adalah memerlukan data yang detail dan lengkap… Barokalloohu fiiki

  340. LIE AJA permalink
    25 June 2013 4:24 pm

    Assalamu’alaikum…………….
    Saya mau tanya pak ustadz, saya sudah 1 tahun menikah dengan suami saya. Kira-kira setelah pernikahan kami dapat 10 bulan, ibu mertua saya meminjam mahar yang telah diberikan untuk saya untuk membangun rumah.
    Hingga detik ini ibu mertua saya belum mengembalikannya…….
    Yang jadi permasalahan saya, dia sudah menjual tanahnya untuk membayar mahar yang dia pinjam kepada saya….
    Tapi bukannya membayarnya malah ia gunakan untuk usaha.
    APA HUKUM MAHAR YANG DIMINTA KEMBALI DAN APAKAH SAYA HARUS MENAGIHNYA DAN APAKAH PERNIKAHAN SAYA SAH ?

    • 28 June 2013 4:29 pm

      Wa ‘alaikumussalaam Warohmatulloohi Wabarokaatuh,
      MAHAR adalah hak seorang Istri yang diterima sebagai pemberian dari Suaminya, yang kemudian menjadi HAK MILIK MUTLAK SANG ISTRI, dan Suami tidak lagi mempunyai Hak atasnya.

      Oleh karena itu apabila Mertua anda meminjamnya, maka bagi Mertua WAJIB ATASNYA UNTUK MENGEMBALIKAN MAHAR tersebut ke anda, dalam bentuk uang / barang sesuai dengan kesepakatan awal pada saat meminjam Mahar tersebut.
      Jika berupa uang, maka dikembalikan berupa uang; dan jika berupa emas dan atau benda bernilai lainnya maka pengembaliannya berupa uang atau benda-benda semula.

      Dari pertanyaan anda diatas, nampak bahwa masalah ini berkaitan bukan dengan Suami secara langsung, akan tetapi dengan Mertua; yang dalam hal ini adalah Ibu Suami. Maka agar jernih permasalahannya, kaitan permasalahan anda adalah dengan Mertua dan bukan dengan Suami. Walaupun boleh bagi anda, untuk meminta Suami untuk membantu memecahkan masalah ini; karena memang tidak mesti Suami itu terlibat. Sesungguhnya seandainya terjadi cerai pun dengan Suami; maka pinjam-meminjam antara anda dengan mantan Mertua akan terus berlangsung hingga hari Kiamat, tidak terkait dengan pernikahan. Jadi harap dibedakan antara masalah Keluarga (berupa konflik antara anda dengan Suami anda) dengan masalah Mu’amalah berupa pinjam-meminjam antara anda dengan Mertua anda.

      Pertanyaan anda: “APA HUKUM MAHAR YANG DIMINTA KEMBALI DAN APAKAH SAYA HARUS MENAGIHNYA DAN APAKAH PERNIKAHAN SAYA SAH ?”
      Dengan demikian jawabannya adalah:
      1.Untuk menjawab apakah mahar itu ditarik kembali ataukah tidak, maka itu perlu penelusuran lebih lanjut; karena akadnya adalah “PINJAM Mahar”, bukan “Meminta Kembali Mahar”.
      2. Hendaknya anda menagihnya ke Ibu Mertua anda apa yang menjadi Hak Mahar Anda.
      3. Pernikahan Anda Sah, tidak berkaitan dengan masalah ini, sebagaimana telah Ustadz jelaskan diatas.

      Barokalloohu fiiki

  341. 29 June 2013 2:46 pm

    Assalamu’alaikum Warohmatulloohi Wabarokaatuh

    Pak Ustadz di bawah ini kajian yang belum ada PDF nya :

    BACAAN SHOLAT 1 s/d 5
    PERAYAAN MAULID NABI
    ORANG-ORANG YANG DIBENCI ALLOOH
    JALAN LURUS
    KIAT MENYIASATI HIDUP
    MAKSIYAT MEMBAWA PETAKA
    ILMU DAN KEBAHAGIAAN
    ABU HASAN AL-‘ASY’ARY

    Sementara itu yang dapat saya sampaikan. mohon kiranya dapat di berikan File PDF nya.

    Jazaakumullahu khairan

    • 30 June 2013 4:13 pm

      Wa ‘alaikumussalaam Warohmatulloohi Wabarokaatuh,
      Syukron atas masukan anda… Alhamdulillah “Bacaan Sholat 1 s/d 5”, “Jalan Lurus”, “Kiat Menyiasati Hidup”, “Ma’shiyat Membawa Petaka” dan “Perayaan Maulid” sekarang sudah dimasukkan PDF-nya…. Adapun “Ilmu dan Kebahagiaan” tidak perlu di-PDF-kan karena tidak ada pemakaian Huruf Arab sehingga tinggal anda copy langsung dari Blognya saja… Sedangkan “Orang-Orang yang Dibenci Allooh” dan “Abu Hasan Al-‘Asy’ary” masih perlu diproses terlebih dahulu PDF-nya, dan karena sinyal agak kurang bagus, maka belum berhasil di-upload PDF-nya, mudah-mudahan Allooh Subhaanahu Wa Ta’aalaa memberikan kemudahan atasnya…. Demikian ya akhi, semoga jelas adanya… Barokalloohu fiika

  342. umu zein permalink
    13 July 2013 5:20 am

    Assalamu’alaikum. Ustadz, apakah bila di bulan puasa dan saat kita berpuasa kita berfikir kalau melakukan sesuatu hal batal deh padahal kita belum melaksanakan kegiatan tersebut, itu sudah termasuk batal?… Tolong dibalas Ustadz, saya masih bingung dengan ini dan saya masih butuh penjelasan

    • 18 July 2013 8:44 pm

      Wa ‘alaikumussalaam Warohmatulloohi Wabarokaatuh,
      Jangan terpancing atau bahkan mengikuti godaan dan atau was-was syaithoon. Ingat, syaithoon itu selalu akan berusaha supaya kita tidak beribadah kepada Allooh سبحانه وتعالى …Barokalloohu fiiki.

  343. 14 July 2013 8:31 am

    Gimana hukumnya mengucapkan kata cerai ke istri, tapi gangguan sinyal jadi istri tidak mendengar dan saya tidak mengulanginya karena saya khilaf dan menyesal.. Jadi istri saya tidak mendengar kata cerai yang saya ucapkan. Pertanyaan saya apakah itu sah…?

  344. pencari hidayah permalink
    14 July 2013 2:39 pm

    Assalamu’alaikum wr.wb Ustadz
    Mau tanya, saat ini saya mencari apa yang dinamakan Islam yang benar… Mohon pencerahannya.

  345. abu zahra permalink
    16 July 2013 12:02 pm

    Assalamu’alaikum pak Ustadz.

    Di bulan suci ini saya ingin beri’tikaf di masjid dan saya penah membaca : “Dan siapa saja yang ingin i’tikaf di 10 hari terakhir maka hendaknya dia masuk ke tempat i’tikafnya sebelum matahari terbenam pada tanggal 21 ramadhan dan dia keluar darinya setelah terbenamnya matahari di malam id.”
    Saya tidak tahu apakah itu hadis atau bukan, dan kalaupun hadis apakah itu shahih atau tidak ?
    Sebagai seorang karyawan swasta saya agak kesulitan mengatur waktu, karena saya harus pergi kerja jam 1/2 6 pagi dan pulang diatas maghrib, kadang sampai jam 10 malam.
    Bagaimana cara agar saya bisa ber-i’tikaf di masjid, sementara saya tidak mungkin untuk cuti pada 10 hari terkahir?
    Kebetulan bulan ini ada proyek yang harus selesai pada bulan Syawal.
    Jazakumullah khairan katsiro.

    • 18 July 2013 8:40 pm

      Wa ‘alaikumussalaam Warohmatulloohi Wabarokaatuh,

      I’tikaf adalah Sunnah Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم. Setiap tahun Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم i’tikaf 10 hari. Bahkan di tahun Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم meninggal, beliau صلى الله عليه وسلم ber-i’tikaf 20 hari. Apa yang tadi antum tanyakan, sebenarnya Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم memang melakukannya, jadi berasal dari Hadits yang Shohiih.

      Namun, bagi antum ada 3 pilihan dalam upaya menghidupkan Sunnah I’tikaf, antara lain:
      1) Jika antum mampu, I’tikaf yang paling afdhol (utama) adalah di Al Masjidil Harom di Makkah dan di Masjid Nabawi di Madinah, atau di Masjidil Aqsho di Palestina. Tidak diragukan keutamaan I’tikaf disana, yakni pelakunya akan mendapat 2 keutamaan:
      a) Keutamaan dari sisi Tempat
      b) Keutamaan dari sisi Waktu (10 hari terakhir bulan Romadhoon)
      2) I’tikaf normal / biasa, yaitu I’tikaf yang antum bisa ikuti di 10 hari terakhir bulan Romadhoon di masjid-masjid Jaami’.
      3) Ber-I’tikaf “Belajar”, yaitu I’tikaf yang dilakukan oleh orang yang tidak bisa I’tikaf sesuai nomor 1) dan 2); tetapi ada kemauan dan keinginan dalam dirinya untuk I’tikaf, lalu dia mengupayakan untuk menyisihkan waktu ditengah-tengah kesibukannya untuk ber-I’tikaf.

      Menurut Ustadz, ada kaidah yang mengatakan bahwa: “Sesuatu yang tidak dapat diraih seluruhnya, adalah tidak mesti ditinggalkan seluruhnya.”

      Disisi lain, bisa beribadah kepada Allooh سبحانه وتعالى secara bertahap, sehingga tumbuh kemauan keras untuk beribadah yang normal, bahkan ideal. Toh, pada hakekatnya I’tikaf itu adalah seorang hamba menyendiri, menjauhkan diri dari kesibukan dan kebisingan duniawi, dengan maksud untuk bermaksud berkholwat dengan Allooh سبحانه وتعالى serta bermunajat pada-Nya. Karena itu, buatlah komitmen dengan diri antum sendiri untuk menggapai sesuatu yang lebih baik yang ada disisi Allooh سبحانه وتعالى melalui bertaqwa sejauh kemampuan antum.

      Jadi ber-I’tikaflah (secara Bahasa), walaupun antum belum dapat ber-I’tikaf secara Istilah; tapi antum berupaya untuk menggapai TEKAD I’tikaf itu sendiri; dalam artian antum berkomitmen pada diri antum sendiri untuk paling tidak menyisihkan misalkan 2 jam sehari usai pulang kerja agar supaya antum berkholwat dan bermunajat, mengadu, bersyakwa (berkeluh kesah) serta bermohon dengan sesungguh-sungguhnya kepada Allooh سبحانه وتعالى pada jam yang antum bisa (seusai pulang kerja sebelum antum menemui anak istri antum). Hendaknya antum beritahukan hal ini pada anak istri antum sebelumnya, agar mereka memahami, lalu matikan semua media komunikasi dengan makhluq. Dengan demikian mudah-mudahan antum akan mendapatkan manfaat yang tidak sedikit. Selamat mencoba !

  346. Luthfi Aulia permalink
    24 July 2013 10:56 pm

    Assalamu’alaikum Warahmatullah Wabarakatuh, Ustadz, apakah boleh saya berkonsultasi dengan ustadz secara pribadi melalui Handphone atau Email?
    Terima Kasih..

    • 25 July 2013 3:02 pm

      Wa ‘alaikumussalaam Warohmatulloohi Wabarokaatuh,
      Boleh saja… Silakan anda berkonsultasi melalui Handphone yang nomornya telah dikirimkan ke email anda… Silakan check email anda…. Barokalloohu fiika

  347. 28 July 2013 8:49 am

    Asssalamu alaikum pa ustad, saya mau bertanya tentang kewajiban kita berbakti pada orang tua.
    Saya sudah menikah. Selama 4 tahun pernikahan, saya berusaha memperlakukan mertua seperti orangtua sendiri, tapi suami saya sepertinya �(≧∇≦)� тι∂ααααααккккккккк……….!!! Seperti saya, dia acuh sama orangtua saya, dan mertua malah senang kalo kita lebih memperhatikannya. Meski suami tak begitu dekat dengan orangtua saya dan tak pernah dinasihati. Dan saat ini, saya jadi males untuk berbuat yang maksimal pada mertua, karena merasa tak ada pengertian mereka, ditambah mertua selalu ikut campur.
    Apa saya salah ustadz merasa sakit hati karena suami lebih mendengar perkataan ibunya daripada sakit hati saya? Terimakasih..

    • 10 August 2013 11:55 am

      Wa ‘alaikumussalaam Warohmatulloohi Wabarokaatuh,
      1) Anti berbuat baik pada keluarga suami (mertua dalam hal ini), hendaknya anti lakukan dengan tulus; bukan karena ingin mendapat imbalan misalnya agar suami pun berbuat baik pada orangtua anti sendiri. Ketika hal itu anti lakukan, maka yakini lah bahwa sikap anti itu adalah ibadah disisi Allooh Subhaanahu Wa Ta’aalaa yang Allooh tidak sangsi pasti membalasnya.
      2) Jika anti punya kekecewaan dan kegalauan dalam berumahtangga, berterus-teranglah pada suami anti begini dan begitu, padahal anti inginnya begini dan begitu; sehingga terjadi pengertian dan sikap yang diketahui bersama. Dan dipecahkanlah persoalan tersebut bersama-sama.
      3) Berilah pengertian pada suami, agar dia juga berbuat baik pada keluarga anti. Lakukan hal ini dengan cara yang baik-baik.
      Semoga Allooh Subhaanahu Wa Ta’aalaa menjadikan persoalan anti teratasi… Barokalloohu fiiki.

  348. lingga permalink
    28 July 2013 10:17 am

    Assalamu’alaikum Warahmatullah Wabarakatuh,
    Ustadz saya mau tanya, apa yang mesti saya lakukan jika saya menemukan persoalan (masalah hukum islam) yang belum saya temukan pada Al-Qur’an atau hadits, bahkan ulama pun belum ada yang membahas persoalan tersebut…. Terimakasih, mohon bantuannya Ustadz

    • 10 August 2013 11:48 am

      Wa ‘alaikumussalaam Warohmatulloohi Wabarokaatuh,
      Tidak ada, hal itu bisa jadi karena pengetahuan anda yang terbatas, atau benarkah sudah dilacak bahwa perkara itu adalah perkara baru dari Al Islam? Contohnya apa? Tolong anda sebutkan terlebih dahulu.
      Sebab, suatu perkara itu benar jika sesuai dengan Al Qur’an atau Hadits yang Shohiihah, baik tekstual maupun kontekstual selama pemahaman itu benar, sesuai dengan pemahaman pendahulu ummat yang shoolih.
      Walaupun, hendaknya anda ketahui bahwa selain Al Qur’an dan As Sunnah, ada yang bisa dijadikan sebagai alasan, terutama dalam masalah amaliyah atau Furu’ atau Fiqih yaitu Al Ijma’ (dan Qiyas)… Barokalloohu fiika.

  349. 29 July 2013 6:34 am

    Assalaamu’alaikum

    Minta no ustad ya kikiabdulloohazis@gmail.com .jazaakalloohu khoiron

    • 29 July 2013 7:39 pm

      Wa ‘alaikumussalaam Warohmatulloohi Wabarokaatuh,
      Nomornya telah diemailkan ke email antum. Silakan antum check email antum… Barokalloohu fiika.

  350. indah permalink
    29 July 2013 9:06 am

    Assalamu’alaikum ustadz…
    Saat ini saya sedang bingung tentang permasalahan rumahtangga saya..
    Sudah 7 tahun saya tidak diberi nafkah oleh suami saya. Jika diberipun, itu sedikit dan tidak tentu. Saya bekerja dan menanggung semua kebutuhan keluarga dan sebenarnya saya ikhlas atas semua itu. Kami tinggal bersama ibu saya (bapak sudah meninggal).

    Seiring berjalannya waktu, ada ketidak cocokan antara suami dengan ibu saya yang membuat hubungan tidak harmonis dan tidak sehat lagi.
    Suami mengajak saya tinggal di perumahan milik kami dengan alasan agar dapat mandiri. Pada saat yang sama, mertua saya meminta kami untuk tinggal bersama mereka; padahal dirumah mertua (bapak dan ibu) ada adik ipar saya dengan 1 anaknya (suaminya pergi merantau).

    Dulu setelah menikah saya sempat tinggal bersama mertua (saat itu adik ipar saya belum menikah), karena anak saya tidak ada yang mengasuh, akhirnya kami memutuskan tinggal bersama ibu saya ..
    Saya binggung menentukan dimana saya akan tinggal… Yang sebenarnya, saya berat untuk meninggalkan ibu saya seorang diri (saya 2 bersaudara, kakak saya laki-laki, sudah mempunyai tempat tinggal sendiri)

    Saya sangat sedih .. dan takut akan dosa durhaka kepada orang tua…sebaiknya bagaimana ustadz?
    1. Apakah kami tinggal bersama ibu saya (hubungan keluarga tidak sehat) atau
    2. Tinggal di perumahan milik kami (meninggalkan ibu saya seorang diri) atau
    3. Tinggal dengan mertua saya (meninggalkan ibu saya sendiri, sedangkan adik ipar saya akan dibuatkan tempat tinggal oleh mertua saya) yang sebenarnya saya sangat tidak setuju karena akan membebani mertua saya (biaya dan tenaga); walaupun itu keputusan mertua saya.

    Saya sangat mengharapkan jawaban dari ustadz ? Terima kasih.

    • 4 August 2013 7:35 pm

      Wa ‘alaikumussalaam Warohmatulloohi Wabarokaatuh,

      Ustadz sarankan anda memilih pilihan nomor 2) yakni tinggal di perumahan milik anda berdua suami anda; karena sebenarnya ORANGTUA (dalam perkara anda ini adalah Ibu) itu adalah TANGGUNGJAWAB ANAK LAKI-LAKI. Dan anda sebenarnya memiliki 2 kakak laki-laki yang sudah mandiri (memiliki tempat tinggal sendiri). Merekalah yang semestinya bertanggungjawab atas Ibu anda…

      Demikianlah, semoga jelas adanya… Barokalloohu fiiki.

  351. heri permalink
    31 July 2013 4:19 am

    Assalamu’alaikum wr.wb. pak ustad mau tanya soal shalat qobliyah duhur. Bagaimana tata cara shalat qobliyah duhur jika saya mengerjakannya jam 1 dan munfarid dirumah, kan katanya setelah iqamah tiada shalat selain shalat fardu? Terimakasih.

    • 4 August 2013 7:30 pm

      Wa ‘alaikumussalaam Warohmatulloohi Wabarokaatuh,

      Iqomah itu bagi orang yang sholat berjama’ah, bukan bagi orang yang sholat sendirian / munfarid
      . Oleh karena itu, jika anda hendak melakukan Qobliyah maka lakukanlah. Sunnahnya 4 roka’at dengan 2X salam.
      Barokalloohu fiika.

  352. nurin permalink
    31 July 2013 6:59 pm

    Assalamu’laikum warahmatulloh ,
    Ustadz saya ada sedikit pertanyaan.

    Apa hukumnya menggunakan barang / uang milik orang lain tanpa sepengetahuan pemiliknya. Tapi di dalam hati berniat akan mengembalikan suatu hari nanti.
    Satu lagi ustadz, mana yang harus di dahulukan antara nyaur hutang atau mengembalikan milik orang lain dengan menuntut ilmu dengan masuk pesantren…
    Demikian pertanyaan dari saya.

    • 10 August 2013 11:43 am

      Wa ‘alaikumussalaam Warohmatulloohi Wabarokaatuh,
      1) Menggunakan barang orang lain tanpa seizin pemiliknya adalah GHOSHOB, dan itu termasuk berdosa walaupun kecil. Kecuali, jika orang lain itu adalah shohabat karib yang justru marah atau tidak suka jika dia akan memakai barangnya dengan izin.
      2) Dua-duanya termasuk wajib. Jika bisa paralel dilakukan, maka lakukan keduanya dalam waktu bersamaan. Akan tetapi jika salah satu mesti didahulukan (karena keterbatasan anda), maka dahulukanlah membayar hutang…. Barokalloohu fiiki.

  353. Hamba Allah permalink
    1 August 2013 11:50 am

    Jadi gini ustadz, saya tadi pagi sedang mandi, lalu tiba-tiba nafsu syahwat saya muncul, padahalkan ini bulan puasa, saya gak bisa nahan nafsu itu ustadz, jadi saya onani tapi waktu hampir keluar maninya saya lepas trus gak jadi, selang beberapa menit kemudian kok dari penis saya keluar maninya ya? Apakah ini dosa ustadz? bagaimana hukumnya?

    • 4 August 2013 7:28 pm

      Wa ‘alaikumussalaam Warohmatulloohi Wabarokaatuh,

      Berlindunglah selalu pada Allooh سبحانه وتعالى dari bujuk rayu syaithoon, yang senantiasa mentargetkan manusia agar menjadi kaafir dan faasiq dan jauh dari Allooh سبحانه وتعالى.

      Kalau anda ingat dengan sadar permulaan kasus anda itu, niscaya anda tidak akan dapat memungkiri bahwa pada saat hasrat seks anda itu muncul, anda tidak berusaha untuk mencegah dan menghentikannya; akan tetapi justru melanjutkan keinginan itu dengan melakukan langkah berikutnya yang anda sebut dengan Onani. Disinilah letak kesalahan anda. Anda telah mengikuti hawa nafsu anda, dan bukan mematuhi instruksi Pencipta anda bahwa orang yang sedang shoum dilarang melakukan seperti itu.

      Anda telah terjebak oleh hawa nafsu anda sendiri. Anda telah terkalahkan oleh syaithoon, lalu mengikutinya; padahal toh setelah anda mengikutinya maka dia (syaithoon) pun pergi, terbukti dengan anda menghentikan Onani tersebut sebelum keluar mani. Namun, fisik anda sudah sampai kepada klimaks, sehingga mani itu harus keluar, walaupun tidak maksimal.
      Dalam posisi ini, anda:
      1) Telah berma’shiyat pada Allooh سبحانه وتعالى, dan itu dosa. Bahkan dosa besar.
      2) Anda telah kalah oleh syaithoon dan mengikutinya.
      3) Anda telah membiasakan kebiasaan buruk pada fisik anda, yang bisa jadi menimbulkan penyakit ketagihan, padahal itu dapat mengancam kesehatan anda.
      4) Anda putus dari rasa bahagia karena selain bukan pada sasarannya, tetapi juga terputus dan terhenti.
      5) Jiwa anda pun berbekas dengan penyesalan, dan itu adalah dampak negatif dari ma’shiyat dan mengikuti hawa nafsu.

      Oleh karena itu, Ustadz sarankan agar anda bertaubat kepada Allooh سبحانه وتعالى dengan taubatan nasuha. “Kapok” lah dengan perbuatan tersebut. Shoum anda tidak mempan dengan Qodho, karena anda meninggalkannya dengan sengaja, akibat tunduk pada hawa nafsu. Sekali lagi bertaubatlah pada Allooh سبحانه وتعالى. Hanya itulah cara anda.

  354. auli permalink
    1 August 2013 1:10 pm

    Assalamu’alaikum ustadz,

    Saya saat ini tengah menghadapi ujian hidup sebagai seorang orangtua tunggal. Saya pontang-panting mencari pekerjaan untuk menghidupi anak saya yang usianya 10 bulan, sementara bapaknya sudah tidak memperdulikan kami lagi. Saya yang sebelum menikah selalu gampang mendapatkan pekerjaan mau pun memulai wirausaha kecil-kecilan, sekarang justru sebaliknya. Usaha apa pun yang saya lakukan untuk membuka jalan rejeki untuk anak saya, seakan-akan sulit terwujud. Pekerjaan yang saya lamar tak kunjung ada respon, usaha apa pun yang tengah saya mulai tak memberi progress yang bagus.
    Apa yang harus saya lakukan ustadz? Sudah letih saya setiap hari menangis memohon kepada Allah… Seringkali saya mempertanyakan keadilan-NYA, karena saya kok masih saja diuji. Sementara orang yang mendholimi saya dan anak saya kok hidup enak. MasyaALLAH saya ingin terus bisa istiqomah dan husnudzon kepada Allah.
    Mohon bantuannya ustadz.

    Dan mohon maaf, bisakah saya menerima jawaban konsultasi ini via email juga?
    Mohon maaf bila merepotkan, ustadz.

    Jazakallah khoir,
    Wassalamualaikum

    • 4 August 2013 7:21 pm

      Wa ‘alaikumussalaam Warohmatulloohi Wabarokaatuh,

      1) Perlu anti ketahui bahwa diantara nikmat Allooh سبحانه وتعالى yang paling besar adalah nikmat hidup dan nikmat Hidayah. Berapa banyak orang hidup, tapi Kaafir. Berapa banyak orang berencana panjang umur, tapi dia malah mati. Alhamdulillah, anti hidup, anti Muslimah, anti sehat bahkan di depan anti masih terbentang kesempatan.

      Jangan sekali-kali berburuk sangka kepada Allooh سبحانه وتعالى. Allooh سبحانه وتعالى itu sesungguhnya sayang kepada kita. Bahkan kata Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم, Allooh سبحانه وتعالى itu sungguh apabila mencintai hamba-Nya, maka Allooh سبحانه وتعالى justru akan mengujinya. Kita hanya harus sabar. Sabar itu justru setengah dari Iman.

      Jangan terburu-buru, karena berapa banyak orang merintis usaha, tetapi tidak jarang dari mereka baru puluhan tahun setelah melalui jatuh-bangun, barulah akhirnya mereka menjadi orang sukses. Seperti ini nyata dan banyak dialami oleh manusia.

      Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم bersabda, “Suatu nyawa tidak akan mati, kecuali apabila sudah habis jatah rizqy dan ajalnya.”

      Oleh karena itu, saran Ustadz, optimis lah.

      2) Berdo’alah. Lakukan Muhasabah (Evaluasi). Bersungguh-sungguh lah. Dan ulet lah.
      3) Lakukanlah silaturahmi dan komunikasi dengan orang yang anti kenal. In-syaa Allooh dapat mengambil hikmah dan inspirasi.
      4) Bertawakkul lah kepada Allooh سبحانه وتعالى. Allooh سبحانه وتعالى hanya menangguhkan nasib baik seseorang, sekedar hari esok.

      Renungkanlah baik-baik. Ikutilah langkah-langkah tadi. Ustadz do’akan semoga Allooh سبحانه وتعالى segera memberi jalan keluar sebagaimana yang anti harapkan…. Barokalloohu fiiki.

  355. 1 August 2013 9:59 pm

    Assalaamu’alaikum ustad

    Suatu saat Rasulullah shallallah ‘alayhi wa aalihi wasallam bersabda, “Sungguh kalian nanti akan memerangi jazirah Arab, kemudian Persia, kemudian Rum, kemudian Dajjal” (H.R. Muslim / Shohih).

    Pertanyaannya: Pada peristiwa apa rosuul mengatakannya dan apakah jazirah arab dan Persia udah ditaklukkan atau belum? Kata sebagian ikhwan bilang sudah, bersandar kepada kitab Bidayah wan Nihayah. Dan yang lebih tepatnya bagaimana? Jazakalloohu khoiron.

    • 4 August 2013 7:17 pm

      Wa ‘alaikumussalaam Warohmatulloohi Wabarokaatuh,

      Jika suatu Hadits sudah shohiih, maka kewajiban kita adalah:
      1) Mengimaninya bahwa Hadits itu adalah benar. Demikian pula isi Haditsnya.
      2) Dalam bahasa Arab terdapat kaidah, “Pelajaran itu pada umumnya Lafadz, dan bukan dengan khususnya Sebab (Kasus)”.
      3) Hadits ini adalah merupakan bagian dari bukti mu’jizat Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم. Karena itu janganlah aneh, Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم diberitahu tentang perkara Ghoib yang akan terjadi dimasa yang akan datang, yang belum terjadi. Dan itu bukanlah ramalan.

      Demikianlah, semoga jelas… Barokalloohu fiika.

      • 15 August 2013 8:21 pm

        Jazaakalloohu khoiron ustadz, tapi kalau dikembalikan ke teks hadits, masalahnya Syiah juga mau menyerang Arab. Gimana ustadz kalau orang meyakini hadits ini malah dikatakan Syiah?

  356. 2 August 2013 3:04 am

    Boleh gak kita do’a setelah sholat tapi dalam keadaan kentut dan apa hukumnya ???

  357. Ari Fajar permalink
    6 August 2013 5:11 pm

    Assalamualaikum,
    Bagaimana hukum sholat Jum’at di masjid perusahaan yang itu bukan masjid umum dan ditutup di hari libur?

    • 10 August 2013 11:30 am

      Wa ‘alaikumussalaam Warohmatulloohi Wabarokaatuh,
      Hukum asal sholat Jum’at adalah dilakukan pada masjid JAAMI’. Masjid Jaami’ adalah masjid yang tanah dan bangunannya adalah Wakaf Lillaahi Ta’aalaa. Tapi pada zaman sekarang, masjidnya disebut Jaami’ karena didirikan sholat Jum’at didalamnya, bahkan ukuran bangunannya besar-besar, akan tetapi dia adalah merupakan aset bisnis perusahaan dan diperjualbelikan.
      Walaupun demikian, sholat diatasnya adalah sah, karena masuk dalam dalil umum yang mengatakan bahwa, “Dan Allooh telah jadikan untukku (– Muhammad sholalloohu ‘alaihi wasallam –) bumi sebagai masjid dan suci.”

      Semoga jelas adanya… Barokalloohu fiika.

  358. 7 August 2013 3:34 pm

    Ada kebiasaan di suatu tempat, waktu mau masuk Ramadhan mengadakan hajatan do’a di rumah. Yang diundang famili dan tetangga terdekat. Kemudian pada 1 Syawwal kegiatan tsb juga dilakukan. Yang ingin kami tanyakan, apa hukumnya?

    • 10 August 2013 11:25 am

      Waspadalah kalian dari perkara yang diada-adakan dalam urusan dien (Al Islam), sebab setiap perkara baru yang diada-adakan tersebut adalah Bid’ah.
      Islam yang berasal dari Muhammad Rosuulullooh sholalloohu ‘alaihi wasalaam apabila Romadhoon sudah dekat, mereka mengatakan, “Ya Allooh, sampaikanlah kami pada bulan Romadhoon. Serahkanlah Romadhoon (dengan berbagai kebajikannya) pada kami dan terimalah (seluruh apa yang kami kerjakan) dalam bulan Romadhoon.”
      Mereka mengintai dan mengintip kehadiran HILAL menuju shoum dikeesokan harinya. Tidak ada acara ini dan itu. Bahkan tidak ada heboh naik BBM dan harga-harga menukik.
      Demikian pula di 1 Syawwal-nya…. Barokalloohu fiika

  359. yudha boomers permalink
    10 August 2013 6:08 am

    Assalamu’alaikum…..Tanya ustadz, sah atau tidak sholat kita jika terlintas pikiran seks?

    • 10 August 2013 11:20 am

      Wa ‘alaikumussalaam Warohmatulloohi Wabarokaatuh,
      In-syaa Allooh sah, hanya saja segeralah hentikan lintasan pikiran tersebut, dan segera kembali ke khusyu’ dalam sholat… Barokalloohu fiika.

  360. Abu Aman Irhabi permalink
    11 August 2013 11:53 pm

    Assalamu’alaikum Warohmatullohi Wabarakatuh

    Kaifa haluk Syaikhuna Rofi’i Hafidzhahulloh

    Ada yang bilang negara ini adalah negara Islam karena ada adzan dimana-mana, Pemimpin / Ulil Amri-nya Islam, mayoritas Masyarakat Islam. Tapi lihat nich Fatwa Ulama Saudi Arabia yang berpaham Ahlus sunnah wal Jama’ah / Sunniy yang diselewengkan dan mungkin belum diketahui oleh para Salafi Maz’um / Sempalan. Silahkan disimak ya bagi Umat Islam dimana pun berada. Pahamilah fatwa ulama Rabbani Ahlus sunnah wal Jama’ah dibawah ini…???!

    قال الشيخ إبن باز رحمه الله: وكل دولة لا تحكم بشرع الله, ولا تنصاع لحكم الله, ولا ترضاه فهي دولة جاهلية كافرة, ظالمة فاسقة بنص هذه الآيات المحكمات, يجب على أهل الإسلام بغضها ومعاداتها في الله, وتحرم عليهم مودتها وموالاتها حتى تؤمن بالله وحده, وتحكم شريعته, وترضى بذلك لها وعليها (مجموعة الفتاوى ابن باز ج 1 ص 382( .(نقد القومية العربية ص 53-54)

    Syaikh Abdul Aziz Bin Baz رحمه الله تعالى berkata: “Setiap negara yang tidak berhukum dengan syari’at Alloh dan tidak tunduk kepada hukum Alloh serta tidak ridla dengannya, maka itu adalah negara jahiliyah, kafirah, dhalimah, fasiqah dengan penegasan ayat-ayat muhkamat ini. Wajib atas pemeluk Islam untuk membenci dan memusuhinya karena Alloh, dan haram atas mereka mencintainnya dan loyal kepadanya sampai beriman kepada Alloh saja dan menjadikan syari’at-Nya sebagai rujukan hukum dan ridla dengannya“. (Lihat Kitab Naqdul Qaumiyyah Al’Arabiyyah karya Al Imam Abdul Aziz Ibnu Baz hal 50-51 atau Kitab Majmu Fatawa Wa Maqaalat Mutanawwi’ah karya Syaikh Ibnu Baz I/309-310).

    قال الشيخ عبد الرحمن السعدي رحمه الله: قد ذكر أهل العلم رحمهم الله الفرق بين بلاد الإسلام وبلاد الكفر,فبلاد الإسلام التي يحكمها المسلمون وتجري فيها الأحكام الإسلامية,ويكون النفوذ فيها للمسلمين ولو كان جمهور أهله كفارا

    Syaikh Abdur Rahman As-Sa’diy رحمه الله تعالى berkata: “Ahli Ilmu telah menyebutkan perbedaan negara Islam dengan negara kafir, maka yang disebut negara Islam adalah: Negara yang dipimpin oleh kaum muslimin dan berlaku di negara tersebut hukum-hukum Islam dan kebebasan di negara tersebut untuk kaum muslimin walaupun mayoritas penduduknya orang-orang kafir.” ([1] Lihat Kitab Al Fatawa As Sa’diyyah karya Syaikh Abdurrahman Nashir As-Sa’diy 1/92, cetakan II tahun 1402, Maktabul Ma’arif Riyadh)

    قال الشيخ صالح الفوزان رحمه الله: المراد بالبلاد الإسلامية هي التي تتولاها حكومة تحكم بالشريعة الإسلامية . . لا البلاد التي فيها مسلمون وتتولاها حكومة تحكم بغير الشريعة فهذه ليست إسلامية (المنتقى من فتاوى فضيلة الشيخ الفوزان ج الثاني ص 15,فتاوى رقم 222)

    Syaikh Prof.Dr. Shalih bin Fauzan bin Abdullah Al Fauzan hafidzhahulloh berkata: “Yang dimaksud dengan negeri-negeri Islam adalah negeri yang dipimpin oleh pemerintahan yang menerapkan syari’at Islamiyah, bukan negeri yang di dalamnya banyak kaum muslimin dan dipimpin oleh pemerintahan yang menerapkan bukan syari’at Islamiyah. (Kalau demikian), negeri seperti ini bukanlah negeri Islamiyyah“. [Kitab Al Muntaqaa Min Fatawa Fadlilatusy Syaikh Shalih Al Fauzan 2/254 No.222].

    قال الشيخ محمد الفقي رحمه الله : من اتخذ من كلام الفرنجة قوانين يتحاكم إليها في الدماء والفروج والأموال, ويقدمها على ما علم وتبين له من كتاب الله وسنة رسوله -صلى الله عليه وسلم- . فهو بلا شك كافر مرتد إذا أصر عليها ولم يرجع إلى الحكم بما أنزل الله. ولا ينفعه أي اسم تسمى به, ولا أي عمل من ظواهر أعمال الصلاة والصيام ونحوها.

    Asy-syaikh Muhammad Al-Faqiy رحمه الله تعالى berkata: “Siapa yang menjadikan perkataan orang-orang Barat sebagai undang-undang yang dijadikan rujukan hukum di dalam masalah darah, kemaluan dan harta dan dia mendahulukannya terhadap apa yang sudah diketahui dan jelas baginya dari apa yang terdapat di dalam Kitab Alloh dan sunnah Rasul-Nya, maka dia itu tanpa diragukan lagi adalah kafir murtad. Bila terus bersikeras diatasnya dan tidak kembali berhukum dengan apa yang telah diturunkan Alloh dan tidak bermanfaat baginya nama apa pun yang dengannya dia menamai dirinya (klaim Muslim) dan (tidak bermanfaat juga baginya) amalan apa saja dari amalan-amalan dhahir, baik shalat, shaum, haji dan yang lainnya“. [Sumber Kitab Ta’liq Fathul Majid:373].

    Mohon penjelasannya atas fatwa tersebut ya Syaikh buat pencerahan. Dan kenapa yang ngaku-ngaku Salafi anti sekali terhadap fatwa ini, padahal kan ini fatwa dari Para Ulama Rabbani rujukan mereka semua. Syukron sebelumnya dan mohon segera penjelasannya ya… Barakallohu fiikum

    Wassalamu’alaikum Warohmatullohi Wabarakatuh

    (Abu Aman Irhabi al-Makasary)

    • 16 August 2013 7:30 pm

      Wa ‘alaikumussalaam Warohmatulloohi Wabarokaatuh,

      1) Apa yang anta nukil MEMANG BENAR ADANYA, karena itu JIKA MENOLAK atau TIDAK MENERIMA atau MEMBANGKANG, itu adalah BUKAN KEBENARAN YANG MENJADI RUJUKAN-nya, tetapi HAWA NAFSU dan HIZB-nya dimana mereka tidak mau mengatakan “Mutiara itu sebagai Mutiara”; tetapi mereka ingin mengatakan bahwa “Mutiara adalah Perunggu”; karena mutiara itu bukan berasal dari “pabrik” mereka; sebaliknya perunggu itu adalah mutiara karena “kata pabrik mereka” perunggu itu adalah mutiara.

      Atau bisa jadi, menurut mereka kitab-kitab rujukan yang anta sebutkan itu adalah koran dan bukan ilmu. Dan kalau begitu, maka sebagaimana pepatah mengatakan, “Janganlah engkau ambil ilmu dari wartawan.”
      Dan karena menurut mereka, Penulis kitab-kitab itu bukan ‘Ulama dan Mufti sehingga apa yang keluar dari Para Penulis kitab-kitab tersebut yang berhak menerimanya itu adalah “tong sampah“.

      Atau mereka para Penulis Kitab dan Mufti itu (yang sebenarnya mereka itu para ‘Ulama Ahlus Sunnah Wal Jamaa’ah lho), yaaaah… tetapi kalau “TIDAK SESUAI DENGAN SELERA” mereka ya TIDAK DITERIMA. Yang diterima ya yang “sesuai dengan selera” mereka saja lah….

      Adapun bagi kita sebagai AHLUS SUNNAH WAL JAMAA’AH, sikap yang benar adalah HIKMAH ADALAH NAUNGAN SETIAP MUKMIN, DIMANAPUN KITA TEMUKAN HIKMAH ITU, maka kita berhak untuk menggunakannya. KEBENARAN ITU TIDAK ADA KAITANNYA DENGAN SELERA, DIA ADALAH HIDAYAH yang HARUS KITA IMANI KEBERADAANNYA, harus KONSEKWEN DIATASNYA, dan ISTIQOMAH BERPEGANG TEGUH DENGANNYA.

      Walaupun demikian, Ustadz berpesan agar HENDAKNYA SENANTIASA LAH MENYAMPAIKAN KEBENARAN DENGAN CARA YANG BAIK, SIKAP YANG HIKMAH DAN BIJAK, sebagaimana Allooh سبحانه وتعالى memerintahkan hal tersebut dalam QS. An Nahl (16) ayat 125 :

      ادْعُ إِلَىٰ سَبِيلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ ۖ وَجَادِلْهُمْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ ۚ إِنَّ رَبَّكَ هُوَ أَعْلَمُ بِمَنْ ضَلَّ عَنْ سَبِيلِهِ ۖ وَهُوَ أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِينَ

      Artinya:
      SERULAH (MANUSIA) KEPADA JALAN ROBB-mu DENGAN HIKMAH DAN PELAJARAN YANG BAIK dan BANTAHLAH MEREKA DENGAN CARA YANG BAIK. Sesungguhnya Robb-mu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.”

      2) Sedangkan SALAF itu dalam pemahaman ‘Ulama Ahlus Sunnah Wal Jamaa’ah adalah SHOHABAT (baik dari kalangan Muhajirin dan Anshor), kemudian TAABI’IIN yaitu generasi yang datang setelah Shohabat, kemudian TAABI’UT TAABI’IIN yaitu generasi yang datang setelah Taabi’iin.

      Dan SALAFI / SALAFIYYUUN adalah dia atau mereka orang-orang yang mengikuti dengan setia akan kebenaran yang diyakini, difahami, diamalkan dan diajarkan serta diwariskan oleh mereka (Salaf); DARI BANGSA MANAPUN, DARI SUKU MANAPUN, DARI LEMBAGA MANAPUN, DARI ORGANISASI MANAPUN, DARI PENGAJIAN MANAPUN.

      Jika mengaku SALAFI / SALAFIYYUUN tetapi kenyataannya bertolak belakang atau menyelisihi dengan apa yang Salaf ikuti, maka itu sama dengan MENCORENG KEAGUNGAN SALAF dan MEMBERI KESAN BURUK serta SIKAP MENOLAK DAN ANTI TERHADAP AS SALAF.

      Demikianlah, semoga jelas adanya…. Barokalloohu fiika.

      • 19 August 2013 2:55 pm

        Assalamu’alaykum Ustadz, semoga ALLOOH menjaga Ustadz selalu,

        Izin ikut nimbrung dalam pembahasan ini Ustadz,

        Ana sepakat (insyaALLOOH) dengan pendapat Ustadz dan Abu Aman Irhabi, semoga ALLOOH merahmati Antum berdua. Namun permasalahannya Ustadz, adalah merasuknya pemahaman Irja’ kedalam diri sebagian Ikhwan yang menisbatkan dirinya pada Salafi. Jadi dalil yang sangat muhkam (seperti yang disampaikan Abu Aman) sekalipun, pemahamannya dibengkokkan dengan syubhat-syubhat Irja’-nya, sebagai contoh:

        Fatwa Syaikh Abdul Aziz Bin Baz رحمه الله تعالى diatas yang berbunyi: “Setiap negara yang tidak berhukum dengan syari’at Alloh dan tidak tunduk kepada hukum Alloh serta “tidak ridla dengannya”, maka itu adalah negara jahiliyah, kafirah, dhalimah, fasiqah dengan penegasan ayat-ayat muhkamat ini…..” (sampai akhir perkataan Syaikh)

        Sengaja Ana kutip kalimat..”tidak ridla dengannya“, karena inilah yang sering mereka lemparkan sebagai Syubhat untuk menggoyang akidah kaum Muwahidin. Mereka berkata seorang pemimpin itu baru dapat dikatakan kafir apabila dia ridla dengan hukum buatan yang dia terapkan dan tidak ridla dengan hukum ALLOOH yang dia tinggalkan, sedangkan ridla tidaknya si pemimpin tidak ada yang tahu, karena itu urusan hati.

        Dan (tambahan dari mereka lagi), sebagai sesama muslim hukum dasarnya adalah Husnudzon, jadi kita tidak perlu berprasangka buruk kepada pemimpin kita yang dhohirnya muslim bahwa di dalam hatinya dia tidak ridla (ingkar) terhadap hukum ALLOOH. Intinya bagi mereka, kalau seorang pemimpin yang dhohirnya muslim menerapkan hukum selain hukum ALLOOH, belum tentu hatinya tidak ridla atau ingkar terhadap hukum-hukum ALLOOH, bisa saja itu hanya merupakan hawa nafsunya saja karena takut kedudukannya tergulingkan kalau dia menerapkan syari’at, sehingga dia tidak bisa dikafirkan, dan wajib ta’at (karena masih sebagai pemimpin Muslim)

        Contoh lain:

        Kalau kita katakan kepada mereka (dengan membawa Hadits Adi Bin Hatim, tentang Ibadahnya orang-orang Nasrani dan Yahudi kepada Rahib-Rahib mereka), bukankah pemimpin-pemimpin zaman sekarang itu menghalalkan apa yang diharamkan ALLOOH (Riba, Khomr, Tawalli dengan musuh-musuh ALLOOH dll) dan mengharamkan apa yang dihalalkan bahkan diwajibkan ALLOOH (‘Idad, Jihad, Hudud)?
        Mereka akan menjawab, “Melarang itu belum tentu mengharamkan, dan melegalkan juga belum tentu menghalalkan.”
        Mereka berkata, “Kalau pemimpin kita membolehkan Khomr, belum tentu dia menganggap meminum khomr itu tidak dosa (alias halal), maka dia bukan menghalalkan. Kalau seorang pemimpin melarang Jihad atau Hudud, bukan berarti dia meyakini bahwa Jihad atau Hudud itu buruk dan dosa apabila dilakukan, bisa jadi dia hanya takut apabila hal tsb dibolehkan akan terjadi mudhorot bagi dirinya dan kekuasaannya, namun hatinya tetap meyakini wajibnya jihad dan Hudud tersebut.”

        Terkadang mereka juga beranalogi dengan kasus lampu merah, menurut mereka, “Dasarnya orang berjalan di bumi ALLOOH itu kan halal, lantas kalau orang dilarang berjalan ketika lampu merah, apakah itu artinya pemerintah kita mengharamkan apa yang ALLOOH halalkan?
        Atau mereka juga berargumen, “Apabila seorang muslim menyewakan rumahnya untuk dijadikan toko penjualan Khomr apakah dia dikafirkan karena dia membolehkan penjualannya dilakukan di rumahnya?

        Syubhat-shubhat seperti inilah Ustadz yang biasa mereka sampaikan, apabila kita sedang berdiskusi kepada mereka. Intinya, bagi mereka berhukum dengan selain hukum ALLOOH itu tidak akan mengkafirkan pelakunya kecuali jika diiringi dengan Juhud, Istihlal dan pengingkaran, yang notabene semuanya adalah amalan hati dan hanya ALLOOH yang tahu.

        Mohon penjelasan dan elaborasi yang lebih dalam dari Ustadz mengenai perkara ini, agar syubhat-shubhat yang mereka sampaikan bisa terbantahkan.

        Mungkin Ustadz juga masih ingat Ana pernah bertanya mengenai Kafir tidaknya orang yang berhukum dengan selain hukum ALLOOH apabila didalam hatinya dia masih meyakini hukum ALLOOH lah yang benar, nah pertanyaan tsb ana sampaikan karena keterbatasan ilmu ana dalam membantah syubhat-syubhat yang mereka sampaikan seperti contoh diatas.

        Sekian dulu Ustadz, BarakaLLOOHU Fiik

      • 23 August 2013 9:23 am

        Wa ‘alaikumussalaam Warohmatulloohi Wabarokaatuh,

        Kalau antum perhatikan dengan seksama dan mendalam, SYUBHAT-SYUBHAT dan bantahan MEREKA dengan cara seperti itu sebenarnya:

        1) MEMAKSA orang untuk MENYELAMI SESUATU YANG TIDAK AKAN BISA DISELAMI, yaitu URUSAN HATI. Padahal ALLOOH سبحانه وتعالى mengajarkan kita untuk MENGHUKUMI ATAS GEJALA YANG NYATA (DZOHIR) tentang apakah seseorang itu kita ketahui dia membenarkan atau mendustakan Syari’at / Hukum Allooh سبحانه وتعالى, apakah seseorang itu kita ketahui dia itu meng-halalkan ma’shiyat (misal dengan melegalisasikan Riba / Khomr, dsb-nya) ataukah meng-haromkan apa yang dihalalkan Allooh سبحانه وتعالى (misal Jihad, Huduud, dsb-nya).

        Dengan demikian, orang yang berpemahaman penuh syubhat sebagaimana yang antum terangkan diatas, sebenarnya HAWA-NAFSU LAH YANG MENGUASAI…. Entah karena rasa malas kah, entah karena takut resiko kah, entah karena tunduk pada dikte oknum tertentu kah, atau entah karena pemahamannya yang memang cacat sehingga berakibat pada dinginnya gairah untuk mendzohirkan Syari’at Islam padahal dirinya mengaku Muslim”.

        Kalaulah mereka sadari dan telaah dalam sejarah, hanya karena bertanya tentang ayat Mutasyabihat maka ‘Umar bin Khoththoob رضي الله عنه begitu tegas menindak Shobiigh bin ‘Asal. Atau ‘Abdullooh bin Mas’uud رضي الله عنه yang secara tegas mengingkari orang-orang yang di dalam Masjid berdzikir menggunakan kerikil.

        Padahal kalau menggunakan teori Murjiah, maka biarkan saja lah mereka itu semua berma’shiyat, toh belum tentu Shobiigh bin ‘Asal atau orang-orang yang berdzikir menggunakan kerikil itu menghalalkan perbuatan tersebut dalam hati mereka.

        Contoh lainnya: Sebagaimana saat ini banyak orang yang tidak sholat, banyak orang yang tidak membayar Zakat, dll… Nah kalau memakai teori Murji’ah, maka biarkan saja orang-orang yang seperti ini semuanya; karena toh mereka itu belum tentu menghalalkan untuk tidak sholat, tidak shoum, tidak bayar zakat, tidak naik haji padahal mampu, dst-nya. HAL ITU SAMA SAJA DENGAN MENGHILANGKAN SELURUH SYARI’AT ISLAM.

        MANA PENGERTIAN bahwa IMAN adalah PERKATAAN (perkataan hati berupa KEYAKINAN & perkataan mulut berupa PERNYATAAN LISAN) & PERBUATAN (baik PERBUATAN HATI, LISAN maupun PERBUATAN ANGGOTA TUBUH) ?

        Atau dalam pengertian yang lain adalah diungkapkan dengan PEMBENARAN DALAM HATI, PENGIKRARAN MELALUI PERNYATAAN LISAN serta PERBUATAN MELALUI ANGGOTA TUBUH ?…. Jika toh yang dijadikan ukuran adalah hanya Hati saja, sedangkan Mulut dan Perbuatan Anggota Tubuh tidak mempunyai konsekwensi terhadap kefaasiqan, kedzoliman dan kekufuran.

        Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم sendiri bersabda yang artinya, “AMALAN-AMALAN yang paling Allooh سبحانه وتعالى cintai adalah ber-IMAN kepada Allooh سبحانه وتعالى.”

        Dalam Hadits ini terang dan gamblang bahwa IMAN ITU PERBUATAN, tidak cukup hanya keyakinan saja. Berarti IMAN ITU AMALAN, BUKAN KEYAKINAN BELAKA.

        Bahkan didalam sejarah tercatat bahwa Abu Bakar Ash Shidiq رضي الله عنه selaku Penguasa, Pemimpin kaum Muslimin atau dengan kata lain yang kita kenal dengan istilah ‘Ulil Amri, maka setelah dibai’at menjadi Kholiifah didalam khutbahnya beliau رضي الله عنه antara lain berkata sebagai berikut: “Taatilah aku oleh kalian selama aku taat pada Allooh سبحانه وتعالى dan Rosuul-Nya صلى الله عليه وسلم. Tetapi jika aku berma’shiyat kepada Allooh سبحانه وتعالى dan Rosuul-Nya صلى الله عليه وسلم maka tidak ada kewajiban taat atas kalian padaku.”
        (Hal ini sebagaimana diriwayatkan oleh Imam ‘Abdur Rozaq dalam kitab Mushonaf–nya no: 20702)

        Kemudian didalam masa kepemimpinannya (selaku ‘Ulil Amri) Abu Bakar Ash Shidiq رضي الله عنه dengan tegas memerangi orang-orang yang tidak mau membayar Zakat. Bukankah itu semua adalah PERKATAAN dan PERBUATAN yang merupakan AMALAN NYATA, BUKAN CUMA SEBATAS KEYAKINAN DI HATI saja?

        2) Keyakinan MURJI’AH ini MENAMPAKKAN LEMAHNYA IMAN dan DANGKALNYA ILMU, karena TELAH “MEMBEKUKAN” SEKIAN BANYAK SYARI’AT yang ROSUULULLOOH صلى الله عليه وسلم sepanjang umurnya BERJUANG HABIS-HABISAN UNTUK MENEGAKKAN dan MENDZOHIRKAN SYARI’AT tersebut DI MUKA BUMI.

        Betapa ketika orang-orang melakukan kefaasiqan atau bahkan kekufuran, maka mereka itu akan dibiarkan saja, karena Murji’ah akan mengatakan, “Kita tidak boleh menghukumi mereka, karena kita tidak tahu apakah orang itu meridhoi / terpaksa (dalam kefaasiqan / kekufurannya).”

        Dengan demikian, berapa banyak perkara yang ma’ruf akan menjadi terpendam; dan perkara yang munkar akan semakin berjaya, hanya karena berdalih, “Belum tentu orang itu meng-halalkan kema’shiyatannya.”

        3) Pada zaman dimana kita hidup sekarang ini, kita bisa mendengar dan melihat melalui media elektronik, membaca melalui media baca, menyaksikan dengan mata telanjang ataupun menyaksikan melalui media elektronik bahwa tidak sedikit orang yang menentang dan tidak setuju serta keberatan terhadap Syari’at Islam (contohnya dengan mengeluarkan pernyataan: “Tidak perlu Syari’at Islam”, “Sekulerisme adalah Final”, atau “Poligami adalah diskriminasi” atau “Hukum Waris adalah ketidak adilan, mestinya kan dibagi sama rata antara laki-laki dan perempuan”, dan masih banyak lagi).

        Padahal jelas-jelas Syari’at Islam adalah tuntunan dari Allooh سبحانه وتعالى berupa Al Qur’an dan dari Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم berupa Sunnah-Sunnahnya yang shohiihah, ditambah penjelasan sekian banyak para Imam dan Ulama Ahlus Sunnah Wal Jamaa’ah yang mu’tabar tentang aplikasi dan aktualisasi dari Syari’at Islam itu sendiri.

        Jika para penentang ini hidup dimasa Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم dan para Shohabat رضي الله عنهم, jelas akan ditegakkan hukum dan sanksi atas mereka. Bagaimana tidak? Orang-orang Munaafiq ketika membangun Masjid Dhiroor yang dimaksudkan untuk memecah-belah ummat Islam, maka oleh Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم langsung ditindak dan diinstruksikan supaya masjid itu dihancurkan.
        Sebagaimana Allooh سبحانه وتعالى berfirman dalam QS. At Taubah (9) ayat 107-108:

        وَالَّذِينَ اتَّخَذُوا مَسْجِدًا ضِرَارًا وَكُفْرًا وَتَفْرِيقًا بَيْنَ الْمُؤْمِنِينَ وَإِرْصَادًا لِّمَنْ حَارَبَ اللَّهَ وَرَسُولَهُ مِن قَبْلُ ۚ وَلَيَحْلِفُنَّ إِنْ أَرَدْنَا إِلَّا الْحُسْنَىٰ ۖ وَاللَّهُ يَشْهَدُ إِنَّهُمْ لَكَاذِبُونَ ﴿١٠٧﴾ لَا تَقُمْ فِيهِ أَبَدًا ۚ لَّمَسْجِدٌ أُسِّسَ عَلَى التَّقْوَىٰ مِنْ أَوَّلِ يَوْمٍ أَحَقُّ أَن تَقُومَ فِيهِ ۚ فِيهِ رِجَالٌ يُحِبُّونَ أَن يَتَطَهَّرُوا ۚ وَاللَّهُ يُحِبُّ الْمُطَّهِّرِينَ ﴿١٠٨﴾

        Artinya:
        (107) “Dan (di antara orang-orang munaafiq itu) ada orang-orang yang mendirikan masjid untuk menimbulkan kemudhorotan (pada orang-orang mukmin), untuk kekafiran dan untuk memecah-belah antara orang-orang mukmin, serta menunggu kedatangan orang-orang yang telah memerangi Allooh dan Rosuul-Nya sejak dahulu. Mereka sesungguhnya bersumpah: “Kami tidak menghendaki selain kebaikan“. Dan Allooh menjadi saksi bahwa sesungguhnya mereka itu adalah pendusta (dalam sumpahnya).”
        (108) “Janganlah kamu beribadah dalam masjid itu selama-lamanya. Sesungguhnya masjid yang didirikan atas dasar taqwa (mesjid Quba), sejak hari pertama adalah lebih patut kamu sholat di dalamnya. Di dalamnya masjid itu ada orang-orang yang ingin membersihkan diri. Dan sesungguhnya Allooh menyukai orang-orang yang bersih.”

        Nah bagaimana lagikah dengan tindakan yang terang-terangan merupakan ketidak-sukaan, kebencian, penentangan, bahkan permusuhan terhadap Syari’at Islam serta orang-orang yang berusaha untuk menjalankannya?

        4) Adapun tentang Husnudzon, maka Husnudzon itu memang harus. Tetapi hendaknya juga kita perhatikan bahwa Husnudzon ini harus menuntut sikap, baik dari orang yang bersangkutan maupun dari luar orang yang bersangkutan.

        Hal ini adalah seperti dalam Hadits Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم yang artinya:
        Barangsiapa yang melihat kemungkaran dari kalian, hendaknya ia mengingkarinya dengan tangannya, dan kalau tidak mampu maka dengan mulutnya, dan kalau tidak mampu maka dengan hatinya dan itu adalah selemah-lemahnya iman.”

        Dalam Hadits ini jelas menunjukkan bahwa tidak cukup dengan Husnudzon, karena begitu melihat kemungkaran maka langsung tanpa jeda seharusnya kemungkaran itu disikapi dengan nyata melalui tangannya, atau mulutnya atau hatinya. Dan itu adalah nyata, tidak cukup dengan Husnudzon belaka.

        Juga dalam Hadits lain, ketika Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم berjalan bersama istrinya di malam hari, kemudian ada salah seorang Shohabat yang melihatnya di jalan, maka Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم mengklarifikasikan kepada Shohabatnya tersebut bahwa wanita itu adalah istrinya.

        Dalam hadits ini jelaslah bahwa orang yang bersangkutan harusnya mengklarifikasikan kepada pihak lain (dalam keadaan yang memungkinkan munculnya fitnah) agar tidak terjadi Suudzon.

        Dengan demikian, dapatlah kita tarik pelajaran bahwa Husnudzon semata-mata tidak cukup dari orang lain terhadap orang yang bersangkutan, tetapi orang yang bersangkutan tersebut juga harus mengklarifikasikan terhadap perbuatannya yang memungkinkan untuk memunculkan adanya suatu fitnah.

        Dalam hal ini Husnudzon menjadi tidak cukup ketika ada orang yang keberatan atau bahkan menolak syari’at Islam, entah itu Syari’at yang berbentuk poligami atau hukum waris atau hukum jilbab atau Hudud atau Jinayah atau hukum-hukum lainnya.
        Tetapi harus ada orang yang mengingkari atau minimal melakukan Iqomatul Hujjah sehingga orang itu tersadarkan bahwa dia adalah dalam posisi benar atau salah, dan sayangnya hal ini bisa dikatakan tidak ada.

        Sebaliknya disisi lain, klarifikasi dari orang yang mengeluarkan pernyataan yang menentang / tidak setuju / keberatan terhadap Syari’at Islam (seperti pernyataan: “Tidak perlu Syari’at Islam”, “Sekulerisme adalah Final”, atau “Poligami adalah diskriminasi”, dstnya) itu juga tidak ada. Karena orang yang nyata-nyata tidak suka / benci / menentang / anti terhadap syari’at Islam itu tidak mengklarifikasikannya, dikarenakan dia memandang tidak perlu, atau tidak ada yang meminta klarifikasi, atau memang sudah nyata dari perbuatannya bahwa dia itu adalah menentang secara sadar. Jadi apalagi yang meragukan?

        Mari kita renungkan, kalau ada orang yang gemar berbuat Zina maka Husnudzon-nya apa?
        Kalau ada orang yang setiap hari bergelut dengan Riba, bahkan menumpuk kekayaannya dengan Riba, senang dan bangga dengan penghasilan Riba-nya; begitu pula kalau ada orang yang memamerkan aurotnya kemana-mana, melakukan pornografi dan pornoaksi bahkan dipertandingkan dan juara serta bangga dengan prestasi pamer aurotnya, maka Husnudzon apa yang akan kita bangun?

        Demikianlah, semoga hal ini menjadi jelas adanya…. Barokalloohu fiika.

  361. 12 August 2013 11:19 am

    Assalamu’alaikum Warohmatulloohi Wabarokaatuh

    Pak Ustadz mohon nasihatnya:
    1. Shoum sunnah apa saja yang seharusnya kita kerjakan dan kapan waktunya ?
    2. Sholat-sholat sunnah apa saja yang seharusnya kita lakukan dan kapan waktunya ?
    3. Serta kalau memang ada bacaan niat-niatnya sekalian dari shoum & sholat-sholat tersebut ?

    Jazakalloohu khoiron.

    • 16 August 2013 8:59 pm

      Wa ‘alaikumussalaam Warohmatulloohi Wabarokaatuh,

      1) Shoum-shoum sunnah yang antum bisa lakukan antara lain:

      a) Shoum Ayyaam Albiidh yaitu shoum pada tanggal 13, 14, 15 bulan Hijriyah setiap bulannya
      b) Shoum Senin dan Kamis
      c) Shoum Dawuud (sehari shoum, sehari tidak)
      d) Shoum musiman, seperti:
      – Shoum 6 hari di bulan Syawwal (berarti tidak dilakukan di bulan selain Syawwal),
      – Shoum pada tanggal 1 s/d 9 Dzul Hijjah (hanya sekali setahun, yakni di bulan Dzul Hijjah tersebut),
      – Shoum tanggal 9-10 Muharrom (berarti hanya di bulan Muharrom saja sekali setahunnya)

      2) Adapun sholat-sholat sunnah yang bisa antum lakukan antara lain:
      a) Sholat-sholat sunnah yang mengikuti sholat Fardhu, yang dikenal dengan Sholat Sunnah Rowatib, baik yang Mu’akkad (ditekankan), maupun yang Ghoiru Mu’akkad (tidak ditekankan), baik sebelum maupun sesudah sholat Fardhu. Antum dapat membacanya dalam artikel ceramah berjudul “Fadhilah Sholat Sunnah 12 Roka’at” yang pernah dimuat di Blog ini (atau klik: https://ustadzrofii.wordpress.com/2010/06/22/fadhilah-sholat-sunnah-12-rokaat/)
      b) Sholat sunnah diwaktu orang sibuk berkecamuk dengan urusan dunia, yaitu sholat Dhuha
      c) sholat sunnah diwaktu lalai, yang disebut dengan sholat Tahajjud
      d) Sholat sunnah karena sebab, misalnya: sholat Tahiyyatul Masjid (karena sebab masuk masjid).
      e) sholat sunnah karena gerhana matahari ataupun bulan, dll

      3) Niat antum adalah menyengaja untuk melakukan sholat sunnah sesuai apa yang antum hendak lakukan dengan tanpa melafadzkan “Usholi……” melalui mulut. Niat itu adalah adanya di dalam hati.

      Semoga Allooh سبحانه وتعالى menambah kegigihan antum dalam menuntut ilmu diin, mengamalkannya, serta istiqomah diatasnya hingga akhir hayat… Barokalloohu fiika.

  362. 12 August 2013 4:46 pm

    Assalamu’alaykum Ustadz. Mau bertanya lagi nih, mudah-mudahan Ustadz diberi kesabaran oleh ALLOOH سبحانه وتعالى dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan ana.

    Jadi ceritanya begini Ustadz, waktu Lebaran kemarin saya dan saudara saya berkunjung ke salah satu kerabat kami, dan terjadi dialog mengenai keyakinan manhaj salaf terutama dalam hal Bid’ah. AlhamduliLLAAH, Ana dan saudara (yang insyaALLOOH mengikuti manhaj salaf) sudah mencoba menjelaskan kepada kerabat kami ini mengenai hakekat Bid’ah sesuai kapasitas ‘ilmu yang kami miliki. Namun kerabat kami ini melemparkan sebuah isu yang ana mohonkan penjelasannya dari Ustadz.

    Dia mananyakan kenapa ritual Sholat Tarawih sehabis Isya, dan menyambungnya dengan sholat Tahajud setelah beristirahat tidak dikategorikan sebagai Bid’ah? Menurut dia, kan tidak ada riwayat yang shohih dari Nabi صلى الله عليه وسلم bahwasanya Nabi صلى الله عليه وسلم melakukan hal tersebut.

    Kami sudah coba menjelaskan bahwa ada riwayat lain yang membolehkan Sholat malam dengan cara 2 rokaat-2 rokaat dan tidak dibatasi jumlahnya, sehingga apabila ada yang menyambung Tarawih dengan sholat malam seberapa pun jumlahnya, maka riwayat tadi adalah dalilnya dan bukan Bid’ah. Namun Dia kembali menjawab bahwa tidak ada riwayat yang shohih yang mengabarkan Nabi صلى الله عليه وسلم memisah sholat malamnya menjadi 2 bagian dibulan Romadhan, dimana 1 bagian setelah sholat Isya, dan sebahagian lainnya di waktu tengah malam (waktu Tahajud).

    1. Mohon tanggapan Ustadz mengenai hal ini, apakah memisah sholat malam di bulan Ramadhan menjadi 2 bagian termasuk Bid’ah atau tidak? Kalau tidak, bagaimana cara menjelaskannya?
    2. Apakah melakukan Qiyamul Lail berjama’ah termasuk perkara Bid’ah atau tidak?
    3. Apakah bila kita melazimkan suatu amalan secara terus-menerus, tanpa meyakini adanya keutamaan atau kelebihan fadhilah terhadap amalan tersebut bisa terjebak dalam perkara Bid’ah atau tidak?
    Misalnya: Bersalaman setelah sholat, apabila seseorang tidak meyakini bahwa amalan tersebut akan mendatangkan pahala yang lebih atau bahwa amalan tersebut membuat Sholatnya menjadi lebih Afdhol dan keutamaan-keutamaan lainnya, namun dia melazimkan amalan tersebut dan melakukannya secara terus-menerus dengan alasan “Ini tradisi saja, bukan urusan agama“, apakah dia melakukan Bid’ah?

    Mohon penjelasannya Ustadz.. Semoga ALLOOH سبحانه وتعالى selalu menjaga dan merahmati Ustadz.
    Wassalamu’alaykum

    • 16 August 2013 8:33 pm

      Wa ‘alaikumussalaam Warohmatulloohi Wabarokaatuh,

      1) Tidak bisa disangkal lagi bahwa RIWAYAT YANG SHOHIIHAH adalah bahwa Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم SHOLAT MALAM DI BULAN ROMADHOON MAUPUN DILUAR BULAN ROMADHOON TIDAK PERNAH LEBIH DARI 11 ROKAAT.

      Perhatikan Hadits Shohiih berikut sebagaimana diriwayatkan oleh Al Imaam Al Bukhoory no: 2013 dan Al Imaam Muslim no: 738, dari Shohabat Abu Salamah bin ’Abdurrohman رضي الله عنه ketika beliau bertanya kepada ’Aa’isyah رضي الله عنها tentang bagaimana sholat Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم di bulan-bulan Romadhoon maka ’Aa’isyah رضي الله عنها menjawab bahwa:

      كَيْفَ كَانَتْ صَلاَةُ رَسُولِ اللهِ صلى الله عليه وسلم فِي رَمَضَانَ فَقَالَتْ مَا كَانَ يَزِيدُ فِي رَمَضَانَ ، وَلاَ فِي غَيْرِهَا عَلَى إِحْدَى عَشْرَةَ رَكْعَةً يُصَلِّي أَرْبَعًا فَلاَ تَسَلْ عَنْ حُسْنِهِنَّ وَطُولِهِنَّ ثُمَّ يُصَلِّي أَرْبَعًا فَلاَ تَسَلْ عَنْ حُسْنِهِنَّ وَطُولِهِنَّ ثُمَّ يُصَلِّي ثَلاَثًا ، فَقُلْتُ : يَا رَسُولَ اللهِ أَتَنَامُ قَبْلَ أَنْ تُوتِرَ قَالَ يَا عَائِشَةُ إِنَّ عَيْنَيَّ تَنَامَانِ ، وَلاَ يَنَامُ قَلْبِي

      Artinya:
      Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم tidak menambah baik di bulan Romaadhon maupun selainnya dari 11 rokaat tersebut, beliau صلى الله عليه وسلم sholat 4 (empat) rokaat dan jangan kau bertanya tentang baik dan panjangnya, kemudian beliau صلى الله عليه وسلم sholat 4 (empat) rokaat dan jangan kau bertanya tentang baik dan panjangnya, kemudian sholat 3 (tiga) rokaat lalu aku bertanya: ”Wahai Rosuulullooh, apakah engkau tidur sebelum Witir?
      Lalu beliau صلى الله عليه وسلم menjawab, “Hai ’Aa’isyah, dua mataku tidur, tetapi hatiku tidak tidur.”

      Adapun sholat malam 2 rokaat-2 rokaat sebagaimana dalam Hadits yang diriwayatkan oleh Imaam Al Bukhoory dan Al Imaam Muslim dari ‘Abdullooh bin ‘Umar رضي الله عنه, sabda Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم,

      صَلاَةُ اللَّيْلِ مَثْنَى مَثْنَى فَإِذَا خَشِىَ أَحَدُكُمُ الصُّبْحَ صَلَّى رَكْعَةً وَاحِدَةً تُوتِرُ لَهُ مَا قَدْ صَلَّى

      Artinya:
      Sholat malam itu dua-dua. Jika salah seorang dari kalian khawatir terlambat dengan sholat Shubuhnya, maka sholatlah satu roka’at witir atas sholat yang telah ia lakukan.” (Hadits Riwayat Imaam Muslim no: 1782 dari ‘Abdullooh bin ‘Umar رضي الله عنه)

      Maka hadits dari ‘Abdullooh bin ‘Umar رضي الله عنه ini menjelaskan tentang TATA LAKSANA SHOLAT MALAM tersebut, BUKAN MERUPAKAN DALIL UNTUK MEMUTLAKKAN BILANGAN ROKA’AT MENJADI BERAPA SAJA JUMLAHNYA SEMAU ORANG YANG SHOLAT.

      Oleh karena itu, menurut yang Ustadz tangkap dari pernyataan kerabat anda itu, pernyataannya bahwa SHOLAT TAROOWIH TIDAK LEBIH DARI 11 ROKAAT ADALAH BENAR.

      Hanya saja, yang justru langka dalam tata laksana sholat Tarowih itu adalah ber-uswah kepada Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم dari sisi KUALITAS SHOLAT (Antum dapat mendengarkan audio ceramah “Keutamaan Romadhoon” dan “Kiat Menghidupkan Romadhoon” atau klik: https://ustadzrofii.wordpress.com/2013/07/23/keutamaan-romadhoon/#more-5432)

      Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم dahulu menjalankan Qiyaamu Romadhoon penuh dengan KUALITAS, bahkan dalam waktu yang berjam-jam, tidak seperti yang dilakukan kaum Muslimin di zaman sekarang yang bisa jadi 1 rokaat-nya malah tidak sampai 1 menit.

      2) Sebenarnya Qiyamu Lail, Qiyamu Romadhoon, Tahajjud, Tarowih HANYA BEDA ISTILAH TERHADAP BENDA YANG SAMA (Jadi SEMUA ITU ADALAH SAMA).

      Walaupun sejak awal, pelaksanaan di bulan Romadhoon Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم melakukannya bersama para Shohabat رضي الله عنهم sebelum tidur, sementara diluar bulan Romadhoon itu adalah setetlah tidur.
      Oleh karena itu, pembagian sholat menjadi 2 gelombang (sebelum tidur dan sesudah tidur, misalnya) itu adalah TIDAK ADA, dan ROSUULULLOOH صلى الله عليه وسلم TIDAK PERNAH MELAKUKAN DEMIKIAN.

      3) Tentang melakukan QIYAAMU LAIL secara BERJAMA’AH memang ROSUULULLOOH صلى الله عليه وسلم PERNAH MELAKUKANNYA bersama ‘Abdullooh bin ‘Abbaas رضي الله عنه. Tetapi ada perbedaan Antara apa yang Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم lakukan bersama ‘Abdullooh bin Abbas رضي الله عنه diluar bulan Romadhoon dengan apa yang Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم lakukan bersama para Shohabatnya رضي الله عنهم di bulan Romadhoon dari beberapa hal berikut ini:

      a) Ketika dengan ‘Abdullooh bin Abbas رضي الله عنه, saat itu beliau رضي الله عنه menginap di rumah Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم. Ketika Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم bangun untuk Qiyaamu Lail, maka ‘Abdullooh bin ‘Abbas رضي الله عنه pun mengikutinya (berarti itu adalah atas inisiatif ‘Abdullooh bin ‘Abbaas رضي الله عنه).

      Sedangkan ketika Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم bersama Shohabatnya رضي الله عنهم di bulan Romadhoon, maka memang Rosuululloohصلى الله عليه وسلم sengaja mencontohkannya dengan berjama’ah.

      b) Pada saat dengan ‘Abdullooh bin Abbas رضي الله عنه, kejadiannya tidak berulang lagi; sementara pada bulan Romadhoon kejadiannya berulang selama 3 hari berturut-turut.

      c) Pada saat dengan ‘Abdullooh bin Abbas رضي الله عنه, hal itu menunjukkan Qiyamulail Berjama’ah adalah kebolehan. Sementara pada saat bulan Romadhoon bersama para Shohabatnya, Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم memang menganjurkannya dengan Berjama’ah, terbukti dengan adanya Hadits lain tentang hal itu; yang artinya:
      Barangsiapa yang sholat (– taroowih – pent.) dengan berjama’ah bersama Imam Hingga Imam berpaling (tuntas), maka dicatat baginya sholat semalam suntuk.”

      Sehingga memang beda kapasitas hukum Qiyamulail berjama’ah dengan Sholat Taroowih..
      Namun jelas bukan merupakan Bid’ah, karena Qiyamu lail berjama’ah pernah dicontohkan di bulan Romadhoon maupun diluar bulan Romadhoon oleh Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم.

      4)Terlepas dari niat dan keyakinannya bahwa berjabatan tangan setelah sholat:

      a)Jika tidak dirutinkan pun terutama pada sholat Maghrib, Isya dan Shubuh; akan tetapi tidak sedikit adanya pandangan yang bermakna mencibirkan, dan kurang disimpatii jika tidak berjabat tangan; ini artinya: bahwa berjabat tangan itu adalah sesuatu yang dianggap memiliki nilai yang ditekankan. Dan jika hal ini yang terjadi dikalangan sebagian orang, maka itu artinya bisa masuk kedalam kategori BID’AH.

      b) Akan tetapi jika konotasi yang diterangkan pada poin a) diatas itu tidak ada, karena yang penting baginya adalah berjabat tangan dengan keyakinan bahwa JABAT TANGAN adalah SUNNAH ROSUULULLOOH صلى الله عليه وسلم YANG TIDAK ADA KAITANNYA DENGAN SHOLAT dan berjabat tangan itu bisa dilakukan sebelum sholat, bisa sesudah sholat, bisa di dalam masjid maupun bisa di luar masjid; maka in-syaa Allooh ta’aalaa boleh-boleh saja.

      Barokalloohu fiika.

      • 19 August 2013 3:21 pm

        BarakaLLOOHU Fik Ustadz atas jawabannya,

        Lagi-lagi satu pemahaman baru buat Ana, JazakaLLOOHU Khair. Namun seperti biasa Ustadz, semoga ALLOOH merahmati Ustadz, Ana selalu menyusul jawaban Antum dengan pertanyaan lagi, agar ALLOOH memberikan kejelasan yang terang bagi Ana terhadap jawaban-jawaban Ustadz.

        Pertanyaan susulannya adalah:

        1. Apakah melebihkan rokaat Tarawih / Tahajud lebih dari 11 termasuk perkara Bid’ah?
        2. Bagaimana dengan amalan 23 rokaat yang diriwayatkan dari Umar Bin Khathab (semoga ALLOOH meridlainya)?
        3. Berdasarkan Hadits ‘A’isyah, Nabi melakukannya dengan cara 4 rokaat – 4 rokaat baik di dalam maupun di luar bulan Romadhoon, maka apakah menyelisihi sunnah apabila dilakukan 2 rokaat – 2 rokaat?
        4. Mohon informasinya Ustadz, mungkin Ustadz mengetahuinya, pelaksanaan Tarawih di Masjidil Harom itu sebenarnya berapa rokaat? Saya pernah dengar sebenarnya ada 2 kali Tarawih, jadi yang pertama 10 rokaat, lantas ganti Imam dan mulai sholat baru lagi 10 rokaat, baru witir 3 rokaat, jadi sebenarnya tidak 23 rokaat. Mohon penjelasannya mana yang benar Ustadz?

      • 14 September 2013 5:41 pm

        Wa ‘alaikumussalaam Warohmatulloohi Wabarokaatuh,

        1) Yang harus diketahui secara mendasar adalah bahwa PENYEBAB TERJADINYA PERSELISIHAN antara 11 roka’at (– atau 13 roka’at, jika diperhitungkan dengan ditambah 2 roka’at ringan sebelum sholat malam tersebut–) dengan jumlah bilangan roka’at yang lebih daripada itu adalah: BUKAN PADA HADITS, akan TETAPI PADA ATSAR, antara lain atsar ‘Umar Ibnul Khoththoob رضي الله عنه yang berisi 23 roka’at.

        APABILA ATSAR ITU ADALAH LEMAH, MAKA dapat dipastikan bahwa BILANGAN LEBIH DARI 11 ROKA’AT ADALAH BID’AH, karena termasuk dalam mengerjakan perkara yang Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم tidak pernah mengerjakannya atau mencontohkannya.

        Namun BAGI YANG MENGANGGAP bahwa ATSAR TERSEBUT adalah SHOHIIH / MAQBUL, MAKA berarti BUKAN TERMASUK PADA BID’AH, karena mengikuti Al Khulafaa Ar Rosyiduun adalah bagian daripada wasiat Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم agar kita mengikuti mereka.

        Namun demikian, JIKA KITA MENIMBANG DARI SISI KUAT / LEMAH-nya, betapapun atsar tadi dapat diterima, MAKA TIDAK DIRAGUKAN LAGI bahwa 11 ROKA’AT ADALAH LEBIH KOKOH, LEBIH KUAT, LEBIH TEGAS KARENA PEROWI HADITS ITU ADALAH ISTRI ROSUULULLOOHصلى الله عليه وسلم SENDIRI yang sudah barang tentu lebih tahu tentang apa yang dikerjakan oleh suaminya, apalagi berlangsung setiap tahun. Ditambah lagi bahwa YANG MERIWAYATKAN HADITS 11 ROKA’AT adalah diyakini sebagai dalil paling shohiih setelah Al Qur’an, yaitu diriwayatkan oleh AL IMAM AL BUKHOORY DAN AL IMAAM MUSLIM DALAM SHOHIIH KEDUANYA.

        Justru kalau kita mau sungguh-sungguh membenahi, maka TIDAK HANYA MEMPERSOALKAN KUANTITAS atau jumlah BILANGAN ROKA’AT, 11 atau bukan 11 roka’at. Akan TETAPI mestinya MEMPERHATIKAN PULA unsur lain yang lebih permanen yaitu KHUSYU’ dan TUMA’NINAH-nya karena Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم menunaikan 11 ROKA’AT dengan sangat khusyu’ dan tuma’ninah, dimana Khusyu’ dan Tuma’ninah-nya ini belum banyak ditengok atau ditiru oleh kaum Muslimin, baik yang 11 roka’at atau yang lebih daripada itu. Padahal SHOLAT itu setelah bilangan adalah MUTU & KUALITAS SHOLATNYA.

        2) Telah terjawab pada jawaban nomor 1 diatas

        3) Justru Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم dengan terang dan jelas menerangkan TEKNIS PELAKSANAAN SHOLAT MALAM itu adalah 2 ROKA’AT – 2 ROKA’AT.

        Hadits Riwayat Al Imaam Al Bukhoory no: 2013 dan Al Imaam Muslim no: 738, dari Shohabat Abu Salamah bin ’Abdurrohmanرضي الله عنه ketika beliau bertanya kepada ’Aa’isyah رضي الله عنها tentang bagaimana sholat Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم di bulan-bulan Romadhoon maka ’Aa’isyah رضي الله عنها menjawab bahwa:

        كَيْفَ كَانَتْ صَلاَةُ رَسُولِ اللهِ صلى الله عليه وسلم فِي رَمَضَانَ فَقَالَتْ مَا كَانَ يَزِيدُ فِي رَمَضَانَ ، وَلاَ فِي غَيْرِهَا عَلَى إِحْدَى عَشْرَةَ رَكْعَةً يُصَلِّي أَرْبَعًا فَلاَ تَسَلْ عَنْ حُسْنِهِنَّ وَطُولِهِنَّ ثُمَّ يُصَلِّي أَرْبَعًا فَلاَ تَسَلْ عَنْ حُسْنِهِنَّ وَطُولِهِنَّ ثُمَّ يُصَلِّي ثَلاَثًا ، فَقُلْتُ : يَا رَسُولَ اللهِ أَتَنَامُ قَبْلَ أَنْ تُوتِرَ قَالَ يَا عَائِشَةُ إِنَّ عَيْنَيَّ تَنَامَانِ ، وَلاَ يَنَامُ قَلْبِي

        Artinya:

        ROSUULULLOOHصلى الله عليه وسلم TIDAK MENAMBAH BAIK DI BULAN ROMADHOON MAUPUN SELAINNYA DARI 11 ROKA’AT tersebut, beliau صلى الله عليه وسلم sholat 4 (empat) roka’at dan jangan kau bertanya tentang baik dan panjangnya, kemudian beliauصلى الله عليه وسلم sholat 4 (empat) roka’at dan jangan kau bertanya tentang baik dan panjangnya, kemudian sholat 3 (tiga) roka’at lalu aku bertanya: ”Wahai Rosuulullooh, apakah engkau tidur sebelum Witir?
        Lalu beliau صلى الله عليه وسلم menjawab, “Hai ’Aa’isyah, dua mataku tidur, tetapi hatiku tidak tidur.”

        Jelaslah dalam Hadits Shohiih diatas bahwa baik di bulan Romadhoon maupun diluar bulan Romadhoon adalah tidak lebih dari 11 roka’at. Kemudian TENTANG TEKNIS PELAKSANAAN Sholat Tarowih / Sholat Tahajjud yang (4 rokaat, 4 rokaat) 8 rokaat itu adalah dilaksanakan dengan 4 kali salam, karena hal itu adalah sebagaimana diutarakan penjelasannya dalam Hadits yang berikut ini, yang diriwayatkan oleh Al Imaam Muslim dari ‘Abdullooh bin ‘Umar رضي الله عنه, sabda Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم:

        صَلاَةُ اللَّيْلِ مَثْنَى مَثْنَى فَإِذَا خَشِىَ أَحَدُكُمُ الصُّبْحَ صَلَّى رَكْعَةً وَاحِدَةً تُوتِرُ لَهُ مَا قَدْ صَلَّى

        Artinya:

        SHOLAT MALAM ITU DUA – DUA. Jika salah seorang dari kalian khawatir terlambat dengan sholat Shubuhnya, maka sholatlah satu roka’at witir atas sholat yang telah ia lakukan.” (Hadits Riwayat Imaam Muslim no: 1782 dari ‘Abdullooh bin ‘Umar رضي الله عنه)

        Jadi Sholat malam itu roka’atnya dilaksanakan dua roka’at – dua roka’at. Yaitu dua roka’at salam, dua roka’at salam.

        4) Apakah 10 roka’at kemudian berganti Imam, ataukah langsung 23 roka’at, ataukah dilakukan dengan 2 gelombang (yaitu menyelesaikan satu paket Tarowih tersebut dalam 2 waktu atau 2 Imam, yaitu sore dan malam setelah lewat pertengahan malam), maka sesungguhnya jika diamati dari sisi riwayat sebagaimana Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم sholat Tarowih atau Qiyam Romadhoon maka tidak akan lebih banyak datanya bahwa Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم hanya mencontohkan sholat Taroowih / Qiyam Romadhoon itu tidak lebih dari 3 malam. Dan apa yang terjadi yang terkemukakan dalam pertanyaan, maka Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم tidak melaksanakan seperti itu.

        Semoga jelas adanya… Barokalloohu fiika.

  363. bunda permalink
    13 August 2013 9:03 am

    Ustad mau tanya, boleh nggak Poligami untuk membantu seorang janda supaya lepas dari pekerjaan yang haram dan untuk mendidiknya supaya kembali ke jalan yang benar. Sebelum menikahi janda tersebut, ada perjanjian bahwa keseharian tetap pada istri pertama, nggak ada bermalam di tempat janda tersebut karena hanya untuk membantu dan menghindari zina. Gimana itu hukumnya ustad, boleh apa nggak ya? Terimakasih.

    • 16 August 2013 7:44 pm

      Wa ‘alaikumussalaam Warohmatulloohi Wabarokaatuh,

      1) Ketahuilah, yakinilah bahwa POLIGAMI adalah SYARI’AT ALLOOH سبحانه وتعالى, yang PASTI MEMBAWA HIKMAH dan BUKAN BERMAKSUD untuk NEGATIF ATAU melecehkan, MERENDAHKAN MARTABAT WANITA apalagi dalam rangka menganiaya wanita.

      2) BERPOLIGAMI DENGAN MAKSUD MENOLONG adalah KETERPUJIAN yang harus DILURUSKAN KEIKHLASANNYA dan tidak boleh ada unsur Riya’ atau keinginan selain dari kebajikan dari Allooh سبحانه وتعالى. Terlebih jika diniatkan untuk menolong para janda, mendidik mereka dan melindungi serta menjaga mereka dari ma’shiyat; termasuk Zina.

      3) KAIDAH SYARI’AT mengatakan: “SETIAP SYARAT YANG TIDAK ADA DALAM AL QUR’AN DAN AS SUNNAH, MAKA SYARAT ITU ADALAH TERTOLAK“.

      Menikah itu maknanya adalah ber-JIMA’ (Hubungan Suami Istri). Apabila mempersyaratkan sesuatu yang bermakna menyelisihi dari Hakekat Pernikahan, maka hal itu adalah TIDAK DIBENARKAN.

      Tetapi apabila Pihak ISTRI YANG BARU melakukan TANAAZUL, yang artinya adalah merelakan apa yang menjadi hak baginya dan apa yang menjadi kewajiban bagi suaminya, maka yang demikian itu adalah KEMULIAAN bagi ISTRI YANG BARU tersebut.
      Sebagai contoh: Perkara MABIT (bermalam / menginap), apabila yang menjadi Hak bagi ISTRI YANG BARU sejak awal aqad, dia merelakan pada suaminya untuk tidak menepati apa yang menjadi semestinya atas suaminya, dan dia dengan sukarela menerimanya, maka hal itu TIDAK MENGAPA.

      Demikianlah, semoga jelas adanya… Barokalloohu fiiki.

      • bunda permalink
        7 September 2013 2:04 pm

        Kalau wanitanya tidak mau menerima syaratnya… Dan hanya mau menikah atas dasar suka sama suka aja. Sementara suami niatnya hanya ibadah, bukan atas dasar suka… Itu gimana ustad, apakah boleh dipaksa ?
        Oya, boleh minta nomor telphone ustadz?
        Terimakasih

      • 7 September 2013 2:57 pm

        Boleh saja apabila anda hendak berkonsultasi secara langsung per telphone agar lebih jelas dan dapat segera terpecahkan permasalahannya. Dan nomor telphone telah dikirim per email ke email anda… Silakan check email anda…. Barokalloohu fiiki.

  364. Lucky permalink
    15 August 2013 6:45 pm

    Assalamu’alaikum Ustadz,
    Pertanyaan saya adalah bagaimana status mereka yang mati dibantai militer Mesir saat demo pro Mursi ustadz? Syahid kah mereka? Atau bagaimana hukumnya berdemo membela mantan presiden Mursi di Mesir hingga berani melawan militer Mesir ustadz ?
    Jazakalloh

  365. 18 August 2013 1:40 am

    Asalamu’alaikum,
    Ustadz, ana mau tanya masalah menulis kalimat yang benar bagaimana ?
    Apakah “Allah” ? atau “Alloh” ? Mohon penjelasannya.

  366. ibnu maulana permalink
    21 August 2013 1:54 am

    Assalamu’alaikum ustadz.
    Ane pengen nanya neh. Kebetulan ane kan dagang, nah pas pengen tutup di hampir waktu solat, ada yang belanja.
    Khawatir dibilang sombong atau nolak rejeki, ane layanin ampe ketinggalan Solat Tepat Waktu dan Berjamaah, tapi ga ampe ninggalin solat atau solat di akhir waktu ustad.
    Kebetulan juga jam-jam rame orang beli emang di waktu solat. Nah, tuh gimana hukum dan aturannya menurut Islam ?
    Terimakasih ustadz

    • 23 August 2013 10:29 pm

      Wa ‘alaikumussalaam Warohmatulloohi Wabarokaatuh,

      Allooh سبحانه وتعالى itu menguji manusia, kadang dengan sulit, kadang dengan mudah, kadang dengan sepi, kadang dengan ramainya dagangan; maka berpandai-pandailah dalam menyikapi ujian tersebut.

      Namun yang jelas, bagi laki-laki hukum sholat itu adalah berjama’ah di masjid, bukan di tempat jualan. Ustadz tidak bisa “menurunkan harga” aturan Allooh سبحانه وتعالى ini, karena memang bukan wewenang Ustadz; tetapi Allooh سبحانه وتعالى lah yang telah memberikan ketetapan demikian.

      Saran Ustadz, sebaiknya antum membuat pengumuman di depan toko antum, misal seperti ini: “Maaf kami sedang sholat, kami akan buka toko lagi sesudah sholat. Harap bersabar sebentar”.

      Nah pengumuman yang seperti itu in-syaa Allooh dapat dimengerti oleh pelanggan, dan tidak perlu kuatir ada penilaian negatif (dikatakan “sombong”, dll) dari mereka…. Barokalloohu fiika.

  367. Rizna permalink
    26 August 2013 11:51 am

    Assalamualaikum
    Ustadz yang terhormat, kiranya ustadz dapat menjawab permasalahan yang sedang saya hadapi sesuai dengan hukum Islam.
    Saya perempuan, sudah menikah 5 tahun, dan punya satu anak laki-laki. Kedua orangtua saya sudah berumur lebih dari 70 tahun. Belum lama ini ibu saya bercerita kepada saya sebagai berikut:

    Beberapa tahun sebelum saya dilahirkan, ibu saya pernah berzina dengan laki-laki lain tanpa sepengetahuan ayah saya. Rahasia itu beliau simpan rapat-rapat hingga sekarang. Tidak ada anggota keluarga lain yang mengetahui, hanya saya dan suami saya. Ibu khawatir akan perasaan dan kesehatan ayah saya sekarang jika ayah mengetahui kejadian ini. Ibu sendiri sakit jantung dan sudah beberapa kali terserang stroke. Memang waktu itu orangtua saya masih awam tentang agama.

    Yang menjadi pertanyaan sekarang adalah:
    1. Bagaimana hukum pernikahan orangtua saya sekarang? Apakah mereka harus menikah lagi?
    2. Sewaktu saya menikah, yang menjadi wali adalah ayah dan menikahkannya diwakilkan kepada petugas KUA. Kondisi waktu itu kami belum tahu, jika saya dilahirkan pasca ibu saya berzina dengan orang lain. Lalu bagaimana status pernikahan saya? Apakah saya dan suami harus menikah lagi?
    3. Bagaimana status anak laki-laki saya? Apakah dia berhak menjadi ahli-waris suami saya?

    Demikian ustadz, semoga pertanyaan ini dapat terjawab. Terima kasih
    Wassalamualaikum.

    • 29 August 2013 7:23 pm

      Wa ‘alaikumussalaam Warohmatulloohi Wabarokaatuh,

      Tentang pernikahan anda dengan suami anda sampai saat ini in-syaa Allooh tidak bermasalah secara syar’ie, toh anda saat itu dinikahkan oleh Wali Hakim (dalam hal ini adalah Petugas KUA); karena itu didalam diri anda TIDAK BOLEH ADA PERASAAN RAGU dengan STATUS HUKUM PERNIKAHAN ANDA SENDIRI yang berkonsekwensi pada Hukum yang bertalian dengan suami dan anak keturunan anda.

      Adapun tentang apa yang sudah terucap dari Ibu Anda tentang status pernikahannya, maka sepertinya perlu dengan uraian lebih lanjut. Terutama tentang:
      1) Apakah ketika aqad saat itu, dia sudah dalam keadaan hamil atau belum?
      2) Apakah Ibu anda saat ini dalam keadaan yang normal secara kejiwaan atau (maaf) apakah sudah dalam keadaan pikun?
      3) Apakah anda sedang bermasalah dengan Ibu anda ataukah tidak?
      4) Karena melihat usia Ibu anda yang sudah lanjut, maka apakah kejadian tersebut terjadi sebelum Indonesia merdeka, dalam artian apakah saat itu dia diperkosa ataukah dia berzina secara sadar?

      Hendaknya anda memberikan penjelasan terlebih dahulu terhadap berbagai pertanyaan diatas, agar Ustadz dapat menjawab permasalahan anda dengan lebih tepat… Barokalloohu fiiki.

    • Rizna permalink
      30 August 2013 10:29 am

      Perlu saya sampaikan lagi bahwa ibu saya berzina ketika sudah menikah dengan ayah saya. Apakah itu membatalkan status pernikahan mereka?
      Terkait pertanyaan-pertanyaan ustadz:
      1. saat akad beliau belum hamil
      2. saat ini masih sehat secara kejiwaan
      3. alhamdulillah tidak ada masalah antara ibu dan saya
      4. berzina secara sadar
      Mohon bantuan pencerahan, ustadz. Sungguh saya tidak tega jika kesalahan yang diperbuat orang tua saya di saat belum mengerti agama menjadi penyebab berlanjutnya dosa-dosa dan menjerumuskan mereka ke neraka.
      Semoga Allah SWT selalu melimpahkan rahmatNya kepada kita semua

      • 30 August 2013 7:16 pm

        1) Tidak membatalkan status pernikahan mereka
        2) Ibu anda hendaknya diarahkan agar BERTAUBAT KEPADA ALLOOH سبحانه وتعالى, terutama bertalian dengan zina yang pernah dilakukannya secara sadar
        3) Ibu anda disarankan untuk TIDAK MEMBUKA AIB ini kepada siapa pun, kecuali kepada yang sudah pernah diberitahukannya.
        4) Kalau untuk sekedar tahu dan tidak mencurigakan (khususnya “bapak” / suami ibu anda sekarang), maka anda dapat memeriksa test DNA apakah anda adalah anak dari suami ibu anda sekarang ataukah bukan.

        Barokalloohu fiiki.

  368. Ayuni permalink
    27 August 2013 10:55 am

    Assalamu’alaikum Warohmatulloohi Wabarokaatuh,

    Ustadz, saya ingin tanya, saat laki-laki ingin menikah sebaiknya menikahi wanita yang subur (banyak anak) atau bagaimana? Dan untuk laki-laki yang sholeh dan taat dengan ajaran Rosululloh, hal ini tentu akan jadi suatu pertimbangan besar untuk mereka dalam membina rumahtangga.

    Kemudian bagaimana dengan wanita yang sejak sebelum / setelah menikah sudah diketahui bahwa dia sulit untuk memiliki keturunan karena penyakit, dan lain sebagainya?
    Bukankah semua yang terjadi di dunia sudah diatur oleh Alloh termasuk penyakit dan hal-hal yang dialami oleh hamba-hamba Alloh? Sama halnya dengan kondisi wanita tersebut mandul / tidak.

    1. Apakah wanita tersebut tidak layak untuk dinikahi atau menikah dengan laki-laki yang taat menjalankan ajaran Rosululloh ?
    2. Apakah wanita tersebut harus diceraikan ?
    3. Apakah wanita tersebut tidak termasuk golongan wanita yang akan masuk syurga karena tidak dapat memberikan keturunan kepada suaminya ?

    Tolong penjelasannya ya ustadz.
    Terima Kasih sebelumnya.

    Wassalam.

    • 29 August 2013 7:07 pm

      Wa ‘alaikumussalaam Warohmatulloohi Wabarokaatuh,

      1) Tidak benar, karena ketika misalnya wanita yang menjadi istrinya itu mandul / tidak punya potensi untuk berketurunan, maka disitulah letak fungsi dari SYARI’AT POLIGAMI; dimana laki-laki yang menjadi suaminya tetap dapat memiliki keturunan dengan cara menikahi wanita lain (berpoligami). Jadi si wanita yang demikian tetap terjaga / terlindungi sebagai istri, namun sang suami pun tidak terhalang dari keinginannya untuk memiliki keturunan.

      2) Tidak diceraikan

      3) Pemikiran yang salah karena menikah itu adalah syari’at Allooh سبحانه وتعالى; sedangkan mandul itu adalah takdir Allooh سبحانه وتعالى. Adapun jalan menuju surga itu banyak jalannya, tidak hanya melalui memiliki anak keturunan saja.

      Barokalloohu fiiki.

  369. 27 August 2013 2:55 pm

    Assalamu’alaikum Ustadz..
    Saya ingin berkonsultasi tentang hukum suami yang membohongi “istri-istri”-nya.
    Jadi saya ini adalah istri yang dinikahi suami saya yang mengaku bujang, sedangkan ternyata dia sudah memiliki istri dan anak.
    Saya mengetahuinya setelah 1,5 tahun pernikahan kami. Dan saya tidak menuntutnya karena sudah terlanjur mencintainya, terlalu baiknya saya terhadap suami yang telah menikahi saya.

    Dalam perjalanan kehidupan rumah-tangga kami ini, saya dan suami berjauhan. 2-3 minggu sekali baru bisa bertemu, karena jarak kami yang cukup jauh. Oleh karena itu, dia ternyata disana tinggal dengan istri yang dinikahinya sebelum saya. Dan setelah saya mengetahui hal tsb, suami saya berjanji tidak akan menikah dengan wanita lain lagi. Dan saya harus “ikhlas” menerima bahwa dia ternyata di-“sana” memiliki keluarga lain selain saya (walaupun ini sangatlah tidak mudah).

    Tiap suami datang, jika istrinya menelpon, suami saya selalu berbohong. Tiap suami saya mendatangi saya, suami saya berbohong tentang keberadaannya kepada istri pertamanya tsb. Dan saya mengetahuinya.
    Apakah suami saya berdosa, karena telah membohongi istrinya Ustadz?
    Dan apakah saya juga ikut berdosa juga, karena mengetahui kebohongan yang dilakukan suami saya?

    Dan kali ini saya dan istrinya (menurut cerita mertua saya yang dicurhati istri pertamanya juga), kalau akhir-akhir ini suami saya sering menelpon wanita lain. Dari nada bicaranya mesra sekali.
    Apakah hukumnya bagi suami yang membohongi istri-istrinya ini? Saya merasa ini balasan, karena saya menyakiti hati istrinya yang pertama secara tidak langsung, dan akhirnya sekarang saya merasakannya juga (sakit hati yang teramat sangat).
    Karena, memang saya pernah membaca bahwa suami itu boleh menikah tanpa seizin istri.
    Tapi apa boleh suami sewenang-wenang seperti itu Ustadz?
    Mohon penjelasannya.

    Ustadz yang baik, kalau ada email untuk konsultasi mohon share ya Ustadz, karena saya butuh tempat konsultasi dengan permasalan yang saya hadapi ini… Saya sering selalu hampir putus asa, ingin mengakhiri hidup saya. Wassalamu’alaikum.

    • 29 August 2013 7:04 pm

      Wa ‘alaikumussalaam Warohmatulloohi Wabarokaatuh,

      1) SUAMI BERBOHONG KEPADA ISTRI-ISTRINYA:

      Anda berkata: “….Saya ini adalah istri yang dinikahi suami saya yang mengaku bujang, sedangkan ternyata dia sudah memiliki istri dan anak…”

      Dalam hal ini suami anda memang telah berdosa, karena dia telah berbohong dan menipu. Berbohong karena tidak menyatakan sesuai dengan realitas, menipu karena untuk sampai kepada maksudnya, maka dia menggunakan dusta sebagai senjata. Hendaknya dia diberitahu dan disadarkan, serta diperintahkan agar segera bertaubat kepada Allooh سبحانه وتعالى karena dia telah berbuat dosa kepada Allooh سبحانه وتعالى, berupa berdusta dan menipu; sebagaimana dia harus meminta maaf kepada anda, karena anda adalah menjadi korban dari dusta dan penipuan itu. Dan itu adalah dosa terhadap sesama manusia.

      Walaupun pada akhirnya nanti, anda akan berpahala jika memaafkannya, karena hal itu adalah perkara yang sudah terlanjur, terbukti telah melalui masa 1,5 tahun dan sebagaimana anda akui sendiri bahwa anda sudah terlanjur mencintainya.

      2) POLIGAMI TANPA IZIN ISTRI:

      Tentang SUAMI MEMINTA IZIN KEPADA ISTRINYA UNTUK BERPOLIGAMI, memang BUKAN TUNTUNAN ROSUULULLOOH صلى الله عليه وسلم DALAM MENIKAH. Suami adalah Wali. Wali adalah Pemimpin tertinggi dalam keluarga, dan dia akan dimintai tanggungjawab oleh Allooh سبحانه وتعالى, dan suami itu sendiri lah yang akan mempertanggungjawabkannya dihadapan Allooh سبحانه وتعالى.

      Kalaupun suami itu mau, maka maknanya adalah sebatas memberitahu istri saja. Dan memberitahu ini, boleh dilakukan sebelum menikah ataupun setelah menikah dengan istri yang berikutnya. Sebagaimana ISTRI TIDAK BOLEH MERASA KEBERATAN karena POLIGAMI ADALAH DIBOLEHKAN OLEH ALLOOH سبحانه وتعالى & ROSUUL-NYA صلى الله عليه وسلم dan ADA TUNTUNANNYA DALAM SYARI’AT ISLAM. Sehingga kalau KEBERATAN DENGANNYA atau MENOLAKNYA akan BERKONSEKWENSI kepada CACATNYA IMAN.

      3) SUAMI BERMESRAAN DENGAN DILUAR 2 ISTRI YANG ADA:

      Anda berkata: “…Dan kali ini saya dan istrinya (menurut cerita mertua saya yang dicurhati istri pertamanya juga), kalau akhir-akhir ini suami saya sering menelpon wanita lain. Dari nada bicaranya mesra sekali…”

      Suami dilaporkan oleh mertua bermesraan dengan wanita lain (yang diperkirakan istrinya atau bukan istrinya); maka menurut Ustadz, hal tersebut tidak boleh disikapi terlebih dahulu.

      Tetapi lakukanlah KLARIFIKASI terhadap KEBENARAN BERITA tersebut, karena :
      a) Bisa jadi mertua anda mengutarakan hal ini karena motif tidak senang pada diri anda, sebagai istri muda; atau mengutarakan hal ini kepada istri pertama karena motif yang kurang terpuji.
      b) Bisa jadi mertua anda kurang suka dengan Syari’at Poligami, sehingga dia merasa kesal dengan anaknya.
      c) Bisa jadi itu adalah istrinya yang ketiga, yang mana itu berarti adalah Halal bagi suami anda, tidak merupakan ma’shiyat.
      d) Atau bisa jadi, itu adalah selingkuh, dan itu berarti adalah ma’shiyat.

      4) SUAMI SEWENANG-WENANG:

      Anda bertanya: “….apa boleh suami sewenang-wenang seperti itu ?…”

      Jika “sewenang-wenang” yang anda maksud adalah suami menikah lagi dengan istri ketiga atau keempat, sedangkan dia mampu untuk hal tersebut, maka sepatutnya anda tidak mengatakan dengan vonis “sewenang-wenang”; karena suami lah yang berwenang dalam rumahtangga dan karena dia memang mampu maka dia menggunakan kewenangannya untuk melaksanakan hal itu.

      Akan tertapi jika suami anda melakukan dusta, menipu atau menganiaya dan sejenis itu, padahal tidak ada prosedur yang membenarkannya; maka boleh anda memvonis suami anda itu adalah berlaku sewenang-wenang.

      5) TENTANG DUSTA:
      Suami berdusta kepada istrinya, agar istrinya menjadi reda marahnya dan menjadi solusi bagi pertikaian diantara suami-istri, dan suami pada hakekatnya tidak mendzolimi, tetapi hanya untuk menyesuaikan dengan keridhoan istrinya; maka yang demikian itu memang Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم membolehkannya.

      Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم membolehkan berdusta dalam 3 hal:
      a) Suami terhadap Istri
      b) Untuk mendamaikan pihak-pihak yang bertikai
      c) Berdusta kepada musuh dalam kondisi perang.

      Hal ini sebagaimana dalam Hadits Riwayat Al Imaam At Turmudzy IV/331 no: 1939, dishohiihkan oleh Syaikh Nashiruddin Al Albaany kecuali lafadz “untuk membuat istrinya ridho“, bahwa Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم bersabda :

      لاَ يَحِلُّ الْكَذِبُ إِلاَّ فِي ثَلاَثٍ يُحَدِّثُ الرَّجُلُ امْرَأَتَهُ لِيُرْضِيَهَا وَالْكَذِبُ فِي الْحَرْبِ وَالْكَذِبُ لِيُصْلِحَ بَيْنَ النَّاسِ

      Artinya:
      Tidaklah halal dusta kecuali pada tiga perkara, seorang suami berbohong kepada istrinya untuk membuat istrinya ridho, berdusta tatkala perang, dan berdusta untuk mendamaikan (memperbaiki hubungan) diantara manusia

      Demikianlah, semoga jelas adanya…. Barokalloohu fiiki.

      • 31 August 2013 8:46 pm

        Maaf Pak Ustad, suami saya itu bekerja di perusahaan swasta. Serta memang saya akui, dia berusaha untuk menafkahi kami ini dengan berusaha berbisnis apapun. Namun yang disayangkan adalah semua modal untuk usahanya adalah dengan berhutang,

        Termasuk saya sendiri bekerja, dan saya pun dimintanya berhutang untuk memodalinya. Saya iklas pak Ustadz, namun apabila ternyata dia menikah lg..? Padahal saya selama menikah dengan dia, tidak pernah menerima uang bulanan sebagai nafkahnya terhadap istri. Rumah yang saya tempati, dulu uang muka sebesar 50 juta darinya. Namun cicilan perbulannya selama 15 tahun mendatang, saya yang disuruh mencicilnya setiap bulannya 1,8jt. Dan sekarang ditambah lagi tanggungan cicilan yang harus saya bayar tiap bulan, yaitu saya dimintanya berhutang (karena saya mudah untuk berhutang ke Bank) dengan cicilan 1,5 juta / bulannya.

        Sementara saya tidak pernah diberikan uang bulanan sebagai nafkah darinya. Karena suami saya beranggapan bahwa dia sudah memberikan mobil yang saya kendarai sebagai sarana saya tiap hari bekerja (karena mobil tsb kredit, jadi dia yang menyicil tiap bulan 3,8 juta)

        Bagaimana menurut ustadz dengan kondisi seperti itu? Saya bekerja, saya iklas membantu suami dan saya pun masih cukup untuk hidup saya sendiri tiap bulannya, belanja, makan, bensin, listrik, PDAM, dll. Namun apa pendapat ustadz jika kewajibannya saja belum sempurna untuk memberikan nafkah pada saya, tapi suami saya sudah “bermesraan” di telpon dengan wanita lain? Entah istri ke-3 ato keempatnya? Apakah saya berdosa, jika saya tidak ridho dan tidak iklas, serta mendo’akan jelek terhadap “wanita” lain tsb karena “secara tidak langsung” juga menikmati hasil jerih payah saya (saya berhutang, mencicil tiap bulan untuk membantu suami) jadi jika dihitung-hitung, apabila suami saya memberikan sesuatu kepada “wanita lain” tsb, sama saja itu juga adalah uang saya? Dan saya tidak iklas bukan terhadap suami saya, tapi terhadap wanita tsb karena telah sangat menyakiti saya!! Belum lagi secara tidak langsung ikut menikmati uang saya. Bagaimana menurut Ustadz?

        Mertua saya, saya yakin tidak seperti itu, karena dia juga “heran” terhadap sikap anak lelakinya tsb. Mertua saya sayang pada saya dan menantu pertamanya. Jadi memang seperti itulah pula yang saya alami, saya mendengar sendiri pun juga sama dengan apa yang diceritakan oleh mertua saya.

        Untuk meminta kejelasan tentang semua ini? Jangan harap Pak Ustadz… Suami saya tiap kali ditanya / hanya disinggung tentang sesuatu yang “sekiranya dia bisa beranggapan bahwa saya sedang mencurigainya” maka dia sangat marah besar. Jadi selama ini saya hanya bisa diam dan selalu berdoa semoga Allah membuka mata hati suami saya, dan memberikannya hidayah. Karena suami saya itu kalau sudah marah naudzubillah. Lebih baik saya diam, namun hati terus bergejolak, menuntut cerai juga mustahil karena dia mengancam.

        Amalan apa yang harus saya kerjakan agar suami saya tidak berbuat “sewenang-wenang” seperti itu? “Sewenang-wenang” kali ini Ustatdz paham kan?

        Saya sangat membutuhkan jawaban Ustadz. Terimakasih banyak. Wassalamu’alaikum..

      • 5 September 2013 11:22 am

        Wa ‘alaikumussalaam Warohmatulloohi Wabarokaatuh,

        Sebenarnya seorang laki-laki disyari’atkan untuk menikah itu manakala dia dinyatakan MAMPU untuk Menafkahi secara finansial maupun secara batiniyah, termasuk Jima’. Hal ini berlaku bagi pernikahan baik Monogami maupun Poligami.

        Apabila ternyata persyaratan diatas TIDAK MAMPU terpenuhi, maka dia tidak wajib untuk menikah, baik Monogami maupun Poligami.
        Apabila, ada perbuatan Sunnah yang terlalaikan akibat pernikahan itu maka Hukum Nikahnya menjadi Makruh. Dan apabila kewajiban yang terlalaikan dalam hal ini fardhu ‘ain, maka menikahnya menjadi Harom.

        Dengan kaidah seperti ini, mudah kiranya seseorang untuk mengintrospeksi diri, apakah sudah termasuk “Mampu” ataukah “Tidak Mampu”.

        Dari kronologis cerita yang anda utarakan, sebenarnya disatu sisi adalah tidak jelas, karena wanita yang “bermesraan” dengan suami anda itu sebenarnya berstatus istrinya ataukah tidak. Walaupun demikian, kalaulah belum menjadi istrinya, maka pastilah itu adalah ma’shiyat dan zina. Tetapi jika wanita yang bermesraan dengan suami anda itu adalah istrinya, maka suami anda pun adalah tetap berdosa dan ber-ma’shiyat juga. Hal ini dikarenakan dia telah memperdaya istri yang sudah ada (dalam hal ini adalah diri anda) dengan mengeksploitasinya melalui pengharusan mencicil rumah per bulan Rp 1,8 juta sampai lunas selama 15 tahun; ditambah biaya hidup sehari-hari termasuk listrik, PDAM dll yang harus dipenuhi oleh anda sendiri.
        Belum lagi hak psikologis dan biologis yang terpenuhi ataukah tidak; yang mana perlu Ustadz tambahkan bahwa Status Pernikahan dengan anda adalah tidak sama dengan status Pernikahannya dengan Istri yang Pertama. Hal ini terbukti dengan jika suami anda hendak datang memenuhi hak anda dalam kunjungan, maka dia harus berbohong dulu kepada Istri Pertama-nya. Hal ini menunjukkan bahwa suami anda bermasalah besar, dan menjadi penyebab konflik keluarga yang berkepanjangan.

        Cinta anda kepadanya memang manusiawi, akan tetapi jawablah pertanyaan Ustadz berikut ini:
        Ridho-kah anda untuk meng-Halal-kan semua pengorbanan anda terhadap suami anda dengan alasan “Cinta”, sampai dengan waktu yang tak terbatas?”; padahal dalam konsultasi ini adalah berisi keluhan anda tentang pernyataan ketidak-ridho-an anda terhadap “wanita ke-3 (— yang belum diketahui status jelasnya… ??? —)”
        Dimana sesungguhnya ketidak ridho-an anda dalam hal ini adalah wajar.

        Jika anda ridho dengan keadaan seperti itu, maka keluarga anda bisa terus berdiri.
        Akan tetapi sebaliknya, jika anda keberatan, maka anda BOLEH MENUNTUT CERAI secara Hukum, agar terlepas dari intimidasi yang anda jalani. Dan rumah yang selama ini anda cicil terhitung harta “gono-gini”. Dan Rp 50 juta yang suami anda telah berikan hendaknya diprosentasikan sesuai dengan besarnya nilai / harga rumah tersebut saat anda bercerai.
        Sedangkan selebihnya adalah milik anda.

        Demikianlah, semoga hal ini menjadi jelas adanya…. Barokalloohu fiiki.

      • 11 September 2013 3:52 am

        Terimakasih atas jawaban yang Pak Ustadz sampaikan,
        Untuk selanjutnya saya mohon nomor telephone Pak Ustadz untuk bisa saya hubungi.
        Wassalamualaikum..
        Powered by Telkomsel BlackBerry®

      • 11 September 2013 9:58 am

        Wa ‘alaikumussalaam Warohmatulloohi Wabarokaatuh,
        Boleh saja apabila anda hendak berkonsultasi secara langsung, maka silakan anda menghubungi Ustadz di nomor telphone yang telah dikirimkan per email kepada anda… Silakan check email anda… Barokalloohu fiiki.

  370. Ayuni permalink
    27 August 2013 4:03 pm

    Assalamu’alaikum Warohmatulloohi Wabarokaatuh,

    Ustadz, saya merupakan perwakilan dari beberapa orang yang punya beberapa pertanyaan dan tolong penjelasannya ya ustadz…

    1. Seperti yang sudah kita ketahui bahwa kehidupan manusia itu sudah ada yang mengatur terjadinya kelahiran sampai kematian. Dan proses kematian itu sendiri dari mulai kapan orang tersebut akan mati, seperti apa dan bagaimana orang tersebut mati dan penyebab orang tersebut mati bukankah Alloh yang mengatur ? Kemudian, bagaimana jika ada orang yang mati karena bunuh diri ? Apakah “bunuh diri” tersebut merupakan salah satu rencana Alloh dalam proses kematian tersebut ? Sedangkan bunuh diri itu dilarang keras oleh Islam dan yang melakukannya akan dosa besar.

    2. Saya pernah membaca artikel, Sebagaimana dinyatakan dalam hadits Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

    إن أحدكم يجمع خلقه في بطن أمه أربعين يوما نطفة، ثم علقة مثل ذلك، ثم مضغة مثل ذلك- فأربعون وأربعون، وأربعون أصبحت مائة وعشرين، أي أربعة أشهر- ثم يرسل إليه الملك فينفخ فيه الروح، ويؤمر بأربع كلمات: بكتب رزقه، وأجله، وعمله، وشقي أو سعيد

    Sesungguhnya penciptaan kalian terjadi di perut ibunya, selama 40 hari dalam bentuk air mani, kemudian menjadi segumpal darah selama 40 hari juga, kemudian menjadi segumpal daging selama itu (40 hari) juga – total 120 hari atau 4 bulan – kemudian diutuslan malaikat kepadanya, dia meniupkan ruh ke janin itu, dan diperintahkan untuk mencatat 4 hal: rizqinya, ajalnya, amalnya, dan apakah dia kelak bahagia atau celaka.” (HR. Bukhari & Muslim).

    Seperti yang kita ketahui bahwa orang-orang yang bahagia itu adalah termasuk orang yang beriman yang kelak akan masuk ke syurga dan yang celaka adalah orang yang masuk neraka.

    Apakah makna dari hadits diatas adalah sejak di dalam kandungan sesungguhnya manusia sudah ditakdirkan untuk menjadi manusia yang bahagia atau celaka ?? Sebagaimana pernyataan dari hadits yang diatas “Apakah dia kelak bahagia atau celaka..”

    3. Misalnya kita berada di dalam suatu cara pengajian / majelis Ta’lim, kemudian ustadz yang memberikan tausiyah justru seperti membanding-bandingkan dirinya dengan ustadz-ustadz yang lain (yang secara tidak langsung ustadz tersebut menganggap diri dia lebih baik dari yang lain atau misalnya justru ustadz tersebut malah menjelek-jelekkan atau meremehkan orang lain atau hal-hal lain); apa yang harus dilakukan oleh jema’ah yang mendengarkan tausiyah tersebut ? Apakah diam saja / sebaiknya pulang/menegur ? Kalau memang harus menegur, bagaimana cara menegur yang baik yang tidak sampai menyakiti hati ustadz tersebut ? Dan apakah jema’ah tersebut ikut berdosa ?

    4. Jika di dalam kehidupan rumah-tangga, justru wanita yang bekerja menafkahi kebutuhan keluarga dan sang suami diam di rumah atau melakukan hal lain tetapi bukan untuk memenuhi kebutuhan keluarga, tetapi sang istri tidak merasa keberatan dengan hal tersebut, apakah suami tersebut berdosa karena tidak melakukan salah satu kewajibannya dalam menafkahi kebutuhan keluarga ?

    Terima Kasih sebelumnya,
    Wassalam.

    • 29 August 2013 6:52 pm

      Wa ‘alaikumussalaam Warohmatulloohi Wabarokaatuh,

      1) Takdir intinya adalah ukuran ketetapan (qodar). Sementara qodho adalah vonis atau kepastian. Semua Allooh سبحانه وتعالى yang melakukannya. Semua Allooh سبحانه وتعالى yang mengetahuinya, dan termasuk perkara yang ghoib.

      Betapapun, Allooh سبحانه وتعالى itu menciptakan segala sesuatu yang baik untuk ujian bagi manusia dan menciptakan segala sesuatu yang buruk juga sebagai ujian.

      Namun Allooh سبحانه وتعالى telah membekali perangkat kepada manusia, agar mampu mempertimbangkan mana yang harus diambilnya dan mana yang harus ditinggalkannya. Sebagaimana Allooh سبحانه وتعالى telah mengajarkan perintah, yang apabila dikerjakan maka Allooh سبحانه وتعالى akan meridhoinya dan memasukkannya kedalam surga.

      Sebaliknya Allooh سبحانه وتعالى telah memberikan larangan agar manusia menghindari dan menjauhi larangan tersebut, yang apabila dikerjakan maka akan mengundang murka Allooh سبحانه وتعالى dan memasukkannya kedalam neraka.

      Jadi barangsiapa yang bunuh diri, padahal dia adalah manusia yang berakal, dan dia tahu bahwa bunuh diri itu adalah dosa, tetapi masih juga dia lakukan, maka dia adalah memilih celaka.

      Untuk lebih jelasnya lagi, tentang perkara “Bunuh diri”, dapat anda dengarkan audio ceramah berjudul “Ancaman Keras Bunuh Diri” yang pernah dimuat di Blog ini (atau klik: https://ustadzrofii.wordpress.com/2012/11/27/ancaman-keras-bunuh-diri/ )

      2) Rosuullooh صلى الله عليه وسلم ketika ditanya tentang hal ini, maka beliau صلى الله عليه وسلم menyuruh kita agar: “Beramal lah kalian, sebab setiap orang akan diberi kemudahan untuk melakukan apa yang menjadi takdir baginya.”

      Dengan demikian, berusahalah, berdo’alah, bersabarlah agar kita istiqomah dan beramal sesuai Sunnah, karena bahagia yang hakiki akan mengiringi kita.

      3) Jika ada seorang ustadz yang seperti itu, maka orang itu telah terjangkit penyakit namanya “GHURUUR”, artinya: Bangga dengan apa yang dimilikinya, dan merendahkan apa yang dimiliki orang lain.

      Seorang Muslim biasa saja, jika terjangkit penyakit ini maka dia tercela. Bagaimana kalau hal itu dialami oleh seorang ustadz, padahal dia adalah qudwah bagi ummat. Oleh karena itu, hendaknya diingatkan dengan cara yang baik-baik. Dan janganlah dibiarkan.

      4) Realitas yang terjadi ini adalah menyelisihi firman Allooh سبحانه وتعالى dalam QS. An Nisaa’ (4) ayat 34:

      الرِّجَالُ قَوَّامُونَ عَلَى النِّسَاءِ بِمَا فَضَّلَ اللَّهُ بَعْضَهُمْ عَلَىٰ بَعْضٍ وَبِمَا أَنْفَقُوا مِنْ أَمْوَالِهِمْ …

      Artinya:
      Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allooh telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka…..”

      Jadi laki-laki itu adalah qowwaam yang artinya: “Orang yang bertanggungjawab, orang yang memimpin, orang yang melindungi terhadap wanita yang dalam hal ini adalah istrinya.”

      Dengan demikian, apabila realitas yang terjadi adalah kebalikannya, yaitu bahwa wanita lah yang melakukan peran qowwaam itu maka itu seolah membalik ayat menjadi “An nisaa qowwaamaat ‘alaar rijaal”.

      Karena itu perlu dipertanyakan beberapa hal berikut ini:

      a) Apakah suami ini mempunyai udzur sehingga berhalangan untuk mencari nafkah? Sedangkan malas adalah bukan udzur yang dapat diterima secara syar’ie; sebagaimana pendidikan juga bukan merupakan suatu udzur (– misal: beralasan karena “hanya lulusan SD” / “tidak punya pendidikan yang cukup”, dan sejenisnya – maka ini bukanlah udzur yang syar’ie).

      b) Apakah istri bekerja itu karena disuruh oleh suami? Sukarela? Terpaksa? Atau malah kemauan dirinya sendiri, karena tanggungjawab terhadap keluarga atau karena “hobby”-nya berkarir?

      Apabila si istri bekerja karena motivasi tanggung-jawab dan kasih-sayang terhadap anaknya dan suami membolehkannya untuk membantunya, maka dia adalah istri yang berhak mendapatkan pahala berlipat dan keutamaan dari Allooh سبحانه وتعالى, karena:
      – Telah membantu suami
      – Telah membahagiakan anaknya
      – Mengembangkan skill / kemampuan yang dimilikinya
      – Menampakkan kemandiriannya

      Adapun bagi suami yang malas dan tidak mempunyai rasa tanggung-jawab sehingga dia menjadikan istrinya sebagai “asset”, apalagi memaksa dengan tekanan dan ancaman maka itu bukan saja ma’shiyat kepada Allooh سبحانه وتعالى namun juga penganiayaan terhadap manusia yang dalam hal ini adalah istrinya sendiri. Dan bagi istri, boleh untuk mengajukan cerai jika dia tidak ridho dengan keadaan itu terus-menerus.

      Demikianlah, semoga jelas adanya…. Barokalloohu fiiki.

  371. okel permalink
    31 August 2013 6:15 am

    اَلسَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَا تُه
    Saya ingin berkonsultasi mengenai Onani bagi Suami yang Berjauhan dengan istrinya.
    Begini, apakah benar-benar dilarang bagi suami untuk melakukan Onani, sementara istrinya jauh, bertemu paling cepat 2 bulan sekali? Sementara tadinya mereka hidup bersama, biasa melakukan hubungan suami-istri dan sekarang berjauhan. Adalah hal yang sulit bagi keduanya untuk meniadakan kebiasaan yang sah yang biasa dilakukan, sementara pengarahan onani adalah bagi pemuda yang belum menikah yang banyak dibahas. Bagaimana mensikapi ini? Mohon penjelasannya, karena pemahaman yang kurang ini. Terimakasih.
    وَالسَّلَامُ عَلَيْكُمْرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَا تُه

    • 14 September 2013 3:37 pm

      Wa ‘alaikumussalaam Warohmatulloohi Wabarokaatuh,

      Tidak dapat disangkal lagi bahwa Onani itu HUKUM ASAL-nya adalah DILARANG SECARA MUTLAK, baik untuk laki-laki maupun perempuan yang sudah menikah, apalagi yang belum menikah.
      Lihat QS. Al Mu’minun ayat 4 – 6, dimana Imaam Asy Syafi’iy berkata, “… maka tidak halal bagi seorang laki-laki untuk berbuat kecuali pada istrinya, atau hamba sahaya/ budak yang dimilikinya, dan onani adalah tidak halal. Walloohu a’lam

      Jika kita perhatikan petunjuk Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم yang lain, maka solusi bagi syahwat yang memuncak adalah dengan cara beberapa opsi berikut ini:
      1) Beriman pada Allooh سبحانه وتعالى bahwa perkara itu adalah Harom dan mengerjakan yang Harom adalah maksiat dan mengerjakan maksiat berarti melawan Allooh سبحانه وتعالى. Sedangkan Allooh Maha Berkuasa untuk menghukum hamba-Nya yang melawan syari’at-Nya.
      2) Hindari pergaulan bebas dan atau bergaul dan bercampur dengan wanita yang bukan mahrom
      3) Menyibukkan diri dengan olahraga atau kegiatan lain yang positif / bermanfaat bagi dunia akherat anda, untuk mengalihkan “mood” syahwat yang mungkin akan muncul
      4) Shoum
      5) Istri dibawa ikut suami
      6) Poligami
      7) Dan solusi yang ke-7 ini adalah termasuk “ekstrim”, yaitu keluar dari pekerjaan dan mencari pekerjaan lain yang dapat memungkinkan suami-istri senantiasa berdekatan, untuk saling memungkinkan menunaikan hajat keduanya masing-masing
      8) JIKA SOLUSI nomor 1, 2, 3, 4, 5, 6 dan 7 BENAR-BENAR TIDAK MEMUNGKINKAN, SEMENTARA PELUANG ZINA SANGAT TERBUKA, maka bisa masuk dalam KATEGORI DARURAT sehingga mengambil opsi “MADHOROT YANG LEBIH KECIL, DARIPADA MADHOROT YANG LEBIH BESAR (yang berupa zina atau cerai atau susah mencari mata pencaharian)”; maka yang demikian itu barulah menjadi opsi ke-8 serta ber-istighfar lah kepada Allooh سبحانه وتعالى.

      Barokalloohu fiika.

  372. al-Alusi permalink
    1 September 2013 6:02 am

    1) Apakah pelaku Bid’ah & Syirik ikut mendapat pahala anaknya yang saleh?
    2) Bolehkah membaca AlQuran tanpa memahami maknanya?
    3) Bolehkah berguru hafalan Quran kepada pelaku Bid’ah?
    Jazaakallaah khairan.

    • 5 September 2013 11:39 am

      Wa ‘alaikumussalaam Warohmatulloohi Wabarokaatuh,

      1) Kalau orangtua tersebut MATI dalam keadaan “Musyrik” dengan kategori “Syirik yang Besar” dan “Bid’ah yang kategori Bid’ahnya itu Mengkafirkan”, maka anak pun tidak akan dapat memberi manfa’at baginya.
      Sedangkan, apabila orangtua tersebut MATI dalam keadaan kategori “Syirik yang Kecil” atau “Bid’ah yang kategori Bid’ahnya itu Tidak Mengkafirkan”, maka istighfar anaknya in-syaa Allooh Ta’aalaa akan bermanfa’at baginya.

      Tetapi, apabila si orangtua tersebut masih hidup, maka sebagai anak hendaknya terus berdo’a kepada Allooh سبحانه وتعالى agar mudah-mudahan orangtuanya diberi Hidayah dan Taufiq sehingga menjadi orang yang MUWAHIID (ber-Tauhiid) dan tidak musyrik, tidak Bid’ah serta diampuni dosa-dosanya oleh Allooh سبحانه وتعالى. Lakukan hal ini terus-menerus sampai nyawa orangtuanya itu pada akhirnya direnggut oleh maut.

      2) Membaca menjadi nyaris kurang bermakna, ketika dia hanya mencukupkan diri untuk membaca Al Qur’an huruf demi huruf. Karena pada hakekatnya Al Qur’an itu adalah petunjuk, penjelasan dan furqon (pembeda). Bagaimana seseorang mampu untuk mempedomani dan melandasi seluruh sisi hidup dan kehidupannya padahal dia tidaklah merenungi, tidak pula memahami, menghayati apa yang dimaksud, serta apa yang dituntut dan apa yang menjadi konsekwensi dari apa yang dia baca dari Al Qur’anul Kariim. Bahkan seorang yang membaca, tetapi dia tidak men-tadaburri isi kandungannya, bagaikan orang yang sudah dikunci mati dan tertutup dari menerima hidayah Allooh سبحانه وتعالى.

      3) Jika:
      a) MAMPU MEMBEDAKAN mana yang harus diambil, dan mana yang tidak boleh diambil dari pelaku Bid’ah tersebut,
      b) Tidak ada guru untuk menghafal Al Quran dari kalangan Ahlus Sunnah Wal Jama’ah didaerah anda,
      Maka lakukanlah.

      Barokalloohu fiika.

  373. Mustika Aji permalink
    2 September 2013 1:01 pm

    Assalamu’alaikum wr. wb.,
    Bolehkah saya konsultasi sama pak ustadz masalah rumah tangga saya melalui telphon? Kalo boleh, ijinkan saya telpon bapak.. Ini nomor saya: 085264116114.

    • 2 September 2013 6:27 pm

      Wa ‘alaikumussalaam Warohmatulloohi Wabarokaatuh,
      Silakan, boleh saja ya akhi…. Anda dapat berkonsultasi melalui telphone ke nomor telphone yang telah dikirimkan ke email anda…. Silakan check email anda… Barokalloohu fiika.

  374. teguh permalink
    2 September 2013 5:50 pm

    Assalamu’alaikum pak ustadz,
    Singkat ajah… Saya ingin bertaubat, tapi orangtua saya seolah-olah gak mengijinkan saya keluar dari pekerjaan yang sekarang ini saya jalani.
    Jikalau saya gak keluar dari pekerjaan ini, saya terpaksa gak bisa Jum’atan..
    Tolong dijawab pak ustadz
    Terima kasih.
    Wassalamu’alaikum.wr.wb

    • 5 October 2013 7:29 pm

      Wa ‘alaikumussalaam Warohmatulloohi Wabarokaatuh,
      Mentaati orangtua adalah Fardhu ‘Ain. Mencari rizqy yang Halal juga adalah Fardhu ‘Ain. Terutama jika anda sudah termasuk orang yang Wajib mandiri atau menafkahi. Tetapi jika belum, Ustadz sarankan agar anda dapat bekerja di tempat dimana anda tidak meninggalkan Sholat Jum’at. Dengan berdo’a, bekerja keras, dan bergantung kepada Allooh سبحانه وتعالى, in-syaa Allooh Allooh سبحانه وتعالى akan mencukupi anda…. Barokalloohu fiika.

  375. 7 September 2013 12:09 pm

    Assalamu’alaikum Warohmatulloohi Wabarokaatuh

    Pak Ustadz mohon diberikan tampilan PDF nya untuk kajian – kajian di bawah ini :
    1. Perkara yang membatalkan AL- ISLAM
    2. Orang-orang yang di benci ALLOOH
    3. Iman kepada ALLOOH SWT dengan sebenarnya 1 & 2
    4. Penyebab Masuk Neraka bag. 2
    5. Fadhilah Sholat sunnah 12 rokaat
    Jazakalloohu khoiron.

    • 8 September 2013 10:59 pm

      Wa ‘alaikumussalaam Warohmatulloohi Wabarokaatuh,
      Alhamdulillah artikel-artikel ceramah diatas sekarang sudah diberi tampilan PDF-nya, sehingga dapat antum download… Silakan antum check ke judul-judul artikel diatas… Barokalloohu fiika.

  376. nira permalink
    10 September 2013 12:27 pm

    Assalamu’alaikum wr. wb.,
    Nama saya Nira, pak ustad. Boleh tidak saya berkonsultasi tentang masalah keluarga yang telah menimpa saya melalui sms? Ini nomor saya: 081278004553, wassalam.

    • 10 September 2013 8:47 pm

      Wa ‘alaikumussalaam Warohmatulloohi Wabarokaatuh,
      Boleh saja apabila anda hendak berkonsultasi secara langsung, maka silakan anda menghubungi Ustadz di nomor telphone yang telah dikirimkan per email kepada anda… Silakan check email anda… Barokalloohu fiiki.

  377. 10 September 2013 11:25 pm

    Assalamu’alaikum ustadz. ‘afwan ana Ardantyo Sidohutomo dari Surabaya ingin bertanya secara langsung apa bisa?

    • 11 September 2013 9:58 am

      Wa ‘alaikumussalaam Warohmatulloohi Wabarokaatuh,
      Boleh saja apabila anda hendak berkonsultasi secara langsung, maka silakan anda menghubungi Ustadz di nomor telphone yang telah dikirimkan per email kepada anda… Silakan check email anda… Barokalloohu fiika.

  378. anisa permalink
    11 September 2013 5:12 pm

    Assalamu’alaikum…
    Ustadz, saya Anisa, saya mau nanya… Saya harus bagaimana ustadz dan apa yang harus saya lakukan? Saya mempunyai seorang pacar, tapi dia mempunyai pacar lebih dari satu dan dia selalu gonta-ganti pacar agar bisa tidur dengan dia. Dunianya sangat kelam menurut saya. Jadi saya harus bagaimana ustadz untuk merubah sikap pacar saya, agar dia bisa berubah dan berhenti melakukan hal-hal yang tidak berguna?

    • 5 October 2013 7:20 pm

      Wa ‘alaikumussalaam Warohmatulloohi Wabarokaatuh,
      Pacaran itu Zina.
      Zina itu ma’shiyat.
      Ma’shiyat itu mengundang murka Allooh سبحانه وتعالى.

      Kalau anda ingin keluarga yang anda bina kelak itu diberkahi Allooh سبحانه وتعالى dan memperoleh keturunan yang shoolih, maka janganlah mencari suami dari hasil Pacaran… Barokalloohu fiiki.

  379. 13 September 2013 6:56 am

    Assalamu’alaikum Warohmatulloohi Wabarokaatuh
    ‘Afwan ustaadz, boleh ana konsultasi sama antum melalui HP?
    Jazaakumulloohu khoiron

    • 13 September 2013 9:00 am

      Wa ‘alaikumussalaam Warohmatulloohi Wabarokaatuh,
      Boleh saja apabila anda hendak berkonsultasi secara langsung, maka silakan anda menghubungi Ustadz di nomor telphone yang telah dikirimkan per email kepada anda… Silakan check email anda… Barokalloohu fiika.

  380. 15 September 2013 12:23 am

    Assalamu’alaikaum ustad, boleh saya bertanya tentang pakaian Burqa, Niqab, Chadar, dan Hijab? Yang saya tanyakan tentang pakaian Hijab yang kebanyakan dipakai oleh masyarakat Indonesia, pakaian Hijab yang benar menurut ajaran Islam itu seperti apa ustad? Apa benar tertutup aurat tapi menyorotkan banyak warna sehingga banyak orang yang melihat? Dan saya ingin berkonsultasi melewati HP jika diperkenankan ustadz

    • 15 September 2013 6:13 am

      Wa ‘alaikumussalaam Warohmatulloohi Wabarokaatuh,
      Tentang Hijab, Burqa, Niqab, Cadar telah Ustadz jelaskan dalam ceramah yang berjudul “Dalil-Dalil & Gambar Panduan Pakaian Muslim dan Muslimah” yang pernah dimuat di Blog ini (silakan klik: https://ustadzrofii.wordpress.com/2011/02/02/dalil-dalil-gambar-panduan-pakaian-muslim-dan-muslimah/ )

      Namun demikian, boleh saja apabila anda hendak berkonsultasi secara langsung, maka silakan anda menghubungi Ustadz di nomor telphone yang telah dikirimkan per email kepada anda… Silakan check email anda…

      Barokalloohu fiika.

  381. Cristiano Ronaldo (nama samaran) permalink
    17 September 2013 6:59 pm

    Apakah benar bahwa orang yang bermasturbasi/onani. akan dihukum langsung ke neraka tanpa pertimbangan? (seperti orang bunuh diri) karena saya tidak tahu hal ini dan saya sudah sering bermasturbasi….

    • 4 October 2013 11:25 am

      Wa ‘alaikumussalaam Warohmatulloohi Wabarokaatuh,

      Masturbasi / Onani, dalam bahasa Arab disebut “Istimna’”. Dan TIDAK BENAR KEYAKINAN ANDA yang seperti itu. Walau demikian, “Istimna’” tetap hukumnya Harom, sebagaimana firman Allooh سبحانه وتعالى dalam QS. Al Mu’minuun (23) ayat 4-6:

      وَالَّذِينَ هُمْ لِلزَّكَاةِ فَاعِلُونَ
      وَالَّذِينَ هُمْ لِفُرُوجِهِمْ حَافِظُونَ
      إِلَّا عَلَىٰ أَزْوَاجِهِمْ أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُهُمْ فَإِنَّهُمْ غَيْرُ مَلُومِينَ

      Artinya:
      (4) “dan orang-orang yang menunaikan zakat,
      (5) dan orang-orang yang menjaga kemaluannya,
      (6) kecuali terhadap isteri-isteri mereka atau budak yang mereka miliki; maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada tercela.”

      Juga firman-Nya dalam QS. An Nuur (24) ayat 33:

      وَلْيَسْتَعْفِفِ الَّذِينَ لَا يَجِدُونَ نِكَاحًا حَتَّىٰ يُغْنِيَهُمُ اللَّهُ مِنْ فَضْلِهِ ۗ وَالَّذِينَ يَبْتَغُونَ الْكِتَابَ مِمَّا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ فَكَاتِبُوهُمْ إِنْ عَلِمْتُمْ فِيهِمْ خَيْرًا ۖ وَآتُوهُمْ مِنْ مَالِ اللَّهِ الَّذِي آتَاكُمْ ۚ وَلَا تُكْرِهُوا فَتَيَاتِكُمْ عَلَى الْبِغَاءِ إِنْ أَرَدْنَ تَحَصُّنًا لِتَبْتَغُوا عَرَضَ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا ۚ وَمَنْ يُكْرِهْهُنَّ فَإِنَّ اللَّهَ مِنْ بَعْدِ إِكْرَاهِهِنَّ غَفُورٌ رَحِيمٌ

      Artinya:
      Dan orang-orang yang tidak mampu kawin hendaklah menjaga kesucian (diri)nya, sehingga Allooh memampukan mereka dengan karunia-Nya. Dan budak-budak yang kamu miliki yang memginginkan perjanjian, hendaklah kamu buat perjanjian dengan mereka, jika kamu mengetahui ada kebaikan pada mereka, dan berikanlah kepada mereka sebahagian dari harta Allooh yang dikaruniakan-Nya kepadamu. Dan janganlah kamu paksa budak-budak wanitamu untuk melakukan pelacuran, sedang mereka sendiri mengingini kesucian, karena kamu hendak mencari keuntungan duniawi. Dan barangsiapa yang memaksa mereka, maka sesungguhnya Allooh adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang (kepada mereka) sesudah mereka dipaksa itu.”

      Cara menghindarkan “Istimna’” tersebut antara lain sebagai berikut:
      – Meyakini bahwa Allooh سبحانه وتعالى adalah Wajib dikerjakan perintah-Nya dan Wajib dijauhi larangan-Nya. Dengan cara itu, anda akan lebih takut kepada Allooh سبحانه وتعالى daripada mengikuti Hawa Nafsu.
      – Menyibukkan diri dengan hal-hal positif yang dapat memalingkan hasrat, birahi melalui kegiatan-kegiatan yang bermanfaat
      – Menghindari media yang akan menipu dan memukai indra kita, terutama pandangan dan pendengaran, karena dari sesuatu yang dipandang atau didengar itulah memungkinkan seseorang yang lemah imannya untuk terperosok kedalam ma’shiyat.

      Semoga Allooh سبحانه وتعالى menolong agar kita dapat istiqomah diatas jalan-Nya yang lurus… Barokalloohu fiika.

  382. cahyo permalink
    23 September 2013 6:51 pm

    Bissmillahirrohmanirrohim
    Assalamu’alaikum Warrahmatullah Wabarakatuh,

    Ustad saya mau bertanya perihal sesuatu yang masih belum saya pahami dengan betul, tentang hakikat-hakikat kebenaran sesuai jalan Allah. Sebenarnya saya sangat pengen ada yang bisa membimbing dan bertemu langsung dengan Ustad karena dalam benak saya banyak sekali yang perlu ditanyakan.

    1. Benda yang dirajah dengan bacaan Al-Qur’an hukumnya dalam Islam gimana? Apa itu termasuk syirik atau mungkin itu merupakan tipu daya syetan dengan penggunaan lafal2 Al-Qur’an sehingga orang menganggap itu seolah-olah dari Al-Qur’an?

    2. Saya pernah datang ke orang, saya berkonsultasi megenai usaha saya dan beliau memanggil roh dimasukkan ke tubuhnya yang mengaku sebagai salah satu wali (bukan dari wali 9), kemudian beliau memberikan benda yang sudah dirajah itu untuk saya simpan. Karena saya kan penasaran bagaimana hukum seperti itu dalam Islam, akhirnya saya cari di google yang mengatakan bahwa roh tidak bisa dipanggil kecuali Qarin yang tidak lain adalah syetan, mohon penjelasan.

    3. Kemudian saya diberikan lafalan bacaan Al-Qur’an yaitu “Yuhibbunahum hakubillah” yang disuruh baca setiap habis sholat, yang setelah saya teliti merupakan penggalan ayat 165 Al-Baqarah. Itu arti dan maknanya apa Ustad? Sedangkan sesuai tafsir Al-Quran yang saya baca total 1 ayat artinya:
    Dan diantara manusia ada orang yang menyembah tuhan selain Allah sebagai tandingan[13], mereka mencintainya seperti mencintai Allah[14]. Adapun orang-orang yang beriman sangat besar cintanya kepada Allah[15]. Sekiranya orang-orang yang berbuat zalim itu[16] mengetahui ketika mereka melihat siksa (pada hari kiamat), bahwa kekuatan itu kepunyaan semuanya milik Allah dan bahwa Allah sangat berat siksa-Nya (niscaya mereka menyesal).”

    Itu artinya penggalan bacaan itu berada pada “menyembah tuhan selain Allah sebagai tandingan“, apa itu benar Ustad? Jika itu benar, artinya kok ngeri sekali malah justru hanya menyembah tuhan selain Allah..?

    Demikian Ustadz… tolong saya, supaya tidak salah dalam memahami hakekat di jalan Allah. Apabila berkenan saya pengen bertemu atau via personal chating.

    Wassalamu alaikum

    • 27 September 2013 11:02 am

      Wa ‘alaikumussalaam Warohmatulloohi Wabarokaatuh,

      Pertanyaan anda diatas adalah berkenaan dengan 4 hal yaitu:
      1. Bagaimana hukum benda yang dirajah dengan bacaan Al-Qur’an.
      2. Konsultasi bisnis kepada Pengguna Roh
      3. Memanggil Roh
      4. Makna penggalan ayat “Yuhibbunahum Kahubbillah” (يُحِبُّونَهُمْ كَحُبِّ اللَّهِ)

      Banyak hal yang terpendam dalam pertanyaan anda, akan tetapi secara ringkas Ustadz jawab sebagai berikut:

      1) Harus DIBEDAKAN antara JAMPI-JAMPI, MANTRA dan RUQYAH.

      Bacaan yang dibaca oleh seorang Pembaca terhadap suatu benda atau orang:
      Jika BACAAN itu BERASAL DARI AL QUR’AN atau ucapan yang diucapkan oleh Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم dengan derajat yang shohiih (HADITS SHOHIIH),
      Jika YANG MEMBACA itu adalah ORANG yang ber-TAUHIID, dan BUKAN orang yang MUSYRIK,
      Jika benda/ orang yang dipergunakan / diperuntukkan itu adalah BUKAN UNTUK MAKSUD JAHAT / SYIRIK;
      MAKA semua itu dikenal dengan RUQYAH YANG DISYARI’ATKAN
      .

      AKAN TETAPI BERBEDA DENGAN JAMPI-JAMPI DAN MANTRA, yang sudah barang tentu ia merupakan BAGIAN DARI KESYIRIKAN DAN KEBATHILAN, yang Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم berbebas diri dari semua itu.

      Oleh karena itu, barang yangdibacakan(dirajah) tadi, hendaknya anda timbang dengan kaidah diatas; bahwa jika tidak sesuai dengan kaidah diatas, misalnya:
      Berupa Huruf-Huruf Arab yang terpisah maupun yang tersambung, namun mengandung makna yang bathil / syirik,
      Berupa Huruf-Huruf yang tidak bermakna sama sekali (contoh: “Abakadabra…”, dll)
      Berupa penggalan Ayat Al Qur’an, tetapi dimaksudkan untuk mengukuhkan makna yang bathil / syirik, atau penggalan Ayat Al Qur’an yang dimaksudkan untuk menyelewengkan atau merusak makna Tauhiid.
      maka itu adalah KEBATHILAN DAN KESYIRIKAN yang HARUS DITINGGALKAN DAN DIMUSNAHKAN.

      2) Jika anda berminat mengembangkan usaha, maka itu adalah sesuatu hal yang terpuji, karena berusaha untuk mencari rizqy dan keutamaan dari Allooh سبحانه وتعالى adalah merupakan keterpujian. Dan untuk itu, tidak ada yang terhina. Contoh: orang yang memungut sampah / barang bekas (pemulung), jika tidak bermakna mencuri maka itu adalah usaha yang terpuji dan rizqy-nya in-syaa Allooh Halal.

      Hanya saja untuk membangun dan merealisasikan impian sukses anda dalam berusaha, ANDA SALAH ALAMAT seandainya anda MENDATANGI ORANG YANG MENGGUNAKAN ROH / MEMANGGIL ROH, karena (–sebagaimana tersirat dari pertanyaan anda diatas– ), anda itu seolah mengatakan bahwa ORANG YANG ANDA DATANGI ITU BODOH dan TIDAK TAHU PERKARA BISNIS. Hal ini TERBUKTI IA TIDAK MENJAWAB DENGAN ILMUNYA TENTANG BISNIS, tetapi MALAH “ROH” YANG DIPANGGILNYA LAH YANG MENJAWAB. Dengan demikian, orang itu hanya sekedar “Jubir” (Juru Bicara) dan “Alat” yang digunakan oleh si “Roh” untuk mengatakan apa yang dimaui oleh si “Roh”.

      Seharusnya anda mendatangi orang yang berpengalaman atau sudah berhasil dalam bidang bisnis yang anda geluti, atau anda sekolah atau mengikuti kursus di bidang bisnis agar anda pandai dalam bidang usaha yang anda minati, atau anda datang kepada Konsultan Bisnis, atau anda melakukan survey kepada para Praktisi Bisnis. Atau, anda datang kepada Ahli ‘Ilmu (diin) yang membidangi Fiqih Mu’amalah, terutama berkaitan dengan bisnis Jual Beli atau sejenisnya, dan bukan datang kepada Pengguna “Roh” yang bodoh.

      Perlu untuk dipahami, bahwa “ROH” itu arti sebenarnya adalah eksistensi kehidupan, yang dikenal juga dengan “NYAWA / NAFS”; dimana kita ketahui bahwa: “Setiap yang bernyawa pasti akan mati”.
      Oleh karena itu, ORANG YANG SUDAH MATI, maka ROH-NYA SUDAH TIDAK DI BUMI. TIDAK BISA DIKENDALIKAN OLEH MANUSIA, termasuk manusia yang diduduki / ditempati oleh Roh itu semasa hidupnya.

      Dengan demikian (kata) “ROH” yang anda maksudkan dalam pertanyaan anda diatas itu sebenarnya adalah YANG DIYAKINI OLEH ORANG-ORANG ANIMISME & DINAMISME ZAMAN DAHULU KALA, dimana MEREKA MEYAKINI bahwa: “BENDA MATI MEMPUNYAI ROH”, atau percaya pada “ROH NENEK MOYANG DAN ROH ITU BERGENTAYANGAN”.

      Ustadz ingatkan, agar anda jangan tergolong manusia yang “mundur / terbelakang” yang masih menggunakan paham Animisme dan Dinamisme, padahal sekarang adalah zaman ilmu pengetahuan dan teknologi, sedangkan ISLAM PUN BERSIH DARI AJARAN YANG SEPERTI ITU.

      “ROH” yang dimaksud dalam pertanyaan anda diatas sebenarnya adalah “MAKHLUK HALUS”, yang orang kenal dengan nama “JIN / SYAITHOON / MERKAYANGAN / DEDEMIT / QORIN (– Qorin = Jin yang bersifat syaithoon yang pernah menjadi pendamping manusia semasa hidupnya –)”.
      Jika demikian halnya, maka itu adalah merupakan PENGGUNAAN SELAIN ALLOOH سبحانه وتعالى TERHADAP KEBUTUHAN MANUSIA. Artinya, itu adalah KESYIRIKAN.

      Karena, kebutuhan-kebutuhan manusia tersebut tidak akan ada yang mampu dan berkuasa untuk mengadakan atau melenyapkannya, TIDAK ADA YANG MAMPU UNTUK MENDATANGKAN MANFAAT ATAU MENGHILANGKAN MADHOROT (BAHAYA), KECUALI HANYALAH ALLOOH سبحانه وتعالى.

      Perhatikan bahwa dalam Hadits Riwayat Al Imaam At Turmudzy no: 2516, dan beliau berkata bahwa Hadits ini Hasanun Shohiih, juga Syaikh Nashiruddin Al Albaany رحمه الله men-shohiihkannya, dari Shohabat ‘Abdullooh bin ‘Abbaas رضي الله عنه, bahwa Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم mengajarkan kepada ‘Abdullooh bin Abbas رضي الله عنه dengan sabdanya sebagaimana berikut ini:
      يا غلام إني أعلمك كلمات احفظ الله يحفظك احفظ الله تجده تجاهك إذا سألت فاسأل الله وإذا استعنت فاستعن بالله واعلم أن الأمة لو اجتمعت على أن ينفعوك بشيء لم ينفعوك إلا بشيء قد كتبه الله لك ولو اجتمعواعلى أن يضروك بشيء لم يضروك إلا بشيء قد كتبه الله عليك
      Artinya:
      Wahai anak kecil sesungguhnya aku ajarkan padamu beberapa kalimat …. Dan ketahuilah olehmu bahwa JIKA UMMAT INI BERSEPAKAT untuk MEMBERIMU MANFAAT, maka MEREKA TIDAK AKAN DAPAT MELAKUKANNYA KECUALI SESUAI DENGAN APA YANG ALLOOH TELAH TAKDIRKAN untukmu. Dan SEANDAINYA MEREKA BERSEPAKAT UNTUK MEMBERIMU BAHAYA, maka sungguh hal itu TIDAK BISA KECUALI SESUAI DENGAN APA YANG ALLOOH TAKDIRKAN (untukmu).”

      3) Tentang kalimat cuplikan “Yuhibbunahu Kahubbillaah” (يُحِبُّونَهُمْ كَحُبِّ اللَّهِ) dari QS. Al Baqoroh (2) ayat 165, adalah BENAR seperti yang anda cari, yang anda temukan dan anda pahami bahwa KALIMAT ITU merupakan PENGGALAN AYAT. Kalimat itu tidak dikaitkan dengan kata sebelum dan sesudahnya, bahkan KALIMAT ITU mengandung kata ganti “mereka” YANG DIMAKSUD sebagai “ORANG-ORANG MUSYRIKIN YANG MENYEKUTUKAN ALLOOH سبحانه وتعالى”.

      Dengan kata lain, KALIMAT ITU lebih jelasnya BERMAKNA: “MEREKA ORANG-ORANG MUSYRIKIN MENCINTAI TANDINGAN ALLOOH, SEPERTI (MEREKA MENCINTAI) ALLOOH سبحانه وتعالى”.

      Jika seperti ini maknanya, maka “AMALAN” YANG DIBERIKAN ORANG YANG ANDA TEMUI adalah KEKUFURAN & KESYIRIKAN, akibat dari MEMENGGAL AYAT DENGAN SALAH, SEHINGGA ARTINYA ADALAH MEMBERITAKAN BAHWA ANDA TERGOLONG MEREKA (ORANG-ORANG YANG SETIA) BAHKAN CINTA KEPADA TANDINGAN ALLOOH سبحانه وتعالى YANG DALAM HAL INI ADALAH “ROH” / JIN YANG DIPANGGIL dengan meminjam tubuh orang tadi (sebagai mediasi / perantaranya), dan kualitas pengabdian dan cinta anda kepada “Roh” itu adalah seperti anda cinta kepada Allooh سبحانه وتعالى. Dan bisa dipastikan hal tersebut merupakan PENGKHIANATAN KEPADA ALLOOH سبحانه وتعالى; karena bagaimanakah anda mencintai “Kekasih Anda” yaitu Allooh سبحانه وتعالى, padahal ANDA MELAKUKAN SESUATU YANG DIBENCI ALLOOH سبحانه وتعالى, yaitu MEMINTA KEPADA ROH, MENGGUNAKAN ROH, dan yakin bahwa ajaran dan petuah “Roh” dapat menghantarkan anda untuk menjadi berhasil dalam bisnis anda. Mana bisa? Itu kan pengkhianatan terhadap Allooh سبحانه وتعالى !

      Oleh karena itu, TINGGALKANLAH SEGERA AJARAN, KEYAKINAN, AMALAN, atau BENDA YANG MENJADI PEMICU ANDA MENJADI MENYIMPANG DARI JALAN ALLOOH سبحانه وتعالى YANG LURUS.

      Sesalilah bahwa akibat kebodohan dan ambisi sesaat tersebut, maka anda menjadi berpeluang sesat.

      Bangunlah masa depan anda dengan berencana yang baik, yang MENEPATI DAN MENETAPI SYARI’AT ALLOOH سبحانه وتعالى yang telah membuat anda ada di dunia ini, yang akan mempertanyakan seluruh ucap dan ulah anda di dunia ini, yang akan memvonis anda kelak di akhirat apakah anda akan berada di neraka ataukah di surga.

      BERTAUBATLAH DENGAN SEGERA KEPADA ALLOOH سبحانه وتعالى, dan YAKINLAH BAHWA ALLOOH سبحانه وتعالى AKAN MENGAMPUNI ANDA JIKA ANDA TERMASUK ORANG YANG BENAR.

      4) Sekiranya ada yang belum jelas bagi anda, atau apabila anda hendak berkonsultasi secara langsung, maka silakan anda hubungi Ustadz per telephone ke nomor yang telah dikirimkan per email kepada anda. Silakan check email anda.

      Semoga Allooh سبحانه وتعالى senantiasa memberi kita hidayah dan taufiq untuk berada diatas jalan-Nya yang lurus, serta istiqomah diatasnya hingga akhir hayat.

      • cahyo permalink
        2 October 2013 3:07 pm

        Alhamdulilah akhirnya saya mendapat jawaban atas apa yang menjadi pertanyaan saya selama ini, apa yang saya ragukan, karena takut menyimpang dari jalan Allah. Karena jujur, itu merupakan pengalaman pertama saya ustad, dan Alhamdulilah saya segera mendapatkan pencerahan atas apa yang saya lakukan. Saya berharap ustad dapat membimbing saya untuk selalu melakukan hal di jalan Allah. Jika di ijinkan saya boleh minta nomer handphone untuk suatu saat bisa berkomunikasi langsung walaupun belum bisa bertemu. Wasalamualaikum Warahmatullah wabarrakatuh

      • 2 October 2013 8:35 pm

        Alhamdulillah, semoga Allooh Subhaanahu Wa Ta’aalaa senantiasa memberi kita hidayah dan taufiq untuk berada diatas jalan-Nya yang lurus… Silakan saja ya akhi, apabila anda hendak berkomunikasi secara langsung maka silakan anda menelphone Ustadz ke nomor telphone yang telah dikirimkan per email kepada anda…. Silakan check email anda… Barokalloohu fiika

  383. 25 September 2013 11:36 am

    Assalamu’alaikum Ustadz, Ustadz apakah saya boleh minta referensi belajar kajian Hadist dan membaca Al Quran dengan tajwid yang benar dan boleh saya minta nomor ustadz untuk berkonsultasi? Terimakasih

    • 26 September 2013 9:13 am

      Wa ‘alaikumussalaam Warohmatulloohi Wabarokaatuh,
      Untuk memperoleh informasi dengan lebih jelas maupun berkonsultasi secara langsung dengan Ustadz, silakan anda menghubungi Ustadz di nomor telphone yang telah dikirimkan per email kepada anda… Silakan check email anda… Barokalloohu fiika.

  384. Irfan permalink
    26 September 2013 9:42 am

    Assalamu ‘alaikum warahmatullahi wa barakatuh. Saya sudah download kajian (mp3) Anda tentang nama-nama untuk anak. Yang saya mau tanyakan lagi, bolehkah memberi nama: Jundulloh, Asykarulloh, Nasrulloh, Ayatulloh, Rizkillah ?
    Masih tentang anak juga. Apakah ada dalil yang membolehkan anak dikhitan ketika masih bayi?
    Jazaakumullah khairan

    • 27 September 2013 6:52 am

      Wa ‘alaikumussalaam Warohmatulloohi Wabarokaatuh,
      1) Nama untuk anak yang BOLEH untuk anda gunakan adalah: JUNDULLOOH atau NASHRULLOOH. Sedangkan yang lainnya adalah tidak.
      2) Justru itu adalah Sunnahnya, sebagaimana cucu Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم, yakni Hasan dan Husein رضي الله عنهما adalah dikhitan ketika masih bayi.
      Barokalloohu fiika.

  385. Zakaria permalink
    26 September 2013 7:18 pm

    Assalamu’alaikum…
    Saya ingin bertanya ustadz, mohon dijawab:
    1. Apakah boleh kita menabung / menyimpan uang di bank, jika tujuan kita menyimpan di Bank adalah supaya uang kita aman?
    2. Membeli barang dengan cara kredit / dicicil pembayarannya, seperti membeli sepeda motor, mobil, laptop dll, seperti yang sekarang dilakukan banyak orang, apakah termasuk Riba atau bukan ustadz?
    3. Tidak lama lagi kita akan merayakan hari raya Qurban, apakah boleh ber-qurban untuk 1 ekor sapi atas nama lebih dari satu orang karena membelinya pun patungan, karena di kampung saya orang sering melakukannya.
    4. Ada keluarga saya ustadz, orang tua nya sudah lama meninggal dan tahun ini dia menghajikan kedua orang tuanya dengan cara mengupah orang lain untuk pergi haji. Bolehkah yang demikian Ustadz??

    • 27 September 2013 1:22 pm

      Wa ‘alaikumussalaam Warohmatulloohi Wabarokaatuh,

      1) Uang sebesar apa pun tidak bernilai, kecuali jika dia berupa:
      – Benda, misalnya: Rumah, Mobil, Tanah, atau
      – Nilai Investasi

      Akan tetapi uang yang ditaruh di Bank, HUKUM ASALNYA JIKA UANG ITU DISIMPAN DI LEMBAGA RIBA, maka setidaknya kita BERDOSA dari sisi TELAH MENJADIKAN UANG KITA SEBAGAI NILAI INVESTASI YANG PROSPEK DALAM LEMBAGA RIBA.

      Oleh karena itu HUKUM ASAL menabung / menyimpang uang di Bank (Lembaga Riba) adalah DILARANG.

      Hanya, ada kekecualian jika memenuhi beberapa hal berikut ini:
      a) Ada keyakinan bahwa jika uang yang dimiliki itu dipegang di tangan langsung atau disimpan di rumah, akan menjadi mudah habis atau mudah mengundang Pencuri / Perampok dan sejenisnya.
      b) TIDAK ADA LEMBAGA NON-RIBA yang bisa menampung dana tersebut.
      c) Ada jaminan bahwa jika uang disimpan di Lembaga Riba akan menjadi aman
      d) RIBA yang orang sering sebut dengan istilah “BUNGA” tersebut, TIDAK DIMANFAATKAN UNTUK PRIBADI, melainkan dibelanjakan untuk kepentingan umum seperti jalan umum, WC umum, dan sejenisnya.
      e) TIDAK UNTUK TASYABBUH (menyerupai orang-orang Kaafir) berupa GAYA HIDUP & KEBANGGAAN.
      Apabila seperti itu keadaannya maka BOLEH, HINGGA LEMBAGA EKONOMI SYARI’AT ITU DALAM UMMAT INI LAHIR (TERBENTUK).

      2) Secara singkat, HUKUM JUAL BELI DENGAN CARA KREDIT adalah BOLEH MENURUT SYARI’AT; AKAN TETAPI JIKA CARA YANG DIGUNAKAN ADALAH SISTEM RIBA, MAKA HUKUMNYA MENJADI RIBA (DILARANG).

      Didalam SYARI’AT ISLAM, JUAL BELI itu DISUNNAHKAN TERJADI ANTARA 2 PIHAK (PEMBELI dan PENJUAL), sementara dalam prakteknya di lapangan kebanyakan yang terjadi adalah tidak seperti ini. Sistem itulah yang tidak sesuai dengan Syari’at Islam atau dikenal dengan sistem Riba.

      Masih umum terjadi di lapangan, biasanya pihak yang terlibat dalam Jual Beli bukan hanya dua pihak (yaitu Penjual dan Pembeli, atau Kredit dan Kreditor), akan tetapi lebih dari itu (misalkan contohnya: adanya pihak ke-3 seperti Bank, Lembaga Finansial, dll)

      Dengan demikian:

      a) Jika Pemilik Barang (Penjual / Toko) menjual barang yang dimilikinya kepada Pembeli dengan Sistem Kredit, maka itu BOLEH. Disini HANYA 2 PIHAK YANG TERLIBAT, yaitu: PENJUAL (yang merupakan Pemilik Barang) dan PEMBELI.

      b) AKAN TETAPI, APABILA Pembeli membeli barang dari Penjual / Toko, namun karena sang Pembeli itu sebenarnya tidak punya uang sehingga ia pun meminjam kepada Pihak ke-3 dan kemudian PIHAK KE-3 lah YANG MEMBAYARKAN BARANG yang dibeli tersebut KEPADA PENJUAL / TOKO, lalu Pembeli secara kredit membayar kepada Pihak ke-3 maka SISTEM inilah yang TIDAK BOLEH, karena ini adalah gambaran dari apa yang disebut sebagai “PINJAM UANG, BAYAR UANG” atau “KREDIT UANG, BAYAR UANG” dan ini lah yang disebut sebagai RIBA NASII’AH.

      Didalam sistem yang seperti ini TERJADI KEKABURAN, SIAPA YANG SESUNGGUHNYA MENJUAL BARANG tersebut, apakah pihak PEMILIK BARANG / TOKO ataukah pihak BANK.
      Kalau pihak Toko, maka mengapa Pembeli membayar kepada Bank dengan atas nama Bank?
      Kalau pihak Bank, maka bukankah Bank bukan pemilik barang yang sesungguhnya?

      DITITIK INI LAH SYARI’AT ISLAM TIDAK MEMBOLEHKAN SISTEM YANG AKAN MEMUNCULKAN ADANYA FAKTOR “KEKABURAN” TENTANG SIAPA PEMBELI DAN PENJUAL DIDALAM SUATU JUAL BELI.
      Sehingga DIDALAM SYARI’AT ISLAM, TIDAK DIBENARKAN UNTUK MENJUAL BARANG YANG TIDAK DIMILIKINYA !

      Perhatikan bahwa betapa sejak awal semua faktur penjualan yang termaktub adalah atas nama Toko, namun mengapa kemudian Pembeli membayar kepada pihak Bank dan bukannya kepada Toko yang merupakan sang Pemilik Barang? Dititik inilah terjadi “kekaburan”-nya.

      Didalam sistem yang seperti ini pun Pembeli juga menjadi tidak jelas, dia mengkredit barang itu kepada pihak Bank atau kepada pihak Toko?
      Perhatikan betapa kebanyakan yang terjadi di lapangan itu adalah bahwa Pembeli menjadikan Bank / Lembaga Finansial sebagai penjaminnya, sehingga Pembeli diperiksa sampai ke rumah-rumah tempat tinggalnya, gajinya, dll (pemeriksaan data) itu dilakukan oleh pihak Lembaga Finansial / Bank tadi, dan bukannya oleh pihak Toko yang memiliki barang. Hal ini lah yang berarti lebih cenderung pada sistem “KREDIT UANG, BAYAR UANG” (RIBA)
      . Karena Toko menjadi hanyalah tempat dimana barang itu diambil/ diterima oleh Pembeli, sementara Bank / Lembaga Finansial dialah yang menalangi pembelian.

      SEHARUSNYA kalaupun mau, maka PEMBELI TETAP MEMBAYAR KEPADA PENJUAL (TOKO/ PEMILIK BARANG) MELALUI NOMOR REKENING MILIKNYA (yang ada) di Pihak ke-3.
      Dengan demikian, bukannya pihak Bank yang membayar kepada Penjual (Toko/ Pemilik Barang), lalu kemudian Pembeli membayar kepada pihak Bank; dimana hal ini merupakan suatu sistem yang terlarang dalam Syari’at Islam.

      3) BOLEH, secara Syari’at dimana 1 ekor SAPI / KERBAU / UNTA adalah untuk QURBAN bagi 7 ORANG.

      4) BOLEH, ASALKAN YANG MEMBA’DALKANNYA itu:
      – Dapat dipercaya / Amanah,
      – Mampu dengan benar menunaikan Ibadah Haji,
      – Sudah pernah menunaikan Ibadah Haji sebelumnya.

      Demikianlah, semoga jelas adanya… Barokalloohu fiika.

  386. 28 September 2013 3:43 am

    Assalaamu ‘alaikum Ustaadz, bagaimana tafsiran suroh Al Baqarah ayat 30 “من يفسد فيها ويسفك الدماء”? Ada yang mengatakan bahwa tafsirannya adalah Allooh pernah sebelumnya menciptakan makhluk sebelum Nabi Adam (syaithoon), namun mereka merusak di dunia dan berbuat kerusakan, kemudian Allooh pun membinasakan mereka… apakah benar seperti itu Ustaadz ??? Mohon penjelasannya… Syukron

  387. Deasy permalink
    28 September 2013 8:00 pm

    Assalamu’alaikum Pak Ustadz,
    Saya mau bertanya tentang sah tidaknya pernikahan saya di mata agama.
    Saya menikah dengan orang luar dan dia mu’alaf, tetapi setelah menikah sampe 10 tahun ini, Suami saya belum bisa shalat, bahkan selalu mengikuti saya saja, tanpa adanya usaha untuk mencari tentang Islam. Bagaimana hukum pernikahan saya? Dan apa yang harus saya lakukan?

    • 3 October 2013 9:06 am

      Wa ‘alaikumussalaam Warohmatulloohi Wabarokaatuh,

      Menjadi pelajaran bagi kita semua bahwa Menikah itu adalah Ibadah, tidak hanya sekedar hubungan cinta birahi antara 2 insan. Oleh karena itu, hendaknya setiap orang yang akan melangsungkan pernikahan, bersikap selektif terhadap pasangannya masing-masing. Jangan sampai menimbulkan penyesalan di kemudian hari.

      Diantara perkara yang harus diperhatikan untuk dipenuhi mutlak adanya pada masing-masing pasangan adalah kesholiihan, dimana setiap pasangan berpotensi dalam dirinya untuk mempunyai keyakinan yang benar, yaitu:
      1. ‘Aqiidah Ahlus Sunnah Wal Jamaa’ah
      2. Mampu beribadah, bahkan meningkatkan kualitas Ibadahnya
      3. Mempunyai perangai dan akhlaq yang terpuji
      4. Mempunyai tipe bertanggungjawab
      5. Mencintai lahir dan batin

      Jika satu dari 5 poin diatas tidak ada, atau kurang, maka jangan aneh kalau terjadi penyesalan pada masa setelah menjadi Suami-Istri. Hal ini sebagaimana yang dialami oleh anda sendiri, dimana anda mengeluhkan dan menghadapi kesulitan tentangnya.
      Dalam hal ini nampaknya Suami anda termasuk apa yang tersinggung dalam 5 poin diatas.

      Namun demikian, bagi Anda poin diatas menjadi tidak berguna karena pernikahan sudah terjadi.
      Oleh karena itu, Ustadz sarankan bagi anda dan suami anda adalah sebagai berikut:
      1. Ajaklah suami anda untuk membaca buku-buku ke-Islaman, khususnya tentang Sholat; agar dia menyadari bahwa Sholat itu adalah Wajib bagi Muslim, dan wajib pula ditunaikan dengan tepat dan benar. Bahkan Sholat merupakan kebutuhan bagi keselamatan dunia dan akheratnya.
      2. Ajaklah suami anda untuk menghadiri forum-forum pengajian untuk mendapat atau mendengarkan informasi dan pengajaran tentang Islam yang benar, agar dia terdorong untuk meningkatkan ke-Islamannya lebih baik lagi. Termasuk sholatnya.
      3. Tidak mengapa anda sendiri memberi motivasi dan meluruskan paham suami anda, agar dia memahami bahwa laki-laki itu sholatnya adalah di masjid. Dan masih banyak lagi sholat-sholat yang harus ditunaikan di luar rumah, seperti: Sholat Jum’at, Sholat ‘Iedul Fithri dan ‘Iedul Adha, Sholat Tarowiih, dll.

      Dengan demikian, jika hal itu sudah anda tunaikan dan anda upayakan dengan optimal, kemudian suami anda berubah kearah yang lebih baik; maka berbahagialah.

      Akan tetapi sebaliknya, jika dia semakin malas, atau menolak atau membangkang; maka anda BOLEH MEMINTA PILIHAN KEPADA ALLOOH سبحانه وتعالى MELALUI SHOLAT ISTIKHOROH agar anda diberi petunjuk, apakah suami pendamping anda sekarang ini adalah orang yang akan membawa anda selamat dunia akherat ataukah justru malah sebaliknya.

      Kalau tidak, maka tidak menyalahi Syar’ie, apabila anda meminta kepada Allooh سبحانه وتعالى pengganti yang lebih baik bagi anda daripada dia. Karena yang harus anda ingat, adalah jika suami anda dan calon dari bapak dari anak-anak anda itu shoolih; maka anda pun in-syaa Allooh akan tergiring menjadi orang yang shoolihah dan menggapai ridho-Nya.

      Demikianlah, semoga jelas adanya…. Barokalloohu fiiki.

  388. Fajar permalink
    29 September 2013 10:21 am

    Assalamu’alaikum wr wb. Pak Ustad.
    Saya mau tanya nih, saya adalah orang yang ngerti agama, tahu aturan-aturan dosa dan pahala; tapi kadang kali saya melakukan perbuatan dosa itu lagi dan bertobat lagi dengan sholat taubat. Tapi ini selalu berulang-ulang. Dan pada akhirnya saya ditimpa musibah besar, motor titipan dari orangtua saya dicuri orang. Saya tahu kalau ini peringatan dari Allah.
    Dari 3 hari ini, semenjak saya kena musibah, saya selalu berdo’a yang ada di Majmu Syarif, menambah porsi doa disetiap beres 5 waktu, tahajud, dhuha, berharap motor tersebut diberikan kepercayaan lagi oleh Allah SWT untuk dititipkan kembali padaku. Tapi saat ini ada yang menganjal di hati saya Pak Ustad, apa yang harus saya lakukan saat ini? Lebih tepatnya apa? Dan adakah doa dalam musibah ini, menghapus dosa yang lalu dan memperluas rezeki dan menjadikan diri kita di jalan yang penuh rahmat dan hidayah Allah SWT?
    Saya minta tolong kepada Allah SWT, melalui anda ya Pak Ustad…
    Wassalamu’alaikum wr wb.

    • 4 October 2013 10:42 am

      Wa ‘alaikumussalaam Warohmatulloohi Wabarokaatuh,

      1. Sebagai manusia memang rentan berbuat dosa, tetapi yang dimaksud adalah Dosa yang Kecil yang memang sulit dihindari. Akan tetapi Dosa yang Besar adalah hendaknya setiap Muslim mengetahui bahwa itu adalah dosa yang luar biasa dibandingkan dosa-dosa kecil. Oleh karena itu, setiap Muslim wajib mengetahuinya. Dan apabila terjerembab kedalamnya, maka Wajib bertaubat dengan Taubatan Nasuha. Dan tidak boleh mengulangi kedua kali, setelah mengetahuinya. Khawatir Allooh سبحانه وتعالى tidak mengampuninya.

      2. Berkenaan dengan dosa dan musibah yang anda alami, maka:

      a) Bagus bahwa anda itu menyadari bahwa anda berbuat dosa; karena betapa banyak orang yang berbuat dosa tetapi tidak menyadari bahwa dirinya telah berbuat dosa. Lalu dia tidak bertaubat, bahkan menangguhkan taubat ke hari esok yang bukan miliknya. Bahkan lebih parah lagi, seorang yang berbuat dosa dengan sadar dan sengaja, padahal itu Dosa Besar. Hal itu bisa mengakibatkan pada murka Allooh سبحانه وتعالى.

      b) Ketika anda berdosa, lalu anda menyadari bahwa diri anda telah berbuat dosa, kemudian anda pun sholat 2 rokaat dengan Sholat Taubat, meskipun demikian perlu anda ketahui bahwa Sholat ini tidak dikenal dengan istilah / nama “Sholat Taubat” di kalangan orang-orang shoolih terdahulu. Dan kemudian menurut anda, dosa itu kembali berulang. Oleh karena itu sebenarnya yang penting adalah bahwa anda itu melakukan prosedur Taubat itu dengan benar, yaitu:

      Menyesali kesalahan dan dosa yang diperbuat
      Meninggalkan dan tidak kembali kepada perbuatan dosa tersebut
      Hindari pergaulan dan lingkungan yang membuat anda dapat kembali “terpanggil” untuk jatuh kedalam dosa itu berulang kali
      Bertekad untuk melakukan perkara-perkara yang lebih baik dan lebih shoolih> di masa mendatang

      c) Buku “Majmu Syarif” yang anda baca, bukanlah buku rujukan yang mu’tabar (valid) yang patut untuk menjadi rujukan. Karena justru dalam buku itu terdapat banyak perkara yang Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم tidak pernah mengajarkannya.

      d) Untuk do’a, anda boleh berdo’a sebagaimana dengan firman Allooh سبحانه وتعالى yang terdapat QS. Al Qoshosh (28) ayat 16:

      رَبِّ إِنِّي ظَلَمْتُ نَفْسِي فَاغْفِرْ لِي فَغَفَرَ لَهُ

      Artinya:
      Ya Robb-ku, sesungguhnya aku telah menganiaya diriku sendiri karena itu ampunilah aku.”

      Atau sebagaimana dalam QS. Al A’roof (7) ayat 23 :

      رَبَّنَا ظَلَمْنَا أَنْفُسَنَا وَإِنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُونَنَّ مِنَ الْخَاسِرِينَ

      Artinya:
      Ya Robb kami, kami telah menganiaya diri kami sendiri, dan jika Engkau tidak mengampuni kami dan memberi rahmat kepada kami, niscaya pastilah kami termasuk orang-orang yang merugi.”

      Atau dalam QS. Aali ‘Imroon (3) ayat 16:

      رَبَّنَا إِنَّنَا آمَنَّا فَاغْفِرْ لَنَا ذُنُوبَنَا وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ

      Artinya:
      Ya Robb kami, sesungguhnya kami telah beriman, maka ampunilah segala dosa kami dan peliharalah kami dari siksa neraka.”

      Semoga Allooh سبحانه وتعالى menjaga ana, keluarga, anda dan kaum Muslimin; agar kita dihindarkan dari apa-apa yang dapat membuat murka Allooh سبحانه وتعالى.

  389. Rafik permalink
    1 October 2013 3:53 pm

    Assalamu’alaikum ustadz….
    Ana mau tanya tentang dana talangan haji, apa hukumnya ?
    Syukron.
    Wassalam,

    • 3 October 2013 3:16 pm

      Wa ‘alaikumussalaam Warohmatulloohi Wabarokaatuh,

      1. Konsep tentang Dana Talangan Haji itu memang tidak dapat dipungkiri kemaslahatannya, yang dirasakan bagi yang mendapat Talangan Dana.
      Akan tetapi dana ini cenderung terindikasi lebih kepada konotasi BISNIS, yang jika tidak tepat maka akan menyebabkan terlibat dalam dunia RIBA yang kita kenal HAROM-nya.

      2. Tersangkut dengan: “MENAIKKAN IBADAH HAJI DENGAN HUTANG“, padahal sebenarnya orang tersebut termasuk kategori “BELUM MAMPU“. Akan tetapi, dengan adanya Dana Talangan Haji itu, maka dia bisa pergi, berangkat menunaikan Ibadah Haji dengan HUTANG MELALUI TALANGAN BANK. Hal ini MENYELISIHI MAKNA HAKEKAT DARIPADA AYAT AL QUR’AN * AS SUNNAH (Hadits)yang menyatakan bahwa: “HAJI ITU BAGI YANG MAMPU”, sementara orang itu sebenarnya belum mampu, terbukti dengan berhutang melalui Talangan tadi.

      3. Dana Talangan Haji ini terkesan memberi kemudahan, tetapi dibalik itu MEMBERI KESULITAN KEPADA ORANG YANG MAMPU DENGAN UANG CASH – TANPA HUTANG DAN TANPA TALANGAN, dimana MEREKA LAH YANG SUDAH WAJIB MENUNAIKAN IBADAH HAJI. Sehingga hal ini memunculkan masalah antara lain: :
      – Yang belum mampu untuk ber-Haji menjadi berangkat menunaikan Haji, namun yang Mampu ber-Haji justru malah menjadi tertangguhkan. Dengan demikian, ini malah menyendat orang yang sudah jatuh Wajib Haji (yang mampu), karena dia menjadi tidak bisa menunaikannya dengan sebab terhalang oleh mereka yang mendapat dana talangan.
      Menimbulkan antrian, bukan hanya 5 tahun, tetapi lebih daripada itu.
      Bagi institusi finansial (seperti: Bank), pada akhirnya mereka terjerumus pada “HUTANG UANG, BAYAR UANG. DAN INI ADALAH RIBA”.

      Demikianlah, semoga jelas adanya… Barokalloohu fiika.

  390. 1 October 2013 5:41 pm

    Assalamu’alaikum warohmatulloohi wabarokaatuh,
    Pak saya mau konsultasi:
    1. Kan mau Iedul Kurban pak ustadz. Kan temen saya jadi panitia, terus dari pihak kepanitian mau mengadakan makan bersama setelah kurban dilaksanakan. Nah makan bersama tersebut dagingnya mau ngambil sebagian dari daging kurban. Bagaimana hukumnya pak ustadz, boleh gak?
    2. Kulit kambing / sapinya boleh dijual gak pak ustadz, untuk membiayai biaya pemotongan kurban. Dijualnya bukan perorangan, tapi pihak pantia. Hasilnya untuk membiayai pemotongan kurban tersebut?
    Jazakallahu khaion atas jawaban ustadz.

    • 3 October 2013 8:47 am

      Wa ‘alaikumussalaam Warohmatulloohi Wabarokaatuh,

      1. Boleh, karena jangankan orang yang menikmatinya itu adalah orang lain yang tidak ber-qurban; orang yang ber-qurban pun boleh juga menikmati daging qurbannya.

      2. Kulit hewan Qurban TIDAK BOLEH DIJUAL, dalam artian menjadi milik orang yang ber-Qurban, karena Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم bersabda:

      عن أبي هريرة رضي الله عنه قال : قال رسول الله صلى الله عليه و سلم : من باع جلد أضحيته فلا أضحية له

      Artinya:
      BARANGSIAPA YANG MENJUAL KULIT QURBANNYA, berarti IA TIDAK MENDAPAT PAHALA DARI QURBANNYA.” (Hadits Riwayat Imaam Al Hakim no: 3468 di-hasankan oleh Syaikh Nashiruddin Al Albaany)

      Semestinya orang yang ber-Qurban itu paham, bahwa dirinyalah yang harus memberikan biaya operasional. Kalau ia menyerahkan hewan Qurban-nya kepada Panitia Qurban, maka janganlah pihak Panitia yang disuruh pusing mengeluarkan dana. Orang yang ber-Qurban itulah yang memberikan biaya operasional. Misalnya Panitia menentukan: Kepada para peng-Qurban dikenakan biaya misalnya Rp.50.000, atau Rp.75.000, per-ekor hewan Qurban untuk biaya operasional. Itu boleh. Sudah semestinya ditarik biaya demikian itu.
      Dan tentunya pihak Panitia pun menentukan biaya operasional yang sewajarnya, yang memang sesuai keperluan saja.

      Karena memang ketika hewan Qurban itu dikumpulkan beberapa hari sebelum disembelih di suatu kandang atau tempat, tentu hewan itu harus diberi makan dan minum serta dipelihara kesehatannya, dijaga jangan sampai hilang, sampai ongkos menyembelih, menguliti dan seterusnya seperti membagikan dengan plastik pembungkus dagingnya, dsbnya. Tentu biaya untuk itu masih harus ditanggung oleh pihak yang ber-Qurban. Jangan dibebankan kepada Panitia. Panitia tidak punya biaya untuk itu. Semua biaya operasional itu harus dibebankan kepada pihak yang ber-Qurban. Kalau tidak mau, silakan potong sendiri, dikuliti, dibersihkan sendiri, dibagi sendiri. Maka Panitia tidak usah ragu untuk menarik biaya operasional dari orang yang ber-Qurban, karena memang sudah sepantasnya.

      Kalau kulitnya hendak dijual, maka HASIL PENJUALAN KULIT ITU HARUS DIBELIKAN DAGING LAGI, YANG KEMBALI DIBAGIKAN/ DIBERIKAN sebagai bagian dari Qurban bagi kemaslahatan kaum muslimin. Jangan untuk si penyembelih atau Panitia ! Qurban itu adalah amanah dan Panitia harus bersikap jujur terhadap amanah tersebut, agar janganlah pihak yang ber-Qurban dirugikan karena ada bagian dari Qurban-nya (berupa Kulit hewan Qurban) yang tidak terbagikan dan dapat beresiko termasuk kedalam apa yang disabdakan oleh Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم dalam Hadits diatas.

      Untuk lebih jelasnya, anda dapat membaca artikel ceramah berjudul “Al Udh-hiyah (ber-Qurban)” yang pernah dimuat pada Blog ini (atau klik: https://ustadzrofii.wordpress.com/2010/10/04/al-udh-hiyah-ber-qurban/ )

      Demikianlah, semoga jelas adanya… Barokalloohu fiika.

  391. 2 October 2013 3:54 pm

    Assalamu’alaikum ustadz… Mudah-mudahan ustadz selalu dalam keadaan sehat wal afiat dan mudah-mudahan bisa membantu permasalahan di keluarga kami. Begini ustad, langsung saja.. Saya mau bertanya mengenai warisan keluarga.

    Saya ibaratkan misalnya Si A menikah dengan si B, kemudian dari pernikahannya mempunyai 2 anak perempuan C1 dan C2.
    Kemudian si A cerai dengan Si B, lalu si A menikah lagi dengan si D dengan membawa anak perempuannya si C1 aja sementara si C2 dengan si B.
    Kemudian dari hasil pernikahan Si A dengan si D, memiliki anak sebanyak 4 orang laki-laki semua. Berarti keluarga si A itu yang sekarang ada si C1 (dari beda ibu) dan 4 laki-laki dari pernikahannya dengan si D.
    Kemudian Si A meninggal, yang ditinggalkannya berarti si D (istri), si C1 (anak beda ibu) dan 4 anak laki-laki dari si D.
    Si A meninggalkan warisan sebuah rumah yang sekarang menjadi tempat tinggal si D, dan rumah itu akan dijual… yang menjadi pertanyaan bagaimana pembagian hak waris menurut aturan hukum Islam yang benar ?

    Si A > B menghasilkan > C1 & C2 perempuan, kemudian cerai.
    Si A > D menghasilkan > 4 anak laki-laki.
    Si A > D sekarang mempunyai C1 & 4 Anak Laki-laki (berarti 5 anak)
    Si A meninggal.
    sekarang si D mempunyai C1 & 4 Anak Laki-lakinya (berarti 5 anak)
    Apakah Si C1 mendapatkan Hak waris, dari pernikahan Si A dan si D ?
    Atau Si C2 juga dapat hak warisnya ?

    Kemudian Pembagian Si C1 jika ada dan Si C2 dan 4 anak laki-lakinya cara pembagian pengaturannya seperti apa ?
    Misal si C1, seperberapa ?…. dan seterusnya.
    Mohon Petunjuk Ustadz mudah-mudahan dari penjabaran saya, ustadz bisa paham maksud saya. Mohon penjelasannya… Syukron.

    Tambahan:
    Orang tua si A masih ada, tetapi tinggal ibunya saja dan beliau tinggal dengan adiknya Si A. Kalo bapaknya si A sudah tidak ada pak ustadz…

    • 3 October 2013 8:53 am

      Wa ‘alaikumussalaam Warohmatulloohi Wabarokaatuh,

      Ibunya si A yang saat ini masih hidup, mendapat waris 1/6 bagian.
      Istrinya (si D) mendapat 1/8 bagian.

      Sisanya, kemudian dibagi 10 bagian untuk semua anak-anak si A (baik C1, C2 maupun 4 orang anak laki-lakinya), dengan perbandingan dimana anak perempuan 1/2 bagian dari anak laki-laki.
      Dengan demikian masing-masing anak perempuan (baik C1 maupun C2) mendapat 1/10 bagian. Sementara anak-anak laki-lakinya, masing-masing mendapat 2/10 bagian.
      Demikianlah, semoga jelas bagi anda…. Barokalloohu fiika.

  392. 3 October 2013 4:45 pm

    السلام عليكم ورحمة الله وبركاته

    Maaf pak ana ada pertanyaan :

    Ada seorang yang ingin berusaha menabungkan uang pendapatannya. Rencana dari usahanya tersebut adalah :

    1. Ia akan gunakan untuk membelikan sebuah rumah, sebagai pemenuhan kewajiban dia sebagai seorang suami, dikarenakan rumah yang ia tempati sekarang ini adalah rumah kontrakan.

    2. Ia akan gunakan untuk menunaikan kewajiban ibadah HAJI bersama istrinya. Walaupun rumahnya masih mengontrak.

    3. Ia akan gunakan untuk menaikkan haji orang tuanya, baik orang tua si suami atau pun istrinya.
    Dan kalau yang lebih baik menaikkan haji orang tuanya, orang tua si suami atau orang tua istri yang didahulukan?

    Mana yang lebih didahulukan / diutamakan dari ke 3 pilihan tersebut diatas?
    Mohon sarannya dari pak Ustadz, dan mohon diberikan dalilnya jika memang ada.

    Jazakalloohu khoiron

    • 5 October 2013 6:55 pm

      Wa ‘alaikumussalaam Warohmatulloohi Wabarokaatuh,
      Ustadz sarankan antum mendahulukan PILIHAN NO: 1…. Barokalloohu fiika

  393. Rachma Hertri Wijayanti permalink
    5 October 2013 8:28 am

    Assalamualaikum warahmatullahi wabarakaatuh Ustads,

    Saya ingin menanyakan hukum syariat Islam yang benar tentang bagiamana terhadap pemahaman seseorang mengatakan boleh melakukan sholat Subuh sebelum waktunya dengan alasan akan berpergian, apakah sholat subuh nya yang dilakukan 30 menit sebelum waktu adzan itu sah ?

    Yang kedua, mohon penjelasan Ustads tentang pemahaman seseorang berkata bahwa maghfirah tercapai ketika seseorang bisa menyatu dengan Sang Penciptanya ( ia katakan bahwa saking menyatunya Tuhan itu adalah ia, ia adalah Tuhan) sehingga shalat kapapun tidak masalah atau mungkin bisa tidak shalat pun tidak apa-apa ?

    Afwan Ustads, syukron, jazakallahu khairan

    • 12 October 2013 7:21 pm

      Wa ‘alaikumussalaam Warohmatulloohi Wabarokaatuh,

      1. SYARAT SAH SHOLAT antara lain adalah MASUK WAKTU SHOLAT, artinya: Apabila seseorang menunaikan sholat sebelum waktu sholat masuk maka Sholatnya otomatis tidak sah.
      2. Kalau seorang hamba diyakini telah menyatu dengan “Tuhan” (tidak tahu “Tuhan” siapa yang dimaksud olehnya itu), maka semestinya dia tidak perlu lagi maghfiroh (ampunan)… Lha wong sudah menyatu sama Tuhannya kok masih butuh ampunan???…. Itu kan pemahaman yang aneh.

      Tapi yang jelas, yakinlah seyakin-yakinnya bahwa keyakinan yang seperti itu adalah keyakinan yang bertitik tolak dari KEBATINAN / WIHDATUL WUJUD dari SHUFIYYAH, YANG KEDUA-DUANYA ISLAM BERBEBAS DIRI DARI ITU SEMUA, demikian pula Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم TIDAK PERNAH MELAKUKANNYA & TIDAK PERNAH MENGAJARKANNYA.

      Bahkan jika ada orang yang mengaku Muslim, meyakini jatuh / gugurnya suatu kewajiban seperti Sholat, maka orang itu bukan lagi Muslim. Bagaimana hal itu bisa terjadi, jangankan menggugurkan suatu kewajiban, meninggalkan sholat dengan sengaja saja setelah ia baligh dan tahu wajibnya maka orang yang demikian itu terancam murtad.

      Perhatikanlah peringatan Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم dalam sabdanya berikut ini,
      Perbedaan antara kita dengan orang Kaafir adalah Sholat. Barangsiapa yang meninggalkan Sholat maka dia telah Kaafir.”

      Barokalloohu fiiki.

  394. 5 October 2013 6:16 pm

    Assalamu’alaikum wr. wb.,
    Ustad saya perempuan usia 21 tahun, sekarang saya bekerja sekaligus kuliah, dimana biaya kuliah saya masih dibiayai oleh orangtua dan kakak-kakak saya.

    Dari hasil kerja, saya memiliki tabungan yang rencananya akan digunakan untuk aqiqah saya sendiri karena orangtua saya bilang, saya belum sempat di-aqiqah dulu, tapi disisi lain ibu kandung saya pernah mengungkapkan keinginannya untuk memiliki perhiasan emas lagi, karena emas-emasnya yang dulu pernah terkumpul, sudah lama habis dijual untuk membiayai pendidikan anak-anaknya termasuk saya…

    Saya sempat sedih mendengar ibu saya berkata seperti itu… ustad apa yang harus saya lakukan sekarang? Menggunakan uang tsb untuk aqiqah atau untuk membelikan emas untuk ibu saya, karena sempat terbesit pikiran takut gak ada ksmpatan lagi untuk membahagiakan ibu saya? Terimakasih sebelumnya..

    Wassalamualaikum wr wb

    • 12 October 2013 6:08 pm

      Wa ‘alaikumussalaam Warohmatulloohi Wabarokaatuh,

      Kalau harus memilih antara membahagiakan orangtua yang tercium perasaan sedih karena perhiasannya berkurang dengan aqiqoh, maka dahulukanlah membahagiakan orangtua sambil memberi peringatan dengan bijaksana bahwa memberi pada anak itu selayaknya tidak berharap kembali. Adapun perbuatan baik anak kepada orangtua adalah Ibadah yang diperintahkan oleh Allooh سبحانه وتعالى.

      Sedangkan menyembelih qurban yang benar adalah hukumnya Sunnah Muakkadah.
      Bertalian dengan Aqiqoh yang belum ditunaikan pada saat bayi, maka tidak perlu lagi dipikirkan. Karena jika pada saat itu tidak mampu atau tidak tahu, maka mudah-mudahan Allooh سبحانه وتعالى maengampuninya dan Allooh سبحانه وتعالى tidak membebani seorang hamba kecuali sesuai dengan kemampuannya.

      Barokalloohu fiiki.

  395. dudi iskandar permalink
    8 October 2013 8:10 am

    Assalamu’alaikum ustadz….
    Saya mu tanya..
    Bolehkah kita aqiqah menggunakan uang dari hasil pencairan dana Jamsostek dari sudut pandang Syariat Islam???
    Wassalam.

    • 12 October 2013 5:30 pm

      Wa ‘alaikumussalaam Warohmatulloohi Wabarokaatuh,
      Tidak Boleh.
      Barokalloohu fiika.

      • 18 October 2013 4:25 pm

        Assalamu’alaikum Ustadz, Semoga ALLOOH selalu menjaga Ustadz,

        Mohon penjelasannya kenapa tidak boleh menggunakan dana pencairan dari Jamsostek?

        Setahu Ana, kan Jamsostek itu adalah dana yang terkumpul dari gaji kita setiap bulannya yang di potong 2%. Kalau kita setelah berhenti kerja dan memutuskan mengambil dana (yang notabene dikumpulkan dari jerih payah kita sendiri) dan menolak untuk mengambil bunganya dimana letak keharamannya?

        Mohon penjelasannya Untadz, karena di kantor Ana juga sudah otomatis didaftarkan untuk Jamsostek.

        BarakaLLOOHU Fiik

      • 24 October 2013 8:19 pm

        Wa ‘alaikumussalaam Warohmatulloohi Wabarokaatuh,

        Jamsostek itu identik dengan Asuransi, oleh karena itu mekanisme yang digunakan adalah mekanisme asuransi dan tidak mustahil riba menjadi bagian yang tidak terpisahkan dalam pengurusannya. Sedangkan asuransi dan mekanisme riba adalah bukan bagian dari solusi ekonomi maupun sosial dalam pandangan Islam.

        Dengan demikian jika 2 persen yang diambil dari gaji setiap bulan, maka hendaknya antum hitung 2 persen itu (yang diakumulasi hingga pensiun berlaku) dan yang antum ambil hanyalah POKOKNYA saja.

        Barokalloohu fiika.

  396. 9 October 2013 6:25 am

    Assalamu’alaikum, tolong jelaskan ada berapa Sunnah Rosuul dan bagaimana cara mengamalkannya dalam kehidupan?

    • 12 October 2013 5:39 pm

      Wa ‘alaikumussalaam Warohmatulloohi Wabarokaatuh,

      Sunnah Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم mempunyai banyak pengertian, ditinjau dari berbagai sisi ‘Ilmu. Betapapun, perbedaan ini mengarah pada satu hakekat yang sama.

      As Sunnah” bisa diartikan: ‘Aqiidah dan Keyakinan.
      As Sunnah” bisa berarti: Daliil ke-2 disamping Al Qur’an.
      As Sunnah” bisa berarti: Pekerjaan apabila dikerjakan maka pelakunya berhak mendapat pahala dan keterpujian, dan jika tidak dikerjakan maka dia tidak berdosa.

      As Sunnah” dalam pengertian terakhir ini yang sering orang pahami sehari-hari, tetapi hendaknya kita menghidupkan PEMAHAMAN “AS SUNNAH” sebagaimana yang dipahami OLEH para AHLI HADITS dimanaAs Sunnah” artinya adalah:
      Apa saja yang disandarkan kepada Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم, baik berupa perkataan, perbuatan yang didiamkan (Taqriir), maupun sifat-sifat pada diri Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم”.

      Disinilah hendaknya kita mengerti bahwa mengamalkan Sunnah adalah mengikuti Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم dalam pengertian yang terakhir ini.

      Semoga jelas adanya… Barokalloohu fiika.

  397. rachma hertri wijayanti permalink
    15 October 2013 1:33 pm

    Assalamualaikum wa rahmatullahi wa barakaatuh,
    Ustads, mohon pemaparan mengenai shalat sunnah rawatib (qabliya dan ba’diya) sesuai ajaran sunnah Rasulullah صلى الله عليه وسلم, untuk dilakukan pada waktu sebelum/sesudah sholat fardhu apa saja dan berapa rakaat ?
    Sykuron, jazakallahu khairan.

    • 15 October 2013 9:27 pm

      Wa ‘alaikumussalaam Warohmatulloohi Wabarokaatuh,
      Sholat-sholat sunnah yang mengikuti sholat Fardhu, yang dikenal dengan Sholat Sunnah Rowatib, baik yang Mu’akkad (ditekankan), maupun yang Ghoiru Mu’akkad (tidak ditekankan), baik sebelum maupun sesudah sholat Fardhu; dapat anti baca dalam artikel ceramah berjudul “Fadhilah Sholat Sunnah 12 Roka’at” yang pernah dimuat di Blog ini (atau klik: https://ustadzrofii.wordpress.com/2010/06/22/fadhilah-sholat-sunnah-12-rokaat/)…. Barokalloohu fiiki

  398. sigit permalink
    15 October 2013 9:33 pm

    Assalamu’alaikum ustadz, kalau kita setiap hari mengamalkan doa seperti misal minta uang yang banyak sama Allah SWT, apakah termasuk bid’ah? Karena saya belum pernah dengar Hadist Rosul agar kita minta uang sama Allah… Dan apa kita berdosa kalau saya berdoa minta uang sama Allah? Kalau rizki kan berarti luas, bisa kesehatan dan lain lain, setiap doa yang baik kan termasuk ibadah? Mohon pencerahan…wassalam

    • 19 October 2013 5:59 pm

      Wa ‘alaikumussalaam Warohmatulloohi Wabarokaatuh,
      Berdo’a itu sangat dianjurkan dengan do’a yang ma’tsuur berasal dari Al Qur’an maupun Hadits Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم. Akan tetapi, jika belum hafal / belum tahu, atau tidak bisa bahasa Arab, atau lebih spesifik ada sesuatu yang dikeluhkan kepada Allooh سبحانه وتعالى maka tidak mengapa menggunakan bahasa yang anda mampu… Barokalloohu fiika.

  399. MUHAMMAD SAID permalink
    18 October 2013 10:22 am

    Assalamu Alaikum Wr. Wb.

    Saya sebagai Ketua Panitia Qurban di Masjid dekat rumah saya menyampaikan bahwa terdapat saldo dana qurban yang besarnya lebih Rp. 3 juta, tetapi saya bingung mau diapakan sisa dana tersebut pak ustadz, mohon penjelasan pak ustadz. Karena ditempat kami ada yang berpendapat bahwa dana tersebut dibagi habis saja untuk honorarium panitia dan ada pula yang berpendapat bahwa sebaiknya sisa dana tersebut dibelikan karpet untuk masjid. Terima kasih.
    Wassalam,

    MUHAMMAD SAID

    • 24 October 2013 6:19 pm

      Wa ‘alaikumussalaam Warohmatulloohi Wabarokaatuh,

      Lihat darimana asalnya kelebihan dana Rp 3 juta itu.

      JIKA BERASAL DARI HEWAN QURBAN, baik kepala, kulit maupun kaki, maka TIDAK BOLEH dijadikan Honorarium maupun Karpet; akan tetapi dibagikan kepada para penerima daging kurban dalam bentuk daging yang mestinya dibagikan pada Hari maksimal 13 Dzulhijjah. Tetapi kalau sudah lewat waktunya, maka ditunda sampai musim qurban di tahun mendatang, dan bagi Panitia yang menanganinya hendaknya ber-istighfar atas kesalahan dalam hal ini.

      Tetapi JIKA BERASAL DARI IURAN OPERASIONAL yang dibayarkan setiap qurban sebagai dana operasional bagi penyelenggaraan prosesi penyembelihan hewan qurban, maka BOLEH untuk honorarium dan boleh untuk karpet.
      Barokalloohu fiika.

  400. Dewi permalink
    21 October 2013 8:42 am

    Assalamu’alaikum ustadz,

    Mau bertanya sepupu saya baru-baru ini muncul gelang emas ditangannya, tertangkap saat foto padahal kalau dilihat mata biasa tidak terlihat.
    Akhirnya kami membawa ke salah satu orang pintar lalu katanya isi dari gelang itu seperti khodam-nya dia yang diberikan dari almarhum mbah buyutnya.
    Apakah ada hal semacam itu ustadz? Apakah baik jika dibiarkan ataukah harus dihilangkan?

    Terima kasih, mohon bantuannya.

    • 24 October 2013 8:18 pm

      Wa ‘alaikumussalaam Warohmatulloohi Wabarokaatuh,

      1. Laki-laki didalam Syari’at Islam adalah Harom memakai emas.

      2. Pastikan terlebih dahulu, apakah yang terlihat dalam foto itu nyata dalam dunia nyata; bahwa Sepupu tersebut memakai emas ataukah tidak. Jangan-jangan yang terlihat emas itu bukan emas. Karena itu pastikan terlebih dahulu masalahnya, dan jangan menghukumi sesuatu diatas keragu-raguan.

      3. Ketahuilah bahwa mendatangi “orang pintar” sesungguhnya adalah:

      a) Sebenarnya yang anda datangi itu bukanlah orang pintar tetapi orang “bodoh”. Karena nampak dari jawabannya bahwa dia terindikasi adalah seorang Dukun.
      Orang yang pintar itu sebenarnya adalah orang yang bertindak menguntungkan dirinya dan orang lain, dengan cara mencari ridho Allooh سبحانه وتعالى dan bukan dengan cara mencari murka-Nya. Inilah orang pintar yang sesungguhnya.
      Sedangkan YANG DICINTAI ALLOOH سبحانه وتعالى adalah TAUHIID, sementara SIHIR dan PERDUKUKAN adalah MENYEKUTUKAN ALLOOH سبحانه وتعالى dan DIBENCI ALLOOH سبحانه وتعالى.

      b) Hendaknya sebagai pengikut Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم itu men-Tauhiidkan Allooh سبحانه وتعالى dan tidak menyekutukan-Nya. Sedangkan datang kepada “orang pintar” (yang sebenarnya bodoh / jaahil dalam diin) tadi itu adalah menyekutukan Allooh سبحانه وتعالى.

      c) JANGAN MEMPERCAYAI APA YANG DIKATAKAN DUKUN, TUKANG RAMAL dan TUKANG SIHIR, karena yang demikian itu akan menggolongkan seseorang menjadi orang yang Musyrik.

      4. Urusan menghilangkan atau melenyapkan, sebenarnya bukan lagi wewenang anda, karena anda adalah wanita. Ingatkanlah baik-baik sepupu anda itu dan sampaikanlah kepada pihak yang lebih berwenang terhadap sepupu anda itu (mungkin bapaknya atau pamannya, atau wali yang lainnya).

      Barokalloohu fiiki.

      • 31 December 2014 4:30 pm

        Assalamu’alaikum,
        Kenapa sih ustad tulis asma Allah jadinya ‘Alooh’?

      • 6 January 2015 2:59 pm

        Wa ‘alaikumussalaam Warohmatulloohi Wabarokaatuh,

        Dalam Al Qur’an Terjemahan atau bahkan kita jumpai pada umumnya di berbagai literatur, kata “الله” biasa ditulis dengan “Allah”, dan itu yang memang diakui resmi sebagai “Ejaan Yang Disempurnakan”.

        Namun tidak bisa dipungkiri, jika dibaca secara harafiah, maka suara yang keluar tidak akan berbeda dari bunyi suara orang Nashroni ketika menyebut Tuhan mereka. Padahal kata ini bagi kita kaum Muslimin biasa disebut dengan Lafadz Al Jalaalah yang secara tulisan maupun secara bacaan pada mulanya dan semestinya diberlakukan cara membaca yang benar. Dan pendekatan yang lebih dekat kepada suara yang harus kita dengar ketika kataاللهdiucapkan adalah jika berasal dari Ejaan “Allooh”. Silakan direnungkan.

        Barokalloohu fiiki

  401. 22 October 2013 1:02 am

    Assalamualaikum. ..
    Pak ustad saya ingin bertanya:
    Berapakah jarak panjang dan lebar suatu daerah yang diperbolehkan mengikuti adzan yang dikumandangkan daerah lain dalam menentukan waktu berbuka puasa atau waktu shalat?
    Kalo boleh minta rujukan kitab kuningnya…
    Terimakasih
    Wassalamu’alaikum wr.wb

    • 24 October 2013 8:10 pm

      Wa ‘alaikumussalaam Warohmatulloohi Wabarokaatuh,
      Hendaknya mengikuti Masjid yang terdekat yang masjid itu mengikuti jadwal Adzan sesuai Syari’at.
      Barokalloohu fiika

  402. rachma hertri wijayanti permalink
    23 October 2013 7:00 am

    Assalamualaikum wa rahmatullahi wa barakaatuh Ustads,

    Alhamdulillah saya 2 bulan ini mulai belajar agama Islam sesuai syariat dan mulai mengenakan pakaian muslimah yang syar’i. Tetapi masih ada ganjalan dalam hati saya sebelum belajar Islam bersama saudara seiman yang mengikuti ahlus sunnah wal jama’ah, 2 tahun yang lalu saya melaksanakan ibadah umroh bersama ibu kandung, karena suami masih belum mau berumroh. Sekarang saya baru mengetahui bahwa wanita yg berpergian tanpa mahromnya itu tidak diperbolehkan secara syariat. Saya merasa saat ibadah disana bisa khusyu’ ya ustads, namun saya kuatir apakah ibadah umroh tsb akhirnya sia-sia tidak diterima Allah عزّوجلّ ya ustad ? Lalu mengapa banyak biro yang menerima wanita ber-umroh tanpa mahrom nya malah dibilang bisa dicarikan mahrom disana dg membayar sejumlah uang adminitrasi. Mengapa tidak ada kebijiakan dari pemerintah / Depag untuk peraturan yang syariat ini ?

    Syukron ustad, jazakallahu khairan.

    • 24 October 2013 8:07 pm

      Wa ‘alaikumussalaam Warohmatulloohi Wabarokaatuh,

      1. Yang benar, wanita Safar apalagi yang berjarak lebih dari sehari semalam adalah harus ber-mahrom. Hal ini adalah karena Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم melarang wanita ber-safar tanpa mahrom. Ditambah fitnahnya wanita safar tanpa mahrom itu tak terbayangkan. Dan apabila terjadi kesulitan, tidak mustahil akan terjadi kerentanan yang tidak bisa diatasi oleh wanita.

      2. Tentang safar umroh anti yang telah berlalu hendaknya tidak perlu disesali. Oleh karena itu yang sudah berlalu, ya sudah. Dan jika hal itu dilakukan karena ketidaktahuan, maka in-syaa Allooh ta’aalaa tidak mengapa (dalam artian tidak berdosa karena saat itu tidak tahu), namun bermohonlah ampunan Allooh سبحانه وتعالى atas kekhilafan itu dan jangan mengulanginya lagi.

      3. Mahrom adalah orang laki-laki berupa suami, atau wali lainnya yang harom menikah dengannya. Dan fungsi dari wali ini adalah orang yang diharapkan dapat berperan bertanggungjawab atas wanita tersebut, jadi dia adalah sangat terkait dengan hukum syar’ie dari sisi ke-Walian, aurot, bahkan perkara hubungan pernikahan.

      4. Jika ada biro atau travel umroh yang memudahkan mencarikan orang untuk dijadikan mahrom dengan seorang wanita, maka itu adalah kejaahilan (kebodohan)-nya terhadap perkara ini atau memejamkan mata terhadap hukum syar’ie karena alasan “business oriented”. Karena makna mahrom sebagaimana sudah dijelaskan tadi adalah berkaitan dengan Halal-Harom, bukan sekedar berkaitan dengan “business / profit oriented”.

      Barokalloohu fiiki.

  403. ahmad permalink
    24 October 2013 6:27 am

    Assalamu’alaikum ustadz. .,
    Saya ingin meminta pencerahan mengenai Dakwah melalui musik.. terutama musik metal lagi trend-trendnya sperti Purgatory, The Roots of Madinah dll…
    Larinya kemana musikus or pendakwah…??

    • 26 October 2013 4:47 pm

      Wa ‘alaikumussalaam Warohmatulloohi Wabarokaatuh,

      Yang pasti harus dipahami adalah bahwa Musik, Lagu, Nyanyi, Joget adalah MA’SHIYAT kepada Allooh سبحانه وتعالى. Sementara Dakwah pada jalan Allooh سبحانه وتعالى sesuai sunnah Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم itu adalah Ibadah yang termasuk tertinggi.

      Oleh karena itu keduanya tidak bisa bersatu, yakni antara Musik-lagu-nyanyi-joget yang kemungkaran yang harus diingkari, dengan Dakwah yang merupakan upaya dan proses yang diusahakan dengan sungguh-sungguh berdasarkan ilmu dan ketulusan untuk melakukan amar ma’ruf nahi munkar.

      Maka bagaimanakah seseorang berdakwah (melakukan amar mar’ruf) dengan cara berma’shiyat dan berbuat munkar (seperti musik-lagu-nyanyi-joget) yang seharusnya dia ingkari….
      Untuk lebih jelasnya, silakan anda baca artikel ceramah:
      1)“Hukum tentang Nyanyian dan Musik” (klik: https://ustadzrofii.wordpress.com/2013/08/11/hukum-tentang-nyanyian-dan-musik/ )
      2) “Larangan Bernyanyi dan Berjoget” (klik: https://ustadzrofii.wordpress.com/2011/02/09/larangan-bernyanyi-dan-berjoget/ )

      Barokalloohu fiika.

  404. MUHAMMAD SAID permalink
    24 October 2013 9:31 am

    Assalamu Alaikum Wr. Wb.
    Mohon penjelasan tentang :
    1. Sholat sunnah setelah khatib jum’at sudah diatas mimbar, apakah masih bisa sholat sunnah tahiyyatul masjid atau langsung saja duduk mendengarkan khutbah jum’at?
    2. Bila imam sudah membaca Al Fatihah, apakah makmun mengikuti ataukah setelah imam selesai baru kita membacanya?
    3. Bila kita masbuk, apakah kita mesti baca do’a Iftitah?
    Terima kasih atas penjelasan dan pencerahan dari ustad. Wassalam.

    MUHAMMAD SAID

    • 24 October 2013 8:00 pm

      Wa ‘alaikumussalaam Warohmatulloohi Wabarokaatuh,
      1. Sebenarnya, mendengarkan khutbah Jum’at lebih wajib daripada sholat sunnah tahiyyatul masjid; oleh karena itu hendanya:
      a) Dahulukan mendengarkan khotib berkhutbah
      b) Berikutnya jangan lagi selalu datang terlambat
      2. Setelah Imam selesai baru kita membacanya.
      3. Tidak.
      Barokalloohu fiika.

  405. indah permalink
    25 October 2013 8:52 am

    Assalamu’alaikum wr. wb.,
    Mohon penjelasan dan saran atas masalah yang sedang saya hadapi, saya sudah menikah selama hampir 10 tahun dan Alhamdulillah telah dikaruniai 2 anak.

    Pada awalnya suami bekerja … karena dirasa belum cukup mantap dengan pekerjaannya, saya pun akhirnya juga bekerja (diterima PNS). Pada tahun ke-4 dari pernikahan, kami sepakat kalau suami berhenti bekerja dan melanjutkan studinya dengan harapan agar setelah mendapat gelar S2-nya dapat membuka kantor sendiri atau mendapat pekerjaan yang lebih mantap…
    Tapi yang terjadi adalah suami saya tidak dapat menyelesaikan studinya dan sampai sekarang tidak mempunyai pekerjaan yang dapat mencukupi kebutuhan keluarga. Semua kebutuhan material keluarga 90 % saya yang menanggung…

    Saya sudah berusaha sabar dan iklas terhadap ujian ini.. Tapi apakah saya salah apabila tetap berharap untuk dapat hidup normal selayaknya mendapatkan nafkah dari suami? Bagaimana caranya agar suami saya dapat bersemangat untuk bertanggungjawab terhadap keluarga, karena saya merasa kalo suami saya sepertinya sudah enjoy dengan keadaan yang sekarang… Kurang berusaha untuk mencari nafkah… Terima kasih atas penjelasan dan sarannya.
    Wassalamualaikm wr wb.

    • 26 October 2013 3:39 pm

      Wa ‘alaikumussalaam Warohmatulloohi Wabarokaatuh,

      1) Syari’at disunnahkannya, atau bahkan diwajibkannya seseorang menikah itu adalah kemampuan suami memberi nafkah berupa jima’ dan finansial.

      Jadi apabila seorang suami tidak berkemampuan dalam 2 hal tersebut, maka laki-laki tidak disyari’atkan menikah; dan si istri diberi pilihan: apakah melanjutkan berkeluarga dengan laki-laki tersebut dengan qona’ah menerima apa adanya ataukah meminta dipulangkan kepada orangtuanya / walinya, dengan tetap si laki-laki tsb bertanggung jawab atas anak-anak dan biaya pengasuhannya.

      2) Kewajiban memberi nafkah atas istri adalah terletak pada punggung laki-laki. Jika dia tidak melakukan itu, maka dia berdosa.
      Sebaliknya, jika seorang istri yang statusnya berhak mendapatkan dan menerima nafkah dari suaminya, namun karena suaminya tidak mampu memberi nafkah padanya lalu dia berusaha membantu menghidupi keluarganya maka seluruh upaya istri yang demikian itu menjadi pahala kebaikan baginya.

      Jika terus keadaan seperti itu berlangsung dan si istri ini tetap bersikap sabar, maka pahalanya tidaklah terputus baginya; sebaliknya si suami yang tidak berusaha untuk bertanggungjawab atas istrinya tsb maka ia berdosa dan ia berhak untuk dibina, dinasehati, diberi pelajaran serta dibimbing dan diingatkan atas kewajibannya.

      Barokalloohu fiiki.

      • indah permalink
        8 November 2013 8:34 am

        Maaf pak ustadz, sebaiknya kepada siapa saya meminta nasihat atas semua yang terjadi pada keluarga kami… sampai dengan saat ini sebenarnya saya masih menyembunyikan perihal keuangan di keluarga kami… Baik kepada orang tua, mertua ataupun orang lain; meskipun orang lain dapat membaca dan memperkirakan yang sebenarnya terjadi. Dan sebenarnya saya tidak terlalu memasalahkan hal ini…. tetapi wajar kan pak ustadz, ada kalanya saya menginginkan nafkah dari suami seperti istri-istri yang lain… Terima kasih.

      • 11 November 2013 6:13 am

        Wa ‘alaikumussalaam Warohmatulloohi Wabarokaatuh,

        Jangan ragu, anti adalah manusia, sebagaimana suami anti adalah manusia.
        Anti adalah istrinya, dan dia adalah suami anti.
        Tidak ada yang menghalangi antara kalian berdua. Bahkan kalian terikat dalam ikatan yang sangat kokoh yaitu ikatan pernikahan; yang berakibat pada keterkaitan hak dan kewajiban satu sama lain.

        Jika salah satu dari kedua belah pihak tidak bisa berkomitmen atau malah menimbulkan aniaya terhadap pihak yang lain dan pihak yang lain tidak bisa menerimanya, maka anti adalah merdeka sebagaimana suami anti adalah merdeka.
        Utarakanlah padanya,
        Ungkapkanlah padanya,
        Berkeluh kesahlah padanya,
        Berterusteranglah padanya
        Apa adanya….

        Tidak boleh ada takut…
        Hukum dunia, apalagi hukum akherat (agama) menjamin anti untuk hidup dalam keadaan aman dan nyaman.

        Persoalannya adalah terserah pada diri anti,
        apa yang anti mau,
        apa yang anti rela,
        apa yang anti keberatan,
        apa yang anti tidak rela….
        Minta dan tuntutlah suami anti.
        Jika dia adalah laki-laki dan bertanggungjawab, maka dia akan mendengar apa yang diutarakan oleh orang yang dicintainya, pendamping hidupnya, ibu anak-anaknya.

        Jika persoalan kalian tidak bisa dipecahkan oleh kalian berdua, maka anti boleh mengajukan orang yang kalian berdua sepakati untuk mengutarakan masalah kalian berdua dan mencarikan solusi terbaik untuk kalian berdua. Bahkan manakala masih buntu pula, cerai pun adalah bagian daripada solusi, namun hendaknya itu pilihan terakhir.

        Intinya bersikaplah dewasa, bersikaplah merdeka, dan jadikan syari’at, pedoman solusi di muka.

        Barokalloohu fiiki.

  406. Rizna permalink
    25 October 2013 11:49 am

    Assalamualaikum
    Ustadz, mohon penjelasan tentang donor ASI yang marak saat ini. Saya rasa masih banyak ibu-ibu yang melakukannya tanpa mengetahui konsekuensi hukumnya secara agama. Mekanismenya adalah memberikan ASI perahan kepada anak orang lain (bukan minum langsung). Yang ingin saya tanyakan
    1. Apakah hukum ibu susuan berlaku di sini? Ada yang menganggap hukum ibu susuan hanya berlaku jika bayi menyusu langsung
    2. Siapakah saudara sepersusuan itu? Ada yang menganggap hanya anak ibu susu yang menyusu pada saat yang sama, apakah demikian? Atau semua anak Ibu susunya plus anak-anak susuan lain dari ibu tersebut?
    3. Bagaimana hukum yang berlaku dengan saudara sepersusuan?
    4. Mohon dalil-dalilnya tentang ibu susuan sebagai dasar landasan saya berdiskusi dengan teman-teman komunitas ibu menyusui.
    Terima kasih
    Wassalamualaikum

    • 3 November 2013 6:32 am

      Wa ‘alaikumussalaam Warohmatulloohi Wabarokaatuh,

      1) Pada hakekatnya yang diminum oleh bayi itu adalah susu manusia. Dan mengkonsumsi susu manusia, berbeda status hukumnya dengan mengkonsumsi susu sapi atau susu kambing.
      Jika susu yang dikonsumsi oleh bayi adalah berasal dari manusia, maka hukumnya adalah sebagaimana yang telah diatur oleh Syari’at. Sedangkan Syari’at menetapkan bahwa jika bayi tadi telah meminum 5 atau lebih sedotan / tegukan, walaupun tidak langsung menyusu (menetek) pada ibu yang menyusui, maka hukumnya adalah tetap menjadi anak sesusuan dan bagi yang lainnya adalah dia menjadi mahrom bagi saudara sesusuannya.

      Justru karena tidak diterangkan tentang langsung melalui tetek ibu menyusui ataukah tidak, maka secara mutlak pula hukum itu terkait dengan hukum susuan menurut Syar’ie, baik tidak langsung, apalagi langsung.

      2) Yang kedua (semua anak Ibu susunya plus anak-anak susuan lain dari ibu tersebut).
      3) Otomatis tersangkut dengan hukum saudara sesusuan.
      4) Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم bersabda:

      يحرم من الرضاعة ما يحرم من النسب

      Artinya:
      Harom bagi sesusuan, sebagaimana harom bagi senasab.” (Hadits Riwayat Al Imam Muslim no: 1445, dari ‘Aa’isyah رضي الله عنها)

      Jika dipahami dari kandungan Hadits ini, terang pada kita:
      a) Islam tidak melarang untuk memberi pertolongan atau bantuan antara Ibu menyusui dengan bayi, walaupun bayi anak orang lain, untuk menyusuinya sesuai dengan keperluan dan kemampuannya.
      b) Islam terbukti menjadi ajaran istimewa, karena kemanusiaan bisa terwujud walaupun dengan menolong melalui air susu yang diberikan pada bayi yang memerlukannya.
      c) Islam menetapkan bahwa bayi-bayi yang menetek (langsung atau tidak langsung) pada satu tetek seorang wanita yang menyusui berkonsekwensi hukum Syar’ie yaitu bahwa sesama bayi tersebut menjadi saling bersaudara dan terkait mahrom satu sama lain, yang Harom untuk saling menikahi.
      d) Ketetapan Hukum Allooh سبحانه وتعالى ini harus diterima dan diyakini oleh setiap Muslim, sebagai konsekwensi bahwa dia adalah sama dengan manusia lain yang tercipta dan hidup di alam semesta ini untuk beribadah kepada Allooh سبحانه وتعالى, berhamba kepada-Nya, dalam artian seorang hamba tidak patut melanggar aturan Tuan-nya (Robb-nya)
      e) Islam mengatur tentang jalur lalu lintas nasab, yang berdampak pada boleh dan tidaknya saling menikahi, berhak dan tidaknya saling mewarisi. Walaupun dalam bahasan ini (tentang saudara sesusuan) adalah tidak dalam rangka untuk saling mewarisi.

      Barokalloohu fiiki.

  407. Wahyu Himawan permalink
    25 October 2013 3:10 pm

    Ustad saya boleh minta emailnya atau nomer HP-nya?
    Saya mau konsultasi agak private

    • 25 October 2013 9:09 pm

      Boleh saja apabila anda hendak berkonsultasi secara langsung…. Anda dapat berkonsultasi ke nomor telphone yang telah dikirimkan ke email anda… Silakan check email anda… Barokalloohu fiika

  408. iqbal permalink
    25 October 2013 6:20 pm

    Assalamu’alaikum ustadz… bagaimana yang seharusnya dilakukan jika setelah ditunggu sepuluh menit khotib belum datang? Sehingga khotib pengganti pada sholat jumat sudah naik mimbar dan salam… Ketika dikumandangkan adzan tiba-tiba khotib yang seharusnya bertugas datang, apa boleh khotib pengganti tadi turun dan diganti? Terima kasih jawabannya.

    • 26 October 2013 3:42 pm

      Wa ‘alaikumussalaam Warohmatulloohi Wabarokaatuh,

      Apabila khotib yang ditunggu ternyata terbukti terlambat karena udzur syar’ie, sementara dia lebih berhak dan lebih utama dari sisi ke-‘ilmuan, ketaqwaan, ke-waro’-an dan keutamaan dalam akhlaq perilakunya yang baik; sementara badal / khotib pengganti tidak lebih berhak dan tidak lebih utama maka tidak mengapa khotib yang sesungguhnya menggantikan khotib badal / khotib pengganti tersebut.

      Hanya untuk lain kali, tidak mesti menunggu hingga waktu larut, tetapi dengan sekedar masuk waktu dzuhur sudah tiba atau maksimal 5 menit melewatinya maka segera digantikan….

      Barokalloohu fiika.

  409. hamid permalink
    26 October 2013 5:39 am

    Assamu’alaikum wr wb
    Ustadz apakah arti & makna “Al Kafah”, apakah nama tersebut bisa dipakai untuk nama mushola… syukron.

    • 3 November 2013 6:38 am

      Wa ‘alaikumussalaam Warohmatulloohi Wabarokaatuh,

      AL-KAAFFAH” artinya adalah “MENYELURUH”, yaitu berusaha mengaktualisasikan Islam ini dalam kehidupan kita kaum Muslimin, dalam berbagai aspek dan sisi kehidupannya.

      Sebagaimana Allooh سبحانه وتعالى berfirman dalam QS. Al Baqoroh (2) ayat 208:

      يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا ادْخُلُوا فِي السِّلْمِ كَافَّةً وَلَا تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ ۚ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُبِينٌ

      Artinya:
      Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam secara keseluruhan (kaaffah), dan janganlah kamu turut langkah-langkah syaithoon. Sesungguhnya syaithoon itu musuh yang nyata bagimu.”

      Boleh saja bila anda akan memakainya sebagai nama Mushola.
      Barokalloohu fiika.

  410. 5 November 2013 10:08 pm

    السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ.
    Ustad saya mau bertanya….. Apakah benar ada orang yang mengaku bisa melihat berkomunikasi dan berteman dengan makhluk halus jin ataupun setan?… Kalaupun, ada apakah ı̣†̥​Ʊ bertentangan dengan syariat agama yang syar’i?…. Serta bagaimana cara memberi pengertian sama orang tsb?…. Sebelumnya makasih atas waktunya, wassallam…..

    • 11 November 2013 6:06 am

      Wa ‘alaikumussalaam Warohmatulloohi Wabarokaatuh,

      1) Ada atau tidak ada, maka jawabannya adalah ada. Artinya, ada orang yang MENGAKU “bisa melihat berkomunikasi dan berteman dengan makhluk halus jin ataupun setan”, dikarenakan orang itu adalah “jelmaan jin / syaithoon” atau orang itu adalah orang yang bekerjasama dengan jin / syaithoon. Dan semua itu aqidah Ahlus Sunnah Wal Jamaa’ah MENGINGKARINYA & BEBAS DARI AJARAN / KEYAKINAN TERSEBUT. Bahkan tegas menetapkan Hukum & Sanksi bagi orang yang seperti itu.

      2) Cara memberi pengertiannya adalah, kalau orang / lembaga biasa maka memberitahukannya dengan cara:
      a) Mengingatkan bahwa perkara itu DILARANG.
      b) Menyampaikan Hujjah tentang kesesatan keyakinan tsb, dan kebenaran Islam lah yang harus diikutinya
      c) Berbebas diri dari orang seperti itu.

      Adapun jika berbentuk negara, maka negara harus melakukan poin (a), (b), (c) tadi; dan juga poin berikut ini:
      d) Mengancam dan mengintimidasi dengan Hukuman dan sanksi agar orang tersebut menjadi jera,
      e) dan terakhir; jika masih tetap gagal, maka langkah terakhir adalah Negara mengeksekusinya.

      Demikianlah, semoga jelas adanya… Barokalloohu fiiki

  411. okel permalink
    12 November 2013 1:35 pm

    Assalamu’alaikum wr.wb
    Pak Ustadz, saya ingin berkonsultasi:
    Saya punya adik laki-laki yang sudah almarhum, meninggal karena kecelakaan di usia 27 tahun (Senin kemaren, 11 November 40 hari-nya), masih bujangan. Menurut syariat Islam, barang-barang sepeninggal almarhum seperti pakaian, barang-barang elektronik, dana asuransi dll, siapakah yang berhak mewariskannya? Karena setahu saya harta laki-laki adalah milik ibunya meski dia telah menikah.

    Bagaimana pula jika semua itu dibagikan oleh sang ibu kepada anak-anaknya yang lain? Perlu diketahui, almarhum meninggalkan 1 orang bapak tiri, ibu kandung, kakak kandung (2 laki-laki, 1 perempuan) & sudah menikah ketiga-tiganya, serta 1 orang adik perempuan dari pernikahan bapak tiri & ibu kandung; masih mahasiswi.
    Bagaimana perlakukan segala sesuatu peninggalan beliau agar tidak terjadi kesalahan dalam penempatannya, sesuai dengan syariat Islam? Mohon arahannya. Terimakasih.
    Wassalamu’alaikum wr.wb.

    • 22 November 2013 8:51 pm

      Wa ‘alaikumussalaam Warohmatulloohi Wabarokaatuh,
      Untuk konsultasi mengenai masalah Waris, maka sebaiknya konsultasi dilakukan secara langsung per telphone saja, karena diperlukan data yang detail dan akurat agar tidak ada pihak yang dirugikan. Silakan anda hubungi Ustadz di nomor telphone yang telah dikirimkan per email kepada anda… Barokalloohu fiika

  412. indah permalink
    14 November 2013 12:35 pm

    Assalamu’alaikum wr wb
    Mau tanya pak ustadz, dari kemarin saya sudah niat untuk puasa tgl 10 muharam, tapi pada waktunya sahur saya bangun tapi tidak sahur (lupa niat saya akan puasa). Jam 6 saya meneguk satu gelas air dan sesaat setelah saya minum, saya kaget karena mengingat niat saya yang akan berpuasa hari ini. Saya sempat ragu untuk meneruskan puasa mengingat saya juga tidak sahur… tetapi akhirnya saya mantap untuk meneruskan puasa saya…
    Bagaimana hukumnya kejadian ini pak ustadz, apakah puasa saya sah?
    Terimakasih sebelumnya.
    Wassalamu’alaikum wr. wb

    • 22 November 2013 8:46 pm

      Wa ‘alaikumussalaam Warohmatulloohi Wabarokaatuh,

      Insya Allooh SAH, kalau ketika anda sadar bahwa anda dalam posisi shoum, lalu berhenti melanjutkan minum dan makannya. Adapun makan dan minum yang sudah ternikmati adalah bagian dari Nikmat Allooh سبحانه وتعالى bagi anda. Karena SHOUM SUNNAH maka SUNNAH PULA HUKUM SAHUR-nya, bahkan jika anda tersadar bahwa Hari itu adalah Hari ‘Aasyuroo, sedangkan baru jam 8 anda sadar akan shoum, maka berniat saat itu pun in-syaa Allooh sah.

      Karena dalam Haditsnya, ‘Aa’isyah رضي الله عنها suatu pagi ditanya Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم apakah mempunyai sesuatu (makanan). Ketika ‘Aa’isyah رضي الله عنها menjawab “Tidak”, maka Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم langsung bersabda, “Kalau demikian aku shoum”.

      Barokalloohu fiiki

  413. abu hanifa permalink
    16 November 2013 7:22 am

    Assalamu’alaikum ustadz…
    Langsung saja… Apakah kita diperbolehkan meninggalkan waktu kerja kita untuk melaksanakan sholat wajib berjama’ah di masjid?
    Saya mendengarkan ceramah yang insya Alloh ceramah ahlussunnah, dimana ustadznya bilang (kurang lebih) “Kalo kita meninggalkan waktu kerja kita sebelum waktunya diperbolehkan meninggalkan kerja, maka uang yang kita dapat tergolong uang yang haram”.
    Kondisi lokasi tempat kerja saya jauh dari masjid ustadz, oleh karena itu apabila ingin mendapatkan jama’ah sholat wajib harus pergi sebelum waktu istirahat. Apakah kita diperbolehkan meninggalkan waktu kerja kita untuk melaksanakan sholat wajib berjama’ah?
    Atau bagaimanakah solusinya untuk kondisi saya ini ustadz. Mohon penjelasannya, karena saya ingin menunaikan sholat berjama’ah di masjid…
    Demikian, dan (kalo bisa jawaban dikirim ke email saya ustadz…) Wassalamu’alaikum warohmatulloh wabarokatuuh..

    • 22 November 2013 8:31 pm

      Wa ‘alaikumussalaam Warohmatulloohi Wabarokaatuh,
      1) Pada hakekatnya sebagaimana dalam seruan Adzan “ALLOOHU AKBAR”, artinya “ALLOOH MAHA BESAR”, berarti juga: “SELAIN ALLOOH ADALAH KECIL”; termasuk pekerjaan anda juga kecil.
      2)Solusi bagi anda dan teman-teman sepekerjaan anda, kalau tidak mungkin sholat berjama’ah pada waktunya di masjid; maka dari pihak Perusahaan semestinya menghargai Hak Kesejahteraan Karyawannya dari sisi Kebebasan untuk Menjalankan Ibadah yang tidak merugikan kedua belah pihak melalui disediakannya sarana Ibadah seperti Masjid atau Musholla di lokasi tempat kerja anda. Lalu anda dan kawan-kawan anda dapat dengan leluasa beribadah disana.
      Barokalloohu fiika.

  414. 17 November 2013 9:06 pm

    Assalamu’alaikum warohmatulloh.

    Ustadz, teman saya bertanya: apakah perbedaan antara hidayah, taufik dan ilham?

    Jazakallooh khoiron

    • 22 November 2013 8:29 pm

      Wa ‘alaikumussalaam Warohmatulloohi Wabarokaatuh,
      Hidayah” artinya adalah “Petunjuk Allooh سبحانه وتعالى”.
      Taufiq” artinya adalah “Kemudahan yang Allooh سبحانه وتعالى berikan kepada seseorang untuk mudah dalam meniti kebajikan”.
      Sedangkan “Ilham” adalah “Kecenderungan yang biasanya Allooh سبحانه وتعالى berikan pada orang-orang tertentu yang shoolih untuk suatu perkara”.
      Barokalloohu fiiki

  415. Diana permalink
    20 November 2013 11:15 am

    Assalamu’alaikum warohmatulloh.
    Pak ustadz..
    Saya mau tanya pak ustadz..
    Apa hukumnya kalau suami melakukan hubungan suami-istri hanya berdasarkan nafsu bukan cinta… Apakah sebagai istri tetap melayani atau tidak?… Karena sekarang ini suami sedang berhubungan dengan mantan yang non Muslim…

    • 22 November 2013 7:13 pm

      Wa ‘alaikumussalaam Warohmatulloohi Wabarokaatuh,
      1) Jika benar apa yang anda katakan tentang suami anda, maka sesungguhnya dia adalah pezina, pengikut hawa nafsu dan patuh pada kecenderungan nafsu birahinya. Dan menutup mata serta mengabaikan larangan Allooh سبحانه وتعالى bahwa yang demikian itu adalah Dosa yang sangat besar.
      2) Anda harus berdo’a kepada Allooh سبحانه وتعالى agar diberi jalan keluar dari permasalahan yang anda hadapi, dijauhkan dari kemunkaran sejenis, sembari memohon solusi apa yang terbaik.
      3) Jika anda dapat membuktikan apa yang dikeluhkan oleh anda, maka seandainya anda menuntut dicerai pun maka TIDAK BERDOSA.
      Hal tersebut dikarenakan di Indonesia ini, jika hubungan laki-laki dan perempuan bahkan sampai berhubungan badan sekalipun selama kedua belah pihak suka sama suka dan tidak ada yang dirugikan maka yang demikian itu dianggapnya boleh. Bahkan ada istilah yang namanya “Pekerja Seks Komersial”, artinya pekerjaan ini dilegalitas padahal itu adalah zina. Jika ada salah satu dari kedua belah pihak itu yang dirugikan maka pada saat itu lah pihak yang dirugikan bisa mengeluhkan perlakuan bejat itu pada Polisi atau Hukum. Padahal menurut pandangan Syari’at Islam pola hidup seperti itu adalah Terkutuk !!
      4) Anda boleh bersyarat terhadap suami anda sebagai bentuk tuntutan komitmen hidup berkeluarga. Jika dia tidak suka anda berselingkuh, maka mengapa suami itu pun tidak berfikir yang sama bahwa istri pun tidak suka bahwa suaminya berselingkuh.
      Jika suami sudah diingatkan, dan istri tidak ridho dan tidak sudi dengan suaminya yang telah berlumuran Dosa Besar, dan dikhawatirkan akan terjadi kehamilah dari seorang ayah yang faasiq, dan tidak mustahil tabi’at itu kemudian akan menurun pada generasi berikutnya, maka jika kekhwatiran ini ada maka anda boleh bersyarat – mau untuk berhubungan suami istri sebagaimana mestinya asalkan diapun konsekwen untuk tidak selingkuh.

      Semoga Allooh سبحانه وتعالى memberi pertolongan-Nya pada anda… Barokalloohu fiiki.

  416. ahmad permalink
    20 November 2013 6:36 pm

    Assalamu’alaikum..
    Ustadz… Bagaimana kajian antara teori geosentris dengan heliosentris ?
    Ini saya cantumkan linknya yang membahas akan hal tersebut…
    http://moslemsunnah.wordpress.com/2009/06/27/download-audio-matahari-mengelilingi-bumi-ustadz-ahmad-sabiq-abu-yusufpenting/

  417. okel permalink
    28 November 2013 10:00 am

    اَلسَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَا تُه
    Pak Ustadz, saya mau bertanya tentang beberapa hal:
    1. Bagaimana sebenarnya Islam memandang pernikahan beda agama? Contoh riil: Saya punya kenalan seorang Nasrani (laki-laki) menikah dengan perempuan Muslim (berhijab). Dari awal pernikahan hingga sakarang, kedua belah pihak tetap mempertahankan keyakinan masing-masing meski sudah punya keturunan beberapa orang. Keduanya sama-sama taat dalam beribadah sesuai dengan agamanya. Pertanyaan saya adalah bagaimana status pernikahan mereka menurut Islam? Bagaimana pula status anak-anak mereka?
    2. Sang suami akan mengumrohkan sang istri & mertuanya sebagai bentuk penghargaan terhdap ajaran yang dianutnya, bagaimana pula pandangan Islam tentang hal ini?
    3. Ada temen kantor sang suami, wanita muslim yang membanggakan kehidupan rumahtangga mereka & menjadikan contoh, bagaimana pula seharusnya seorang muslim mensikapi hal ini agar tidak menjadi salah dalam mempersepsikan hal ini?
    Terimakasih sebelumnya atas waktu yang diluangkan untuk menjawab hal ini.
    وَالسَّلَامُ عَلَيْكُمْرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَا تُه

  418. indah permalink
    28 November 2013 1:05 pm

    Pak Ustadz, sampai jam berapakah waktu subuh berakhir di daerah Yogyakarta (WIB), karena sodara saya punya kebiasaan kalau belum jam 6 pagi belum bagun sehingga waktu subuhnya lebih dari jam 6, padahal jam segitu sinar matahari sudah terlihat…
    Terimakasih atas jawabannya

    • 7 December 2013 8:16 pm

      Wa ‘alaikumussalaam Warohmatulloohi Wabarokaatuh,

      1) Ketahuilah bahwa WAKTU SHOLAT dimana kita terpaut makna Ibadah pada saat mengikutinya, adalah apa yang Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم sebutkan didalam Hadits, yaitu MELALUI TANDA-TANDA KEJADIAN ALAM antara lain: FAJAR, MATAHARI dan AWAN. DAN BUKAN JAM YANG MENJADI PATOKANNYA !

      2) Sebenarnya JIKA JAM 6 itu MATAHARI BELUM TERBIT, SHOLAT SHUBUH pada waktu itu masih dihukumi SAH. Hanya ada pertanyaan yang harus dijawab dengan alasan yang syar’ie, yaitu:
      – Apa yang menyebabkan dia terbangun jam 6? Kalau karena sesekali dan diluar kemampuan dan kesadaran, maka mudah-mudahan Allooh سبحانه وتعالى mengampuninya.
      Akan tetapi jika yang demikian itu menjadi perilaku yang selalu dilakukan, Ustadz khawatir orang itu terancam dengan ancaman neraka Weil, sebagaimana Allooh سبحانه وتعالى firmankan dalam Al Qur’an Surat Al Ma’uun (107) ayat 4 dan 5 :

      فَوَيْلٌ لِّلْمُصَلِّينَ ﴿٤﴾ الَّذِينَ هُمْ عَن صَلَاتِهِمْ سَاهُونَ ﴿٥

      Artinya:
      (4) “Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang shalat,
      (5) “(yaitu) orang-orang yang lalai dari shalatnya.”

      – Bukankah terdapat tuntunan bahwa jika orang ini adalah laki-laki maka perbedaan hukum sholat laki-laki dengan perempuan adalah bahwa laki-laki dengan cara berjama’ah di masjid, sedangkan perempuan adalah sholat di rumah. Lebih bahaya dari itu adalah bukan sekedar laki-laki yang sholat di rumah itu menyerupai wanita, tetapi juga meninggalkan sholat Shubuh dan Isya maka sebagaimana Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم tegaskan adalah merupakan tanda kemunafikan.
      Hal ini sebagaimana sabda Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم dalam Hadits Riwayat Al Imaam Muslim no: 651, dari Shohabat Abu Hurairoh رضي الله عنه:

      أَثْقَلُ الصَّلاَةِ عَلَى الْمُنَافِقِينَ صَلاَةُ الْعِشَاءِ وَصَلاَةُ الْفَجْرِ, وَلَوْ يَعْلَمُونَ مَا فِيهِمَا, َلأَتَوْهُمَا وَلَوْ حَبْوًا, وَلَقَدْ هَمَمْتُ أَنْ آمُرَ الْمُؤَذِّنَ فَيُؤَذِّنَ ثُمَّ آمُرَ رَجُلاً يُصَلِّي بِالنَّاسِ ثُمَّ أَنْطَلِقَ مَعِي بِرِجَالٍ مَعَهُمْ حُزَمٌ مِنْ حَطَبٍ إِلَى قَوْمٍ لاَ يَشْهَدُوْنَ الصَّلَاةَ فَأُحَرِّقَ عَلَيْهِمْ بُيُوتَهُمْ بِالنَّارِ

      Artinya:
      Sholat yang paling berat atas orang munaafiq adalah shalat ‘Isya’ dan sholat Shubuh. Seandainya mereka mengetahui (keutamaan) yang ada pada keduanya, niscaya mereka menghadirinya, meski dengan merangkak. Sungguh aku berkeinginan untuk memerintahkan sholat, lalu ia ditegakkan, kemudian aku perintahkan seseorang mengimami manusia, kemudian aku pergi bersama sekelompok orang yang membawa beberapa ikat kayu mendatangi kaum yang tidak mengerjakan sholat (berjama’ah), lalu aku bakar rumah-rumah mereka dengan api.”

      3)Tetapi JIKA JAM 6 MATAHARI SUDAH TERBIT, lalu dia tahu bahwa Sholat Shubuh sudah berakhir sedangkan dia pun tidak punya alasan yang syar’ie kenapa mengakhirkan, maka sholat Shubuhnya menjadi TIDAK SAH.

      Barokalloohu fiiki.

  419. 29 November 2013 11:14 am

    Diana
    Submitted on 2013/11/25 at 10:16 am

    Assalamu’alaikum wr wb.. Terima kasih atas apa yang ustadz sampaikan kepada saya… Insya Allah bisa bermanfaat.

    Pak Ustadz saya masih takut… status saya masih istri / bukan dengan suami mengakui tidak mencintai saya dan hanya nafsu saja..? Kalo masih istri, berdosakah kalau saya menolak ajakannya untuk berhubungan badan…?

    Saya pun sudah berdoa dan mendekatkan diri kepada Allah untuk yang terbaik buat keluarga saya, karena anak saya 4… Saya ingin langkah yang terbaik yang diridhoi Allah… Saya juga sudah sholat sunah istikhoroh dan hajat serta taubah… Agar diberikan petunjuk Allah SWT.

    Pak Ustadz terima kasih atas segala bantuan dan sarannya… Semoga yang saya keluhkan ini tidak menjadi dosa buat saya, karena niatan saya adalah yang tebaik buat keluarga saya… Aamiin… Wasalamualaikum wr wb…

    JAWABAN:

    ustadzrofii
    Wa ‘alaikumussalaam Warohmatulloohi Wabarokaatuh,

    Untuk menjaga kerahasiaan permasalahan keluarga anda, maka sebagian pertanyaan anda sengaja tidak dimuat di Blog ini.

    Mengenai apa yang anda keluhkan, maka Ustadz memahami tentang beratnya masalah yang anda keluhkan tersebut.

    Hanya, karena seriusnya permasalahan ini, tampaknya TIDAK BISA DIJAWAB HANYA MELALUI BAHASA TULISAN. Minimal HARUS ADA TITIK TEMU MUKA ANTARA KEDUA BELAH PIHAK SUAMI ISTRI DENGAN USTADZ, sehingga terjadi OBJEKTIVITAS dan KESEIMBANGAN, dan diharapkan solusinya menjadi SOLUSI YANG LEBIH EFEKTIF.

    Ustadz sarankan, silakan berkonsultasi secara langsung. Boleh kepada Ustadz, atau kepada pihak lain yang kalian berdua percayai. Sesegeralah mungkin, dan jangan ditunda-tunda, karena beratnya masalah seperti yang anda rasakan… Barokalloohu fiiki.

    • Diana permalink
      2 December 2013 8:30 am

      Assalamu’alaikum warohmatulloohi Wabarokaatuh…

      Terima kasih atas saran Pak Ustadz..untuk adanya mediasi dalam penyelesaian ini.. Tapi pernah saya utarakan bahwa pernah ada pertemuan keluarga untuk membantu menyelesaikan masalah keluarga saya… Baik dari pihak suami (Om dan Adik suami) dan Saya (kakak-kakak). Tetapi suami bukannya senang, justru marah dan malu.
      Merasa semua orang ikut campur dalam rumah tangga kami… Padahal niat saya itu baik… Biar masalahnya terselesaikan. Supaya ada ketegasan dan kejujuran, bahwa suami mau mempertahankan rumah tangga atau memilih mantan.
      Tetapi tidak ada kepastian. Ya sekarang ini saya hanya bisa pasrah dan berdoa mendekatkan diri lagi kepada Allah SWT.
      Saya ambil sisi positifnya saja, mungkin dengan seperti inilah Allah menguji keimanan saya, sehingga ujiannya benar-benar membuat saya bertobat…
      Saya sudah tidak mau bersusah-payah memikirkan suami masih mencintai saya / tidak.
      Mau tetap melanjutkan hubungan dengan mantannya / tidak.
      Yang terpenting, saya doakan supaya mendapatkan hidayah… dan sadar akan kesalahannya dan memohon ampun dan bertobat kepada Allah SWT… serta dikembalikan kejalan yang benar. Itu aja Pak Ustadz… Intinya saya benar-benar pasrah kepada Allah SWT.
      Pak Ustadz terima kasih banyak, saran dari Pak Ustadz sangat membantu menenangkan bathin saya. Dan sekarang, Insya Allah saya merasa tenang. Yang terbaik dari Allah SWT adalah yang terbaik buat saya. Karena itu saya hanya menunggu tangan Allah yang berbicara… Aamiin..

      Wassalamualaikum Warohmatulloohi Wabarokaatuh.

  420. aneu hermansyah permalink
    2 December 2013 3:43 pm

    Assalamu’alaikum wr.wb…..
    Afwan ustadz… “Saat jenazah mau dikuburkan, apakah kain kafannya harus dibuka dan wajah jenazahnya harus diciumkan ke tanah?
    Jazakalloh khoiron katsiiro

    • 15 December 2013 5:24 pm

      Wa ‘alaikumussalaam Warohmatulloohi Wabarokaatuh,
      Kain kafannya dibuka saja, tetapi tidak perlu wajah jenazahnya diciumkan ke tanah…. Barokalloohu fiiki.

  421. 3 December 2013 12:13 pm

    Assalamu’alaikum

    Ustadz, bagaimanakah hukumnya pembulatan harga pada transaksi pengiriman barang lewat jasa ekspedisi seperti JNE, apakah tergolong riba?
    Contoh kasus:
    Jika kita hendak mengirim barang 1,5 kg maka biaya jasa akan membulatkan berat tsb menjadi 2 kg lalu dikalikan dengan biaya per kg.
    Jazakumullah khair

    • 7 December 2013 4:16 pm

      Wa ‘alaikumussalaam Warohmatulloohi Wabarokaatuh,

      1) Kaidah mengatakan, “Al Muslimuuna alaa syuruuthihim”, artinya: Muslimun itu tergantung dari apa yang dipersyaratkan.
      Seolah jika dipahami kaidah ini, bahwa instansi tersebut boleh-boleh saja mengambil keuntungan dengan cara seperti yang disebutkan dalam pertanyaan; jika sebelum transaksi, si Customer memahami persyaratan itu, dan menyetujuinya.

      2) Akan tetapi cara itu bukan berarti bahwa instansi boleh seenaknya mengeruk untung dengan cara tanpa memberi keuntungan timbal balik kepada si Customer. (Contoh : Ketika belanja di supermarket, lalu apabila pihak supermarket tidak mempunyai uang “recehan” (uang kecil) kembaliannya, maka pihak supermarket memberi timbal balik berupa pemberian permen sebagai pengganti kembalian uang “recehan” yang tidak dimilikinya)
      Tidak cukup dan tidak fair, bila instansi memvonis untuk mengambil keuntungan dengan cara seperti itu, hanya karena lebih timbangannya. Sebab AKADNYA HARUS JELAS. Kalau denda, berapa prosentasinya. Kalau bukan denda, apa alasannya. Kalau tanpa alasan, itu adalah bukti “meraih keuntungan dengan cara yang dzolim” namanya.

      Semoga jelas bagi anda… Barokalloohu fiika.

  422. muhamad faisal permalink
    6 December 2013 4:38 pm

    Assalamu’alaikum ustadz,
    Saya mau minta file mp3-nya ustadz.
    Dimana cara mendapatkannya ?
    Syukron ustadz.
    Wassalamualaikum Warohmatulloohi Wabarokaatuh.

    • 7 December 2013 3:13 pm

      Wa ‘alaikumussalaam Warohmatulloohi Wabarokaatuh,
      Apabila antum hendak mendapatkan CD MP3 SECARA GRATIS, silakan antum sampaikan permintaan pengiriman CD ke : ahwal3009@yahoo.co.id
      Dan berikan /sertakan NAMA LENGKAP, ALAMAT LENGKAP BESERTA KODE POS, dan NOMOR TELPHONE / HANDPHONE antum ke : ahwal3009@yahoo.co.id tersebut. Kelengkapan data antum adalah untuk memudahkan pihak Pos untuk mengirimkan paket CD-nya kepada antum…. Barokalloohu fiika.

  423. Agya Asipattra permalink
    13 December 2013 12:53 pm

    Assalamualaikum, ustad.
    Gimana ya hukumnya sholat menggunakan seragam bengkel? Terimakasih
    Wassalamualaikum

    • 15 December 2013 5:20 pm

      Wa ‘alaikumussalaam Warohmatulloohi Wabarokaatuh,
      Tidak mengapa, selama dalam pakaian dan badan kita serta tempat kita sholat itu bebas dari Najis. Perlu diketahui bahwa oli itu bukan najis…. Barokalloohu fiika.

      • Naily Infiroha permalink
        23 December 2013 10:55 am

        Asslamualaikum Wr. Wb
        Ustadz, apa hukumnya makan makanan yang berasal dari acara tahlilan memperingati 7 hari, 40 hari, 100 hari, dst meninggalnya seseorang? Lebih baik mana, kita berinfak/bershodaqoh kepada tetangga sekitar atau kepada saudara2 kita di Palestina dan Suriah?

      • 26 December 2013 12:52 pm

        Wa ‘alaikumussalaam Warohmatulloohi Wabarokaatuh,
        1) Tidak ada ajarannya dan tidak ada tuntunannya dari Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم tentang acara peringatan kematian 7 hari, 40 hari, 100 hari dstnya. Hukumnya Bid’ah.
        2) Tergantung keadaan. Kalau tetangga, terutama saudara kita itu lebih membutuhkan, diketahui melalui misalnya: dia sampai terpaksa meminta-minta, atau dikhawatirkan sampai ada orang kaafir yang mendakwahinya sehingga dia bisa murtad akibat kesulitan ekonominya, atau sampai dia memungkinkan menjadi mencuri, dan sejenis itu; maka tolonglah saudara itu yang berada dalam keadaan yang sedemikian itu, daripada ke Palestina dan Suriah. Tetapi bila tidak ada tetangga sekitar anda dan saudara yang mengalami hal-hal seperti demikian itu, maka boleh anda berinfaq / bershodaqoh ke Palestina dan Suriah.

        Barkalloohu fiiki.

  424. Agya Asipattra permalink
    19 December 2013 12:37 pm

    Assalamu’alaikum, ustad.
    Bener gak malaikat akan malu kalau liat manusia yang telanjang?
    Terus, diperbolehkan gak sih dalam Islam : Laki-laki telanjang bulat dan ditonton sama laki-laki lain seperti yang ada dalam tes masuk tentara gitu?
    Syukron, wassalamualaikum wr wb

  425. 22 December 2013 5:46 pm

    Assalamualaikum Ustadz,

    Ana mau tanya, apa benar habib dan keturunannya itu akan dihapus begitu saja dosa-dosanya oleh Allah? Karena ana sempat berdebat dengan orang-orang yang bilang bahwa habib dan keturunannya itu dikabulkan langsung doanya oleh Allah dan ketika di akhirat mereka akan masuk syurga tanpa dihisab.

    Ana bingung bagaimana mengingatkan orang-orang ini, karena dari bahasa mereka, mereka seperti mengagung-agungkan habib-habib ini.

    Mohon pencerahannya. Jazakallah.

    • 26 December 2013 1:22 pm

      Wa ‘alaikumussalaam Warohmatulloohi Wabarokaatuh,

      Tidak benar. Kalau sampai ada yang mengatakan hal itu benar, maka mana dalilnya?? Karena benar dan salah itu adalah merupakan perkara diin. Dan diin itu haruslah berdasarkan WAHYU, dan Wahyu itu adalah Al Qur’an dan As Sunnah yang shohiihah, sesuai dengan pemahaman Pendahulu Ummat yang Shoolih.

      Adapun untuk menjawab syubhat bahwa keluarga Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم (dalam hal ini yang di Indonesia disebut “Habib”) itu mendapat keutamaan, antara lain adalah sebagai berikut:

      Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم dalam Hadits yang Shohiih bersabda, bahwa tidak ada keistimewaan terhadap keturunan beliau. Buktinya adalah dalam Hadits Riwayat Imaam Al Bukhoory no: 4304 dan Imaam Muslim no: 4506, beliau صلى الله عليه وسلم bersabda:

      وَالَّذِي نَفْسُ مُحَمَّدٍ بِيَدِهِ لَوْ أَنَّ فَاطِمَةَ بِنْتَ مُحَمَّدٍ سَرَقَتْ لَقَطَعْتُ يَدَهَا

      Artinya:
      Demi Allooh, seandainya anakku Fathimah mencuri, niscaya akan aku potong tangannya.”

      Berarti beliau tidak mengadakan dispensasi atau keistimewaan terhadap keturunannya. Kalau ada keturunan Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم yang seharusnya menjunjung tinggi kemuliaan dari keturunan beliau صلى الله عليه وسلم, tetapi lalu mereka cemari dengan ke-Bid’ah-an, dicemari dengan mempelopori sesuatu yang bukan dari Nabi Muhammad bin ‘Abdillah bin ‘Abdul Mutholib صلى الله عليه وسلم, maka mereka tidak berhak untuk dimuliakan dan diagungkan. Sampai-sampai Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم mengajarkan kepada Fathimah رضي الله عنها putrinya yang beliau sayangi:

      …. يَا فَاطِمَةُ بِنْتَ رَسُولِ اللَّهِ سَلِينِى بِمَا شِئْتِ لاَ أُغْنِى عَنْكِ مِنَ اللَّهِ شَيْئًا

      Artinya:
      Ya Fathimah, mintalah kepadaku apa yang engkau mau, sebab aku tidak bisa memberi manfaat kepadamu pada hari Kiamat kelak”. (Hadits Riwayat Imaam Al Bukhoory no: 2753 dan Imaam Muslim no: 525)

      Itu menunjukkan bahwa Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم tidak membeda-bedakan apakah seseorang itu keturunan beliau صلى الله عليه وسلم atau bukan.

      Jadi, jika kepada Fathiimah رضي الله عنها — yang merupakan putri kesayangan beliau صلى الله عليه وسلم – saja, beliau صلى الله عليه وسلم itu tidak bisa memberikan manfaat kepadanya di Hari Kiamat kelak, apalagi kepada selainnya, atau dibawahnya.

      Demikianlah, semoga jelas adanya… Barokallohu fiiki.

  426. Rachma Hertri W permalink
    2 January 2014 11:33 am

    Assalamualaikum ustads, apakah saya dapat bertanya melalui email lain yg tidak terbuka / umum? Mohon bantuan ustads dapat memberi info alamat email lain. Afwan, jazakallah khoyr.

    • 3 January 2014 6:22 pm

      Wa ‘alaikumussalaam Warohmatulloohi Wabarokaatuh,
      Boleh saja apabila anda hendak berkonsultasi melalui email, maka anda dapat menuliskannya ke: ahwal3009@yahoo.co.id
      Barokalloohu fiiki.

  427. ika permalink
    4 January 2014 12:50 pm

    Saya ingin berkonsultasi, bagaimana caranya?

    • 5 January 2014 8:44 pm

      Jawaban telah dikirimkan ke email anda… Harap check email anda… Barokalloohu fiiki.

  428. fulannah permalink
    5 January 2014 4:37 pm

    Assalamu’alaikum pak ustadz, saya hendak bertanya.
    Bukankan Allah akan melindungi aib umatnya yang bertaubat?
    Saya pernah berbuat dosa, tetapi saya sudah bertaubat dan tidak melakukannya lagi.

    Sejak saya bertaubat saya takut sekali bagaimana kalau aib saya diketahui orang dan orang itu akan mengumbar aib saya atau bahkan akan menghancurkan hidup saya. Dan saya takut sekali kalau Allah akan mengumbar aib saya dengan tujuan untuk menguji saya.

    Saya ingin sekali meyakini bahwa Allah akan menjaga aib saya tetapi saya terlalu takut, over thinking.
    Selain itu, sejak saya bertaubat hingga saat ini saya selalu sedih, cemas, takut, menyesal terbayang-bayang oleh dosa saya. Padahal saya ingin menjadi orang yang baru lagi, bisa bahagia kembali seperti orang-orang normal.
    Bahkan terkadang saking lelahnya saya berfikir kenapa bertaubat saya malah merasa terpuruk seperti ini… kenapa saya harus merasakan ini semua di usia semuda ini.
    Tolong jawab pertanyaan saya, karna saya tidak tahu kemana saya harus meminta saran. Terimakasih. Wassalamu’alaikum wr.wb

    • 18 January 2014 8:15 am

      Wa ‘alaikumussalaam Warohmatulloohi Wabarokaatuh,
      1) Jika anda telah melakukan TAUBATAN NASUHA, sebagaimana yang telah diatur dalam Sunnah Rosuulullooh sholalloohu ‘alaihi wassallam, maka mudah-mudahan taubat anda diterima oleh Allooh Subhaanahu Wa Ta’aalaa.
      2) Janganlah kekhawatiran, ketakutan, dan hal-hal yang menghantui ingatan dan pikiran anda, tersangkut dengan ma’shiyat yang anda sudah taubat darinya, selalu dibiarkan dan mengganggu jiwa dan hidup anda. Karena bisa jadi, yang demikian itu adalah GANGGUAN SYAITHOON melalui BISIKAN WAS-WAS-nya, sehingga anda tetap tidak menjadi orang yang baik, bahkan berhenti dari melakukan kebajikan, bahkan sebenarnya anda sedang diarahkan (oleh syaithoon) agar kembali kepada ma’shiyat sejenis atau serupa.
      3) Adapun kesalahan anda, jika sudah anda tutupi dan tidak ada yang tahu selain diri anda; maka insyaa Allooh hal itu akan tertutup aibnya dan tidak diketahui siapapun, kecuali Allooh Subhaanahu Wa Ta’aalaa. Akan tetapi, jika dosa yang anda pernah buat tersebut diketahui oleh orang lain, maka anda tidak dapat menguasainya. Karena bisa jadi orang lain tersebut menceritakan kejelekan anda dan mengumbarnya (ghibah); maka itu adalah sudah bukan menjadi urusan anda karena akan menjadi dosa bagi yang melakukannya (ghibah), sedangkan anda akan memperoleh pahala dari Allooh akibat perbuatan ghibah tersebut.
      Barokalloohu fiiki.

  429. indah permalink
    6 January 2014 7:53 am

    Mau tanya, apakah hukumnya bila ada orang yang sedang berjama’ah sholat magrib … tetapi ada orang lain (dalam satu rumah) yang membaca Al Qur’an dengan keras.. sehingga mengganggu kekusyukan yang sedang menjalankan sholat…
    Terimakasih.

    • 18 January 2014 8:06 am

      Jika ada orang yang sedang sholat, jangankan fardhu, bahkan sholat sunnah sekalipun; maka bagian dari ADAB yang diajarkan Rosuulullooh sholalloohu ‘alaihi wassallam dalam Sunnah-nya yang shohiihah adalah DILARANG MEMBUAT KEGADUHAN DALAM BENTUK APAPUN, TERMASUK DALAM BENTUK SUARA. Karena yang demikian itu:
      1) Mengganggu kekhusyu’an Ibadah
      2) Tidak menghargai dan menghormati hak sesama saudara muslim
      3) Termasuk bertolong-tolongan dalam dosa
      Barokalloohu fiiki.

  430. 9 January 2014 7:23 pm

    Saya mau tanya nih. Kan saya ngurusin anak 3 orang. Waktu buat sholat tuh gak ada waktu. Aku selalu ngerjain sholat empat Waktu sekalian Aku qodho-in. Apakah itu salah yach?

    • 18 January 2014 8:03 am

      SALAH.
      Jangan sekali-kali dunia dan anak melalaikan dari MENGINGAT ALLOOH & BERIBADAH KEPADA-Nya, sebagaimana Allooh Subhaanahu Wa Ta’aalaa berfirman dalam QS. Al Munaafiqun (63) ayat 9 :

      يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تُلْهِكُمْ أَمْوَالُكُمْ وَلَا أَوْلَادُكُمْ عَنْ ذِكْرِ اللَّهِ ۚ وَمَنْ يَفْعَلْ ذَٰلِكَ فَأُولَٰئِكَ هُمُ الْخَاسِرُونَ

      Artinya:
      Hai orang-orang beriman, janganlah hartamu dan anak-anakmu melalaikan kamu dari mengingat Allah. Barangsiapa yang berbuat demikian maka mereka itulah orang-orang yang merugi.”

      Jadi, setiap diri kita haruslah dapat MENGALAHKAN APA PUN YANG DAPAT MENGGANGGU IBADAH PADA ALLOOH dengan cara yang benar dan hikmah.

      Barokalloohu fiiki.

  431. asep permalink
    15 January 2014 10:16 am

    Assalaamu’alaikum ustad!
    Saya mau bertanya tentang akad mudharobah dan sewa beli pada KPR dalam syariah islam serta praktek yang dilakukan bank syariah apakah benar sehingga tidak terjatuh pada riba?

    • 18 January 2014 7:46 am

      Wa ‘alaikumussalaam Warohmatulloohi Wabarokaatuh,
      Hendaknya anda terangkan terlebih dahulu kepada Ustadz SECARA TERURAI permasalahan yang ingin anda tanyakan atau kasus yang terjadi… Karena bisa jadi tidak sama kebijakan antara bank syariah yang satu dengan bank syariah yang lain…. Barokalloohu fiika.

  432. Mohammad Fitriady permalink
    16 January 2014 2:22 pm

    Assalamu’alaikum…
    Saya tinggal di suatu perumahan yang mempunyai 3 pintu masuk. Pada umumnya, perumahan memakai one gate system, tapi di perumahan yang saya tinggali mempunyai 3 pintu. Hal tsb dapat berdampak pada keamanan di perumahan.
    Dengan adanya beberapa kejadian, beberapa warga yang mengusulkan untuk menutup 2 pintu/portal (sebelumnya pakai portal) dan memakai 1 pintu.
    Apakah solusi menutup 2 pintu/jalan tsb bertentangan dengan ajaran islam?
    Karena yang berbendapat, ada hadist yang menyatakan hal tsb tidak boleh dilakukan. Setelah saya baca hadist tsb, ternyata isi hadist tsb tidak berkaitan dengan portal yang akan ditutup.
    Ayat atau hadist yang mana yang menyatakan hal tsb sesuai atau tidak sesuai dengan ajaran islam?
    Terima kasih
    Wassalam

    • 18 January 2014 7:42 am

      Wa ‘alaikumussalaam Warohmatulloohi Wabarokaatuh,
      Sesungguhnya jika seluruh warga yang ada di perumahan itu SETUJU untuk dilakukannya TUTUP TOTAL / TUTUP TIDAK TOTAL, maka karena ketiga pintu itu adalah merupakan HAK BERSAMA WARGA PERUMAHAN yang ada di daerah itu, maka TIDAK MENGAPA.

      Akan tetapi, apabila jalan itu BUKAN HANYA WARGA PERUMAHAN itu saja YANG MEMILIKINYA, misalkan Jalan Lintasan antar kampung / daerah / kota yang sudah dikuasai oleh negara, dalam hal ini Pemerintahan setempat; maka warga TIDAK BOLEH MENUTUP / MEMBUKANYA, walaupun warga di perumahan itu menghendakinya, tanpa sepengetahuan dan izin dari Pemerintahan setempat itu. Hal ini adalah karena KEPENTINGAN UMUM HARUS DIDAHULUKAN DARI KEPENTINGAN KHUSUS.
      Sedangkan keamanan adalah merupakan tanggungjawab bersama warga maupun Pemerintahan.

      Barokalloohu fiiki.

  433. eka permalink
    19 January 2014 11:35 pm

    Assalaumualaikum Wr. Wb.
    Ustad Achmad Rofi’i yth. Sebelumnya saya minta maaf karena pertanyaan saya banyak. Saya berharap ustadz bersedia membaca semua tulisan saya ini.. maaf…
    Ustadz, saya selalu mengkhawatirkan sahabat saya, katakanlah namanya “L”. setiap shalat, saya selalu mendoakan “L”.
    Saya pernah membaca sebuah hadis yang berbunyi “Tidak ada seorang muslim pun yang mendoakan kebaikan bagi saudaranya (sesama muslim) tanpa sepengetahuannya, melainkan malaikat akan berkata, “Dan bagimu juga kebaikan yang sama.” (HR. Muslim no. 4912)

    Berdasarkan hadist di atas, saya merasa kemuliaan mendoakan orang lain begitu besar,
    namun kesalahan saya di sini adalah bahwa saya TERLANJUR mengatakan isi doa saya kepada “L”.

    Pertanyaan yang selalu mengganjal dalam hati saya adalah:
    1. Bagaimana konteks mendoakan orang lain tanpa sepengetahuannya?
    2. Bagaiaman jika saya TERLANJUR mengatakan isi doa saya kepada “L”, apakah secara teknis, ini membuat saya KEHILANGAN kemuliaan mendoakan orang lain?
    3. Saya TAKUT SEKALI kehilangan kemuliaan atau ke-mustajab-an mendoakan orang lain… APA YANG HARUS SAYA LAKUKAN agar saya dan orang yang saya doakan tetap mendapatkan kemuliaan seperti bunyi hadis di atas?
    4. Apakah doa saya untuk orang tsb menjadi ‘tidak dianggap’ oleh Allah SWT….. ?
    Terima kasih… Wassalamualaikum Wr. Wb.

    • 8 February 2014 7:59 pm

      Wa ‘alaikumussalaam Warohmatulloohi Wabarokaatuh,
      (1) Jika anda telah tahu bahwa mendo’akan teman / saudara adalah kemuliaan, maka anda boleh mendawamkannya.
      (2) Memberitahu / tidak memberitahu pada orang yang bersangkutan, maka hal itu adalah TIDAK MASALAH SELAMA BUKAN UNTUK MAKSUD RIYA’.
      (3) Kekhawatiran yang dirasakan tentang lenyapnya keutamaan, hendaknya tidak perlu anda pikirkan / risaukan, karena bisa jadi yang demikian adalah was-was dari syaithoon.

      Barokalloohu fiik.

  434. 20 January 2014 9:34 am

    Assalamu’alaikum ustadz, saya ingin bertanya. Di dalam Islam, sihir, guna-guna dan sejenisnya tidak diperbolehkan bahkan dilarang tapi seringkali orang-orang masih menggunakannya. Untuk menolong orang yang sedang dalam pengaruh tersebut adakah yang bisa kita lakukan jika orang tersebut keluarga kita? Terima kasih

    • 8 February 2014 5:46 pm

      Wa ‘alaikumussalaam Warohmatulloohi Wabarokaatuh,

      Menolong diri sendiri atau menolong orang lain yang berada dalam pengaruh sihir / guna-guna TIDAK BOLEH LEPAS DARI TUNTUNAN SUNNAH ROSUULULLOOH صلى الله عليه وسلم. Sebab melepaskan pengaruh sihir / dukun, dengan menggunakan pengaruh sihir / dukun kembali adalah disebut: NUSYROH. Dan itu tidak boleh.

      Yang dibenarkan oleh Syari’at adalah melepaskan dan membebaskan orang yang terpengaruh oleh sihir / guna-guna adalah dengan RUQYAH SYAR’IYYAH atau sesuai tuntunan Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم (Al Qur’an dan As Sunnah).

      Ruqyah itu sendiri artinya adalah: Bacaan-bacaan yang berasal dari Al Qur’an dan Hadits-Hadits Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم yang shohiihah. Jika bacaan-bacaan itu bukan berasal dari Al Qur’an dan Hadits, tetapi dari bacaan-bacaan yang biasanya digunakan oleh dunia sihir dan perdukunan, mantra yang dalam bahasa Arabnya disebut: SYA’WADZAH; dan ini adalah MEDIA SYIRIK.

      Barokalloohu fiiki.

  435. niya permalink
    21 January 2014 3:17 pm

    Assalamu’alaikum.., Bagaimana cara meyakinkan suami agar anak-anak kami menjadi penghafal Al Qur’an? Karena suami saya bilang menghafal itu berat dosanya kalau penghafal itu berbuat dosa, karna dia tau ayat-ayat Al-Qur’an tapi dia mengabaikannya. Karena dia melihat banyak orang yang menghafal Al Qur’an atau yang pernah di pesantren tapi berbuat dosa. Contohnya teman saya dulu di pesantren, tapi setelah keluar dari pesantren dia tidak menggunakan jilbab, dan banyak lagi yang lainnya..
    Wassalamu’alaikum..

    • 8 February 2014 8:32 pm

      Wa ‘alaikumussalaam Warohmatulloohi Wabarokaatuh,

      Diantara kewajiban seorang Muslim adalah MEMELIHARA AL QUR’AN. Diantara cara memelihara Al Qur’an adalah dengan MENGHAFALnya. Memelihara dan menjaga Al Qur’an adalah Ibadah kepada Allooh سبحانه وتعالى.

      Manusia tidak ada yang ma’shum (terjaga dari salah dan dosa). Manusia tidak akan dihisab oleh Allooh سبحانه وتعالى diluar kemampuannya. Kalau demikian halnya, maka bagi orang yang menghafal Al Qur’an dengan sedemikian rupa pengorbanannya, dan dengan niat yang lurus dan tulus, maka itu baginya adalah pahala kebajikan berlipat ganda. Dan karena manusia pelupa, dan penghafal Al Qur’an mudah dilupakan dari hafalan Al Qur’annya, maka antisipasinya adalah sediakan waktu khusus yang cocok dan sesuai kemampuan untuk memelihara dan mengulang hafalannya.

      Jika semua itu sudah diupayakan, tetapi dia belum mampu untuk menjaga hafalannya, maka insyaa Allooh Ta’aalaa Allooh akan ampuni.

      Adapun trauma dengan orang-orang yang menghafal Al Qur’an atau mempelajari Al Islam tetapi tidak mengamalkannya; maka hal itu TIDAK BOLEH DIJADIKAN ALASAN UNTUK TIDAK MEMBERI KESEMPATAN KEPADA ANAK UNTUK MENGHAFAL AL QUR’AN. Karena pegangan kita bukanlah orang / manusia, sekalipun berjumlah banyak. Pegangan kita itu adalah Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم.

      Sekarang yang harus dilakukan adalah sebagai berikut:
      1. Yakini bahwa manusia terbaik adalah orang yang mempelajari dan mengajarkan Al Qur’an. Bapak dan Ibunya pastilah akan mendapatkan kebajikan berlipat ganda dari sisi memfasilitasi anak belajar Al Qur’an, mendidik anak dengan Al Qur’an, dan membuat anak cinta dengan Al Qur’an.
      2. Bahwa pembaca Al Qur’an berhak mendapatkan Syafa’at pada Hari Kiamat.
      3. Hindarkan putus asa dengan anggapan bahwa adanya orang-orang yang menghafalkan Al Qur’an tetapi tindakan dan amalannya tidak sesuai dengan Al Qur’an yang dihafalnya.
      4. Segarkan kembali tanggung jawab sebagai orangtua. Jika orang lain gagal, maka bukan berarti kita ikut gagal. Justru memelihara dan menjaga bagaimana agar anak kita itu berhasil dan tidak gagal.

      Barokalloohu fiiki.

  436. ara permalink
    23 January 2014 3:23 pm

    Assalamualaikum ustadz, saya ingin bertanya mengenai nazar.

    Pada waktu itu saya tidak tahu jika nazar itu sebenarnya hal yang seharusnya tidak boleh dilakukan. Saya sudah minta ampun atas kesalahan saya kepada Allah dan saya tidak ingin bernazar lagi.
    Namun sampai sekarang saya belum tuntas melunasi nazar saya.

    Sekitar 1 tahun yang lalu saya bernazar, Alhamdulillah permohonan saya terkabul maka saya wajib menuntaskan nazar tersebut. permasalahannya adalah :

    1. Saya lupa pada waktu bernazar itu hanya didalam hati atau saya ucapkan dengan lisan, karena setau saya nazar harus diucapkan dengan lisan. Namun untuk amannya saya akan mencoba melunasi nazar saya.

    2. Saya benar-benar lupa waktu bernazar saya mengkhususkan “sedekah” tersebut pada suatu golongan atau tidak, pada waktu tertentu atau tidak, dan lupa apakah dulu saya menentukan dibayar langsung atau menyicil.

    Pada intinya yang saya ingat : Saya bernazar untuk bersedekah (dengan uang yang diberikan ayah saya kepada saya, yang tadinya untuk dibelikan suatu barang untuk hadiah kepada saya) dengan jumlah “sekian”. Namun saya benar-benar lupa apa saya megkhususkan nazar tsb atau tidak.

    Bagaimana ustadz? Apa yang harus saya lakukan,sementara selama ini saya sedang “nyicil” membayar nazar saya sesuai yang saya ingat saja dengan jumlah “sekian”, masalah saya khususkan atau tidak saya benar-benar lupa.
    Jadi apa yg harus saya lakukan? Agar saya tidak memiliki hutang kepada Allah Swt?
    Apa harus melunasi nazar semampu ingatan saya saja? Atau perlu membayar kafarat saja? Atau keduanya?

    Jika membayar kafarat memberi makan untuk 10 orang miskin, bagaimana ketentuannya ustadz?
    Apa harus makanan matang atau beras saja? Serta berapa banyak dan bagaimana rincinya ustadz?

    • 8 February 2014 8:05 pm

      Wa ‘alaikumussalaam Warohmatulloohi Wabarokaatuh,

      Permudahlah dan jangan dipersulit. Jika semula anda bernadzar untuk bershodaqoh, tetapi tidak definitif / rinci tentang perkara yang bertalian dengan itu, maka anda janganlah mempersulit diri sendiri. Lakukanlah secara umum, tanpa mendetailkannya.

      Contoh: Anda kan bernadzar untuk bershodaqoh, maka berarti sebesar itulah anda menunaikannya, yaitu misalkan kalau anda bernadzar bershodaqoh misalkan Rp 5.000, maka shodaqohkanlah Rp 5.000 itu. Jika anda shodaqohkan Rp 1.000.000, maka itu pun sudah lunas pula.

      Berbeda misalkan dengan bernadzar untuk bershodaqoh dengan uang Rupiah, 100.000-an merah, lima lembar, pada hari Jum’at, pada anak Yatim, misal di masjid An Nuur, di Jakarta Barat, pada waktu ba’da sholat Jum’at, di akhir bulan. Bila anda ingat nadzar anda harus begini, maka kerjakanlah sesuai apa yang anda tentukan nadzarnya ini. Jika tidak bisa menunaikannya, maka anda wajib membayar Kaffaroh (Yaitu dengan cara memberi makanan yang memudahkan bagi kedua belah pihak; sehari 2X makan per orang. Boleh untuk 10 orang dalam sehari. Boleh 10 hari untuk 1 orang. Boleh 5 orang untuk 2 hari, atau sebaliknya dan seterusnya).

      Ketika anda lupa tentang uraian teknisnya, maka anda tidak dituntut untuk menunaikan teknisnya tersebut.

      Barokalloohu fiik.

  437. 30 January 2014 11:05 pm

    Assalamu’alaikum Warahmatullaahi Wabarakatuuhu.
    Ustadz, bagaimana dengan pertanyaan saya kemarin? Apa sudah ada progresive kemajuannya? Kalau belum saya tunggu. Dan kalau berkenan saya minta alamat email ustadz, karena saya akan mengajukan pertanyaan yang sementara tidak dikonsumsi publik. Demikian atas perhatian dan kerja samanya saya ucapkan terima kasih.
    Assalamu’alaikum Warahmatullaahi Wabarakatuuhu.

  438. hamba Allah permalink
    31 January 2014 12:55 pm

    Mau bertanya seputar sholawat yang banyak dilakukan oleh kaum ibu-ibu … Group sholawatan tanpa musik …. Biasa dipanggil pada saat pindahan rumah/pra-nikah dll. … Sholawatannya isinya puja-puji atas Nabi katanya… Tapi saya sendiri kurang paham arti dari nyanyian itu… Apa hukum dan dalilnya apa ada … Syukron

    • 18 February 2014 10:33 am

      Wa ‘alaikumussalaam Warohmatulloohi Wabarokaatuh,
      Hadirkan dulu sholawatnya seperti apa, baru Ustadz bisa menjawab pertanyaan anda.
      Barokalloohu fiiki.

  439. rachma hertri wijayanti permalink
    1 February 2014 8:16 am

    Assalamualaikum wa rahmatullahi wa barakaatuh ustad, mohon penjelasan detail ustad.

    Saya baru belajar ∂ï kajian sunnah baru beberapa bulan walaupun ketiga anak saya sebenarnya sudah sekolah yang kurikulum agamanya sudah sunnah, Alhamdulillah اللّه masih memberikan kesempatan bagi saya mendapat hidayah sunnah.

    Suatu hari anak saya yang pertama (kelas 4) berkata kepada saya bahwa musik dilarang demikian juga foto. Namun ayahnya ketika anak saya berkata seperti itu tidak menerimanya.
    Saya waktu itu diam saja karena tidak mau berdebat, hanya saya sedikit tahu dan pernah mendengar ada hadist yang melarang musik.

    Bagaimana cara saya menjelaskan dan membimbing anak-anak saya terutama masalah musik dan foto, mohon ustad dapat menyebutkan hadistnya, karena ayahnya masih jauh dari hidayah sunnah, seringkali ketika ada kesempatan saya bicara baik-baik dan ajak ke kajian, suami menolak dengan kasar bahkan buku yang saya beri tidak mau dibacanya.

    Afwan, syukron, jazakallahu khair.

  440. 8 February 2014 6:02 pm

    Matur nuhun ustadz

  441. Agung Mustofa permalink
    25 March 2014 5:43 pm

    bisa je;asin mkna hadist ini ustadz? shohih y?
    Diriwayatkan, bahwa :
    Apabila penghuni Surga telah masuk ke dalam Surga, lalu mereka tidak menemukan sahabat2 mereka yang selalu bersama mereka dahulu sewaktu di dunia.
    Mereka pun bertanya tentang sahabat mereka kepada Allah:
    “Yaa Rabb..
    Kami tidak melihat sahabat-sahabat kami yang sewaktu di dunia sholat bersama kami, puasa bersama kami dan berjuang bersama kami.”
    Maka Allah berfirman:
    “Pergilah kamu ke Neraka, lalu keluarkanlah sahabat2mu yang di hatinya ada iman walaupun hanya sebesar zarah”
    (HR : Ibnul Mubarak dalam kitab “Az-Zuhd”).
    Al-Hasan Al-Basri berkata: “Perbanyaklah sahabat2 mukminmu, karena mereka memiliki Syafa’at pada hari Kiamat nanti”.
    Ibnul Jauzi pernah berpesan kepada sahabat2nya sambil menangis:
    “Jika kalian tidak menemukanku nanti di Surga bersama kalian, maka tolonglah bertanya kepada Allah tentang aku: Wahai Rabb Kami..
    Hamba-Mu si fulan, sewaktu di dunia selalu mengingatkan kami tentang ENGKAU..
    Maka masukkanlah dia bersama kami di Surga-Mu”
    SAHABAT Ku..
    Mudah2an dengan ini, aku telah mengingatkanmu tentang Allah ..
    Agar aku dapat besertamu kelak di Surga & Ridho-Nya..
    آمِيّنْ. يَا رَبَّ العَالَمِينْ
    Ya Allah…
    Aku Memohon kepadaMu.. Karuniakanlah kepadaku sahabat2 yang selalu mengajakku untuk tunduk patuh & taat Kepada Syariat-Mu..
    Kekalkanlah persahabatan kami hingga kami bertemu di akhirat kelak…aamiin
    Oleh karena itu…
    Carilah sebanyak mungkin sahabat yang baik yang menunjukkan jalan2 ke Surga & jalan2 kebaikan

  442. ririn permalink
    30 March 2014 6:16 am

    assalamu’alaikum wr.wb. ustd. Saya sedang berencana untuk membeli buku / kitab, ana ingin belajar tentang islam, bisakah ustad berikan referensi judul / pengarang apa saja yang harus saya beli, atau buku / kitab apa saja yang seharusnya dimiliki seorang muslim. Sementara judul yang baru saya miliki kitab Riyadhus Shalihin… Terima kasih. Wassalamu’alaikum wr.wb.

    • 31 March 2014 8:37 am

      Wa ‘alaikumussalaam Warohmatulloohi Wabarokaatuh,

      Semoga Allooh سبحانه وتعالى senantiasa melimpahkan kegigihan bagi anti dalam menuntut ‘ilmu dien…. Al Qur’an serta berbagai Kitab dari para ‘Ulama Ahlus Sunnah Wal Jamaa’ah yang sebaiknya anti miliki adalah:
      1. Al Qur’an, terdiri dari :
      – Mushaf Madinah,
      – Al Qur’an terjemahan yang dicetak di Madinah,
      – Mushaf Al Qur’an Madinah ukuran saku, agar dapat anti baca dimana dan kapanpun berada dengan praktis
      2. Terjemah Ringkasan Tafsir (Al Qur’an) Ibnu Katsiir, karya Nasiib Ar Rifaa’i
      3. 6 (Enam) Kitab Hadits Shohiih seperti:
      – Terjemah Shohiih Al Bukhoory
      – Terjemah Shohiih Muslim
      – Terjemah Shohiih Sunnan Abu Daawud
      – Terjemah Shohiih Sunnan At Turmudzy
      – Terjemah Shohiih Sunnan An Nasaa’i
      – Terjemah Shohiih Sunnan Ibnu Maajah
      4. “Ensiklopedi Muslim“, karya Syaikh Abu Bakar Jaabir Al Jazaziry
      5. Kitab Hadits-hadits tentang akhlaq “Riyaadhus Shoolihin“, karya Imaam An Nawaawy, yang telah ditakhrij oleh Syaikh Nashiruddin Al Albaany
      6. Kitab Hadits-Hadits “Al Lu’lu’ Wal Marjaan“, karya Syaikh Muhammad Fu’ad Abdil Baaqy
      7. Kitab Fiqih “Umdahtul Ahkaam“, karya Syaikh Abdul Ghony Al Maqdisy
      8. Kitab “Silsilah Hadits Shohiih“, karya Syaikh Nashiruddin Al Albaany
      9. Kitab Fiqih “Al Wajiz“, karya Syaikh ‘Abdul ‘Azhim bin Badawi Al Khalafi
      10. Kitab tentang Akhlaq, yakni “Mukhtashor Minhaajil Qooshidiin“, karya Imaam Ibnu Qudaamah Al Maqdisy
      11. Kitab “Siroh Nabawiyyah Shohiihah“, karya Syaikh Nashiruddin Al Albaany.

      Anti dapat mencarinya di toko-toko buku Ahlus Sunnah. Semoga, Kitab-kitab tersebut dapat membantu anti dalam memiliki pengetahuan tentang dienul Islam dengan baik…. Barokalloohu fiiki.

  443. Raihan Bahasoean permalink
    16 July 2014 1:59 pm

    Assalamu’alaikum Ustadz, HafidhakaLLOOH

    Sebelumnya Ana mau mengucapkan JazaakaLLOOHU Khair kepada Antum yang sudah mengirimkan CD dan Buku kepada Ana, AlhamduliLLAAH sudah Ana terima dengan baik, insya’ ALLOOH bermanfaat buat menambah keilmuan Ana dalam hal Agama.

    Selanjutnya, setelah sekian lama ana tdk bertanya melalui forum ini kepada Ustadz, Ana mohon izin untuk menanyakan beberapa persoalan (yg menurut Ana penting) terkait makanan dan minuman Halal kepada Antum. Semoga ALLOOH memberikan kesabaran dan balasan yang baik kepada Antum dalam menjawab pertanyaan Ana.

    Seperti Ustadz dan kaum muslimin yg lain ketahui, bahwasanya “AlhamduliLLAAH” di Indonesia kita sudah memiliki lembaga yang mengeluarkan sertifikasi Halal kepada produk2 yang beredar di pasaran. Dimana fungsi sertifikasi tersebut memberikan jaminan kepada pelanggan muslim yg akan membeli suartu produk, bahwa produk tersebut adalah Halal secara syar’i.

    Sebagai bentuk waro’ dalam ber-agama Ana sebagai seorang muslim selama ini berusaha semaksimal mungkin untuk hanya mengkonsumsi dan menggunakan produk2 yang sudah mendapatkan sertifikasi halal dari MUI. Namun permasalahan yang timbul adalah, kenyataan bahwa sertifikasi halal belum menjadi kewajiban bagi produsen di indonesia, sehingga masih banyak produk2 yg beredar di pasaran tanpa label halal dari MUI.

    Pertanyaan Ana ustadz adalah:

    1. Apakah produk2 yang tidak berlabel halal MUI menurut Antum boleh dikonsumsi atau tidak? mengingat sebagian ingredients (kandungan) dalam produk2 tertentu (seperti coklat, roti, dll) ada zat2 yang memiliki kemungkinan bersumber dari sesuatu yang haram, seperti emulsifer, gelatin dll. Dimana kita sebagai kaum muslim yang awam tentu tidak memiliki kemampuan untuk memastikan kehalalannya. Sedangkan kebanyakan produsen produk2 tersebut adalah org2 kafir yg tentu sangat mungkin untuk tidak memperhatikan masalah halal dan haram.

    2. QadaraLLOOH Ustadz, Ana bertetangga dengan keluarga Kafir (Nasrani), namun hubungan di antara kami cukup baik. Sehingga ketika masuk bulan puasa ini mereka sering mengirimkan kami makanan untuk berbuka yg secara dhohir adalah halal (seperti makroni keju, kue bolu, atau makanan2 umum yg lain yg biasa kita konsumsi se-hari2). Dan sebagai tambahan informasi, Kami (keluarga Ana) juga sempat berbincang-bincang dengan mereka tentang mengkonsumsi daging babi, dan mereka mengaku, walaupun mereka Nasrani namun mereka juga tidak memakan daging babi, mengingat efeknya buat kesehatan yang amat buruk. Pertanyaan Ana, boleh kah Kami mengkonsumsi makanan yang mereka berikan? mengingat kesaksian seorang Kafir kan sebenarnya tertolak, jd walaupun mereka berkata tdk memakan daging babi, bisa saja kan mereka hanya mencoba menghibur keluarga Kami yg kebetulan seorang muslim. Selain itu bisa juga mereka membuat kue2 tertentu menggunakan Rum (Minuman ber alkohol) yg tidak mereka anggap haram, sedangkan Rum dalam kue biasanya agak sulit terditeksi krn sudah tercampur dgn bahan lainnya.

    3. Ana pernah berdiskusi dengan saudara Ana, yg kebeneran tinggal di luar negri, ketika ia membawa oleh2 coklat dan Ana menolak untuk mengkonsumsinya (krn made-in negri Kafir), yg kemungkinan penggunaan bahan haramnya jauh lebih besar dibandingkan dengan produsen di negri kita. Ketika itu ia berdalih bahwasanya coklat tersebut boleh di konsumsi karena dhohirnya halal, dan keharamannya belum pasti, sehingga sesuatu yang belum pasti itu tidaklah di anggap. Ia ber hujjah dengan riwayat yang menceritakan Nabi ShollaLLOOHU ‘alaihi wassalam pernah menyantap hidangan dari seorang yahudi. Pertanyaan Ana, klu memang kaidahnya seperti yang disampaikan oleh Saudara Ana, lantas apa manfaatnya ada lembaga sertifikasi halal? seharusnya semua makanan dan produk yang dhohirnya halal boleh kita santap dan gunakan. Maka pembentukan majelis sertifikasi halal, yg menggunakan dana umat, melakukan riset, kunjungan ke pabrik2, melakukan penelitian dan amalan2 lainnya untuk menentukan halal tidaknya suatu produk menjadi amalan yang sia-sia, alias mubadzdzir.

    Sementara sekian pertanyaan yang Ana sampaikan Ustadz, sekali lagi mudah2an ALLOOH memberi kesabar kepada Ustadz dalam menjawabnya. Afwan Ustadz agak sedikit panjang, karena memang Ana agak bingung dalam hal ini. Pengennya sih mengikuti kaidah saudara Ana sehingga ga terlalu sulit rasanya dalam memilih produk yang akan di konsumsi, namun rasanya hati terus menolak dan dipenuhi keraguan untuk mengkonsumsi makanan tanpa sertifikasi Halal, apakah ini hanya was-was, atau taqwa? mudah2 Ustadz bisa menjawabnya.

    BarakaLLOOHU Fiik

    • 11 October 2014 6:40 pm

      Wa ‘alaikumussalaam Warohmatulloohi Wabarokaatuh,

      1) Pertanyaan antum penting, jazakalloohu khoiron, dan kalau kita renungkan, kita akan menjadi merasa ngeri, karena perkara makanan itu pun menjadikan seseorang berpeluang masuk neraka. Memang, hukum asal makanan yang diproduksi di negeri yang mayoritas muslim – sebagaimana para Ulama katakan – antara lain Syaikh Muhammad bin Shoolih al ‘Utsaimin رحمه الله adalah Halal. Walaupun, bisa jadi muslim yang dimaksud oleh para ‘Ulama adalah muslim yang seperti di Saudi Arabia / Timur Tengah sana; bukan muslim yang seperti di negeri kita Indonesia dimana kualitas para produsen makanannya bisa jadi orang kaafir, bisa jadi orang musyrik, bisa jadi orang yang dengan sengaja menggunakan zat-zat syubhat dan harom kedalam makanan yang dibuatnya, baik dengan sengaja atau hanya karena ia seorang pekerja.
      Disisi lain, siapa yang berani menjamin pada saat sertifikasi diproses, maka bisa jadi makanan itu syar’ie dan Halal, tetapi pada saat proses sertifikasi itu usai, apakah selalu konsekwen?….. Itu yang sulit memberikan jaminannya. Apalagi makanan yang datang import dari luar, padahal jenis dan kuantitas makanan itu sangat banyak, bahkan bermunculan setiap hari. Yang selamat adalah nikmatilah makanan yang yakin halalnya, dan hendaknya mengendalikan hawa nafsu untuk tidak memakan setiap makanan dengan alasan “keren” atau “trendy” atau lezat.

      2) Sebenarnya, makanan orang Nasrani adalah Halal, namun apa salahnya hati-hati dan waspada.

      3) Hati-hati yang anda miliki itu adalah bagian dari TAQWA. Yang pasti, nikmatilah yang yakin Halalnya, dan tinggalkanlah apa yang antum merasa ragu.

      Barakalloohu fiika

  444. Abu syamil permalink
    6 August 2014 5:01 pm

    Ustad, bagaimanakah Hukum orang awam dalam Syiah? Apakah mereka kafir ataukah ada perbedaan pendapat dalam masalah ini ?

  445. deden permalink
    5 September 2014 3:39 pm

    Assalamu’alikum wr.wb.
    ustadz,adakah adab membangun toilet untuk masjid/mushola untuk menghindari su’ul adab ?

    • 13 September 2014 5:55 pm

      Wa ‘alaikumussalaam Warohmatulloohi Wabarokaatuh,
      1) Tidak boleh menghadap atau membelakangi Kiblat
      2) Untuk WC ikhwan hendaknya menggunakan WC duduk atau jongkok, dan tidak menggunakan WC berdiri.
      Karena WC berdiri berpeluang untuk terjadinya percikan air najis; selain itu juga tidak etis dan memungkinkan untuk melihat aurot orang lain yang berada disebelah kanan atau sebelah kirinya.
      3) Dipisah antara WC laki-laki dan perempuan

      Barokalloohu fiika

  446. Ahmad Wi permalink
    15 September 2014 1:41 pm

    Assalamualaikum, wr wb
    Keluarga Kami, Ayah dan Ibu sudah wafat keduanya th 1985 dan 2004.
    Memiliki 4 orang anak sbb:
    1. Perempuan 49th ( menikah, memiliki 3 anak perempuan),
    2. Pria 48th (menikah, memiliki 2 anak perempuan),
    3. Pria 44 th (menikah, memiliki 2 anak perempuan dan laki-laki),
    4. Pria (meninggal di usia 15 tahun, th 1989, tanpa keturunan)
    Seluruh Orang Tua baik dari Alm. Ayah maupun Ibu Kami/ Kakek dan Nenek Kami sudah wafat. .

    Sebelum dengan Ibu Kami, Ayah pernah menikah di tahun 1960-an dan dikaruniai seorang anak lelaki. Namun istrinya wafat tidak lama setelah melahirkan,dan sang anak diasuh oleh Bude, yaitu kakak Ayah Saya sampai dewasa.Anak ini merupakan kakak tiri Kami

    Dimasa hidupnya Ayah Kami bekerja di sebuah instansi pemerintah, Kami tinggal di Rumah Dinas milik Instansi tersebut. dan Ayah Kami pernah mengajukan permohonan cicilan untuk kepemilikan Rumah Dinas tersebut. Sampai Ayah Kami wafat di tahun 1985 permohonan tersebut belum membuahkan hasil..

    Baru pada tahun 2008 permohonan tersebut ditanggapi, Berhubung Orang tua kami sudah tiada, kamilah sebagai ahli waris yang berhak mengurus penjualannya dengan pihak Instansi. Waktu itu Kami sepakat bahwa Rumah tersebut akan Kami beli, dan selanjutnya akan Kami Jual kembali. Dan Selisih harga penjualan tersebut yang akan dibagi sebagai Warisan Ayah Kami,

    Rencana penjualan rumah sebagai hak waris pernah Kami bicarakan dengan Kakak tiri Kami dan Beliau justru menyatakan jika terdapat hak waris apapun terkait rumah itu beliau melepas hak warisnya dan berpesan agar dimanfaatkan saja oleh Kami bersaudara dengan sebaik-baiknya. Namun Belum lama ini Kakak tiri Kami tersebut wafat karena kecelakaan mobil (Juli 2014)

    Dan pada bulan April 2013 transaksi Kami dengan pihak instansi selesai, dan pada Juni 2014 Rumah tersebut berhasil dijual ke tetangga Kami, yang jika dipotong pajak-pajak Selisih Bersih yang dapat dibagi waris sebesar Rp. 600 juta.

    Pembayaran dalam 2 tahap, saat AJB sebesar Rp.500jt yang saat ini uang tersebut sudah Kami terima. Sisanya Rp.100 juta akan diberikan setelah Sertifikat Hak Milik selesai.

    Tiba-tiba mendengar bahwa rumah tersebut telah dijual. Paman dan Bibi yang merupakan Adik-adik dari Ibu Kami beserta Keponakan bahkan adik ipar dari pihak Ibu Kami mengklaim bagi waris untuk mereka. Dan mereka semua merasa berhak mendapat pembagian.

    PERTANYAAN

    1. Bagaimana Hukum Waris yang dapat diterapkan pada kasus ini?
    2. Dari warisan yang ada kewajiban apa yang perlu dikeluarkan terlebih dahulu, Saat ini Semua pajak-pajak sudah diselesaikan
    3. Apa ada zakat yang harus dikeluarkan? berapa jumlahnya ?
    4. Siapa saja yang berhak memperoleh Warisan dan berapa Nilai dan besarannya dari masing-masing penerima?
    1. anak perempuan sulung
    2. Anak lelaki ke dua
    3. Anak lelaki ke tiga
    4. anak tiri/ Kakak tiri, wafat dan menyatakan melepas hak warisnya

    3. Saat kepengurusan rumah tersebut disiapkan unutk dijual sampai terjadi transaksi, selama 2008-2014, Saya sebagai anak ke tiga dibebankan biaya kepengurusan rumah tersebut
    walau rumah tidak saya tinggali, Seperti tagihan PBB, tagihan listrik, Biaya penaksiran harga, pengurusan notaris, ukur tanah dan sebagainya. Sedangkan kedua orang kakak Saya, selain tinggal di luar kota (Ambon Dan Malang), kondisi finansialnya tidak memungkinkan untuk sharing atas hal tersebut. JUMLAH MINIMAL sekitar Rp. 22 juta. APAKAH SAYA BISA MENGKLAIM BIAYA-BIAYA INI DIGANTI TERLEBIH DAHULU SEBELUM DIBAGI WARIS?

    4. Bagaimana dengan klaim dari pihak keluarga almarhum Ibu Kami. Apakah MEREKA berhak juga atas warisan ?
    5. KARENA pembayaran rumah menjadi 2 tahap, Rp. 500 juta yang sudah dibayarkan dan selanjutnya RP. 100 juta seeelah sertifikat Hak Milik diperoleh, Apakah bisa pembagian Warisnya dilakukan bertahap, misalnya yang 500 juta dahulu karena uangnya sudah ada. Baru selanjutnya yang 100 juta, jika sudah diterima dengan format yang sama. ATAUKAH harus menunggu uang diperoleh lengkap sebesar 600 juta, baru dibagikan semuanya ?

    Terimakasih
    Wassalam,

    AHMAD Wi
    JAKARTA

    • 29 September 2014 6:07 pm

      Wa ‘alaikumussalaam Warohmatulloohi Wabarokaatuh,
      Untuk berkonsultasi perkara Waris, harap dikonsultasikan secara langsung saja per telphone, hal ini adalah agar data dapat lebih detail dan jelas. Silakan hubungi Ustadz di nomor telphone yang telah di-emailkan ke email anda… Barokalloohu fiika.

  447. 16 September 2014 12:51 pm

    Assalamualaikum Ustad Rofi’i, semoga selalu sehat, mohon pencerahan mengenai hukum mengeraskan kata “amin” setelah surat al-fatiha diwaktu sholat jumat?
    alhamdulillah..terima kasih, wassalamualaikum..

    • 29 September 2014 6:03 pm

      Wa ‘alaikumussalaam Warohmatulloohi Wabarokaatuh,
      Sebagaimana kita meng-“Aamiin”-kan pada seluruh sholat Jahar, saat menjadi makmum; yaitu meng-“Aamiiin”-kan dengan kata “Aamiiin”, dengan suara Jahar (keras) pada saat Imam membaca selesai membaca “Waladh dhoolliiin… Aamiiin..”.

  448. Hafid Ahmad permalink
    23 September 2014 6:53 pm

    Assalamualaikum Wr.Wb Ustad.
    Sebelumnya perkenalkan nama saya Hafid, umur saya 34 tahun dan saya Alhamdulillah telah menikah dan mempunyai 1 orang anak.
    Begini Ustad, sampai di usia saya saat ini saya belum di-akikah-kan oleh ke-2 orang tua saya, saya sempat bertanya kepada beberapa orang apabila saya ingin meng-akikah-kan diri saya dengan maksud untuk membantu meringankan beban ke 2 orang tua saya, beberapa orang menjawab itu namanya bukan akikah melainkan sebagai kurban biasa dikarenakan posisi saya yang telah berkeluarga, mereka berpikir bahwa yang namanya akikah dilakukan sebelum seorang anak tsb menikah.

    Disisi lain saya juga bertanya kepada beberapa orang yang berbeda, apabila saya mau ber-kurban pada saat hari raya Idul Adha, mereka menjawab saya belum boleh untuk ber-kurban dikarenakan saya belum di-akikah-kan oleh ke-2 orang tua saya. Nah dengan adanya pendapat-pendapat tsb membuat saya jadi bingung, apakah saya bisa meng-akikah-kan diri saya untuk meringakan beban ke-2 orang tua? Dan apakah saya bisa berkurban? Mohon penjelasanya ya Ustad yang di Rahmati Allah. Terima kasih.

    • 4 October 2014 9:04 am

      Wa ‘alaikumussalaam Warohmatulloohi Wabarokaatuh,

      1) Yakini, Aqiqoh adalah Sunnah, dalam artian: Tidak berdosa, tidak mengancam orang yang tidak mampu melaksanakannya yang dapat berakibat masunya mereka ke neraka. Bahkan Aqiqoh merupakan ungkapan syukur, karena Allooh سبحانه وتعالى mengaruniai kelahiran anak dengan selamat.
      2) Tidak ada daliil, bahwa seseorang itu dilarang atau tidak akan diterima Qurban-nya karena dia belum Aqiqoh.
      3) Sesuai dengan Hadiits yang shohiih, Aqiqoh adalah merupakan Ibadah ter-waktu. Artinya: disembelih pada hari ke-7 dari kelahiran bayi.
      4) Qurban adalah Ibadah tersendiri yang berbeda dengan syari’at Aqiqoh. Antara lain sabda Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم yang menyatakan, “Barangsiapa yang menemui kelapangan rizqy, kemudian dia tidak ber-Qurban, maka jangan dekati tempat sholat kami.”
      Oleh karena itu, kalau anda saat ini berkelapangan rizqi, maka ber-Qurban lah, jangan ditunda. Dan untuk anda tahu, bahwa orang lain tidak mesti tahu apakah anda ber-Qurban atau tidak ber-Qurban.

      Barokalloohu fiika.

  449. dija permalink
    29 September 2014 2:04 pm

    Assalamu’alaikum Wr. Wb.,
    Pertanyaan saya bagaimana hukumnya dalam padangan islam terhadap tetangga yang di depan itu membangun rumahnya dengan menutup jalan, sementara diwaktu membangun rumah mereka itu juga tanpa konfirmasi. Kemudian alasannya hanya sementara menutup jalan, padahal sudah setahun. Lalu membangun rumahnya itu suda denganh melebihi ukurannya, sehingga mengambil hak orang lain. bagaimana pandangannya dalam Islam ?
    Pertanyaan ke-2 : Bagaimana pandangan agama Islam tentang air hujan yang jatuh dipekarangan/ di halaman tetangga ?

    • 11 October 2014 6:27 pm

      Wa ‘alaikumussalaam Warohmatulloohi Wabarokaatuh,

      1) Tidak hanya Islam yang mengajarkan haromnya mencaplok hak orang lain. Apalagi hak umum seperti jalan; oleh karena itu jika benar pernyataan anda bahwa itu adalah jalan umum, maka hendaknya anda perkarakan secara hukum yang berlaku terhadap orang ini bersama orang-orang yang berkepentingan dengan jalan tersebut, termasuk tanah yang dipakainya untuk memperluas bangunan rumahnya. Hendaknya masing-masing memperlihatkan bukti ukuran tanah yang dimilikinya dihadapan hukum yang berlaku.

      2) Kalau hujan itu turun di pekarangan tetangga, maka itu tidak usah anda pikirkan, tetapi kalau air hujan yang menimpa tanah –rumah yang menjadi kawasan anda kemudian ditimpakan pada tetangga maka itu hendaknya segera untuk dicegah agar tetangga kita tidak terabaikan akibat kelalaian kita yang mengakibatkan tetangga hidup tidak nyaman.

      Barokalloohu fiiki

  450. sukiz permalink
    29 September 2014 2:37 pm

    Aslm. Wr. Wb.
    Ustadz, mau bertanya bagaimana hukumnya merayakan Ulang Tahun anak – anak dan bagaimana hukumnya kalau mendatangi undangan ulang tahun

    • 11 October 2014 6:28 pm

      Wa ‘alaikumussalaam Warohmatulloohi Wabarokaatuh,

      Menyelenggarakan dan menghadiri Ulang Tahun, keduanya sama-sama termasuk perbuatan yang menyerupai keyakinan dan perbuatan orang-orang kafir.

  451. nawawi AbdullH permalink
    2 October 2014 1:12 am

    Ada seorang Wanita yang kita ketahui pekerjaannya PSK, yang akan ikut berkurban diwilayah kami, apakaha kami dari Panitian akan menerima atau diikut sertakan sebagai qurban. Terima kasih jawaban Pak Ustadz

    • 4 October 2014 7:34 am

      Wa ‘alaikumussalaam Warohmatulloohi Wabarokaatuh,

      1) Pada prinsipnya, pekerjaan PSK yang merupakan singkatan dari “Pekerja Seks Komersial” adalah pekerjaan zina yang termasuk dosa besar dan penghasilan yang didapatnya adalah Harom.
      2) Harta yang Harom tidak merubah posisi dari kema’shiyatan / kefasiqan pelakunya menjadi keshoolihan dan ketaqwaan.
      3) Beribadah kepada Allooh سبحانه وتعالى hendaknya dengan harta yang halal dan thoyyib, karena Allooh سبحانه وتعالى adalah Baik dan tidak akan menerima kecuali yang baik.
      4) Kema’shiyatan dan dosa besar seperti Zina dalam pandangan Syari’at Islam seharusnya pelakunya dihukum; bukannya malah dibiarkan.
      5) Jika Muslimin tahu bahwa pelaku qurban adalah orang fasiq dan hartanya bisa di-PASTI-kan berasal dari perbuatan ma’shiyat seperti Zina, Judi atau Riba; maka Harom bagi Muslim untuk menikmatinya.

      Barokalloohu fiika

  452. zakaria permalink
    3 October 2014 6:18 am

    Assalamu’alaikum
    ustadz, puasa arafah sebaiknya dikerjakan apakah menurut keputusan di Arab Saudi atau di Indonesia ? Soalnya kan sering berbeda dalam penetapan 9 zulhjah ? Saya jadi keliru mana waktu yang tepat. Terimakasih sebelumnya.

    • 4 October 2014 7:31 am

      Wa ‘alaikumussalaam Warohmatulloohi Wabarokaatuh,
      Yang tepat adalah keputusan hari Arofah, berdasarkan Hilal di negeri Arofah berada…
      Barokalloohu fiika

  453. nur huda permalink
    9 October 2014 10:09 pm

    assalamualaikum
    ustad saya bertanya beberapa tahun ini saya mengalami hal yang menurut saya ganjal dan aneh … saya sering terbangun sendiri di tengah malam ,, sperti ada yang membangunkan saya untuk solat malam ,apa itu perasaan saya saja ?
    sebelumnya saya rutin melakukan solat malam sampai suatu ketika ada seperti bisikan yang mencul dan menyuruh saya pergi ke musola sbelah rumah saya saat setelah solat malam
    dan akhir” ini ketika saya solat saat memejamkan mata sperti ada bnyak ayat” al quran yang muncul ..dan saat berdzikir kening saya terasa kyak ada energi yang masuk serasa tegang” gmn gtu … sebenarya apa yang terjadi pada diri saya mhon petunjuknya
    wassalamualaikum

    • 11 October 2014 6:29 pm

      Wa ‘alaikumussalaam Warohmatulloohi Wabarokaatuh,

      Kalau anda terbiasa bangun malam untuk sholat malam, maka itu adalah sesuatu yang terpuji yang harus disyukuri, karena sebaik-baik sholat setelah sholat fardhu adalah sholat malam.

      Tentang bisikan atau energy atau yang lain, maka nasehat Ustadz adalah jangan diteruskan bayang-bayang / was-was tentang hal itu. Kalau memang tegang-tegang yang anda rasakan, bila perlu konsultasikan dengan dokter syaraf.

  454. Dija permalink
    17 November 2014 12:57 pm

    Aslam. Wr. Wb.
    Sebelumnya saya sangat berterima kasih atas jawabah Ustadzrofi yang tanggal 11 Oktober 2014 haramnya mencaplok hak orang lain dan harus diperkarakaran secara hukum, sebenarnya jawaban Ustadzrofi sama dengan saya hanya saja Paman saya sabar dan tidak memperkarakan. Paman saya berpesan bahwa sesungguhnya harta yang kita miliki semuanya hanya milik Allah SWT, harta tidak dibawah mati. hanya saja sy sebagai kemenakan rasa sakit hati yang begitu dalam karena mereka tidak konfirmasi sebelumnya.
    sejujurnya Paman saya orangnya penuh dengan tawakkal dan ibadahnya tidak putus-putus.
    Pertanyaan saya bagaimana pendapat Ustadzrofii masalah tetangga saya menutup jalan, apa benar kata orang kalau menutup jalan itu kalau meninggal maka yang menutup jalan itu akan terjepit, dan rejekinya akan susah.
    Bagaimana menghilangkan rasa sakit hati sama orang yang sudah menutup jalan, apa doa yang kita baca.
    Mohon dibalas, Sebelum dan sesudahnya saya ucapkan terima kasih

  455. 18 November 2014 8:36 am

    Assalamu’alaikum ustadzrofii….setelah saya baca dan mempelajari tentang sholat dan dzikir sehabis sholat diblog ustadz ini…..saya mau tanya….apa ada tata cara sholat yg khusyu’ agar ibadah kita diterima?….mohon bimbingannya,terima kasih…..

  456. Anita permalink
    24 November 2014 11:27 am

    Assalamualaikum ustadz,
    Boleh saya minta nomor telepon ustadz?
    Saya ingin konsultasi seputar nazar ustadz.
    Jazakullah khoirun

    • 24 November 2014 8:55 pm

      Wa ‘alaikumussalaam Warohmatulloohi Wabarokaatuh, silakan saja… Anda dapat berkonsultasi langsung melalui nomor yang telah diemailkan ke email anda… Silakan check email anda… Barokalloohu fiiki

  457. rudi hartono permalink
    12 December 2014 12:59 pm

    Assalamu’alaikum. Tadz mau tanya. pada sholat dua rakaat (wajib dan sunah ) atau witir, pada saat duduk tahiyat apakah duduk tawaruk atau iftirosy. makasih

  458. Nita permalink
    15 December 2014 5:16 pm

    Assalamualaikum
    Boleh saya minta kontak person ustadz untuk konsultasi selain dari web ini?
    Terima kasih

    • 16 December 2014 10:46 am

      Wa ‘alaikumussalaam Warohmatulloohi Wabarokaatuh,
      Silakan saja…. Apabila anda hendak berkonsultasi langsung per telphone, maka silakan telphone ke nomor HP yang telah di-emailkan ke email anda…. Silakan check email anda di: anitafitriani25041990@gmail.com

  459. Shindy permalink
    18 January 2015 12:33 pm

    Assalamualaikum….pak ustadz, nama saya Shindy, Saya telah membaca artikel ini dan terasa surreal gitu yah.. tp saya mulai mengerti dengan keadaan dunia, dan kesesatannya.. karena zaman sekarang dosa tidak terlihat, yang terlihat tidak bahaya seperti menggambar ternyata mempunyai konsekuensi yg sangat besar dan mengundang kemurkaan Allah, Astaghfirullahalazim..

    Ustadz saya ada pertanyaan, saya seorang penggambar, dr kecil hingga umur 22 tahun sekarang sy menggambar, sy lulusan desainer grafis pula, tapi sekitar 2 tahun yang lalu (sebelum lulus kuliah) sy mengetahui secara seutuhnya hukum menggambar( lebih tepatnya memberanikan diri untuk mengetahui kebenaran hukumnya) dan yang saya dapati sangatlah membuat saya sedikit depresi. yaitu hukum menggambar adalah Haram. semenjak saya tahu saya masih memikirkannya sampai 1 tahunan (karena keraguan) tp akhirnya tanggal 9 januari tepatnya hari jum’at kemarin entah angin apa yang menimpa saya, sy putuskan untuk berhenti menggambar (sy langsung drop semua projeck komik dan ilustrasi saya) , itu sangat susah jika dibilang karna saya mendapat nafkah dr gambar ilustrasi, sy sangat menyukai komik dan ilustrasi karakter jepang, level saya jika dibilang (maap bukan untuk sombong, cuma memberi gambaran) sudah selevel internasional/ profesional, karna sy juga telah memenangkan kopetisi ilustrasi manga internasional dan mempunyai klient luar negeri yg memakai jasa saya pula. saya sangat mahir akan menggambar, masalahnya jika saya mengetahui lebih cepat saat level saya belum setinggi ini mungkin akan lebih gampang jika saya berhenti, tp ternyata sangat susah.

    oke balik ke pertanyaan, ustad saya sudah berteguh untuk berhenti, saya setiap melhat gambar selalu teringat akan apa jadinya nanti di akhirat, Allah akan meminta saya meniupkan rukh kepada karakter2 yang saya buat? Saya memang sudah berteka berhenti sampai mengapus semua gambar saya di galleri online saya (msih dalam proses) tp sangat sungguh sakit rasanya dan sedih untuk tidak melanjutkan projek2 yg sudah sy buat yg membutuhkan waktu yng tidak sedikit, apalagi projek2 (komik, ilustrasi dan game) hampir selesai. saat saya berhenti sy tak terhenti menangis (sy jd tidak tahu itu air mata penyesalan atau kesedihan akan melepaskan apa yng menjadi hidup saya…) saat ini pun sy masih sangat sedih, mungkin karena sy menjadi bimbang akan keputusan saya

    Ustadz sy sudah mengkontak berbagai ustadz publik figur dan belum satu pun yang menjawab pertanyaan saya, ini dia pertanyaan saya jika berkenan di jawab,

    karena beberapa source menyatakan bahwa gambar komik apalagi karakter komik jepang kan haram karena termasuk makhluk bernyawa.
    tetapi bukannya jauh dari manusia dan itu kan karakter khayalan kita sendiri. karna kan gambar karakter jepang seperti sailormoon, naruto, doraemon atau kartun lainnya kan tidak menyerupai sangat spesifik terhadap manusia? Membuat Komik dan illustrasi manga/ kartun jepang tujuannya pun bukan untuk menyamai bahkan menandingi ciptaanNya..adanya itu untuk kesenangan atau hiburan semata..dan bukan untuk disembah, mudah2an kita terhindar dari dosa besar amin ya Allah…

    1.Apakah Karakter buatan / khayalan sendiri yang digambar secara digital dan dipajang secara digital seperti di gallery online itu haram?? apakah karakter khayalan itu termasuk dalam katagori makhluk bernyawa?? sedangkan karakter itu khayalan semata, dan tidak ada versi hidupnya, tolong dijelaskan pak ustad, karena teman2 saya sesama profesi sewaktu saya ajukan diskusi hukum ini menekankan bahwa tak apa asal niatnya baik (bukan berarti kearah islami saja tp ke niat baik, tidak di agungkan), dan bukan untuk disembah. (apakah karena kita memposisikan diri kita sebagai pencipta, menjadi tuhan terhadap karakter2 dan dunia fiktif yg kita khayalkan? dengan mengatur kehidupan karakter kita seperti menentukan lahirnya, matinya, arus kehidupannya?? apakah itu yg dimaksud dengan menyamai ciptaan Allah?)

    2.bukankah Allah SWT yang memberikan saya talenta ini? dan bukankan saya mendapat rezki berupa tawaran job (menggambar) dari Allah SWT? atau mungkin apakah ini sebenarnya cobaan untuk saya untuk mengetes keimanan saya??

    3.apakah benar hadist dibawah ini benar adanya?
    Dari Ibnu, dia berkata, “Rasulullah Saw bersabda, ‘Barangsiapa menggambar suatu gambar dari sesuatu yang bernyawa di dunia, maka dia akan diminta untuk meniupkan ruh kepada gambarnya itu kelak di hari akhir, sedangkan dia tidak kuasa untuk meniupklannya.’” [HR. Bukhari].
    -Rasulullah Saw bersabda, “Sesungguhnya diantara manusia yang paling besar siksanya pada hari kiamat adalah orang-orang yang menggambar gambar-gambar yang bernyawa.” (lihat Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah, bab Tashwiir).

    4.jika memang benar haramnya menggambar komik atau karakter khayalan dan animasi (seperti contoh naruto dll.) , banyak dari kenalan saya komikus, ilustrator dan juga animator beragama islam yang telah banyak berkarya dan di publish secara cetak maupun digital ( dan tidak sedikit dari mereka yang ingin sukses dibidang ini) , saya jadi bingung dengan hukum ini, jika benar Apakah ini suatu penyakit yang mendarah daging di negara kita, karena ya… hukum ini (mengharamkan menggambar) tidak di gemborkan pada umat islam sendiri (oleh ustad…bahkan saat saya disekolahkan di sekolah islam (bukan pesantren) tidak ada guru yang memperingatkan saya atau pun melarang saya) dan banyak yg tidak tahu dan banyak dari mereka (termasuk saya) yg jadi terjerumus dengan suka menggambar Karakter komik atau illustrasi manga dari usia muda sampai sekarang, dan itu telah menjadi suatu hal yang susah karena di era ini menggambar sudah terhubung kemana-mana dan bisa menjadi suatu karir yang sah.
    Bagaimana menurut ustad? apakah ini memang pekerjaan dosa terselubung, tp jika diingat, hampir setiap hal yg kita kerjakaan di dunia moderen ini sedikit2 dosa….

    5.setelah mengetahui perkara hukum ini saya telah memikirkan dan takut bagaiman jadinya saat masuk dunia kerja, perihal saya baru lulus dan mengetahui hukum ini, bagaimana saya melaksanakan pekerjaan saya jika pekerjaan saya berhubungan dengan menggambar atau animasi….Bagaimana hukumnya bila anggota badan dr makhluk dan karakter dijadikan sebuah alat promosi atau untuk mengilustrasikan atau icon sebuah cerita atau pun produk yang bermanfaat??

    6. Bagaimana jika gambar atau komik islami bagaimana dengan hukumnya?
    boleh atau tidak?? pastinya islam tidak menghalalkan segala cara untuk berdakwah?? atau bagaimana pendapat ustad??

    7. Memang saya berteguh untuk berhenti dan mengubah haluan sedikit demi sedikit, tp saya belum Taubat nasuha sy baru hanya meminta pengampunan dan berusaha untuk menghancurkan karya2 sy yg tersebar, tp saya sangat taku yang sudah tersebar secara online di luar kontrol saya( seperti di upload oleh orang lain ke website lain, atau yang sudah pernah di submit untuk lomba, dll) atau pun yang sudah dibeli oleh klient….pak apakah nanti dosa sy akan mengalir??? bagaimana saya harus menebus itu semua??

    8.pak ustadz. apakah saya harus cepat2 Taubat Nasuha? saya masih ragu untuk mengerjakannya karnena hati saya masih ada keraguan dan sangat lemah , bagai mana ini pak ustadz?? apakah saya boleh bertaubat nasuha dengan hati begini? yg penuh dengan kehawatiran dan kebimbangan??
    memang pada tanggal 9 januari pas saya putuskan berhenti saya menyesal sekali (tp belum taubat nasuha) tp stelah itu hati saya jdi bimbang (tp alhamdulilah sya masih berteguh untuk tidak menggambar yg bernyawa lagi,)
    mohon pencerahannya pak ustad…

    • 25 January 2015 11:19 pm

      Wa ‘alaikumussalaam Warohmatulloohi Wabarokaatuh,

      1) Wahai saudara Shindy, semoga iman dan Islam anda semakin meneguh. Sungguh pancaran hidayah telah menghampiri diri anda. Janganlah anda tidak menyambutnya. Janganlah pernah tidak peduli padanya. Sambutlah, pupuklah dan jangan pernah rela untuk lepas dari hidayah itu.

      2) Menggambar makhluk yang bernyawa atau yang dikategorikan makhluk bernyawa, atau diilustrasikan sebagai makhluk bernyawa, adalah yang termasuk dalam Hadits Nabi صلى الله عليه وسلم tentang larangan menggambar.

      Dalam Hadits Riwayat Al Imaam Al Bukhoory no: 5950 dan Al Imaam Muslim no: 2109:

      عَنْ عَبْدِ اللَّهِ، قَالَ: سَمِعْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: ” إِنَّ أَشَدَّ النَّاسِ عَذَابًا عِنْدَ اللَّهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ الْمُصَوِّرُونَ

      Artinya:
      Dari ‘Abdullah (bin Mas’uud), ia berkata : Aku pernah mendengar Nabi صلى الله عليه وسلم bersabda : “Sesungguhnya manusia yang paling keras adzabnya di sisi Allooh adalah al-mushawwiruun (para tukang gambar)

      Juga dalam Hadits Riwayat Al Imaam Al Bukhoory no: 5951 dan Al Imaam Muslim no: 2108 :

      عَنْ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا، قَالَ: قَال النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: ” إِنَّ أَصْحَابَ هَذِهِ الصُّوَرِ يُعَذَّبُونَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَيُقَالُ لَهُمْ أَحْيُوا مَا خَلَقْتُمْ “

      Artinya:
      Dari Ibnu ‘Umar رضي الله عنهما, ia berkata : Telah bersabda Nabi صلى الله عليه وسلم : “Sesungguhnya pembuat gambar-gambar ini akan diadzab pada hari kiamat, dan akan dikatakan kepada mereka : ‘Hidupkanlah apa yang kalian ciptakan.”

      Oleh karena itu, janganlah bimbang dan ragu bahwa jika benar informasi tentang profesi anda (sebagaimana yang anda tuliskan diatas), maka itu patut untuk anda tinggalkan.

      3) Benar bahwa Allooh سبحانه وتعالى memberi anda bakat yang bisa jadi bakat itu adalah modal hidup bagi hamba-Nya, seperti misalnya profesi / keahlian anda; tetapi INGAT bahwa :

      a) Bakat itu hendaknya disalurkan sesuai dengan syari’at Islam dan bukan untuk menyalahi syari’at.
      b) Allooh سبحانه وتعالى hanya menerima dan mencintai usaha hamba-Nya yang berasal dari yang halal, bukan dari yang harom. Allooh سبحانه وتعالى menyukai yang halal dan membenci yang harom, jadi pastinya pilihan kita adalah menggunakan yang halal dan tidak mendekati yang harom.

      4) Jika anda bertaubat dari dosa yang pernah anda perbuat dan taubat anda Nasuha; maka anda bagaikan orang yang tidak berdosa ! Demikianlah Rosuul kita صلى الله عليه وسلم menjamin.

      Dalam Hadits Riwayat Al Imaam Ibnu Maajah no: 4240 :

      عَنْ أَبِي عُبَيْدَةَ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ عَنْ أَبِيهِ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ التَّائِبُ مِنْ الذَّنْبِ كَمَنْ لَا ذَنْبَ لَهُ

      Artinya:
      Dari Abu ‘Ubaidah bin Abdullah dari ayahnya, beliau berkata; Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم bersabda: “Orang yang bertaubat dari dosa, bagaikan seorang yang tidak berdosa.”

      5) Jangan mendahulukan, menjadikan orang lain atau teman-teman yang masih berada dalam lobang yang Allooh سبحانه وتعالى selamatkan anda darinya. Jagalah diri anda sendiri terlebih dahulu. Dan jagalah diri keluarga anda dari api neraka. Itu firman Allooh سبحانه وتعالى dalam QS. At Tahrim (66) ayat 6 :

      يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا قُوا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ ناراً وقودها النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ عليها مَلائِكَةٌ غِلاظٌ شِدادٌ لاَّ يَعْصُونَ اللهَ مَا أَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُونَ مَا يُؤْمَرُونَ

      Artinya:
      Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, yang keras, yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa ang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.”

      Berlombalah kalian dalam kebajikan.

      6) Dan ANDA BISA BERKARYA dengan keahlian anda dalam bidang yang dibolehkan atau dihalalkan syariat (seperti: menggambar PEMANDANGAN, ALAM SEMESTA, ABSTRAK atau APA SAJA YANG TIDAK MERUPAKAN MAKHLUK BERNYAWA), in syaa Allooh rizqi anda berkah !

      Dalam Hadits Riwayat Al Imaam Al Bukhoory no: 2225 dan Al Imaam Muslim no. 2110:

      عَنْ سَعِيدِ بْنِ أَبِي الْحَسَنِ، قال: جَاءَ رَجُلٌ إِلَى ابْنِ عَبَّاسٍ، فَقَالَ: إِنِّي رَجُلٌ أُصَوِّرُ هَذِهِ الصُّوَرَ فَأَفْتِنِي فِيهَا؟ فَقَالَ لَهُ: ادْنُ مِنِّي فَدَنَا مِنْهُ، ثُمَّ قَالَ: ادْنُ مِنِّي فَدَنَا حَتَّى وَضَعَ يَدَهُ عَلَى رَأْسِهِ، قَالَ: أُنَبِّئُكَ بِمَا سَمِعْتُ مِنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: ” كُلُّ مُصَوِّرٍ فِي النَّارِ يَجْعَلُ لَهُ بِكُلِّ صُورَةٍ صَوَّرَهَا نَفْسًا فَتُعَذِّبُهُ فِي جَهَنَّمَ “، وقَالَ: إِنْ كُنْتَ لَا بُدَّ فَاعِلًا فَاصْنَعِ الشَّجَرَ، وَمَا لَا نَفْسَ لَهُ فَأَقَرَّ بِهِ نَصْرُ بْنُ عَلِيٍّ

      Artinya:
      Dari Sa’iid bin Abil-Hasan رضي الله عنه, ia berkata : Ada seorang laki-laki yang mendatangi Ibnu ‘Abbaas رضي الله عنه, lalu berkata : “Sesungguhnya aku adalah seorang laki-laki yang punya pekerjaan menggambar gambar-gambar ini. Berilah aku fatwa.”
      Ibnu ‘Abbaas رضي الله عنه berkata kepadanya : “Mendekatlah kemari.”
      Ia pun mendekat kepadanya, hingga Ibnu ‘Abbaas رضي الله عنه meletakkan tangannya di atas kepala laki-laki itu.
      Kemudian Ibnu ‘Abbaas رضي الله عنه berkata : “Aku akan memberitahukan kepadamu tentang sesuatu yang aku dengar dari Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم.
      Aku mendengar Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم bersabda : “Setiap penggambar berada di neraka. Akan diberikan ruh kepada setiap gambar yang ia buat, lalu gambar tadi akan menyiksanya di Jahannam.”
      Ibnu ‘Abbaas رضي الله عنه berkata : “Seandainya engkau memang harus menggambar, maka GAMBARLAH POHON DAN APA SAJA YANG TIDAK MEMPUNYAI NYAWA.”

      Maka, jika anda sudah yakin dengan suatu kebenaran, lalu Allooh سبحانه وتعالى sudah mengajak anda untuk bersama dalam hidayah itu, jangan ditunda-tunda. Jangan tunggu nanti dan hari esok. Karena “nanti dan hari esok” itu mutlak milik Allooh سبحانه وتعالى !

      Renungkan firman Allooh سبحانه وتعالى dalam QS. Az Zumar : 53-54 :

      قُلْ يَا عِبَادِيَ الَّذِينَ أَسْرَفُوا عَلَى أَنْفُسِهِمْ لَا تَقْنَطُوا مِنْ رَحْمَةِ اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ يَغْفِرُ الذُّنُوبَ جَمِيعًا إِنَّهُ هُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ (53) وَأَنِيبُوا إِلَى رَبِّكُمْ وَأَسْلِمُوا لَهُ مِنْ قَبْلِ أَنْ يَأْتِيَكُمُ الْعَذَابُ ثُمَّ لَا تُنْصَرُونَ (54)

      Artinya:
      Katakanlah: “Hai hamba-hamba-Ku yang malampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dia-lah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Dan kembalilah kamu kepada Tuhanmu, dan berserah dirilah kepada-Nya sebelum datang azab kepadamu kemudian kamu tidak dapat ditolong (lagi).”

      Semoga Allooh سبحانه وتعالى memberikan kepada saya, keluarga, anda dan kaum Muslimin hidayah dan taufiq untuk mengikuti apa-apa yang diperintah-Nya dan menjauhi apa-apa yang dilarang-Nya, serta istiqomah diatas jalan yang lurus dan kebenaran hingga akhir hayat.

      • Shindy permalink
        16 February 2015 3:57 pm

        Assalamualaikum, makasih pak ustadz udah susah2 ngebales saya dan dengan penjelasan detail… pak sejak hari jum’at itu memang sy sudah tidak menggambar karakter lg, tp kadang sy depresi dan mungkin iri perihal melihat teman2 saya yang masih dengan senangnya menjadi komikus…dan animator dan meraih mimpi cita2 mereka. saya kadang berasa miris sendiri….karena cita2 saya ya ingin menjadi komikus dan animator terkenal… itu jadi tujuan saya setelah lulus….tp yah harus kandas di tengah jalan dan ini dikarenakan saya menghancurkan sendiri jalan saya menuju cita2 itu karena alasan takut oleh siksa allah..

        Orang tua saya sampai membuat saya suruh berfikir 2 kali untuk berhenti mimpi mejadi komikus dan ilustrator karakter karena ya dibilang saya masih muda , hidup saya masih jauh di depan….sy masih labil katanya. katanya belum tentu menikah pun dapat cowok yg baik… tp sy pikir belum tentu saya hidup samapai segitu…. ya saya mikir takutnya hidup saya gak panjang…Astagfirullah…

        Asagfirullah… pak ustadz saya sampai pernah berfikir “kenapa harus sekarang…. nyadarnya….kenapa gak kayak teman2 aja yg masih tidak menahu dan bisa terus berkarya tanpa beban… kenapa gak ntar2 aja taunya kayak si A yg gak tau apa2 soal hukum itu atau bisa cuek kayak si B walau tau dan tidak percaya dan hati ringan… ” Soalnya memang saya ada rencana untuk berhenti sewaktu mungkin saya sudah menikah, itu planing original saya pak…sy gak kira secepat ini…..ya kalo diliat kan menggambar karakter apa lagi untuk ngomik itu terlihat tidak bahaya…..dan jika melihat teman2 saya saya berfikir “kok mereka bisa cuek ya…? Enaknya…..” Astagfirullah pak saya berasa kenapa saya harus susah sendiri? Aduh pak saya kadang di hampiri pemikiran2 negatif itu… sy jadi malu kepada Allah yg sudah ngasih petpetunjuk kesaya tp hati saya masih dipenuhi pemikiran ini dan sakit hati karena membunuh cita2 dan karier saya sendiri…. karna juga saya punya tanggung jawab ke orang tua saya perihal jalan yg saya pilih, saya berasa telah mengecewakan ortu saya pak ustadz secara mereka tau saya bisa sukses dan sy telah membuktikan saya bisa sukses dalah karier yg saya sukai menjadi ilustrator/ komikus atau pun animator…
        Bagaiman pak ustadz hati saya ini saya gak mau terus sedih sy mau gembira dan bersabar, alhamdulillah sih sy jd banyak ingat allah tp rasa iri dan mmiris kadang timbul di hati saya… bagaimana ni pak ustadz?

        Apa yg terjadi dengan diri sy pak paska mendapat petunjuk Allah? tentunya saya tidak mau jadi kafir setelah mendapat petunjuk, saya ingin benar2 berhalau ke sesuatu yag tidak menyalahi syariat islam pak usatadz, jdi saya pikir yah jika sy gak bisa jadi komikus jadi penulis aja….. bagaimana pak ustadz, apa ada baiknya sy mencoba menjadi penulis jika allah mengijinkan, sungguh saya ingin menjadi manusia yang berguna di dunia ini….

        Wassalamualaikum

  460. Shindy permalink
    16 February 2015 3:50 pm

    Assalamualaikum Ustad saya mau nanya, Apa yang dimaksud atau bagaimana berdoa dalam sujud?? karena yang saya baca katanya doa setelah sholat itu Bid’ah yang ada seharusnya Zikir dan doa bagusnya dilakukan pas dalam sujud?? apakah benar nabi pernah melamakan sujudnya untuk berdoa??

    Jika memang doa dalam sujud dianjurkan, Sujud pada rakkaat berapa?? doanya pun pastinya setelah doa sujud lalu lanjut doa pribadi??

    mohon keterangannya pak Ustadz

    Wassalamualaikum..

  461. 13 March 2015 4:14 pm

    Bismillah.. assalamualaikum warohmatullahi wabarokaatuh…
    Ustadz saya punya masalah yang hanya bisa dikonsultasikan secara pribadi dan langsung, kira2 ustadz berkenan membantu. Jazaakallahu khairon

    • 19 March 2015 1:35 pm

      Wa ‘alaikumussalaam Warohmatulloohi Wabarokaatuh,
      Bila anda hendak berkonsultasi secara langsung, maka silahkan hubungi Ustadz di nomor telphone yang telah di-emailkan ke email anda. Silahkan check email anda… Barokalloohu fiiki

  462. Agung Mustofa permalink
    23 April 2015 7:47 pm

    Assalamu’alaikum kaifa haluk ust . ana mau nanya nih… skr ana uda lulus kuliah dan bentar lagi memperoleh ijzah dan wisuda.. mslhny adalah semasa kuliah ana tidak teratur dan ilmu yg didapatkn sia sia alias blum profesional… ketika skripsi 50% hasil karya saya dan sisanya buatan org lainnya. dan itu pun ga d implemntasi tp lulus … kedua ijazah SMA ana adalah hasil UNny contekkan massal dn lulus mngkn ketidak berkahan ini akibtny kuliahku kacau.

    yang ana tanyakan adalah apbla ana melamar kerja di perusaan tentu mmbthkn ijazah kuliah atau SMA. apkh ini tmsk dosa ust? tkdng ana mau lamar kerja mengunakan ijzah slalu keraguan ini jika bhsil trima hasil yg ana dptkn mnglir gaji uang haram .

    gimana solusinya ust…

    ana juga ga pny ahli khusus dlm pkrjaan shnga bingung mau kerja apa…
    ibadah ok diistiqomah tp mslh duniawi ini nafkah diri carinya gmna ust?

    sdngkn ortu pngn ana kerja tuk mmbntu ekonomi keluarga.

    ana pngn halal toyib , no haram, no riba ust.

  463. fheby permalink
    18 March 2018 1:00 am

    ass.. ustad saya mau tanyaa

Leave a reply to yopi Cancel reply

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.